Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

GLOMERULONEFRITIS

I . DEFINISI
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan
tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan
dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria.
Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan
mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula
digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan
kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai
ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang
disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis
akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran
etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

II . ETIOLOGI
a)      Streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29 Glomerulonefritis akut
didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit
oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan
antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi
skarlatina,diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan
meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita. Antara infeksi bakteri dan
timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman
streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain,
tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan
umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi
kuman streptococcus. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom
nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan
penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta
1
hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki
dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 %
diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Penyakit
ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan
infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan
perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
b)      SGlomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis,
c)      keracunan seperti keracunan timah hitam tridion,
d)     penyakitb amiloid,
e)      trombosis vena renalis,
f)       purpura anafilaktoid dan
g)      lupus eritematosus.

III . PATOFISIOLOGI
Kasus glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada
tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu.
Organisme penyebab lazim adalah streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau 4
dan 1,jarang oleh penyebab lainnya. Namun sebenarnya bukan streptokukus yang
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Di duga terdapat suatu antibodi yang ditujukan
terhadap antigen khusus yang merupakan membran plasma streptokokal spesifik.
Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah bersikulasi ke dalam glomerulus tempat
kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya
komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polimerfonuklear(PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran
basalis glomerulus(GBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi , timbul poliferasi sel-
sel endotel yang di ikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah merah
dapat keluar ke dalam urin yang sedang di bentuk oleh ginjal, mengakibatkan proteinuria
dan hematuria. Agaknya, kompleks komplemen antigen-antibodi inilah yang terlihat
sebagai nodul-nodul subepitel(atau sebagai bungkusan epimembanosa)pada mikroskop
elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi,pada pemeriksaan mikroskop cahaya glomerulus tampak membengkak
dan hiperselular di sertai invasi PMN.
Glomerulonefritis kronis,awalnya seperti glomerulonefritis akut atau tampak
sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih ringan,kadang-kadang sangat
2
ringan,sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang infeksi ini,ukuran ginjal sedikit
berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal,dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas,
korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang. Berkas jaringan
parut merusak sistem korteks,menyebabkan permukaan ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah
glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut,dan cabang-cabang arteri renal
menebal. Akhirnya terjadi perusakan glomerulo yang parah,menghasilkan penyakit ginjal
tahap akhir(ESRD).

IV . KLASIFIKASI
a. Glomerulus Nefritis ringan
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri
atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus
Glomerulonefritis jenis ini biasanya terjadi setelah infeksi akut. Biasanya didapatkan
proteinuria ringan dengan sedikit kelainan sedimen urin yang membaik setelah infeksinya
diatasi. Walaupun jarang, bisa dijumpai hematuria makroskopik. Fungsi ginjal normal dan
biasanya tekanan darah normal dan tanpa edema. Komplemen serum sedikit
menurun. Glomeru- lonefritis yang sementara ini disebabkan oleh semua jenis infeksi
akut seperti infeksi oleh virus, bakteri, riketsia, malaria falsiparum, leptospirosis,
trikhinosis dan salmonelosis. Pada . pemeriksaan histopatologis didapatkan hipertrofi
mesangial atau proliferasi dengan endapan IgM dan C3 di daerah mesangial dan sepanjang
gelung kapiler. Lesi ini meng- hilang dalam 46 minggu.
b. Glomerulonefritis persisten.
Merupakan lanjutan dari glomerulonefritis akut,dalam jangka waktu panjang atau
pendek.Glomerulonefritis dengan gejala klinik yang lebih jelas, terjadi pada penyakit
infeksi yang perjalanannya kronik misal- nya pada penyakit lepra, hepatitis virus B dan
filariasis. Mani- festasi klinik berupa proteinuria, sindroma nefritik, sindroma nefrotik
bahkan bisa sampai gagal ginjal. Pengobatan infeksi dengan antimikroba bisa berhasil
mungkin juga tidak dalam memperbaiki lesi ini. Kortikosteroid memberikan hasil
pengobatan yang bervariasi.

V . MANIFESTASI KLINIS
a) Tingkat keparahan gangguan ginjal bervariasi, dari hematuria mikroskopis yang
asimptomatik dengan fungsi ginjal normal sampai gagal ginjal akut.
b) Berdasarkan tingkat gangguan ginjal, pasien dapat mengalami berbagai derajat edema,
hipertensi, dan oliguria.
c) Pasien dapat menderita ensefalopati dan/atau gagal jantung akibat hipertensi atau
hipervolemia. Ensefalopati juga dapat diakibatkan secara langung oleh efek toksik bakteri
streptokokus pada sistem saraf pusat.
3
d) Edema biasanya terjadi akibat retensi garam dan air, dan sindrom nefrotik juga dapat
muncul pada 10-20% kasus. Edema subglotis akut dan gangguan jalur pernafasan juga
dilaporkan terjadi. Fase akut biasanya sembuh dalam 6-8 minggu. Meskipun ekskresi
protein dalam urin dan hipertensi menjadi sembuh dalam 4 minggu-6 bulan setelah onset,
hematuria mikroskopis persisten dapat tetap ada selama 1-2 tahun setelah gambaran inisial
penyakit.
e) Gejala spesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen atau pinggang belakang, dan demam
biasa terjadi

VI . PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Urinalisis (UA) menunjukkan hematnya gross, protein dismonfik dan (bentuk tidak serasi)
S Dm, leusit, dan gips hialin
 Lajur filtrasi glomeruslus (IFG) meurun, klerins kreatinin pada urin digunakan sebagai
pengukur dan LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin juga
ditampung dengan cara arus tengah (midstream)
 Nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai
menurun
 Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun (karena hemodilusi).
 Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifilaasi jenis protein urin yang
dikeluarkan dalam urin.
 Elektrolit seru menunjukkan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal kadar-
kadar kalium dan klorida.

VII . KOMPLIKASI
Komplikasi akut dari penyakit ini terutama merupakan akibat hipertensi dan disfungsi
renal akut. Hipertensi terdapat pada 60% pasien dan menyebabkan ensefalopati hipertensif
pada 10% kasus. Komplikasi lain yang dapat terjadi antara lain kegagalan jantung,
hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis, kejang, serta uremia.

  VIII . PENATALAKSANAAN
 Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.

a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlaK selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan terakhir
menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai timbulnya
penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.

4
b. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus
yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara teoritis seorang
anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat
kecil sekali. Pemberian penisilin dapat dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB
dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan
eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.
c. Makanan. Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah
garam (1 g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan
makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka
diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung,
edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi.
d. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala
serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin sebanyak 0,07
mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam kemudian, maka selanjutnya
reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03 mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat
parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek toksis.
e. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung dan usus
(tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar).

 Bila prosedur di atas tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran
darah vena pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
a. Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit tidak
berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk, 1972).
b. Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.

5
Asuhan keperawatan
Glumorulonefritis

1.   Pengkajian
1) Data Biografi: Perlu dikaji umur, jenis kelamin, dan pekerjaan
2) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang: Klien dengan G.N biasanya datang dengan keluhan
nyeri pada pinggang, buang air kecil sedikit, bengkak/edema pada ekstremitas, perut
kembung, sesak. hematuria edema, hipertensi, dan oliguria ensefalopati dan/atau
gagal jantung malaise, letargi, nyeri abdomen atau pinggang belakang, dan demam
biasa terjadi.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu: Perlu dikaji riwayat pada perkemihan, riwayat penyakit
ginjal sebelumnya,riwayat menggunakan obat-obatan nefrotoksik, kebiasaan diet,
nutrisi, riwayat tidak dapat kencing, penggunaan hormon. Riwayat pernah penyakit
infeksi saluran pernafasan, penykit malaria SGlomerulonefritis akut dapat juga
disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan timah hitam tridion, penyakitb
amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupuseritematosus
c. Riwayat Kesehatan Keluarga: Perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat
mempengaruhi timbulnya penyakit G.N seperti hipertensi, diabetes mellitus,
sistemik lupus eritematosa, arthritis dan kanker.
3) Pola Aktivitas Sehari-hari: Pada klien G.N pola aktivitas sehari-hari meliputi pola
makan sebelum sakit yang sering dikonsumsi oleh klien yang merupakan faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya G.N seperti makanan yang tinggi natrium, kalium,
kalsium sedangkan pola makan selama sakit biasanya mengalami penurunan frekuensi
dan porsi karena klien mengalami mual. Pada klien dengan G.N harus dikaji kebiasaan
minum yang kurang dari kebutuhannya dan yang dapatmemperberat
penyakitnya seperti kopi, teh dan alkohol, selama sakit biasanya intake dibatasi sesuai
output. Eliminasi BAK biasanya ditemukan BAK yang sedikit sampai ditemukan
oliguri sedangkan BAB biasanya tidak ada perubahan kecuali pada klien dengan
penurunan aktivitas. Sebelum sakit biasanya kebutuhan personal hygiene klien tidak
ada perubahan sedangkan selama sakit personal hygiene klien menjadi terganggu
karena adanya kelemahan.
4) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernafasan: Pada klien dengan G.N ditemukan adanya tachipnoe, pernafasan
kusmaul, uremic, halitosis, edema paru dan efusi pleura.
b. Sistem Kardiovaskuler: Pada klien dengan G.N biasanya ditemukan adanya
hipertensi, gagal jantung kongestif, edema pulmoner, perikarditis.

6
c. Sistem Pencernaan: Pada klien dengan G.N biasanya ditemukan adanya anoreksia,
nausea, vomiting, cegukan, rasa metalik tak sedap pada mulut, ulserasi gusi,
perdarahan gusi/tidak, nyeri ulu hati, distensi abdomen, konstipasi.
d. Sistem Genotiurinaria: Pada klien dengan G.N awal ditemukan adanya poliuri dan
nokturi, selanjutnya berkembang menjado oliguri dan anuri, terdapat proteinuria,
hematuria, perubahan warna urine (kuning pekat, merah, cokelat).
e. Sistem Muskuloskeletal: Pada klien dengan G.N biasanya ditemukan kelemahan otot,
kejang otot, nyeri pada tulang dan fraktur patologis.
f. Sistem Integumen: Penurunan turgor kulit, hiperpigmentasi, pruritis, echimosis,
pucat.
g. Sistem Persyarafan: Pada klien dengan G.N biasanya ditemukan letargi, insomnia,
nyeri kepala, tremor, koma
5) Data Psikososial: Klien dengan G.N biasanya ditemukan adanya rasa takut, marah,
cemas, perasaan bersalah dan kesedihan. Respon emosional pada klien G.N mungkin
disebabkan karena perubahan body image takut akan terjadinya disfungsi seksual dan
ketakutan akan kematian.
6) Data Spiritual: Pada klien dengan G.N biasanya ditemukan ketidakmampuan beribadah
seperti biasa.
7) Data Penunjang

DIAGNOSA

1.      Gangguan Keseimbngan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kerusakan


membran filtrasi di glomerulus

2.      Kelebihan volume cairan b/d retensi air dan disfungsi ginjal

3.      Resiko infeksi (UTI, LOKAL, SISTEMIK) b/d penekanan pada system imun

4.      Ketidakmampuan dalam aktivitas b/d penurunan protein dan disfungsi ginjal

INTERVENSI
1.     Gangguan Keseimbngan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kerusakan
membran filtrasi di glomerulus
Intervensi:
 Ukur dan dokumentasikan intake dan output setiap 4 – 8 jam
 Catat jumlah dan karakteristik urine; laporkan bila ada penurunan out put urine pada
dokter
 Timbang BB setiap hari, dengan timbangan dan waktu yang sama
7
 Ukur BJ urin setiap 8 jam, lapor bila ada peningkatan
 Konsultasikan ke ahli diet untuk pembatasan Natrium dan Protein.
 Berikan cairan sesuai dengan cairan yang hilang
 Berikan batu es untuk mengontrol haus
 Monitor hasil pemeriksaan elektrolit, laporkan bila ada ketidaknormalan
 Kaji efektifitas pemeberian elektrolit scr. Parenteral/ora

2.      Kelebihan volume cairan b/d retensi air dan disfungsi ginjal
Intervensi:
 Jaga ekstremitas yang mengalami edema setinggi diatas jantung apabila mungkin
(kecuali jika terdapat kontraindikasi oleh gagal jantung)
 Lindungi lengan yang edema dari cedera
 Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan
 Anjurkan individu untuk menurunkan masukan garam
 Ajarkan individu untuk Membaca label untuk kandungan natrium
 Hindari makanan yang menyenangkan, makanan kaleng, dan makanan beku.
 Masak tanpa garam dan gunakan bumbu- bumbu untuk menambah rasa (lemon,
kemangi, mint)
 Gunakan cuka mengganti garam untuk rasa sop, rebusan, dan lain-lain

3.      Resiko infeksi (UTI, LOKAL, SISTEMIK) b/d penekanan pada system imun
Intervensi:
 Monitor serum sel darah merah, antibodi, nilai set T
 Periksa Temp. tubuh setiap 4 jam
 Catat karakteristik urine
 Hindari pemasangan kateter pada saluran perkemihan
 Jika dipasang kateter, pertahankan closed gravity drain system
 Monitor adanya Tanda & gejala UTI, lakukan tindakan pencegahan UTI
 Asuskultasi suara paru setiap 4 jam
 Anjurkan untuk batuk dan nafas dalam
 Instruksikan pasien u/ menghindari orang yang menglamai infeksi
 Lakukan tindakan untuk mencegah kerusakan kulit
 Anjurkan untuk ambulasSiunlaerdbi,iGhlo amwerualolnefritis

4.      Ketidakmampuan dalam aktivitas b/d penurunan protein dan disfungsi ginjal
Intervensi:

8
 Monitor adanya penurunan protein secara berlebihan(Proteinuria,Albuminuria)
 Gunakan diet protein untu mengganti protein yang hilang
 Berikan diet tinggi Kalori, diet tinggi KH
 Anjurkan Bedrest
 Berikan latihan dalam batas aktifitas yang dianjurkan
 Rencanakan aktifitas dengan memberikan periode waktu istirahat

9
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
URETEROSISTITIS

I . PENGERTIAN

Uretro Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran balik urine dari uretra ke
dalam kandung kemih ( refluks urtrovesikal ), kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau
sistoskop.(Suzane, C. Smelzer. Keperawatan medikal bedah vol. 2. hal.1432)

Uretro Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang menyerang pada pasien wanita,
dimana terjadi infeksi oleh Escherichia Coli.(Lewis.Medical Surgikal Nersing. Hal 1262)

Beberapa penyelidikan menunjukkan 20% dari wanita-wanita dewasa tanpa


mempedulikan umur setiap tahun mengalami disuria dan insidennya meningkat sesuai
pertumbuhan usia dan aktifitas seksual, meningkatnya frekwensi infeksi saluran perkemihan
pada wanita terutama yang gagal berkemih setelah melakukan hubungan seksual dan
diperkirakan pula karena uretra wanita lebih pendek dan tidak mempunyai substansi anti
mikroba seperti yang ditemukan pada cairan seminal.

Infeksi ini berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-diafragma


karena kontrsepsi ini dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan mencegah
pengosongan sempurna kandung kemih. Cistitis pada pria merupakan kondisi sekunder
akibat bebarapa faktor misalnya prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau batu pada
kandung kemih.

II . KLASIFIKASI

Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu;

1. Cystitis primer,merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat
terjadi karena penyakit lainseperti batu pada kandung kemih, divertikel, hipertropi
prostat dan striktura uretra.
2. Cystitis sekunder, merukan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari penyakit
primer misalnya uretritis dan prostatitis.

III . ETIOLOGI

 Pada umumnya disebabkan oleh basil gram negatif Escheriachia Coli yang dapat
menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita tanpa kelainanurologis atau
kalkuli.

10
 Batang gram negatif lainnya termasuk proteus, klebsiella, enterobakter, serratea, dan
pseudomonas bertanggung jawab atas sebagian kecil infeksitanpa komplikasi.
 Organisme-organisme ini dapat dapat menjadi bertambah penting pada infeksi-infeksi
rekuren dan infeksi-infeksi yang berhubungan langsung dengan manipulsi urologis,
kalkuli atau obstruksi.
 Pada wanita biasanya karena bakteri-bakteri daerah vagina kearah uretra atau dari
meatus terus naik kekandumg kemih dan mungkin pula karena renal infeksi tetapi yang
tersering disebabkan karena infeksi E.coli.
 Pada pria biasanya sebagai akibat dari infeksi diginjal, prostat, atau oleh karena adanya
urine sisa(misalnya karena hipertropi prostat, striktura uretra, neurogenik bladder) atau
karena infeksi dari usus.
 Jalur infeksi
 Tersering dari uretra, uretra wanita lebih pendek membuat penyalkit ini lebih sering
ditemukan pada wanita
 Infeksi ginjalyan sering meradang, melalui urine dapat masuk kekandung kemih.
 Penyebaran infeksi secara lokal dari organ laindapat mengenai kandung kemih
misalnya appendiksiti
 Pada laki-laki prostat merupakan sumber infeksi.

IV . PATOFISIOLOGI
Cystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum
disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul dengan
penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik
akut maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral.Kemudian bakteri tersebut
berekolonisasi pada suatu tempat misalkan pada vagina atau genetalia eksterna
menyebabkan organisme melekat dan berkolonisasi disuatu tempat di periutenial dan masuk
ke kandung kemih.

Bakteri yang dapat menginvasi uretra atau vesika urinaria ditentukan oleh tiga faktor
penting yaitu:

1. Virulensi kuman. Semakin tinggi virulensi kuman semakin mudah menginvasi jaringan.
Virulensi ini berhubungan dengan kemampuan tubuh mengenal (agent) dan ketahanan
kuman yang berhubungan dengan pemusnahan kuman yang sama dimasa lalu dan tidak
tuntas.

11
2. umlah bakteri. Semakin banyak jumlah kuman semakin kuat menginvasi jaringan. Oleh
karena itu upaya meminimalkan bahkan menghilangkan kumna dari daerah perineum
penting.
3. Immunitas Host (penjamu). Daya tahan yang didukung oleh terbentuknya antibodi yang
melisiskan agent. Daya tahan tubuh yang rendah tidak akan mampu membentuk
antibodi secara adekuat. Antibosi dibentuk dari globulin (protein) oleh karenanya
kecukupan protein untukmendukung ketahanan tubuh sangat penting.

Secara normal, saluran perkemihan mempunyai daya pelindung yang dapat


melindungi mukosa dari bakteri dari iritasi urin dengan dihasilkannya “musin” oleh sel
urotelial. Musin ini akan membasahi mukosa dan diproduksi secara terus menerus.
Selain itu dengan PH urin yang bersifat asam dan aliran urin yang mendorong akan
mencegah kuman menginvasi jaringan dan mencegah berkembang biaknya kuman.

Kondisi diatas dapat dipercepat oleh kondisi dibawah ini yang diindenfikasi
sebagai faktor predisposisi yaitu :

a. Abnormalitas anatomi saluran kemih


b. Gender. Uretra yang pendek dan lurus pada wanita sangat mudah dijangkau oleh
kuman sehingga berpotensi terjadinya infeksi/peradangan. Uretra pria yang sangat
panjang dan berbelok-belok merupakan faktor yang menguntungkan bagi kesehatan
urogenitalia pria.
c. Obstruksi batu seperti neprolitiasis; Uretherolitiasis dan Vesikolithiasis.
d. Adanya aliraan balik urin (Refluk)
e. Kehamilan. Pada kehamilan terjadi perubahan PH disekitar vagina yang
memungkinkan kuman berkembang biak dan dapat menjangkau uretra.
f. Penyakit kronis seperti Diabetes Melitus; Gout dan Hipertensi.
g. Instrumentasi

Tindakan invasif pada saluran kemih dapat menjadi pintu masuk kuman bila
tindakan aseptik dan antiseptik kurang mendapat perhatian. Disamping itu,
kemungkinan terjadinya iritasi pada mukosa sangat besar. Bahkan pada penggunaan
kateter dalam jangka waktu yang lama akan melumpuhkan sistem pertahanan saluran
yaitu dengan menekan fungsi sel urotelial.

V . MANIFESTASI KLINIS

Uretro Sistitis biasanya memperlihatkan gejala :

12
 Disuria (nyeri waktu berkemih) karena epitelium yang meradang tertekan
 Peningkatan frekuensi berkemih
 Perasaan ingin berkemih
 Piuria(Adanya sel-sel darah putih dalam urin)
 Nyeri punggung bawah atau suprapubic
 Demam yang disertai hematuria (danya darah dalam urine) pada kasus yang parah.

VI . PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Urinalisis
1. Leukosuria atau piuria terdapat > 5 /lpb sedimen air kemih
2. Hematuria 5 – 10 eritrosit/lpb sedimen air kemih.
b. Bakteriologis
1. Mikroskopis ; satu bakteri lapangan pandang minyak emersi, 102 – 103 organisme
koliform/mL urin plus piuria  2 )
2. Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.
c. Pemeriksaan USG abdomen
d. Pemeriksaan photo BNO dan BNO IVP

VII . PENGOBATAN

1. Pemberian terapi single : trimekstropin-sulfametroxazole (bactrhim,septa)


2. Pemberian terapi 1-3 hari : Nitrofurantoin (Macrodantin, Furadantin), Chephalaxin
(keflek), Ciprofloksasim (cibrloksin, noroksin), Ofdlksasin (floksin)
3. Pemberian anlgesik untuk mengurangi nyeri.

VIII . KOMPLIKASI

1) Pembentukan Abses ginjal atau perirenal


2) Gagal ginjal
3) Sepsis

13
ASUHAN KEPERAWATAN
URETEROSISTITIS

1.  Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat
menyeluruh yaitu :
A.    Data biologis meliputi :
1.      Identitas Klien
2.     Identitas penanggung
B.     Riwayat kesehatan :
1.      Riwayat infeksi saluran kemih
2.     Riwayat pernah menderita batu ginjal
3.     Riwayat penyakit DM, Jantung
C.     Pengkajian fisik :
1.      Palpasi kandung kemih
2.     Infeksi darah meatus
a.     Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine
b.     Pengkajian pada costovertebralis
D.    Riwayat psikososial
Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit
mekanisme kopin dan system pendukung
E.     Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga
1.      Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit
2.     Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

2.  Diagnosa Keperawatan


1.      Perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan
membran mukosa, kurang nafsu makan
2.     Nyeri akut  b.d proses peradangan / infeksi
3.     Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi
4.     Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan
pengobatan
5.     Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri
6.     Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
7.     Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat
14
3.  Perencanaan
Dp. 1 : Perubahan  nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan
membran mukosa, kurang nafsu makan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu
makan bertambah.
Batasan karateristik :
Subjektif : kram abdomen, melaporkan perubahan sensasi rasa, merasa kenyang setelah
mengingesti makanan, merasakan ketidakmampuan mengingesti makanan.
Objektif : adanya bukti kekurangan makanan, bising usus hiperaktif, konjungtiva dan
membran mukosa pucat, tonus otot buruk.
Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
1 Pantau  / catat permasukan diet 1.Membantu dan mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan diet.
Kondisi fisik umum, gajala uremik
(contoh : mual, anoreksia, gangguan
rasa) dan pembatasan diet multiple
mempengaruhi pemasukan makanan.
2.Mambran mukosa menjadi kering
2 Tawarkan perawatan mulut sering/cuci dan pecah. Perawatan mulut
dengan  larutan (25%) cairan asam menyejukkan, meminyaki dan
asetat. Berikan permen karet, permen membantu menyegarkan rasa mulut
keras, penyegar mulut diantara makan yang sering tidak nyaman pada
uremia dan membatasi pemasukan
oral. Pencucian dengan asam asetat
membantu menetralkan amonea
yang dibentuk oleh perubahan urea.
3.Meminimalkan anoreksia dan
3 Berikan makanan sedikit tapi sering mual sehubungan dengan status
uremik/menurunnya paristaltik

15
Kolaborasi : 4.Menentukan kalori individu dan
4 Konsul dengan ahli gizi/tim kebutuhan nutrisi dalam
pendukung nutrisi pembatasan,dan mengidentifikasi
rute paling efektif dan produknya,
contoh tambahan oral, makanan
selang hiperalimentasi
5.Pembatasan elektrolit ini
5 Batasi kalium, natrium dan pemasukan dibutuhkan untuk mencegah
fosat sesuai indikasi kerusakan ginjal lebih lanjut,
khususnya bila dialisis tidak menjadi
bagian pengobatan, dan atau selama
fase penyembuhan.
6.Indikator kebutuhan nutrisi,
6 Awasi pemeriksaan labiratorium, pembatasan, dan kebutuhan /
contoh; BUN, albumin serum, efektivitas terapi.
transferin, natrium dan kalium.

Dp. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nyaman
dan nyerinya berkurang.
Batasan karateristik :
Subjektif      :  keletihan
Objektif  : perubahan kemampuan untuk meneruskan aktifitas sebelumnya, perubahan pola
tidur, penurunan interaksi dengan orang lain, perubahan berat badan.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih tidak tegang,
tenang,   tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh,
tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.
   Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Pantau intensitas, lokasi, dan factor 1.Rasa sakit yang hebat menandakan
yang memperberat atau meringankan adanya infeksi
nyeri
2 Berikan waktu istirahat yang cukup 2.Klien dapat istirahat dengan
dan tingkat aktivitas yang dapat di tenang dan dapat merilekskan otot –
toleran. otot
3 Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika 3.Untuk membantu klien dalam

16
tidak ada kontra indikasi berkemih
4 Pantau haluaran urine terhadap 4.Untuk mengidentifikasi indikasi
perubahan warna, bau dan pola kemajuan atau penyimpangan dari
berkemih, masukan dan haluaran hasil yang di harapkan
setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis
ulang
5 Berikan tindakan nyaman, seperti 5.Meningkatkan relaksasi,
pijatan punggung, lingkungan istirahat menurunkan tegangan otot
6 Berikan perawatan parineal 6.Untuk mencegah kontaminasi
uretra
Kolaborasi :
7 Konsul dokter bila : sebelumnya 7.Temuan – temuan ini dapat
kuning gading urine kuning, jingga memberi tanda kerusakan jaringan
gelap, berkabut atau keruh. Pla lanjut dan perlu pemeriksaan luas
berkemih berubah, sering berkemih
dengan jumlah sedikit, perasaan ingin
kencing, menetes setelah berkemih.
Nyeri menetap atau bertambah sakit.
8 Berikan analgesic sesuia kebutuhan 8.Analgesic memblok lintasan nyeri
dan evaluasi keberhasilannya sehingga mengurangi nyeri
9 Berikan antibiotic. Buat berbagi 9.Akibat dari haluran urin
variasi sediaan minum, termasuk air memudahkan berkemih sering dan
segar. Pemberian air sampai 2400 membantu membilas saluran
ml/hari berkemih

Dp. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien
berkurang
Batasan Karakteristik : suhu tubu meningkat di atas rentang normal, frekuensi napas
meningkat, kulit hangat bila disentuh, kadang merasa mual.
Kriteria Hasil :hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan suhu
kulit lembab
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Pantau suhu pasien (drajat dan pola) ; 1.Suhu 38,90 – 41,10 C menunjukkan
perhatikan menggigil/diaforesis proses penyakit infeksius akut

17
2 Pantau suhu lingkungan, batasi / 2.Suhu ruangan/jumlah selimut
tambahkan linen tempat tidur, sesuai harus diubah untuk mempertahankan
indikasi suhu mendekati normal.

3 Berikan kompres mandi hangat; 3.Dapat membantu mengurangi


hindari penggunaan alkohol demam. Catatan : penggunaan air
es/alkohol mungkin menyebabakan
kedinginan, peningkatan suhu secara
aktual. Selain itu alkohol dapat
mengeringkan kulit. 
4 Berikan selimut pendingin 4.Digunakan untuk mengurangi
demam umumnya lebih besar dari
39,50-400 C pada waktu terjadi
kerusakan/ gangguan otak.
Kolaborasi :
5 Berikan antipiretik, misalnya ASA 5.Digunakan untuk mengurangi
(aspirin), asetaminofen (tylenol) demam dengan aksi sentralnya pada
hipotelamus. Meskipun demam
mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme.
Dan meningkatkan autodestruksi
dari sel-sel yang terinfeksi

Dp. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan
pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas pasien Hilang
dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisa
Batasan Karakteristik : klien gelisah, tidak tenang, tanda vital abnormal, gelisah,
ketakutan, gangguan tidur.
Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat beristirahat, frekuensi
nafas 12-24/menit
intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
1 Beri kesempatan klien untuk 1.Agar klien mempunyai semangat
mengungkapkan perasaannya dan mau empati terhadap perawatan
dan pengobatan
Pantau tingkat kecemasan 2.Untuk mengetahui berat ringannya

18
2 kecemasan klien
Beri dorongan spiritual 3.Agar klien kembali menyerahkan
3 sepenuhnya kepada tuhan YME

Beri penjelasan tentang penyakitnya 4.Agar klien mengerti sepenuhnya


4 dengan penyakit yang di alaminya.

Dp. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa tidur
dengan nyenyak.
Batasan karakteristik :
Subjektif : ketidak puasan tidur, keluhan verbal tentang kesulitan untuk tidur, keluhan
verbal tentang perasaan tidak dapat beristirahat dengan baik.
Objektif : total waktu tidur kurang dari lama tidur normal, bangun 3 kali atau lebih di
malam hari
Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau
istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Instruksikan tindakan relaksasi 1.Membantu menginduksi tidur

2 Hindari mengganggu bila mungkin, 2.Tidur tanpa gangguan pasien


mis : membangun untuk obat atau mungkin tidak mampu kembali tidur
terapi bila terbangun
3 Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan 3.Mengkaji perlunya
perubahan yang terjadi mengidentifikasi intervensi yang
tepat.
4 Dorong posisi nyaman, bantu dalam 4.Perubahan posisi mengubah area
megubah posisi tekanan dan meningkatkan istirahat

Kolaborasi :
5 Berikan sedatif, hipnotik, sesuai 5.Mungkin di berikan untuk
indikasi membantu pasien tidur/istirahat
selama periode dari rumah ke
lingkungan baru. Catatan : hindari
penggunaan kebiasaan, karena ini

19
menurunkan waktu tidur.

Dp. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran aktifitas.
Batasan Karakteristik :
Subjektif : ketidaknyamanan, melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal
Objektif: denyut jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas
Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan kecemasan
yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Bantu aktivitas perawatan diri yang di 1.Meminimalkan kelelahan dan
perlukan.  Berikan kemajuan membantu keseimbangan suplai dan
peningkatan aktifitas selama fase kebutuhan oksigen
penyembuhan.
2 Evaluasi respon pasien terhadap 2.Menetapkan
aktifitas. Catat laporan dispnea, kemampuan/kebutuhan pasien dan
peningkatan kelemahan/kelelahan dan memudahkan pemilihan intervensi.
perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas

Dp. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat
mempertahankan pola eliminasi secara adekuat
Batasan Karakteristik :
Subjektif :
Objektif : penurunan turgor kullit/lidah, konsentrasi urine meningkat, kulit/ mambran
mukosa kering.
Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki keseimbangan
asupan Dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Ukur dan catat urine setiap kali 1.Untuk mengetahui adanya
berkemih perubahan warna dan untuk
mengetahui input/output
2 Pastikan kontinuitas kateter pirau/ 2.Terputusnya pirau/ akses terbuka
akses akan memungkinkan eksanguinasi

20
3 Tempatkan pasien pada posisi 3.Memaksimalkan aliran balik vena
telentang/tredelenburg sesui bila terjadi hipotensi
kebutuhan
4 Pantau mambran mukosa kering, 4.Hipovolemia/cairian ruang ketiga
torgor kulit yang kurang baik, dan rasa akan memperkuat tanda-tanda
haus dehidrasi
Kolaborasi :
5 Awasi pemeriksaan laboratorium     5.Menurun karena anemia,
sesuai indikasi hemodilusi atau kehilangan darah
     Hb/Ht aktual.Ketidak seimbangan dapat
     Elektrolit serum dan Ph memerlukan perubahan dalam cairan
      dialisa atau tambahan pengganti
untuk mencapai keseimbangan
Penggunaan heparin untuk
mencegah pembekuan pada aliran
darah dan hemofilter mengubah
koagulasi dan potensial darah aktif.

6 Waktu pembekuan, contoh ACT, 6.Cairan garam faal/dekstrosa,


PT/PTT, dan Jumlah trombosit elektrolit, dan NaHCO3 mungkin
Berikan cariran IV (contoh, garam diinfuskan dalam sisi vena
faal)/ volume ekspender (contoh hemofelter Cav bila kecepatan
albumin)selama dialisa sesuai idikasi ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk
membuang cairan ekstraseluler dan
cairan toksik. Volume ekspender
mungkin dibutuhkan selama/setelah
hemodialisa bila terjadi hipotensi
tiba-tiba nya!!

21
ASUAHAN KEPERAWATAN KLIEN

UROLITIASIS

I . DEFINISI

1. Urolithiasis adalah adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius (Brunner and Suddarth,

2002, hal. 1460).

2. Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali disebut batu ginjal.

Batu dapat berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black, Joyce, 1997, hal. 1595).

3. Urolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut

dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat (60%), fosfat

sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium fosfat (batu tripel fosfat akibat

infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%).( Pierce A. Grace & Neil R. Borley 2006,

ILMU BEDAH, hal. 171).

4. Urolithiasis adalah penyakit diamana didapatkan batu di dalam saluran air kemih, yang

dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior.(DR. Nursalam, M. Nurs & Fransica

B.B, Sistem Perkemihan, hal. 76).

5. Urolithiasis adalah pengkristilan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah,

darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya batu kalkuli terdiri atas garam kalsium ( oksalat

dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat.(Mary baradero,SPC,MN & Yakobus

Siswandi, MSN, klien gangguan ginjal, hal 59).

II . ETIOLOGI

Sampai saat sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti.

Beberapa faktor predisposisi terjadinya batu :

1. Ginjal : Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu.

2. Immobilisasi : Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan

kalsium. Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.


22
3. Infeksi : infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi

inti pembentukan batu.

4. Kurang minum : sangat potensial terjadi timbulnya pembentukan batu.

5. Pekerjaan : dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu

dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.

6. Iklim : tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan pemasukan

cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di ruang mesin

menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin.

7. Diuretik : potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya

batu saluran kemih.

8. Makanan, kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang

polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi

oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D.

III . KLASIFIKASI

 Teori pembentukan batu renal :

a. Teori Intimatriks

Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai

inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang

mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.

b. Teori Supersaturasi

Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam

urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.

c. Teori Presipitasi-Kristalisasi

Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang

bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan

mengendap garam-garam fosfat.

d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat

23
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat

magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran

Kencing.

 Jenis Batu-batu renal :

1. Batu kalsium

Terutama dibentuk oleh pria pada usia rata-rata timbulnya batu adalah dekade

ketiga. Kebanyakan orang yang membentuk batu lagi dan interval antara batu-batu

yang berturutan memendek atau tetap konstan. Kandungan dari batu jenis ini terdiri atas

kalsium oksalat, kalsium fosfat atau campuran dari kedua jenis batu tersebut.

Faktor yang menyebabkan terjadinya batu kalsium adalah :

a. Hiperkalsiuria

Dapat disebabkan oleh pembuangan kalsium ginjal primer atau sekunder terhadap

absorbsi traktus gastrointestinal yang berlebihan. Hiperkalsiuria absorptif dapat juga

disebabkan oleh hipofosfatemia yang merangsang produksi vitamin D3.

Tipe yang kurang sering adalah penurunan primer pada reabsorbsi kalsium di tubulus

ginjal, yang mengakibatkan hiperkalsiuria di ginjal.

b. Hipositraturia

Sitrat dalam urin menaikkan kelarutan kalsium dan memperlambat perkembangan

batu kalsium oxalat. Hipositraturia dapat terjadi akibat asidosis tubulus distal ginjal,

diare kronik atau diuretik tiazid.

c. Hiperoksalouria

Terdapat pada 15% pasien dengan penyakit batu berulang (> 60 mg/hari).

Hiperoksaluria primer jarang terjadi, kelainana metabolisme kongenital yang

merupakan autosan resesif yang secara bermakna meningkatkan ekskresi oksalat dalam

urin, pembentukan batu yang berulang dan gagal ginjal pada anak.

d. Hiperurikorsuria

Kadar asam urat urin melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat urin dapat bertindak

sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat asam urat

24
dalam urin dapat bersumber dari konsumsi makanan yang kaya purin/ berasal dari

metabolisme endogen.

e. Hipomagnesiuria

Seperti halnya dengan sitrat magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya

batu kalsium karena di dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi

magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat.

2.    Batu asam urat

Batu asam urat merupakan penyebab yang paling banyak dari batu-batu

radiolusen di ginjal. Batu-batu tersebut dapat terbentuk jika terdapat hiperurikosuria

dan urin asam yang menetap. Batu asam urat batu ini dijumpai pada pasien gout, Ph

Urin yang rendah Adalah factor Kritis dalam membantu pembentukan batu asam urat.

Batu ini jarang terbentuk dalam urin basa. Batu terbentuk pada PH dibawah 5,5.

3.    Batu struvit

Sering ditemukan dan potensial berbahaya. Batu ini terutama pada wanita,

diakibatkan oleh infeksi saluran kemih oleh bakteri-bakteri yang memiliki urease,

biasanya dari psesies proteus. Batu ini dapat tumbuh menjadi besar dan mengisi pelvis

ginjal dan kalises untuk menimbulkan suatu penampilan seperti “tanduk rusa jantan”.

Dalam urin, kristal struvit berbentuk prisma bersegi empat yang menyerupai tutup peti

mati.obat antibiotik.

IV . MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada adanya obstruksi,

infeksi dan edema.

a. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan

hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.

25
 Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat

terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan sedikit gejala

namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal.

 Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.

b.    Batu di piala ginjal

 Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.

 Hematuri dan piuria dapat dijumpai.

 Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke bawah

mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.

 Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area kostoveterbal, dan

muncul Mual dan muntah.

 Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat

dari reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung pancreas dan

usus besar.

c.    Batu yang terjebak di ureter

 Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke

paha dan genitalia.

 Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar.

 Hematuri akibat aksi abrasi batu.

 Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.

d.    Batu yang terjebak di kandung kemih

 Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius

dan hematuri.

 Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine.

V . PATOFISIOLOGI

Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan urolitiasis belum

diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu antara lain :

26
Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake cairan yang kurang dan juga

peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau stasis urin menyajikan

sarang untuk pembentukan batu.

Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain mendukung

pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah solute dalam urin

dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi

pembentukan batu asam urat. pH urin juga mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan

batu cystine dapat mengendap dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite

biasa terdapat dalam urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.

Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju tulang akan

terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang akan diekskresikan. Jika

cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau pengendapan semakin bertambah dan

pengendapan ini semakin kompleks sehingga terjadi batu.

Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang kecil dan

batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan menimbulkan rasa nyeri,

trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah dalam urin. Sedangkan batu yang besar

dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari

dilatasi akan terjadi refluks urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi

ginjal.

Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada organ-

organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal tidak mampu melakukan

fungsinya secara normal.

Maka dapat terjadi penyakit GGK yang dapat menyebabkan kematian.

VI . PEMERIKSAAN FISIK
FISIK
1. Mungkin teraba ginjal yang mengalami hidronefrosis/obstruktif.
2. Nyeri tekan/ ketok pinggang/ daerah kortekoserebral.
3. Batu uretra anterior bisa diraba.

27
VII . PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya
sel darah merah, sel darah putih dan kristal(sistin,asam urat, kalsium oksalat), serta
serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam(meningkatkan sistin dan batu asam urat)
atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat.
2. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
3. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,
proteus,klebsiela,pseudomonas).
4. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein dan
elektrolit.
5. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada urine)
sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan
iskemia/nekrosis.
6. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar
bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
7. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan
infeksi/septicemia.
8. Sel darah merah : biasanya normal.
9. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi ( mendorong
presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi ginjal).
10. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang
reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).
11. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal
dan sepanjang ureter.
12. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri abdominal atau
panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik ( distensi ureter) dan garis
bentuk kalkuli.
13. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan
batu dan efek obstruksi.
14. Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih.
15. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

VIII . PENATALAKSANAAN
1. Tujuannya :
a. Menghilangkan Batu
b. Menentukan jenis Batu
c. Mencegah kerusakan nefron
28
d. Mengendalikan infeksi
e. Mengurangi obstuksi yang terjadi
f. Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).

2. Cara penanganan :
a. Pengurangan nyeri, mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin
diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar biasa. Mandi air hangat di area
panggul dapat bermanfaat. Cairan yang diberikan, kecuali pasien mengalami muntah
atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan
cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang batu sehingga
mendorong passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi
kosentrasi kristaloid urine, mengencerkan urine dan menjamin haluaran urine yang
besar.
b. Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral kecil untuk
menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi ( jika mungkin), akan segera
mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri.
c. Terapi nutrisi dan Medikasi. Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu
ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet
yang merupakan bahan utama pembentuk batu(mis.kalsium), efektif untuk mencegah
pembentukan batu atau lebih jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum
paling sedikit 8 gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali dikontraindikasikan.
- Batu kalsium, pengurangan kandungan kalsium dan fosfor dalam diet dapat
membantu mencegah pembentukan batu lebih lanjut.
- Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki batu
fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, jeli aluminium hidroksida dapat diresepkan
karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengeksikannyamelalui saluran
intensial bukan ke system urinarius.
- Batu urat, untuk mengatasi batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin, untuk
mengurangi ekskresi asam urat dalam urine.
- Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan pemasukan oksalat.
Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak,
kacang,seledri, coklat,the, kopi.
- Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi, modaritas
penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal, pengankatan batu
perkutan, atau uteroroskopi.
d. Lithotrupsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal, adalah prosedur noninvasive yang
digunakan untuk menghancurkan batu kaliks ginjal. Setelah batu itu pecah menjadi
bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara spontan
29
e. Metode Endourologi Pengangkatan batu, bidang endourologi menggabungkan
keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengankat batu renal tanpa pembedahan
mayor.
f. Uteroskopi, mencakup visualisasi dan askes ureter dengan memasukan suatu alat
ureteroskop melalui sistoskop. Batu dihancurkan dengan menggunakan laser,
lithotripsy elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.
g. Pelarutan batu, infuse cairan kemolitik, untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai
alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain, dan menolak
metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit).
h. Pengangkatan Bedah,sebelum adanya lithotripsy, pengankatan batu ginjal secara bedah
merupakan terapi utama. Jika batu terletak di dalam ginjal, pembedahan dilakukan
dengan nefrolitotomi (Insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau nefrektomi, jika
ginjal tidak berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu di piala ginjal diangat
dengan pielolitotomi, sedangkan batu yang diangkat dengan ureterolitotomi, dan
sistostomi jika batu berada di kandung kemih., batu kemudian dihancur dengan penjepit
alat ini. Prosedur ini disebut sistolitolapaksi.

IX . PENCEGAHAN
1. Usahakan diuresis yang adekuat: minum air 2-3 liter per hari dapat di capai diuresis 1,5
liter/hari.
2. Pelaksanaan diet bergantung dari jenis penyakit batu (rendah kalsium tinggi sisa asam,
diet tinggi sisa basa, dan diet rendah purin).
3. Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit.

X . KOMPLIKASI
1. Sumbatan : akibat pecahan batu
2. Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat obstruksi
3. Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan dan
pengangkatan batu ginjal

30
ASKEP UROLITHIASIS

A. Pengkajian
I. Identitas
Nama :?
Umur : Paling sering 30 – 50 tahun
Jenis kelamin : 3 x Lebih banyak pada pria
Alamat : Tinggal di daerah panas
Pekerjaan : perkerja berat

II. Keluhan Utama


1. Nyeri yang luar biasa, akut/kronik.
2. Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.

III. Riwayat Penyakit Dahulu


1. Pernah menderita infeksi saluran kemih.
2. Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi.
3. Bekerja di lingkungan panas.
4. Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium.
5. Olahragawan.

IV. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Nyeri
2. Mual / Muntah
3. Hematuria
4. Diare
5. Oliguria
6. Demam
7. Disururia

V. Riwayat Penyakit Keluarga


1. Pernah menderita urolitiasis
2. Riwayat ISK dalam keluarga
3. Riwayat hipertensi
4.
31
Pemahaman pasien mengenai perawatan harus digali untuk mengidentifikasi kesalahan
konsepsi atau kesalahan informasi yang dapat dikoreksi sejak awal.

VI. Dasar – Dasar Pengkajian


1. Aktifitas/istirahat
 Gejala : Perkejaan mononton, perkerjaan dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/imobilisasi sehubungan dengan
kondisi sebelumnya(contoh penyakit tak sembuh, cedera medulla spinalis).
2. Sirkulasi
 Tanda : peningkatan TD/nadi(nyeri, anseitas, gagal ginjal).
Kulit hangat dan kemerahan ;pucat.
3. Eliminasi
 Gejala : Riwayat adanya/ ISK Kronis;obstruksi sebelumnya(kalkulus).
Penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh. Rasa terbakar, dorongan kemih.
 Tanda : oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.

4. Makanan/cairan
 Gejala : muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah purin, kalsium
oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak minum air dengan
cukup.
 Tanda : distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus, muntah.

5. Nyeri/ketidaknyamanan
 Gejala : episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada lokasi batu,
contoh pada panggul di region sudut kostovetebral ; dapat menyebar ke seluruh
punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha/genitalia. Nyeri dangkal konstan
menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan
sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
 Tanda : melindungi; prilaku distraksi. Demam dan menggigil.

6. Penyuluhan/ pembelajaran
 Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi,gout, ISK
Kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya,
hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotic, antihipertensi, natrium
bikarbonat,alupurinol,fosfat,tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin.

32
VI . Diagnosis Keperawatan
Pre operasi :
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan kontraksi uretral.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung kemih oleh batu,iritasi
ginjal atau uretral.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah.
4. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan adanya batu pada saluran kemih
(ginjal).
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat salah
interpertasi informasi.

 Post operasi
1. Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik
2. Nyeri b.d insisi bedah
3. Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
4. Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.

VII . INTERVENSI KEPERAWATAN


Pre operasi
 Diagnosa 1
- Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uretral
 Tujuan : - Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol
- Tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi Rasional
1. Catat lokasi, lamanya 1. Membantu mengevaluasi
intensitas (0-10) dan tempat abstruksi dan
penyebaran kemajuan gerakan kalkulus

2. Jelaskan penyebab nyeri dan 2. Berikan kesempatan untuk


pentingnya melaporkan pemberian analgesic sesuai
tentang perubahann kejadian waktu (membantu dalam
/ karakyeristik nyeri. meningkatkan koping pasien
dan dapat menurunkan
ansietas).

33
3. Berikan tindakan nyaman 3. Menaikkan relaksasi
contoh pijatan punggung menurunkan tegangan otot
lingkungan istirahat. dan menaikkan koping

4. Perhatikan keluhan/menetap 4. Obstruksi lengkap ureter


nya nyeri abdomen. dapat menyebabkan perforasi
dan ekstravasasi urine ke
dalam area perineal.

5. Berikan banyak cairan bila 5. Cairan membantu


tidak ada mual, lakukan dan membersihkan ginjal dan
pertahankan terapi IV yang dapat mengeluarkan batu
diprogramkan bila mual dan kecil.
muntah terjadi.

6. Dorong aktivitas sesuai 6. Gerakan dapat meningkatkan


toleransi, berikan analgesic pasase dari beberapa batu
dan anti emetic sebelum kecil dan mengurangi urine
bergerak bila mungkin. statis. Kenmyamanan
meningkatkan istirahat dan
penyembuhan mual
disebabkan oleh peningkatan
nyeri.

 Diagnosa 2
- Perubahan eliminasi urine berdasarkan slimuti kandung kemih oleh batu,iritasi
ginjal oleh ureteral
 Tujuan :
- Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya
- Tidak mengalami tanda obstruksi

Intervensi Rasional
1. Awasi pemasukan dan 1. Memberikan informasi
keluaran serta karakteristik tentang fungsi ginjal, dan
urine adanya komplikasi contoh
infeksi dan perdarahan

34
2. Tentukan pola berkemih 2. Kalkulus dapat
normal dan perhatikan menyebabkan ekstibilitas
variasi yang menyebabkan sensasi
kebutuhan berkemih segera

3. Peningkatan hidrasi
3. Dorongm meningkatjkan
membilas bakteri,darah dan
pemasukan cairan
debris dan dapat membantu
lewatnya batu.

4. Penemuan batu
4. periksa semua urine catat memungkinkan identifikasi
adanya keluaran batu dan tipe batu dan mempengaruhi
kirim ke laboratorium untuk pilihan terapi.
analisa

5. Akumulasi sisa uremik dank


5. Observasi perubahan status e tidak seimbangan
mental,perilaku atau tingkat elektrolit dapat menjadi
kesadaran toksik di SSP.

6. Peninggian BUN,kreatinin
6. Awasi pemeriksaan dan elektrolit
laboratorium,contoh mengidentifikasikan
BUN,elektrolit,kreatinin. disfungsi ginjal.

 Diagnosa 3
- Kekurangan volume cairan berdasarkan mual / muntah
 Tujuan :
- Mempertahankan keseimbangan cairan
- Membran mukosa lembab
- Turgor kulit baik

Intervensi Rasional
1. Awasi intake dan Output 1. Membandingkan keluaran
actual dan yang
diantisifikasi membantu

35
dalam evaluasi adanya /
derajat statis / kerusakan
ginjal.
2. Catat insiden muntah,diare
2. Mual / muntah, diare secara
perhatikan karakteristik dan
umum berdasarkan baik
frekuensi mual / muntah dan
kolik ginjal karena saraf
diare.
ganglion seliaka pada kedua
ginjal dan lambung.

3. Mengkaji hidrasi dan


3. Awasi Hb /Ht, elektrolit
efektifian / kebutuhan
intervensi.
4. Berikan cairan IV
4. Mempertahankan volume
sirkulasi / bila pemasukan
oral tidak cukup,/ menaik
fungsi ginjal.
5. Berikan diet tepat,cairan
5. Makanan mudah cerna
jernih,makanan lembut
menurunkan aktivitas GI /
sesuai toleransi.
iritasi dan membantu
mempertahankan cairan dan
keseimbangan nutrisi.

 Diagnosa 4
- Resiko tinggi terhadap cidera berdasarkan adanya batu pada saluran kemih ( ginjal ).
 Tujuan :
- Fungsi ginjal dalam batas normal
- Urine berwarna kuning / kuning jernih
- Tidak nyeri waktu berkemih.

Intervensi Rasional
1 Pantau : Urine berwarna,bau / tiap 8 jam 1 Untuk deteksi dini terhadap masalah.
Masukan dan haluaran tiap 8 jam PH urine
TTV setiap 4 jam

2 Saring semua urine,observasi terhadap


2 Untuk mendaptakan data- data keluarnya
kristal. Simpan kristal untuk dilihat dokter
batu,perubahan diet yang didasari oleh
kirim ke laboratorium
36
3 Konsultasi dengan dokter bila pasien komposisi batu
sering berkemih,jumlah urine sedikit dan
3 Temuan-temuan ini menunjukkan
terus menerus,perubahan urine.
perkembangan obstruksi dan kebutuhan
4 Berikan obat-obatan sesuai program intervensi progresif.
untuk mempertahankan PH urine tepat.
4 Dengan perubahan PH urine /
peningkatan keasamaan / alkalinitas,factor
solubilitas untuk batu dapat di control.

 Post operasi
 Diagnosa 1
- Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan haemoregik / hipovolemik
 Tujuan :
- tanda tanda vital stabil
- kulit kering dan elastic
- intake output seimbang
- insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang

Intervensi rasional
1.Kaji balutan selang kateter terhadap 1. mengetahui adanya perdarahan.

perdarahan setiap jam dan lapor

dokter.

2.Anjurkan pasien untuk mengubah 2. mencegah perdarahan pada luka insisi

posisi selang atau kateter saat

mengubah posisi.

3.Pantau dan catat intake output tiap 3. mengetahui kesimbangan dalam tubuh.

4 jam, dan laporan ketidak

seimbangan.

4.Kaji tanda vital dan turgor kulit, 4. dapat menunjukan adanya dehidrasi /

suhu tiap 4-8 jam. kurangnya volume cairan

37
 Diagnosa 2
- Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
 Tujuan :
- pasien melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai dengan mudah
untuk bergertak, menunjukkan ekspresi wayah dan tubuh yang relaks.
Intervensi Rasional
1. Kaji intensitas,sifat, lokasi pencetus daan 1. menentukan tindakan selanjutnya
penghalang factor nyeri.
2. Berikan tindakan kenyamanan non 2. dengan otot relkas posisi dan kenyamanan
farmakologis, anjarkan tehnik relaksasi, dapat mengurangi nyeri.
bantu pasien memilih posisi yang nyaman.
3. Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan. 3. peradangan dapat menimbulkan nyeri.

4. Anjurkan pasien untuk menahan daerah 4. untuk mengurangi rasa nyeri. R/ obat
insisi dengan kedua tangan bila sedang batuk.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian 5. analgetik dapat mengurangi nyeri.
analgetik.

 Diagnosa 3
- Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan pemasangan alat medik
( kateter).
 Tujuan :
- pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat berkemih
spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari.
Intervensi Rasional
1. Kaji pola berkemih normal pasien. 1.untuk membandingkan apakah ada
perubahan pola berkemih.
2. Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 2.kandung kemih yang tegang disebabkan
jam karena sumbatan kateter.
3.Ukur intake output cairan. 3.untuk mengetahui keseimbangan cairan
4. Kaji warna dan bau urine dan nyeri. 4. untuk mengetahui fungsi ginjal.
5. Anjurkan klien untuk minum air putih 2 5. untuk melancarkan urine.
Lt /sehari , bila tidak ada kontra indikasi.

38
 Diagnosa 4
- Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah dan pemasangan kateter.
 Tujuan :
- Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
- Drainase dan selang kateter bersih.
Intervensi Rasional
1. Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi 1. mengintervensi tindakan selanjutnya.
luka (demam, kemerahan, bengkak, nyeri
tekan dan pus)
2. Kaji suhu tiap 4 jam. 2. peningkatan suhu menandakan adanya
infeksi.

3. Anjurkan klien untuk menghindari atau 3. menghindarkan infeksi.


menyentuk insisi.

4. Pertahankan tehnik steril untuk mengganti 4. menghindari infeksi silang


balutan dan perawatan luka.

VIII . IMPLEMENTASI

Perencanaan yang dilaksanakan diantaranya : mengobservasi tanda-tanda vital,

mengkaji dan menjelaskan penyebab nyeri dan menganjurkan pasien melakukan teknik

relaksasi : napas dalam, imajinasi dan visualisasi bila timbul nyeri, memantau dan

mengobservasi keluhan peningkatan/menetapnya nyeri abdomen, mengawasi dan

menganjurkan pasien untuk meningkatkan pemasukan cairan sedikitnya 2-3 liter perhari

karena pasien yang ditemui sudah lansia, mengawasi pemasukan dan pengeluaran serta

karakteristik urine, mengkaji pola berkemih normal pasien dan perhatikan variasi,

mengkaji keluhan kandung kemih penuh : palpasi untuk menilai adanya distensi

suprapubik, mengkaji ulang pengetahuan pasien tentang penyakit; penyebab, tanda/gejala

dan komplikasi penyakit, mendengarkan ungkapan pasien tentang program

terapi/perubahan pola hidup, mengidentifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi

medik : nyeri berulang, hematuri-oliguri, menjelaskan pada pasien mengenai pemeriksaan

39
yang akan dilakukan, melibatkan keluarga dalam mengurangi kecemasan dan menjelaskan

kepada pasien sebelum melakukan tindakan pemeriksaan.

IX . EVALUASI

Melaksanakan tindakan sesuai dengan tujuan.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and Suddarth’s (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan).
Jakarta : EGC.
2. Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2005). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
3. Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi
ketiga). Jakarta : EGC.
4. Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. (Buku 3). Bandung : IAPK Padjajaran.
5. Noer, H.M, Sjaifoellah (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua, Edisi ketiga).
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
6. Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2006). System Perkemihan. Jakarta : salemba medika
7. Price, Sylvia Anderson, Ph.D., R.N (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. (Edisi keempat). Jakarta : EGC.
8. Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC
9. http://www.scribd.com/doc/39352180/Asuhan-keperawatan-glomerulus-nefritis

41

Anda mungkin juga menyukai