Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR DIGITI MANUS

1. Pengertian
Fraktur digiti manus adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang digiti manus,
yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur digiti manus jika tulang digiti manus dikenai stress yang lebih
besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Fraktur digiti manus adalah terputusnya kontinuitas tulang digiti manus dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang digiti manus dikenai stress
yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur digiti manus dapat disebabkan
pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot
ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur digiti manus adalah terputusnya kontinuitas tulang digiti manus, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (Rasjad,
Chairuddin. 2007)

2. Etiologi
Fraktur digiti manus dapat terjadi karena trauma langsung, puntiran, atau tekukan pada
jari kelingking. Penyebab fraktur digiti manus juga dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Cedera traumatik, cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung
Berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya. Misalnya saat sedang bekerja atau jari mengahantam sesuatu sehingga
terjadi fraktur digiti manus
b. Cedera tidak langsung
Berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan
tangan berjulur dan menyebabkan fraktur digiti manus.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
Pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis
Dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu
proses yang progresif, lambat dan sakit atau nyeri.
c. Rakhitis
Suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin
D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bekerja dengan banyak menggunakan jari.

3. Patofisiologi
Jari biasanya mengalami cedera akibat benturan langsung dan mungkin terdapat
banyak pembengkakan atau luka terbuka. Digiti manus biasanya mengalami fraktur
melintag, sering disertai angulasi ke depan sehingga dapat merusak sarung tendon
fleksor. Fraktur pada digiti manus dapat memasuki sendi dan terjadi kekakuan, dan jika
fraktur bergeser, jari juga dapat mengalami deformitas. Digit manus dapat terpukul oleh
martil, atau terpukul pintu, dan tulangnya dapat hancur. Setiap sendi jari dapat
mengalami cedera akibat pukulan langsung ( kulit di atasnya sering rusak ) atau akibat
daya angulasi, atau akibat jari yang berposisi lurus tersandung dengan keras. Sendi cedera
akan bengkak, ada nyeri tekan, dan terlalu sakit untuk digerakkan.
Kondisi klinis fraktur digiti manus terbuka dan tertutup menimbulkan respons
nyeri akibat kompresi saraf. Trauma dengan kerusakan jaringan lunak menimbulkan
masalah kerusakan integritas jaringan. Intervensi medis dengan penatalaksanaan
pemasangan fiksasi interna menimbulkan masalah risiko tinggi pasca-bedah, nyeri akibat
trauma jaringan lunak, risiko tinggi trauma dan kontraktur jari tangan, ansietas sekunder
akibat rencana bedah dan prognosis penyakit.
4. Pathway
5. Klasifikasi Fraktur
1. Jenis khusus fraktur
a. Bentuk garis patah
b. Garis patah melintang
c. Garis patah obliq
d. Garis patah spiral
e. Fraktur kompresi
f. Fraktur avulse
2. Jumlah garis patah
1. Fraktur komunitif garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2. Fraktur segmental garis patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3. Fraktur multiple garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
3. Klasifikasi fraktur berdasarkan bentuknya
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara fragemen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, fraktur terbuka dibagi
menjadi tiga derajat, yaitu :
1. Derajat I
a. Luka kurang dari 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
c. Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau kumulatif ringan.
d. Kontaminasi ringan.
2. Derajat II
a. Laserasi lebih dari 1 cm
b. Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse
c. Fraktur komuniti sedang.
3. Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
4. Fraktur complete
Merupakan patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
pergerseran (bergeser dari posisi normal).
5. Fraktur in complete
Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara
rinci sebagai berikut:
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi
satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
3. Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitasi
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
4. Pembengkakan dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.
5. Fals Moment
Merupakan pergerakan/ bentuk yang salah dari tulang (bengkok)
fraktur.
6. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous.
7. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
8. Tenderness/keempukan
9. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
10. Pergerakan abnormal
11. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

7. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi
pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan
kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa sakit karena
ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang
berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot
yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada fraktur
tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal.
Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang
dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati
sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah
pulmonary yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak
mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah,
bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang
kurang baik. Hal ini paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu
kepala dan leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan
menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang
terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan
gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada
pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya
melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban.

g. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
h. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur
terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang,
fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur –
fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko
osteomyelitis yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi,  cacat diisi  oleh  jaringan  fibrosa. Kadang-
kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi, interposisi jaringan
lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya patella dan fraktur yang bersifat
patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus
mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
a. Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
b. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
c. Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun
yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)
d. Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
a. Darah rutin,
b. Faktor pembekuan darah,
c. Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
d. Urinalisa,
e. Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).
3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler
akibat fraktur tersebut.

9. Prinsip Penanganan Fraktur


Prinsip Penanganan Fraktur
Ada 4 dasar penangan fraktur yaitu :
1. Rekognisi yaitu dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya
adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang
relepan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
2. Reduksi yaitu usaha atau tindakan manipulasi fragmen-fragmen sepertileak
asalnya.tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif didalam ruang gawat darurat
atau ruang bidai gips, untuk mengurangi nyeri selama tindakan penderita dapat
diberikan narkotik IV sedatif atau blok saf lokal.
3. Retensi yaitu setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau
dipertahankan dlam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi external meliputi gips, bidai, traksi dan
teknikfiksator externa.
4. Rehabilitasi merupakan proses pengembalian tulang kefungs dan struktur semula
dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan
kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuase dan meningkatkan peredaran darah.

10. Tahap Penyembuhan Tulang


Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematom
Yaitu Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematom disekitar fraktur
Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
a. Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
b. Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
c. Hematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah baru
fogoblast dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
a. Terjadi 6 – 10 hari setelah injuri
b. Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
a. Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
b. Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium
yang menyatukan tulang yang patah
c. Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan
oksifitas osteoblast dan osteuctas.

11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan digiti manus yang tidak bergeser dapat diterapi dengan
pembebatan fungsional. Jari kelingking diikat dengan jari sebelahnya dan gerakan
dianjurkan sejak permulaan. Pembebatan dipertahankan selama 2-3 minggu, tetapi
sebaiknya diperiksa posisinya dengan sinar-X untuk memastikan bahwa tidak terjadi
pergeseran. Adapun penatalaksanaan lain fraktur digiti manus dapat menggunakan
prinsip terapi fraktur, yaitu :
1. Reduksi
Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur. Reposisi
memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas angular dan rotasional.
Reposisi mannipulatif biasanya dapat dilakukan pada fraktura ekstremitas distal
(tangan, pergelangan tangan. kaki, tungkai), dimana spasme otot tidak berlebihan.
Traksi bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas kulit atau dengan memasang
pin tranversa melalui tulang, distal terhadap ftaktur. Reduksi terbuka biasanya
disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi interna dengan plat & pin, batang atau sekrup.
Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi terbuka. Reposisi
tertutup dilakukan pada fraktur dengan pemendekan, angulasi atau displaced.
Biasanya dilakukan dengan anestesi lokal dan pemberian analgesik. Selanjutnya
diimobilisasi dengan gips. Bila gagal maka lakukan reposisi terbuka dikamar operasi
dengan anestesi umum.
Kontra indikasi reposisi tertutup:
1. Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi
2. Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan
3. Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced patellar fracture.
2. Imobilisasi.
Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat fraktur sampai
timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan fraktur ekstremitas dapat
diimobilisasi dengan dengan gips fiberglas atau dengan brace yang tersedia secara
komersial. Pemasangan gips yang tidak tepat bisa menimbulkan tekanan kuIit,
vascular, atau saraf. Semua pasien fraktur diperiksa hari berikutnya untuk menilai
neurology dan vascular.
Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak sebagai
imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang atau di atas bidai sampai
reduksi tercapai. Kemudian traksi diteruskan sampai ada penyembuhan yang
mencukupi, sehingga pasien dapat dipindahkan memakai gips/brace.
3. Rehabilitasi
Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama merupakan
masalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot dan ligamentum berkontraksi
membatasi gerakan sendi sewaktu gips/bidai dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik
untuk mgerakan aktif dan pasif serta penguatan otot.
4. Traksi
Yaitu secara umum dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
extremitas klien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan
segaris dengan sumbu tarikan tulang yang patah. Kegunaan traksi adalah mengurangi
patah tulang, mempertahankan fragme tulang pada psisi yang sebenarnya selama
penyembuhan, memobilisasikan tubuh bagian jaringan lunak, memperbaiki
deformitas. Jenis traksi ada dua macam yaitu traksi kulit biasanya menggunakan
perekat sepanjang extremitas kemudian dibalut, ujung plester dihubungkan dengan
tali untuk ditarik, penarikan biasanya menggunakan katrol dan beban. Traksi skelet
biasanya menggunakan pin steinmen atau kawat kirshner yang lebih halus biasanya
disebut kawat k yang ditusukkan pada tulang kemudia pin tesebut ditarik dengan tali,
katrol dan beban
5. Fisioterapi
Alat untuk remobilisasi mencakup exercise terapiutik, ROM aktif dan pasif,
ROM pasif mencegah kontraktur pada sendi dan mempertahankan ROM normal pada
sendi, ROM dapat dilakukan pada therapist, perawat atau mesin CPM (continous
pasive motion). ROM aktif untuk meningkatkan kekuatan otot. (Smeltzer, 2001)

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR DIGITI MANUS

B. Pengkajian
I. Data Subyektif
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamt, suku
bangasa, bahas yang digunakan seari-hari, status perkawinan,golongan darah, tanggal
masuk Rumah sakit, NRM, diagnosa medis. Fraktur digiti manus dapat terjadi pada
siapa saja baik pria maupun wanita, dewasa, anak – anak, lansia berbagai usia.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pada umunya keluhan utama pada kasus fraktur adalah nyeri terutama pada
daerah tangan (jari kelingking), nyeri tersebut bisa akut atau kronk tergantung
lamanya serangan, untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan :
1. Provoking incident
Apakah apakah ada peristiwa yang menjadi faktor persifitasi nyeri.
2. Quality of Pain
Seperti apa nyeri yang dirasakan atau yang digambarkan klien, apakah seperti
terbakar, berdenyut, atau tertusuk.
3. Region
Apakah rasa sakit bisa mereda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar,
dan dimana rasa saki terjadi atau lokasi rasa sakit tersebut.
4. Severity ( scale) of paint
Seberapa jauh ras nyeri yang dirasakan kien bisa berdasarkan skala nyeri atau
klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi fungsinya.
5. Time
Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
c. Riwayat Penyakit Dahulu

3. Pola-pola Fungsi Kesehatan


1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada
dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi
dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur digiti manus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau
feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
4. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
5. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang
lain.
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
body image)
8. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat
fraktur
9. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri
yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya
10. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping
yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena
nyeri dan keterbatasan gerak klien.

II. Data Obyektif


a. Keadaan Umum
Keadaan umum baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda seperti
1. Kesadaran penderita : composmentis, apatis, somnolen, spoor, koma gelisah
tergantung pada keadaan klien.
2. Kesakitan keadaan penyakit : akut kronok, ringan, sedang, berat, dan biasanya
pada kasus fraktur biasanya akut.
b. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi/bentuk.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : Simetris
- Rambut : Biasanya akan terlihat kusut
- Muka : Biasanya terjadi edema pada muka
- Mata : Biasanya tidak ikterus, konjungtiva tidak anemis
- Telinga :
2. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak erdapat struma,
dan tidak bengkak, terdapat reflek menelan.

3. Dada : Biasanya tanpa gejala JVD (Obstruksi Vena Kava), tidak terdapat
edema.
Perkusi dada terdengar redup
4. Jantung : Bunyi jantung terdengar efusi,
takikardi; disritmia, bunyi jantung terdengar gesekan pericardial
5. Paru : Biasanya gerakan dada tidak sama antara dekstra dan sinistra
Terdengar pekak di daerah lapang dada
Terdengar ronkhi
Terdengar mengi pada saat inspirasi/ekspirasi
6. Ekstremitas : Biasanya teraba hangat, turgor baik.
Biasanya mempunyai kekuatan Otot 3 ( skala 0-4 )
7. Integumen : Biasanya kulit teraba hangat, turgor baik, sianosis
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus
mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
a. Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
b. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
c. Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun
yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)
d. Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
a. Darah rutin,
b. Faktor pembekuan darah,
c. Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
d. Urinalisa,
e. Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren
ginjal).
f. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan
vaskuler akibat fraktur tersebut.

C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik
3. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
4. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
D. Intervensi Keperawatan
E. Implementasi
Implementasi atau pelaksanaan pada klien dengan fraktur digiti manus , dilaksanakan
sesuai dengan pelaksanaan perawatan yang meliputi tindakan-tindakan yang telah
direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya serta
memperhatikan kondisi dan keadaan klien.
F. Evaluasi

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai