Anda di halaman 1dari 49

A.

PENGERTIAN PERSALINAN
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi, yang mampu hidup, dari dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar (Winkjosastro, 2008)
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uteri) yang telah cukup
bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lahir lain,
dengan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba, 1998)
Persalinan adalah pengeluaran produk konsepsi yang viable melalui jalan lahir biasa
(Mochtar, 1998)
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam
jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan yang cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan persentasi belakang kepala,
tanpa komplikasi baik ibu maupun janin. (Hidayat dan Kristiyanasari, 2010)
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke jalan
lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir,
dengan demikian bisa dikatakan bahwa persalinan (labor) adalah rangkaian peristiwa mulai
dari kenceng-kenceng teratur sampai dikeluarkannya produk konsepsi (janin, plasenta,
ketuban, dan cairan ketuban) dari uterus ke dunia luar melalui jalan lahir atau melalui jalan
lain, dengan bantuan atau dengan kekuatan sendiri. (Sumarah, dkk, 2009)

B. TEORI – TEORI PENYEBAB PERSALINAN


1. Teori kerenggangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati
batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dimulai
2. Teori penurunan progesterone
Progesterone menurun menjadikan otot rahim sensitive sehingga menimbulkan kontraksi
atau his
3. Teori oksitosin
Pada akhir kehamilan kadar oksitosin bertambah sehingga dapat mengakibatkan his
4. Teori pengaruh prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin meningkat pada usia kehamilan 15 minggu yang dikeluarkan
oleh desisua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim
sehingga hasil konsepsi dikeluarkan.
5. Teori plasenta menjadi tua
Dengan bertambahnya usia kehamilan, plasenta menjadi tua dan menyebabkan villi
corialis mengalami perubahan sehingga kadar estrogen dan progesterone turun. Hal ini
menimbulkan kekejangan pembuluh darah dan menyebabkan kontraksi rahim
6. Teori distensi rahim
1
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-
otot uterus sehingga mengganggu sirkulasi uteroplasenter
7. Teori berkurangnya nutrisi
Teori ini ditemukan pertama kali oleh hipokrates. Bila nutrisi pada janin berkurang, maka
hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.

C. TAHAPAN PERSALINAN
KALA I
kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks hingga
mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala I dibagi menjadi dua fase, yaitu:
1. Fase laten
a. Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks
secara bertahap.
b. Pembukaanserviks kurang dari 4 cm.
c. Biasanya berlangsung hingga 8 jam.
2. Fase aktif
a. Frekuensi dan lama kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat
jika terjadi 3 kali dalam 10 menit dan lamanya 40 detik atau lebih.
b. Serviks membuka dari 4 – 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm/jam atau lebih
hingga pembukaan lengkap.
c. Terjadi penurunan bagian terbawah janin.

Tanda dan Gejala Inpartu


a. Penipisan dan pembukaan serviks
b. Kontraksi uterus frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit
c. Keluarnya lendir bercampur darah dari vagina
Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga ibu masih dapat
berjalan-jalan. Lamanya kala 1 untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan
multigravida sekitar 8 jam. Berdasarkan kurva friedman, diperhitungkan pembukaan pada
primigravida 1 cm/jam dan multigravida 2 cm/jam.

KALA II
kala II dimulai dari pembukaan serviks 10 cm (lengkap) sampai dengan lahirnya bayi. Gejala
kala II atau kala pengeluaran adalah:

1. His semakin kuat, dengan interval 2-3 menit dan durasi 50-100 detik
2. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara
mendadak.

2
3. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti keinginan mengejan, karena
tertekannya fleksus frankenhauser.
4. Kekuatan his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka
vagina dan tampak suboksiput sebagai hipoinoclion.
5. Lamanya kala II pada primigravida 50 menit dan multigravida 30 menit.

KALA III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5-10 menit. Dengan lahirnya bayi, sudah
mulai pelepasan plasenta pada lapisan Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim. Lepasnya
plasenta dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda dibawah ini:

1. Uterus menjadi bundar.


2. Uterus terdorong keatas, karena plasenta dilepas kebawah segmen bawah rahim.
3. Tali pusat bertambah panjang.

KALA IV
kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena perdarahan post-partum paling sering
terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan meliputi:
1. Tingkat klesadaran pasien
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
3. Kontraksi uterus
4. Terjadinya perdarahan

D. ASUHAN KEPERAWATAN KALA I,II,III DAN IV.

1. Kala I (kala Pembukaan)

Permulaan persalinan ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah karena

serviks mulai mendatar dan membuka. Kala pembuka dibagi menjadi du fase (mochtar,

1994).

a. Fase laten: pembukaan serviks berlangsung lambbat, sampai pembukaan 3 cm yang

berlangsung dalam tujuh sampai delapan jam.

b. Fase aktif: berlangsung selanma enam jam yang dibagi atas tiga subvase, antara lain

periode akselerasi, pembukaan menjadi 4 cm yang berllangsung selam dua jam periode

dilatasi maksimal, yaitu dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 9 cm.

periode deselerasi, yaitu pembukaan berlansung llambat kembali dalam waktu dua jam

pembukaan dari 9 cm mencapai lengkap 10 cm. Lamanya kala I untuk primigravida


3
berlangsung selama 12 jam sedangkan multigravida sekitar 8 jam. Bardasarkan kurva

Friedman diperhitungkan pembukaan primigravida adalah 1 cm tiap jam dan untuk

multigravida 2 cm tiap jam. Dengan perhitungan tersebut, maka waktu pembuaan lengkkap

dapat diperkirakan.

2. Kala II (kala Pengeluaran)

Menurut mochtar (1994), pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, interval

2-3 menit dengan durasi 50 sampai 100 detik. Pada akhir kala I ketuban akan pecah disertai

pengeluaran cairan mendada, kepala janin turun masuk ruang panggul, sehingga terjadi

tekanan pada otot dasar panggul yang akan menimbulkan keinginan untuk mengejan. Oleh

karena tertekannya fleksus Franken Hauser, ibu merasa seperti ingin buang air besar karena

adanya tekanan pada rektum. Tanda-tanda kala II (Farrer, 2001) antara lain:

a. pemeriksaan vaginal serviks sudah dilatasi penuh.

b. Selaput amnion biasanya sudah pecah.

c. His atau kontraksi uterus yang berlangsung panjang kuat, dan tidak begitu sering bukan

2-3 menit lagi, melainkan sekitar 3-5 menit sekali.

d. Mungkin terdapat tetesan darah dari vagina.

e. Ibu mengalami desakan kuat untuk mengejan.

f. Sfingter ani terlihat berlilatasi.

g. Perineum tampak menonjol.

3. Kala III (Pelepasan Uri)

Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Lepasnya

plasenta secara Schultze yang biasanya tidak ada perarahan sebelum plasenta lahir dan

banyak mengeluarkan darah setelah plasenta lahir. Sedangkan pengeluaran plasenta cara

Duncan yaitu plasenta lepas dari pinggir, biasanya darah mengalir keluar antara selaput

ketuan (Mochtar 1994). Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memerhatikan

tanda-tanda:

a. uterus menjadi bundar;

b. fundus uterus mengalami kontraksi kuat;

c. uterus terdorong ke atas karena plasenta lepass ke segmen bawah rahim;


4
d. tali pusat bertambah panjang;

e. terjadi perdarah

4. Kala IV (Observasi)

Kala IV dimaksudkan untuk observasi pendarahan postpartun. Paling sering terjadi

pendarhan pad dua jam pertama, yang perlu diobservasi adalah:

a. Tingkat kesadaran;

b. Tanda tanda vital;

c. Kontrasi uterus;

d. Terjadinya pendarahan pendarahan dikatakan normal jika jumlahnya tidak lebih dari

500 ml.

E. ASUHAN KEPERAWATAN

Merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah dalam upaya

memperbaiki atau memelihara klien sampai ketahap optimal melalui suatu pendekatan

yang sistematis untuk mengenal klien untuk mematuhi kebutuhannya.

I. Pengkajian

a. Pengumpulan data

1) Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, suku

bangsa, alamat

2) Keluhan utama

Pada umumnya klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang menjalar

keperut, adanya his yang sering dan teratur, keluarnya lendir dan darah.

3) Riwayat kesehatan

 Riwayat kesehatan sekarang

Mulai timbul his, nyeri dan keluarnya darah serta lendir Riwayat

kesehatan dahulu Adanya penyakit yang dapat menyebabkan resiko tinggi saat

persalinan, seperti penyakit jantung, HT, TB, DM, penyakit kelamin, dan lain-

lain.
5
 Riwayat penyakit keluarga

Kemungkinan adanya penyakit menurun, seperti DM, dan lain-lain

4) Riwayat obstetri

 Riwayat haid

Meliputi awal haid, siklus, keteraturan, jumlah, hari petama haid terakhir

Riwayat kebidanan meliputi riwayat persalinan dahulu pada multigravida

5) Riwayat psikososial spiritual dan budaya

Kx merasa tidak feminim lagi karena perubahan tubuhnya, ketakutan

akan kehilangan bayi dan kecemasan selama persalinan berlangsung

6) Pola kebutuhan sehari-hari

 Nutrisi

Adanya his berpengaruh terhadap keinginan atau selera makan yang

menurun Istirahat tidur Klien dapat tidur terlentang, miring kanan/kiri

tergantung pada letak punggung janin dan kx sulit tidur terutama kala I - IV

7) Aktivitas

Kx dapat melakukan aktivitas seperti biasanya terbatas pada aktivitas

ringan tidak membutuhkan tenaga banyak tidak membuat kx cepat lelah emosi

8) Eliminasi

Adanya perasaan sering / susah kencing selama kehamilan dan proses

persalinan. Pada akhir trimester III dapat terjadi konstipasi

9) Personal higiene

Kebersihan tubuh, terutama kebersihan daerah kemaluan dan daerah

payudara

10) Pemeriksaan

· Pemeriksaan umum meliputi

a. Tinggi badan dan berat badan

6
Ibu hamil yang tinggi badannya kurang dari 145 cm terlebih pada

kehamilan pertama, tergolong resiko tinggi karena kemungkinan besar

memiliki panggul sempit.

Berat badan ibu perlu dikontrol secara teratur dengan peningkatan

berat badan selama hamil antara 10 – 12 kg.

b. Tekanan darah

Tekanan darah diukur pada akhir kala II yaitu setelah anak dilahirkan,

biasanya tekanan darah akan naik kira-kira 10 mmhg

c. Suhu, Nadi, pernafasan

Dalam keadaan biasa suhu badan antara 36 – 37 oC. Bila suhu tubuh

lebih dari 375 dianggap ada kelainan kecuali bagi kx setelah melahirkan suhu

badan 355 oC - 378 oC masih dianggap normal karena perlahan keadaan nadi

biasanya mengikuti keadaan suhu, bila suhu naik, keadaan nadi akan

bertambah pula, dapat disebabkan karena adanya perdarahan. Pada kx yang

dalam persalinan pernafasannya agak pendek karena kelelahan. Dan akan

kembali normal setelah persalinan dan periksa tiap 4 jam.

· Pemeriksaan fisik

a. Kepala dan leher

Biasanya terdapat doasma gravidarum, terkadang ada pembengkakan

kelopak mata, pucat pada konjungtiva, sklera kuning, stomatitis dan lain-lain

b. Dada

Terdapat pembesaran payudara, hiperpigmentasi areora mamae dan

penonjolan pada papila mamae, keluarnya colostrom

c. Perut

Adanya pembesaran pada perut membujur, hyperpigmentasi linea

alba / nigra, terdapat strie gravidarum

 Palpasi : usia kehamilan aterm 3 jari bawah prosesus xypoideus. Usia

kehamilan prematur pertengahan pusat dan prosesus xypoideus, belum atau

sudah kepala masuk PAP, adanya his yang mungkin sering dan kuat.
7
 Auskultasi : Ada tidak DJJ dan frekuensi normalnya 120 –160 x / menit.

d. Genetalia

Pengeluaran darah campur lendir, terdapat pembukaan cervix, serta

kelenturan pada serviks

e. Ekstremitas

Biasanya terjadi odema pada tungkai dan kadang varices karena

adanya penekanan dan pembesaran vena abdomen

f. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang meliputi haemoglobin, faktor Th, dan kadang

dilakukan pemeriksaan serologi untuk sifilis

1. Kala I

a. Riwayat bedah sesar.

b. Perdarahan pervaginam selain dari lendir bercampur darah/bloodshow.

c. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu).

d. Ketuban pecah disertai dengan mekonium yang kental.

e. Ketuban pecah dan air ketuban bercampur dengan sedikit meconium disertai

dengan tanda-tanda gawat janin

f. Ketuban pecah (>24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang dari 37

minggu.

g. Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi:

1) Temperature > 380C

2) Menggigil

3) Nyeri abdomen

4) Cairan ketuban berbau

h. Tekanan darah lebih dari 160/110 dan terdapat protein dalam urin

(preeklamsi berat).

i. Tinggi fundus 40 cm atau lebih. (Makrosomia,polihidramnion, gemeli)

j. DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali/menit pada dua kali penilaian

dengan jarak 5 menit pada (gawat janin).


8
k. Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih 5/5.

l. Presentasi bukan belakang kepala.

m. Presentasi majemuk.

n. Tali pusat menumbung.

o. Tanda dan gejala syok

1) Nadi cepat, lemah (lebih dari 110kali/menit)

2) Tekanan darahnya rendah(sistolik kurang dari 90 mm Hg

3) Pucat

4) Berkeringat atau kulit lembab,dingin.

5) Napas cepat (lebih dari 30x/menit)

6) Cemas, bingung atau tidak sadar

7) Produksi urin sedikit (kurang dari30 ml/jam

p. Tanda dan gejala persalinan dengan fase laten berkepanjangan :

1) Pembukaan servik kurang dari 4 cm setelah 8 jam

2) Kontraksi teratur (lebih dari 2 kali dalam 10 menit)

q. Tanda atau gejala belum inpartu

1) Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya ≤ 20

detik

2) Tidak ada perubahan pada serviks dalam waktu 1-2 jam

r. Tanda atau gejala Partus lama :

1) Pembukaan servik mengarah kesebelah kanan garis waspada (partograf)

2) Pembukaan servik kurang dari 1 cm per jam

3) Frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit, dan lamanya ≤

40 detik.

2. Kala II

a. Fase Aktif Memanjang (Prologed expulsive phase)

1) Istilah fase aktif memanjang mengacu pada kemajuan pembukaan yang

tidak adekuat setelah didirikan diagnosa kala I fase aktif, dengan didasari

atas :
9
a) Pembukaan kurang dari 1 cm per jam selama sekurang-kurangnya 2

jam setelah kemajuan persalinan

b) Kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan kurang dari 1,5 cm

pada multipara

c) Lebih dari 12 jam sejak pembukaan 4 cm sampai pembukaan lengkap

(rata-rata 0,5 cm perjam)

2) Karakteristik Fase Aktif Memanjang :

a) Kontraksi melemah sehingga menjadi kurang kuat, lebih singkat dan

atau lebih jarang

b) Kualitas kontraksi sama seperti semula tidak mengalami kemajuan

c) Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami perubahan

3) Penyebab Fase Aktif Memanjang :

a) Malposisi (presentasi selain belakang kepala)

b) Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul (CPD)

c) Intensitas kontraksi yang tidak adekuat

d) Serviks yang menetap

e) Kelainan fisik ibu (mis:pinggang pendek)

f) Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui

g) Distorsia Bahu

II. Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan kontraksi uterus

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran /

perdarahan yang berlebih

3. Defisit perawatan biri berhubungan dengan mobilitas selama persalinan

4. Cemas berhubungan dengan proses persalinan

5. Perubahan peran

10
III. INTERVENSI

 Diagnosa keperawatan : Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan

dengankontraksi uterus

 Tujuan : klien menerima dan mampu beradaptasi terhadap nyeri yang timbul

 Kriteria hasil : - Kx dapat mengendalikan diri saat kontraksi dan diantara his

· - Kx mengeti tanda-tanda terjadinya persalinan

 Rencana tindakan :

1. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

2. Kaji derajat nyeri melalui isyarat verbal atau non verbal

3. Anjurkan teknik relaksasi dan distraksi pada klien

4. Bantu klien mendapat posisi yang nyaman

5. Pantau atau observasi tanda-tanda vital

6. Hitung dan catat frekuensi, intensitas dan durasi pola kontruksi uterus setiap

30 menit

7. Kaji sifat dan jumlah tampilan vagina, dilatasi serviks, penonjolan lokasi

janin dan penurunan janin

8. Kolaborasi dengan tim medis

 Rasional

1. Menciptakan suasana saling percaya sehingga pada perawat dan kooperatif

2. Mengetahui skala, intensitas nyeri kx

3. Otot-otot akan rilex sehingga nyeri berkurang

4. Kx merasa nyaman dengan posisi yang dipilih

5. Mengetahui keadaan kx dan memudahkan untuk tindakan selanjutnya

6. Memantau kemajuan persalinan

7. Sebagai fungsi interdependent serta ketepatan dalam pemberian tera

11
3. KALA III
A. Pengkajian
Pelepasan plasenta ditandai oleh tanda-tanda berikut:
1. Adanya kontraksi vunds yang kuat
2. Perubahan pada bentuk uterus dari bentuk lonjong ke bentuk bulat pipih
sehingga plasenta bergerak kebagian bawah
3. Keluarnya darah hitam dari intrauterus
4. Terjadinya perpanjangan tali pusat sebagai akibat plasenta akan
keluar.Penuhnya vagina (plasenta diketahui pada pemeriksaan vagina atau
rektal , atau membran fetus terlihat pada introitus)
B. Status Fisik mental
Perubahan secara Psikologi setelah melahirkan akan dijumpai , curah jantung
meningkat dengan cepat pada saat sirkulasi maternal ke plasenta
berhenti.didapatkan melalui pemeriksaan:
1. Suhu, nadi, dan pernafasan
2. Pemeriksaan terhadap perdarahan : warna darah dan jumlah darah
C. Tanda-tanda masalah potensial
Saat praktisi keperawatan primer mengeluarkan plasenta perawat
mengobservasi tanda-tanda dari ibu, perubahan tingkat kesadaran atau
perubahan pernafasan

D. DIAGNOSA PERAWATAN
1. Koping individu tidak efektif b./d. selesainya proses persalinan yang
berbahaya bagi neonatus dan kurang pengalaman merasakan tahap ketigha
persalinan
 Tujuan : Pasien berpartisipasi secara aktif dalam pengeluaran plasenta
 Intervensi:
a. Jelaskan pada ibu dan suaminya apa yang diharapkan dalam tahap ke
3 dari persalinan
b. Pertahankan posisi ibu
c. Tanyakan pada ibu jika ia ingin mengeluarkan plasenta dengan cara
khusus
 Rasional:
a. Kerjasama yang baik akan memberikan rasa nyaman pada ibu
b. Untuk mempercepat lahirnya plasenta
c. Mengikuti kebiasan budaya tertentu
2. Kelelahan b/d pengeluaran energi selama persalinan dan kelahiran
 Tujuan : energi ibu pulih kembali
12
 INTERVENSI;
a. Ajarkan ibu dan suaminya tentang perlunya istirahat dan tentukan
waktu-waktu tertentu untuk istirahat dan tidur
b. Untuk memastikan bahwa ibu dapat memulihkan energi yang hilang
dalam persiapan untuk merawat bayi baru lah
 Rasional:
a. Observasik tingkat kelelahan ibu dan jumlah istirahat yang
seharusnya
b. bntuk memastikan pemulihan energy
3. Resiko defisit velume cairan b/d penurunan intake cairan yang hilang
salam proses persalinan
 Tujuan : keseimbangan cairan diperetahankan dan tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
 INTERVENSI:
a. Monitor kehilangan cairan(darah urtine, pernafasan ) dan tanda-tanda
vital, inspeksi turgor kulit dan membran mukosa terhadap kekeringan
b. Berikan cairan secara oral/parenteral sesuai anjuran dokter
c. Monitor keras lembutnya uterus setelah lepasnya plasenta
d. Berikan obat-obatan sesuai anjuran dokter
 Rasional:
a. Untuk menilai status hidrasi.
b. Untuk mempertahankan hidrasi
c. Untuk memastikan kontraksi uterus yang adekuat dan mencegah
kehilangan darah lebih lanjut
d. Untuk membantu kontraksi uterus

KALA IV

A. Pemeriksaan pada kala IV


1. Tanda-tanda vital: Vital sign dapat memberikan data dasar untuk diagnosa
potensial,komplikasi seperti perdarahan dan hipertermia. Pada kala IV
observasi vital sign sangat penting untuk mengetahui perubahan setelah
melahirkan seperti : pulse biasanya stabil sebelum bersalin selama 1 jam
pertama dan mengalami perubahan setelah terjadi persalinan yaitu dari
cardiovaskuler.
2. Pemeriksaan fundus dan tingginya,selama waktu itu pengosongan kandung
kemih mempermudah pengkajian dan hasilnya lebih tepat.

13
3. Kandung kemih. Dengan observasi dan palpasi kandung kemih. Jika kandung
kemih menegang akan mencapai ketinggian suprapubik dan redup pada
perkusi. Kateterisasi mungkin diperlukan mencegah peregangan kandung
kemih dan retensi kandung kencing jika klien tidak bisa kencing.
4. Lochia. Jumlah dan jenis lochea dikaji melalui observasi perineum ibu dan
kain dibawah bokong ibu. Jumlah dan ukuran gumpalan darah jika dilihat
dicatat hasil dan bekuannya.
5. Perineum. Perawat menanyakan kepada ibu atau menganjurkan untuk
mengiring dan melenturkan kembali otot otot panggul atas dan dengan
perlahan-lahan mengangkat bokong untuk melihat perineum.
6. Temperatur. Temperatur ibu diukur saat satu jam pertama dan sesuaikan
dengan keadaan temperatur ruangan. Temperatur biasanya dalam batas
normal selama rentang waktu satu jam pertama,kenaikan pada periode ini
mungkin berhubungan dengan dehidrasi atau kelelahan.
7. Kenyamanan. Kenyamannan ibu dikaji dan jenis analgetik yang didapatkan
selama persalinan akan berpengaruh terhadap persepsi ketidak nyamanannya
8. Tanda-tanda potensial masalah. Karena pendarahan dapat menyebabkan
potensial masalah komplikasi,perawat harus waspada adanya potensial
komplikasi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko kekurangan volume cairan ( perdarahan ) b/d Atonia uterus setelah
melahirkan
 Tujuan : Perdarahan tidak terjadi sampia klien pulang
 INTERVENSI
a. Monitor VS, warna kulit, dan tonus uterus
b. Kaji posisi uterus dan lokhia yang keluar,
c. Kaji distansia kandung kemih
d. masagge vundus uterus
 Rasional:
a. Penting untuk mengidentifikasi perubahan dalam vital sign dan tonus uterus
segara untuk menghentikan perdarahan post
b. Jika fundus tidak dirasakan pada pertengahan setinggi umblikus, ini
menunjukan distansia blas
c. Distansia blas dapat mendorong uterus ke luar dari tempatnya dan menambah
atonia uterus
d. Masase fundus uterus merangsang otot-otot uterus untuk berkontraksi

14
2. Nyeri b/d terputusnya kontuinitas jaringan akibat proses persalinan
 Tujuan : Setelah kita memberikan intervensi sebelum pulang, nyeri berkurang
sampai hilang

 INTERVENSI:
a. Anjurkan untuk merubah posisi selang seling dan menghindari duduk untuk
beberapa waktu
b. Berikan bantal untuk alas ketika duduk dikursi
c. Pemberian analgetik sesuai program dokter
 Rasional:
a. Tekanan dari tempat satu posisi dapat menyebabkan bertambahnya nyeri. Beri
penjelasan mengenai rasionalisasi dari nyeri dan masage uterus dengan halus
b. Untuk meningkatkan kenyamanan
c. Analgetik bekerja pada bagian atas otak untuk mengurangi rasa nyeri
3. Tidak efektifnya menyusui b/d kurangnya pengalaman
 Tujuan : Setelah kita memberikan intervensi klien dapat mengerti dan bisa
melaksanakan sesuai dengan cara-cara menyusui yang baik
 INTERVENSI:
a. Kaji tingkat pengetahuan ibu mengenai cara menyusui yang baik
b. Kaji konsistensi payudara dan lakukan massage
c. Anjurkan ibu untuk menyusuai bayinya sesering mungkin
d. Berikan penjelasan pada ibu tentang pentingnya perawatan payudara
 Rasional:
a. Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan ibu dalam menyusui bayinya
sehingga kita dapat membantu tentang bagaimana teknik menyusui yang baik.
b. Apakah terjadi bendungan pada payudara dan untuk merangsang pembentukan asi,
sehingga mengatasi bendungan
c. Isapan bayi merangsang oksitosin sehingga m,erangsang refleks let down yang
menyebabkan ejeksi asi ke sinus alktiferus kemudian duktus yang ada pada putting
/ areola
d. Untuk memotivasi ibu dalam melakukan perawatan payudara secara dini

15
 KEPALA BAYI

A. KEPALA ANAK
Untuk persalinan, kepala anak adlah bagian yang terpenting karena dalam persalinan
perbandingan antara besarnya kepala dan luasnya panggul merupakan hal yang
menentukan.

Jika kepala dapat melalui jalan lahir, bagian-bagian lainnya dapat menyusul dengan
mudah, maka bentuk dan ukuran kepala harus dipelajari dengan seksama untuk
dibandingkan dengan bentuk dan ukuran panggul.
B. KEPALA TERDIRI DARI :
a. Bagian muka, yang terdiri lagi :
 Tulang hidung (os nasale)
 Tulang pipi (os zygomaticum)
 Tulang rahang atas (os maxillare)
 Tulang rahang bawah (os mandibulare)
Pada persalinan, muka dikenal kalau meraba dagu, mulut, hidung atau rongga mata.

b. Bagian tengkorak :
Bagian ini terpenting pada persalinan karena biasanya bagian tengkoraklah
yang paling depan.

Yang membentuk bagian tengkorak :


 Tulang dahi (os frontale)
 Tulang ubun-ubun (os parietale)
 Tulang pelipis (os temporale)
 Tulang belakang kepala (os occipitale)
Antara tulang-tulang tersebut diatas terdapat sela terngkorak (sutura) yang pada janin
memungkinkan pergeseran. Kalau kepala anak tertekan, maka tulang yang satu
bergeser dibawah tulang yang lain, hingga ukuran kepala menjadi kecil (moulage).
Biasanya tulang belakang kepala bergeser dibawah kedua tulang ubun-ubun. Sutura dan
ubun-ubun penting diketahui untuk menentukan letak kepala anak dalam jalan lahir.
Sutura dan ubun-ubun penting diketahui untuk menentukan letak kepala anak dalam
jalan lahir.

 Sutura yang harus dikenal ialah :


1. Sutura Sagittalis (sela panah) antara kedua ossa parietalia.
2. Sutura Coronaria (sela mahkota) antara os frontale dan os parietalia.
3. Sutura lambdoidea antara os occipitale dan kedua ossa parietalia.
16
4. Sutura frontalis antara os frontale kiri kanan.
 Ubun-ubun besar (fonticulus major) merupakan lubang dalam tulang tengkorak
yang berbentuk segi empat dan hanya tertutup oleh selaput.
Ubun-ubun besar terdapat pada pertemuan antara 4 suturae :
a. Sutura sagittalis
b. Sutura coronirae
c. Sutura frontalis
Bentuknya menyerupai kepala panah, sudut depan yang runcing menunjuk ke
bagian muka anak.

 Ubun-ubun kecil (fonticulus minor) bukan merupakan lubang besar pada


tengkorak, tapi tempat dimana tiga sutura bertemu sutura lambdoidea dan sutura
sagittalis.
Ubun-ubun dan sela-sela baru tertutup kalau anak berumur 1,5-2 tahun.

C. UKURAN-UKURAN KEPALA BAYI :


a. Ukuran muka belakang :
1. Diameter sub-occipito-bregmatica dari foramen magnum ke ubun-ubun besar : 9,5
cm. Ukuran ini adalah ukuran muka belakang yang terkecil. Ukuran ini melalui
jalan lahir kalau kepala anak sangat menekur (hyperfleksi) pada letak belakang
kepala.
2. Diameter sub-occipito-frontalis dari foramen magnum ke pangkal hidung : 11 cm.
Ukuran ini melalui jalan lahir pada letak belakang kepala dengan fleksi yang
sedang.
3. Diameter fronto-occipitalis dari pangkal hidung ke titik yang terjauh pada belakang
kepala : 12 cm. Ukuran ini melalui jalan lahir pada letak puncak kepala.
4. Diameter mento-occipitalis dari dagu ke titik yang terjauh pada belakang kepala :
13,5 cm. Ukuran ini adalah ukuran terbesar dan melalui jalan lahir pada letak dahi.
5. Diameter submento-bregmatica dari bawah dagu ialah os hyoid ke ubun-ubun
besar : 9,5 cm. Ukuran ini melalui jalan lahir pada letak muka.

b. Ukuran melintang :
1. Diameter biparietalis (ukuran yang terbesar antara kedua ossa parietalia) : 9 cm.
Pada letak belakang kepala ukuran ini melalui ukuran muka belakang dari pintu
atas panggul (conjugata vera).
2. Diamter bitemporalis (jarak yang terbesar antara sutura-coronaria kanan kiri) : 8
cm. Pada letak defleksi ukuran ini melalui conjugata vera.
c. Ukuran lingkaran :

17
1. Circumferentia suboccipito bregmatica
(lingkaran kecil kepala) = 32 cm.
2. Circumferentia fronto occipitalis
(lingkaran sedang kepala) = 34 cm.
3. Circumferentia mento occipitalis
(lingkaran besar kepala) = 35 cm.

D. PRESENTASI KEPALA BAYI


 Pada anak dengan presentadi kepala dan sikap fleksi, maka bagian dari kepala yang
terendah ialah belakang kepala, maka dikatakan anak dalam letak belakang kepala
(presentasi belakang kepala).
Hal tersebut biasanya baru dapat ditentukan dengan toucher waktu persalinan kalau
pembukaan sudah cukup besar.
 Pada anak dengan presentasi kepala dan sikap defleksi bagian kepala yang terendah
adalah muka, maka disebut letak muka (presentasi muka).
Antara fleksi maksimal dan defleksi maksimal masih terdapat presentasi puncak
kepala dan presentasi dahi yang sering hanya bersifat sementara dan dengan
turunnya kepala menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka.
 Pada letak sungsang (presentasi bokong) maka habitus yang mungkin ditentukan
ialah :
a. Kedua tungkai lurus keatas
Sikap ini menyebabkan presentasi bokong murni (frank breech).
b. Tungkai terlipat pada lipat paha dan lekuk lutut menyebabkan presentasi
bokong kaki (complete breech).
c. Kedua tungkai turun kebawah, lebih rendah dari bokong menimbulkan
presentasi lutut atau presentasi kaki (incomplete breech).

 MOULASE
A. Molase Kepala Janin
Adalah perubahan bentuk kepala sebagai akibat penumpukan tulang
tengkorak yang saling overlapping satu sama lain karena belum menyatu dengan
kokoh dan memungkinkan terjadinya pergeseran sepanjang garis
sambungnya. Molase (Molding) melibatkan seluruh tengkorak kepala, dan
merupakan hasil dari tekanan yang dikenakan atas kepala janin oleh struktur jalan
lahir ibu. Sampai batas-batas tertentu, molase akan memungkinkan diameter yang
lebih besar bisa menjadi lebih kecil dan dengan demikian bisa sesuai melalui
panggul ibu.

18
Molase ( penyusupan ) adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala janin dapat menyesuaikan diri dengan bagian atas panggul ibu. Tulang
kepala yang saling menyusup / tumpang tindih menunjukan kemungkinan adanya
disproporsi tulang panggul ( Chepalo Pelvic Disproportion ) CPD.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin,
temuan dicatat pada partograf dengan lambang :
0 : Tulang – tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dipalpasi.
1 : Tulang – tulang kepala janin tumpang tindih, tetapi masih dapat dipisahkan.
2 : Tulang – tulang kepala janin hanya saling bersentuhan.
3 : Tulang – tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.

 Sikap (Habitus)
Menunjukkan hubungan bagian-bagian janin dan sumbu janin, biasanya terhadap
tulang punggungnya. Janin umumnya berada dalam sikap fleksi, dimana kepala, tulang
punggung, dan kaki dalam keadaan fleksi, lengan bersilang di dada.

 Letak (Situs)
Adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu ibu, misalnya letak lintang,
yaitu sumbu janin tegak lurus pada sumbu ibu. Letak membujur, yaitu sumbu janin
sejajar dengan sumbu ibu, ini bisa berupa letak kepala atau letak sungsang.
 Letak membujur (longitudianal) :
 Letak kepala (97%): (1)Letak fleksi = LBK (95,5%), (2) Letak defleksi: letak
puncak kepala, letak dahi & letak muka (1,5%)
 Letak sungsang = letak bokong (2,5-3%): L. Bokong sempurna (complete
breech), L. Bokong (Frank breech), letak bokong tidak sempurna (Incomplete
breech)
 Letak lintang (Tarnsverse lie): (0,5-2%)
 Letak miring (Oblique lie):
 Letak kepala mengolak
 Letak bokong mengolak

 Presentasi
Dipakai untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian bawah rahim, yang
dijumpai ketika palpasi atau pemeriksaan dalam. Misalnya, presentasi kepala,
presentasi bokong, presentasi bahu, dll.
a. Bagian terbawah janin

19
Sama dengan presentasi, hanya lebih diperjelas istilahnya.
b. Posisi janin
 Untuk indikator, menetapkan arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan kiri
depan atau belakang terhadap sumbu ibu (materal pelvis). Misalnya pada letak
belakang kepala (LBK) ubun-ubun kecil (UUK) kiri depan, UUK kanan belakang.
 Untuk menentukan presentasi dan posisi janin maka harus dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti berikut
 Bagian janin apa yang terbawah
 Dimana bagian terbawah tersebut
 Apa indikatornya
 Ada enam variasi dari petunjuk arah atau indiaktor pada bagian terbawah janin:
 Letak belakang kepala(LBK)
- Indikator : ubun-ubun kecil (UUK)
- Variasi posisi
1) Ubun-ubun kecil kiri depan : uuk ki-dep
2) Ubun-ubun kecil kiri belakang : uuk ki-bel
3) Ubun-ubun kecil melintang kiri : uuk mel.ki
4) Ubun-ubun kecil kanan depan : uu.ka-dep
5) Ubun-ubun kecil kanan belakang : uuk.ka-bel
6) Ubun-ubun kecil melintang kanan : uuk.mel-ka

 Presentasi dahi
- Indikator : teraba dahi dan ubun-ubun besar (uub)
- Variasi posisi:
1) Ubun-ubun besar kiri depan : uub.ki-dep
2) Ubun-ubun besar kiri belakang : uub.bi-bel
3) Ubun-ubun besar melintang kiri : uub.mel-ki
4) Ubun-ubun besar kanan depan : uub.ka-dep
5) Ubun-ubun besar kanan belakang : uub.ka-bel
6) Ubun-ubun besar melintang kanan : uub.mel-ka
 Presentasi muka
- Indikator: dagu (meto)
- Variasi posisi:
1) Dagu kiri depan : d.ki-dep
2) Dagu kiri belakang : d.ki-bel
3) Dagu melintang kiri : d.mel-ki
4) Dagu kanan depan : d.ka-dep
20
5) Dagu kanan belakang : d.mel-ka
6) Dagu melintang kanan : d.mel-ka
 Presentasi bokong
- Indikator sakrum
- Variasi posisi adalah:
1) Sakrum kiri depan : s.ki-dep
2) Sakrum kanan depan : s.ka-dep
3) Sakrum kanan belakang : s.ka-bel
4) Sakrum melintang kanan : s.mel-ka
 Letak lintang
- Menurut posisi kepala
1) Kepala kiri : Lli
2) Kepala di kanan : Lli II
- Menurut arah punggung
1) Punggung depan (dorso-anterior) : PD
2) Punggung belakang (dorso-posterior) : PB
3) Punggung atas (dorso-superior) : PA
4) Punggung bawah (dorso-inferior) : PI
- Presentasi bahu (skapula) :
1) Bahu kanan : Bh.ka.
2) Bahu kiri : Bh.ki.
- Tangan menumbung :
1) Tentukan apakah : tangan kiri : ta-ki
Tangan kanan
2) Indikator adalah ketiak (axilla)
a. Ketiak meutup/membuka ke kanan
b. Ketiak menutup/membuka ke kiri

21
 BIDANG HODGE

Berikut ini 4 bidang hodge yang menentukan presentasi janin dan beberapa pengertiannya

1. Bidang Hodge I
- Bidang yang dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul dengan bagian atas
simpisis dan promontorium.
- Bangian yang sama dengan pintu atas panggul.
- Bidang pintu atas panggul,dengan batas tepi atas simfisis.
- Sama dengan pintu atas panggul.
2. Bidang hodge II
- Bidang yang sejajar dengan Hodge I,terletak setinggi bagian bawah simfisis.
- Bidang yang sejajar dengan Hodge I melalui pinggir bawah simfisis
- Bidang sejajar Hodge I setinggi tepi bawah simfisis.
- Bidang yang sejajar dengan bidang Hodge I dan terbentang setinggi pinggir
simfisis.
- Bidang yang sejajar dengan Hodge I melalui tepi bawah simfisis.
3. Bidang Hodge III
- Bidang yang sejajar dengan bidang-bidang Hodge I dan II,terletak setinggi spina
iskhiadika kanan dan kiri
- Bidang sejajar dengan Hodge I melalui spina iskhiadika
- Bidang sejajar dengan Hodge I setinggi spina iskhiadika
4. Bidang Hodge IV
- Bidang yang sejajar dengan bidang-bidang Hodge I,II, dan III,terletak setinggi Os
Coxigis
- Bidang yang sejajar dengan Hodge I melalui ujung tulang tungging (Os Coxigis)

22
 Hipotermi
 Pengertian
Hipotermia didefinisikan sebagai suhu inti tubuh di bawah 36oC (Rutter
1999). Saat suhu tubuh berada di bawah tingkat ini, bayi beresiko mengalami stres
dingin (Fraser & Cooper.ed, 2009). Menurut Sarwono (2002), gejala awal
hipotermia apabila suhu < 36oC atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila
seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang
(suhu 32oC – 36oC). Disebut hipotermia kuat bila suhu tubuh <32oC. Hipotermia
pada BBL adalah suhu di bawah 36,5oC, yang terbagi atas hipotermia ringan (cold
stress) yaitu suhu antara 36-36,5oC, hipotermia sedang yaitu suhu antara 32-36oC,
dan hipotermia berat yaitu suhu tubuh <32oC.
Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit
yang berakhir dengan kematian. Hipotermia menyebabkan terjadinya penyempitan
pembuluh darah, yang mengakibatkan terjadinya metabolik anerobik,
meningkatkan kebutuhan oksigen, mengakibatkan hipoksemia dan berlanjut
dengan kematian.

 Etiologi
Penyebab hipotermi pada bayi yaitu :

1) Prematuritas

2) Asfiksia

3) Sepsis

4) Jaringan lemak subkutan tipis

5) Perbandingan luas permukaan tbuh dengan berat badan besar

6) Cadangan glikogen dan brown fat sedikit

7) BBL tidaka memiliki respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan

8) Kuranganya pengetahuan perawat dalam pengelolaanbayi yang beresiko


tinggi mengalami hipotermi

9) Peningkatan Panas yang Hilang

Terjadi bila panas tubuh berpindah ke lingkungan sekitar, dan tubuh


kehilangan panas. Adapun mekanisme tubuh kehilangan panas dapat terjadi
secara :

23
a. Konduksi :
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara
kedua obyek. Kehilangan panas terjadi saat terjadi kontak langsung antara
kulit BBL dengan permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas
terjadi pada BBL yang berada pada permukaan/alas yang dingin, seperti pada
waktu proses penimbangan. Bayi yang diletakkan diatas meja, tempat tidur
atau timbangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas tubuh
melalui konduksi.
b. Konveksi :
Transfer panas terjadi secara sederhana dari selisih suhu antara permukaan
kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi. Sumber
kehilangan panas disini dapat berupa :
bayi yang diletakkan di dekat pintu/jendela terbuka, inkubator dengan jendela
yang terbuka, atau pada waktu proses transportasi BBL ke rumah sakit.
c. Radiasi :
Yaitu perpindahan suhu dari suatu objek panas ke objek yang dingin, misalnya
dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang lebih
dingin. Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin
atau suhu inkubator yang dingin. Bayi akan mengalami kehilangan panas
melalui cara ini meskipun benda yang lebih dingin tersebut tidak bersentuhan
langsung dengan tubuh bayi.
d. Evaporasi :
Cara kehilangan panas yang utama pada tubuh bayi. Panas terbuang akibat
penguapan, melalui permukaan kulit dan traktus respiratorius. Sumber
kehilangan panas dapat berupa BBL yang basah setelah lahir, karena
menguapnya cairan ketuban pada permukaan tubuh bayi setelah lahir dan bayi
tidak cepat
dikeringkan atau
terjadi setelah bayi
dimandikan.

24
 Tanda dan Gejala
Sarwono (2002), mengklasifikasikan tanda dan gejala hipotermia pada
neonatus seperti dibawah ini :
1) Gejala hipotermia bayi baru lahir
a. Bayi tidak mau minum/menetek
b. Bayi tampak lesu atau mengantuk saja
c. Tubuh bayi teraba dingin
d. Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi
mengeras (sklerema)
2) Tanda-tanda hipotermia sedang (Stres dingin)
a. Akvitas berkurang, letargis
b. Tangisan lemah
c. Kulit berwarna tidak rata (cutis marmorata)
d. Kemampuan menghisap lemah
e. Kaki teraba dingin

3) Tanda-tanda hipotermia berat (Cedera dingin)


a. Sama dengan hipotermia sedang
b. Bibir dan kuku kebiruan
c. Pernafasan lambat
d. Pernafasan tidak teratur
e. Bunyi jantung lambat
f. Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik

 Sirkulasi Darah Janin


Sirkulasi darah janin di dalam rahim tidak sama dengan sirkulasi darah pada
bayi, anak dan orang dewasa. Pada janin, organ vital untuk metabolisme masih belum
berfungsi. Organ tersebut adalah paru janin dan alat gastrointestinal yang seluruhnya
diganti oleh plasenta. Dengan tidak berfungsinya mekanisme tersebut, harus terdapat
mekanisme yang berfungsi sebagai alat ganti.

25
A. Sistem yang Menentukan Sirkulasi Darah Janin
1. Foramen Ovale
Lubang sementara yang ada diantara dua buah atrium pada jantung janin. Foramen
ovale adalah sebuah lubang yang terletak di septum (dinding) antara kedua ruangan atas
jantung (atria kanan dan kiri). Foramen mengizinkan darah mengalir melalui jalur
samping (shunt) dari atrium kanan ke atrium kiri. Penutupan foramen ovale disebabkan
oleh meningkatnya tekanan di dalam atrium kiri yang disertai penurunan tekanan di
atrium kanan. Bersamaan dengan tarikan nafas yang pertama,septum primum ditekan
melekat ke septum sekundum. Akan tetapi, pada hari-hari pertama setelah lahir,
penutupan ini masih belum tetap. Bila bayi menangis, akan terbentuk suatu hubungan
langsung dari kanan ke kiri, yang menerangkan adanya masa sianosis pada bayi baru
lahir.

2. Duktus Arteriosus Bothalli


Pembuluh darah janin yang terdapat di antara arteri pulmonalis dan aorta.
3. Duktus Venosus Arantii
Pembuluh darah janin yang menghubungkan antara vena umbilikal dengan vena cava
inferior. Pada titik ini darah bercampur dengan darah yang telah diambil oksigennya
yang kembali dari tubuh bagian bawah.
4. Vena Umbilikal
Memanjang dari tali pusar menuju ke bagian bawah hati dan membawa darah yang
mengandung oksigen dan sari makanan, memiliki cabang yang bertemu dengan vena
porta dan masuk ke hati.
5. Arteri Umbillikalis
Pembuluh darah yang menghubungkan vena umbilikalis dengan vena cava inferior.
6. Plasenta
26
Tempat pertukaran antara darah janin dengan darah ibu.
7. Arteri Hipogastrika
Percabangan ini berasal dari arteri iliaka interna dan menjadi arteri umbilikalis saat
percabangan ini memasuki tali pusat. Percabangan ini mengembalikan darah ke
plasenta.

B. Proses Sirkulasi Darah Janin


1. Darah pada vena umbilicalis, masuk melalui umbilikus, menuju liver melalui ductus
venosus aranthii, dan akhirnya masuk ke vena cava inferior. Sebagian O2 dalam darah
vena umbilikalis akan diresorpsi sehingga O2nya akan menurun
2. Vena cava inferior, langsung masuk ke atrium kanan, merupakan darah dengan
kosentrasi tinggi nutrisi dan O2 yang sebagian menuju ventrikel kanan dan selanjutnya
sebagian besar menuju atrium kiri melalui foramen ovale.
3. Dari atrium kiri langsung menuju ventrikel kiri yang akan mengalirkan darah menuju
aorta arkuatus dan selanjutnya sebagian besar menuju susunan pusat dan sebagian
menuju arteri koronalis menuju jantung sendiri.
4. Aorta yang menuju abdomen-aorta abdominalis, akn bercabang menjadi arteri
Hipogastrika komunis, kemudian menjadi arteri Hipogastrika interna dan akan
memberikan cabang-cabangnya umbilikus sebagai umbulikalis kanan dan kiri
5. Arteri pulmonalis menuju paru , oleh karena paru belum berfungsi, aliran darah yang
besar itu akan dialirkan menuju arkus aorta melalui ductus arteriosus bothali.
6. Vena cava superior dan vena cava inferior menuju jantung dari arah superior dan
inferior pada atrium kanan. Dari atrium kanan, terutama darah dari vena cava inferior
langsung melalui foramen ovale, menuju atrium kiri dan selanjutnya menuju atrium kiri
dan selanjutnya menuju ventrikel kiri.
7. Selanjutnya sirkulasi janin intrauteri akan berulang kembali. Menerima nutrisi dan O2
dari plasenta melalui ductus venosus aranthii, menuju cava inferior yang kaya akan O2
dan nutrisi.

C. Faktor-Faktor yang Mengubah Peredaran Darah Janin

Setelah kelahiran terjadi perubahan peredaran darah janin, faktor penting yang
mengubah peredaran darah janin menuju peredaran darah dewasa ditentukan oleh :

1. Berkembangnya paru-paru janin


Paru berkembang sempurna dan dapat berfungsi untuk pertukaran O2 dan CO2. Akibat
perkembangan paru, terjadi perubahan dinamika aliran darah sebagai berikut.

27
a. Arteri pulmonalis langsung mengalirkan darah ke paru sehingga ductus arteriosus
Bothalli mengalami obliterasi.
b. Perkembangan paru menyebabkan tekanan pasif pada atrium kanan, karena darah
diserahkan langsung oleh ventrikel kanan dan dialirkan menuju paru yang telah
berfungsi.
c. Akibat tekanan negatif pada ventrikel kanan, foramen ovale akan menutup dengan
sendirinya, dan tidak lagi menjadi tempat aliran darah menuju atrium kiri.

2. Terputusnya hubungan peredaran darah antara ibu dan janin


Pada saat persalinan sebagian besar bayi langsung menangis maka akan terjadi
perubahan besar, yaitu :

Pemotongan tali pusat


a. Tali pusat dipotong setelah bayi menangis dengan nyaring sehingga akan menambah
jumlah darah sekitar 50 cc.

b. Foramen ovale akan menutup secara langsung setelah tali pusat dipotong, sehingga
peredaran darah janin berubah menjadi peredaran darah dewasa.

c. Pemotongan tali pusat tidak banyak berarti dalam perubahan hemodinamik sirkulasi
janin yang kini telah menjadi sirkulasi seperti orang dewasa, kecuali bahwa
pembuluh darah akan mengalami obliterasi.

3. Terbentuknya Adult Haemoglobin (Tipe A)

Terbentuknya Adult Haemoglobin (Tipe A) sehingga setelah lahir dapat menangkap


oksigen dan melepaskan CO2 melalui pernafasan sehingga terjadi pertukaran O2 dan
CO2 di paru-paru.

Obliterasi pembuluh darah tambahan yang ada pada sirkulasi intrauteri sebagai
berikut :
ASALNYA MENJADI
Ligamentum visiko umbilikalis kanan dan
Arteria umbilikalis
kiri
Ductus venosus Arantii Ligamentum teres hepatis
Ductus arteriosus Bothali Ligamentum arteriosum
Foramen oval Fossa ovalis

28
D. Sirkulasi Darah Janin Setelah Lahir
Pada saat lahir, bayi bernafas dan aliran darah tertarik ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis. Kemudian darah terkumpul dan kembali ke atrium kiri melalui vena
pulmonalis, menyebabkan terjadinya aliran darah secara mendadak. Sirkulasi plasenta
berhenti segera setelah lahir, sehingga hanya sedikit darah yang mengalir ke jantung kanan.
Akibatnya , tekanan pada jantung kiri menjadi lebih besar dan tekanan pada jantung kana
lebih rendah. Hal ini menyebabkan menutupnya foramen ovale, yang memisahkan dua sisi
jantung dan menghentikan aliran darah dari kanan ke kiri.
Dengan terbentuknya pernapasan pulmonal, konsentrasi oksigen di dalam darah
meningakat. Hal ini menyebabkan duktus arteriosus mengalami konstriksi dan menutup.
Selama duktus tetap terbuka setelah lahir, darah mengalir dari tekanan tinggi aorta ke paru-
paru, dengan arah yang terbalik dengan ketika masih mengalami kehidupan janin.
Berhentinya sirkulasi plasenta menyebabkan kolaps vena umbilikalis, duktus venosus,
dan arteri hipogastrika.
Perubahan yang cepat ini bersifat fungsional dan perubahan yang berkaitan dengan
jantung bersifat reversubel pada situasi tertentu. Lalu, perubahan tersebut menjadi permanen
dan anatomis. Vena umbilikalis menjadi ligamentum teres, duktus venosus menjadi
29
ligamentum venosum, dan duktus arteriosus menjadi ligamentum arteriosum. Foramen
ovale menjadi fosa ovalis dan arteri hipogastrika menjadi arteri hipogastrika terobliterasi,
kecuali beberapa sentimeter pertama, yang tetap terbuka sebagai arteri vesikalis superior.
Perubahan pernapasan dan sirkulasi bukan satu-satunya perubahan yang terjadi. Setelah
lahir bayi harus mendapatkann nutrisi dari ASI atau pengganti ASI dan membuang zat sisa
melalui system ginjal dan gastrointestinal.

 Macam- macam kelainan kongenital pada bayi baru lahir.


SISTEM PERNAFASAN
1. Atresia khoana posterior

Gangguan pertumbuhan tulang-tulang dan jaringan ikat di daerah hidung dan sekitarnya
menyebabkan penutupan satu atau kedua saluran hidung di bagian belakang. Akibatnya ialah
bayi akan mengalami gangguan pernapasan lewat hidung dan kesukaran minum. Gejala-gejala
terlihat bayi bernapas dengan mulut, gerakan membuka dan menutup bibir (flutter movement)
dan keluarnya cairan dari hidung.
Diagnosis atresia khoana posterior bilateral dibuat dengan menempatkan gelas kecil yang
telah didinginkan di muka lubang hidung, Pada pemeriksaan ini tidak tampak embun pada
gelas. Pada auskultrasi toraks terdengar bunyi napas pada mulut terbuka, akan tetapi tidak
terdengar pada mulut tertutup walaupun dada mengadakan gerakan. Selanjutnya dengan
memasukkan sonde logam ke dalam lubang hidung dapat ditentukan satu atau dua saluran
hidung yang tersumbat. Pemeriksaaan radiologik dengan memasukkan bahan kontras ke dalam
hidung dapat pula menegakkan diagnosisnya.
Atresia khoana posterior bilateral memerlukan tindakan bedah dengan segera, sedangkan
pada penutupan satu saluran saja, pembedahan dapat ditangguhkan.

30
2. Hernia diafragmatika congenital

Terdapat lubang diaphragma yang hanya di tutup oleh lapisan pleura dan peritoneum,
yang memungkinkan sebagian isi rongga perut dapat masuk ke dalam rongga dada. Dari
berbagai lokasi hernia diafgragmatika kongenital, yang sering di jumpai (80-90%) ialah hernia
di daerah posterolateral kiri atau lubang Bochdaleck yang di sebabkan kegagalan penutupan
kanalis pleura-peritoneal pada sepuluh minggu pertama kehidupan janin
Gejala-gejala tergantung banyak sedikitnya organ perut yang masuk rongga dada. Pada
yang berat akan segera terlihat adanya gejala gangguan pernapasan pada hari-hari pertama,
jantung tergeser ke arah dada yang sehat, bunyi pernapasan pada paru yang sakit akan
melemah dan pada perkusi terdengar lebih pekak, dinding perut tampak cekung atau perut
tampak skapoid. Diagnosis di tegakkan dengan pemeriksaan radiologik. Pada hernia
diafragmatika kongenital yang besar, mungkin diagnosis prenatal sudah dapat ditegakkan.
Pengobatan ialah tindakan bedah. Sebelum tindakan bedah dapat dilakukan, pemberian
oksigen hendanya dilakukan secaara endotrakheal untuk mengurangi masuknya udara dalam
usus, posisi bayi setengah duduk, di pasang sonde lambung untuk dekompresi perut dan bayi
tidak diberi minum tetapi pemberian cairan intravena. Prognosis bayi di samping tindakan
bedahnya sendiri di tentukan pula ada tidaknya hipoplasi paru pada segmen yang tertekan serta
ada tidaknya komplikasi kardiologi akibat hipoplasi paru tersebut.
3. Fibrosis kistik
Penyakit ini terutama menyerang system pernafasan dan saluran pencernaan. Tubuh tidak
mampu membawa klorida dari dalam sel ke permukaan organ sehingga terbentuk lendir yang
kental dan lengket.

31
SISTEM PENCERNAAN
1. Obstruksi traktus digestivus congenital
Obstruksi dalam sistem traktus digestivus dapat bersifat obstruksi total sehingga bagian
yang bersangkutan tertutup sama sekali (atresia) atau hanya bersifat penyempitan lumen
(stenosis). Obstruksi dapat terdapat di esophagus, di daerah pilorus, duodenum, ileum,
jejunum, kolon dan daerah anal. Kelainan ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor mekanik atau
fungsional. Faktor mekanik dapat dibagi lagi dalam faktor intrinsik (atresia atau stenosis pada
salah satu bagian traktus digestivus, kista dalam lumen usus dan sebagainya) dan ekstrinsik
(volvusus, malrotasi, hernia inkarserata, dan sebagainya). Termasuk dalam gangguan
fungsional ialah gangguan saraf otot kolon (penyakit Hirschprung, dan sebagainya).

a. Labioskizis dan labiopalatoskizis - Celah bibir atau langit-langit mulut (sumbing)

Kelainan ini terjadi jika selama masa perkembangan janin, jaringan mulut atau bibir
tidak terbentuk secara sempurna sebagaimana mestinya. Bibir sumbing adalah suatu celah
diantara bibir bagian atas dengan hidung. Langit-langit sumbing adalah suatu celah di antara
langit-langit mulut dengan rongga hidung.

32
 Pengertian
Celah bibir dan celah langit-langit adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir
bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut. Celah bibir (labioskizis)
adalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya
berlokasi tepat dibawah hidung. Celah langit-langit (palatokiszis) adalah suatu saluran
abnormal yang melewati langit-langit mulut dan menuju ke saluran udara di hidung. Anomaly
perkembangan pada 1 dari 1000 kelahiran. Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat
keluarga, infeksi virus pada ibu hamil trimester 1.

 Etiologi
Celah bibir dan celah langit-langit (labiopalatoskizis) bias terjadi secara bersamaan
maupun sendiri-sendiri. Kelainan ini juga bias terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan
lainnya. Penyebabnya mungin adalah mutasi genetic atau teratogen (zat yang dapat
menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan kimia ). Selain tidak sedap di
pandang, kelainan ini juga menyebabkan anak mengalami kesulitan ketika makan, gangguan
perkembangan berbicara dan infeksi telinga. Factor resiko untuk kelainan ini adalah riwayat
celah bibir atau celah langit-langit pada keluarga serta adanya kelainan bawaan lainnya.

b. Atresia Esophagus
 Pengertian
Gangguan kontinuitas esofagus dengan/tanpa hubungan dengan trache atau esophagus
(kerongkongan) yang tidak terbentuk secara sempurna. Variasi dari atresia esophagus ini
antara lain bagian atas esophagus berakhir pada kantong buntu, bagian ats esophagus berakhir
dalam trachea, serta bagian atas dan bawah esophagus berhubungan dengan trakhea setinggi
karina (atresia esophagus dengan fistula). Kebanyakan bayi yang menderita atresia esophagus
juga memiliki fistula trakeaesofagel (suatu hubungan abnormal antara kerongkongan dan
trakea/pipa udara).
 Insiden
Insiden atresia esophagus adalah 1:2500 kelahiran hidup. Sebanyak 86% kasus terdapat
fistula trakeaesofagel di distal, 7% kasus tanpa fistula dan 4% kasus terdapat fistula
trakeosofagel tanpa atresia.
Klasifikasi menurut Vogt (1912) dan Gross (1953) attresia esophagus dibedakan menjadi 5
macam, yaitu :
 Atresia esophagus terisolasi tanpa fistula
 Atresia esophagus dengan fistula trakeoesofagel distal
 Atresia esophagus dengan fistula trakeaesofagel proksimal
 Atresia esophagus dengan fistula trakeaesofagel distal dan proksimal
 Fistula trakeaesofagus tanpa atresia
33
 Etiologi
Sebagian besar penyebab kasus ini tidak diketahui dan kemungkinan terjadi secara
multifaktor. Faktor genetik, yaitu sindrometrisomi 21, 13 dan 18 kemungkinan dapat
meningkatkan kejadian atresia esophagus. Faktor lain terjadi secara sporadik dan rekurens
pada saudara kandung (2%).

b. Hirschprung

 Pengertian
Apabila bayi sulit buang air besar (BAB) atau sembelit terus menerus, harap di
waspadai oleh orang tua, karena bisa jadi ada kelainan pada usus besar, apalagi jika diikuti
perut kembung. Ada kemungkinan bayi tersebut terkena

34
c. Atresia Duodeni

 Pengertian
Atresia duodenum di akibatkan kegagalan rekanalisasi setelah tahap “solid cord” dari
pertumbuhan usus proksimal. Ujung yang atresia mungkin terpisah secara lengkap atau
terhubung dengan jaringan fibrus. 40% dari bayi memiliki bentuk obstruksi diafragmatik atau
“web”. Sementara yang lain atresia inkomplit merupakan suatu stenosis. Obstruksi terletak
distal dari ampula vateri sebesar 80% penderita. Annular pancreas selalu di hubungkan dengan
atresia atau stenosis dan secara klinis tak dapat di bedakan dengan kedua keadaan tersebut

d. Obstruksi biliaris dan Atresia Biliaris

Obstruksi biliaris adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga empedu tidak dapat
mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan sebagai sterkobilin dalam feses. Etiologi dari
obstruksi biliaris adalah saluran empedu belum terbentuk sempurna. Sehingga tersumbat pada
saat amnion tertelan masuk.

35
Atresia Biliaris adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal. Fungsi dari sistem empedu adalah membuang limbah metabolik
dari hati dan mengangkut garam empedu yang di perlukan untuk mencerna lemak di dalam
usus halus.
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran empedu dari hati ke kandung empedu. Hal
ini bisa menyebabkan kerusakan hati dan sironis hati yang jika tidak diobati bisa berakibat
fatal. Atresia bilier ditemukan pada1 dari 15.000 kelahiran.
Gejala atresia bilier biasanya timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir.

e. Omfalokel/amniokel/eksomfalus/gastroskisis

Terdapat hernia pada dinding perut di sekitar pusat, sehingga isi rongga perut dapat
masuk dalam suatu kantong di atas permukaan rongga perut. Pada gastrokisis, benjolan ini
tidak terbungkus dalam kantong. Pada herniasi yang besar, dinding kantong hanya terdiri atas
lapisan peritoneum. Dinding kantong ini mudah robek pada waktu persalinan dan akan
memperburuk prognosis bayi.
Pengobatan terdiri atas tindakan bedah dengan tujuan untuk menutup hernia tersebut.
Pada herniasi yang besar, tindakan bedah dilakukan bertahap. Jika keadaan bayi tidak
mengizinkan pembedahan dengan segera, maka hernia omfalokel dibungkus dengan kain kasa
steril yang di basahi dengan larutan garam fisiologis untuk mencegah mengeringnya dinding
kantong serta mencegah bahaya infeksi. Di samping itu, di pasang pula tube nasogastrik untuk
dekompresi perut. Prognosis sangat tergantung dari besarnya kelainan tersebut.
Kadang-kadang di jumpai pula suatu hernia ke dalam tali pusat. Pada keadaan ini
sebagian isi perut masuk ke dalam tali pusat bayi. Hernia di bawah pusat harus di bedakan
pula dengan kemungkinan adanya ektopia vesika, ialah menonjolnya vesika urinaria keluar
dinding perut.

36
 Pengertian
Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainya melalui akar pusar yang hanya
dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Usus terlihat dari luar
melalui selaput peritoneum yang tipis dan transparan (tembus pandang). Omfalokel terjadi
pada 1 dari 5000 kelahiran.
 Penyebab
Penyebab omfalokel tidak diketahui. Pada 25-40% bayi yang menderita omfalokel,
kelainan ini disertai kelainan bawaan lainnya seperti kelainan kromosom, hernia diafragmatika
dan kelainan jantung.

f. Atresia Rekti dan Anus

 Pengertian
Atresia anus (anus imperforatus) adalah suatu keadaan dimana lubang anus tidak
terbentuk. Kebanyakan bayi yang menderita atresia anus juga memiliki fistula (hubungan
abnormal) antara anus dengan uretra, perineum maupun kandung kemih. Atresia anus adalah
kelainan tanpa anus/dengan anus tidak sempurna, akibat kegagalan penurunan septum
anorektal pada masa embrional, termasuk agenesis ani, agenesis rekti dan atresia ani.
 Penyebab
Atresia anus adalah suatu kelainan bawaan. Keadaan ini terjadi akibat
ketidaksempurnaan proses pemisahan septum anorektal. Insiden dari atresia ani adalah 1 :
5000 kelahiran, serta merupakan penyakit tersering dari sindom VACTERL

37
KELAINAN ORGAN REPRODUKSI

1. Phimosis

 Pengertian
Phimosis adalah keadaan kulit penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kemih, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan
kesakitan saat kencing. Sebenarnya yang berbahaya bukanlah fimosis sendiri, tetapi
kemungkinan timbulnya infeksi pada urethra kiri dan kanan, kemudian ke ginjal. Infeksi ini
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal.

2. Hipospadia

 Pengertian
Suatu keadaan dengan lubang urethra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung
penis. Merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1000 bayi baru lahir.beratnya
hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang urethra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada
glans penis. Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uuretra terdapaat ditengah
batang pennis atau pada pangkaal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di

38
bawah skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jarringan
fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
3. Epispadia

 Pengertian
Suatu kelainan bawaan pada bayi laki-laki dengan lubang uretra terdapat di bagian
punggung penis atau uretra tidak berbentuk tabung, tetapi terbuka.
Terdapat 3 jenis epispadia, antara lain lubang uretra terdapat di puncak kepala penis, seluruh
uretra terbuka di sepanjang penis, seluruh uretra terbuka dan lubang kandung kemih terdapat
pada dinding perut.
 Gejala dan diagnosis
Lubang uretra terdapat di punggung penis, lubang uretra terdapat di sepanjang punggung
penis. Untuk menilai beratnya epispadia dilakukan pemeriksaan radiologis (IVP),USG sistem
kemih kelamin.
 Penanganan : Melalui pembedahan.

4. Traktus genito-urinarius pada anak wanita


Kelainan bawaan yang sering di jumpai adalah
a. Lubang vagina tertutup oleh himen yang agak tebal. Keadaan tersebut menyebabkan
sekresi vagina tidak dapat keluar dan mengakibatkan pembengkakan pada labia. Bayi
memerlukan pertolongan bedah.
b. Lubang vagina dan anus menjadi satu (fistula rektovaginal). Kelainan ini dapat di jumpai
bila bayi buang air besar fases keluar dari vagina. Pertolongan dengan melakukan tindakan
bedah.
c. Sindrom adrenogenitalia. Pada bayi wanita dengan mempunyai kelentit besar menyerupai
penis.

39
Gambar : fistula rektovaginal

KELAINAN PADA OTAK DAN SARAF


1. Hidrosefalus

Hidrosefalus merupakan suatu keadaan dimana terdapat timbunan likuor serebrospinalis


yang berlebihan dalam ventrikel—ventrikel, yang disertai dengan kenaikan tekanan
intrakranial. Hidrosefalus dapat timbul sebagai kelainan kongenital atau kelainan postnatal.
Frekuensi hidrosefalus yang terlihat sejak lahir kira-kira 30% dan yang terlihat dalam tiga
bulan pertama setelah bayi lahir merupakan 50% dari semua kasus. Hidrosefalus dalam uterus
dijumpai satu diantara 2000 janin, dan merupakan kira-kira 12% dari semua kelainan
kongenital yang dijumpai pada bayi baru lahir. Penyebab hidrosefalus kongenital antara lain
ialah kelainan anatomik susunan saraf pusat, atresia foramina Luschka dan Magendi ; ialah
stenosis aquaduktus Sylvii.

2. Mikrosefalus
Mikrosefalus adalah suatu keadaan dimana ukuran kepala (lingkar puncak kepala) lebih
kecil dari ukuran kepala rata-rata pada bayi berdasarkan umur dan jenis kelamin. Dikatakan
40
lebih kecil jika ukuran lingkar kepala kurang dari 42 cm atau lebih kecil dari standar deviasi 3
dibawah angka rata-rata.

3. Sindroma Down (Mongolisme, Trisomi 21)

Pada sindroma down oleh Lejeune (1953) ditemukan trisomi pada kromosom 21
sehingga jumlah kromosom menjadi 47. Jumlah kromosom normal ialah 46. Di samping faktor
genetik, radiasi pada ibu menjelang konsepsi diduga mempunyai pengaruh sebagai faktor
predisposisi terjadinya sindroma ini. Frekuensi sindroma down di perkirakan antara 1,5-2,0 per
1000 kelahiran hidup. Angka kejadian kelainan ini dihubungkan dengan bertambahnya umur
ibu (lihat etiologi faktor umur, di depan). Kemungkinan untuk melahirkan anak dengan
kelainan tersebut pada ibu yang pernah mempunyai anak dengan mongolisme 2 kali lebih
besar. Jika pembawa translokasi (translocation carrier) itu ibu, kemungkinan untuk
mendapatkan anak dengan mongolisme lebih besar daripada jikalau ayahnya yang menjadi
pembawa.

41
4. Defek tabung saraf

Terjadi pada awal kehamilan, yaitu pada saat terbentuknya bakal otak dan korda spinalis.
Dalam keadaan normal, struktur tersebut melipat membentuk tabung pada hari ke 29 setelah
pembuahan. Jika tabung tidak menutup secara sempurna, maka akan terjadi defek tabung saraf.
Bayi yang memiliki kelainan ini banyak yang meninggal di dalam kandungan atau meninggal
segera setelah lahir. Ada dua macam defek tabung saraf yang paling sering ditemukan, yaitu
spina bifida serta anensefalus
a. Spina bifida

Gangguan penutupan dan fusi tuba neuralis dan jaringan sekelilingnya dapat
menyebabkan beberapa kelainan, di antaranya spina bifida. Spina bifida dapat timbul pada
semua segmen, tetapi yang tersering ialah di daerah lumbo-sakral. Kelainan ini biasanya
disertai kelainan di daerah lain, misalnya hidrosefalus; atau gangguan fungsional yang
merupakan akibat langsung dari spina bifida sendiri, yakni gangguan neurologik yang
mengakibatkan gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang pada anggota badan bagian
bawah.

42
DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR

1. Diagnosa Keperawatan

a. Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

refleks hisap tidak adekuat.

b. Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adaptasi dengan

lingkungan luar rahim, keterbatasan jumlah lemak.

c. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (pemotongan tali

pusat) tali pusat masih basah.

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (IWL),

keterbatasan masukan cairan.

e. Kurangnya pengetahuan orangtua berhubungan dengan kurang terpaparnya

informasi.

2. Perencanaan Keperawatan

a. Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

refleks hisap tidak adekuat.

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria hasil:

1) Penurunan BB tidak lebih dari 10% BB lahir.

2) Intake dan output makanan seimbang.

3) Tidak ada tanda-tanda hipoglikemi.

Rencana tindakan:

1) Timbang BB setiap hari.

2) Auskultasi bising usus, perhatikan adanya distensi abdomen.

3) Anjurkan ibu untuk menyusui pada payudara secara bergantian 5-10 menit.

4) Lakukan pemberian makanan tambahan.

5) Observasi bayi terhadap adanya indikasi masalah dalm pemberian makanan

(tersedak, menolak makanan, produksi mukosa meningkat).

43
b. Resiko tinggi perubahan suhu tubuh berhubungan dengan adaptasi dengan

lingkungan luar rahim, keterbatasan jumlah lemak.

Tujuan: perubahan suhu tidak terjadi.

Kriteria:

1) Suhu tubuh normal 36-370 C.

2) Bebas dari tanda-tanda strees, dingin, tidak ada tremor, sianosis dan pucat.

Rencana tindakan:

1) Pertahankan suhu lingkungan.

2) Ukur suhu tubuh setiap 4 jam.

3) Mandikan bayi dengan air hangat secara tepat dan cepat untuk menjaga air bayi

tidak kedinginan.

4) Perhatikan tanda-tanda strees dingin dan distress pernapasan( tremor, pucat, kulit

dingin).

c. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (pemotongan tali

pusat) tali pusat masih basah.

Tujuan : infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil:

1) Bebas dari tanda-tanda infeksi.

2) TTV normal:S: 36-370C, N:70-100x/menit, RR: 40-60x/menit

3) Tali pusat mengering

Rencana tindakan :

1) Pertahankan teknik septic dan aseptic.

2) Lakukan perawatan tali pusat setiap hari setelah mandi satu kali perhari.

3) Observasi tali pusat dan area sekitar kulit dari tanda-tanda infeksi.

4) Infeksi kulit setiap hati terhadap ruam atau kerusakan integritas kulit.

5) Ukur TTV setiap 4 jam.

6) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (IWL),

keterbatasan masukan cairan.


44
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil:

1) Bayi tidak menunjukkan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan output

kurang dari 1-3ml/kg/jam.

2) Membran mukosa normal.

3) Ubun-ubun tidak cekung.

4) Temperature dalam batas normal.

Rencana tindakan :

1) Pertahankan intake sesuai jadwal

2) Berikan minum sesuai jadwal

3) Monitor intake dan output

4) Berikan infuse sesuai program

5) Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata

6) Monitor temperatur setiap 2 jam

e. Kurangnya pengetahuan orangtua berhubungan dengan kurang terpaparnya

informasi.

Tujuan : orang tua mengetahui perawatan pertumbuhan dan perkembangan bayi

Kriteria hasil:

1) Orang tua mengatakan memahami kondisi bayi.

2) Oaring tua berpartisipasi dalam perawatan bayi.

Rencana tindakan:

1) Ajarkan orang tua untuk diskusi dengan diskusi fisiologi, alasan perawatan dan

pengobatan.

2) Diskusikan perilaku bayi baru lahir setelah periode pertama.

3) Lakukan pemeriksaaan bayi baru lahir saat orang tua ada.

4) Berikan informasi tentang kemampuan interaksi bayi baru lahir.

5) Libatkan dan ajarkan orang tua dalam perawatan bayi.


45
6) Jelaskan komplikasi dengan mengenai tanda-tanda hiperbilirubin

3. Pelaksanaan Keperawatan

Tahap pelaksanaan merupakan langkah keempat melaksanakan berbagai strategi

keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana

tindakan keperawatan (Hidayat 2004). Dalam tahap ini perawat harus mengetahui

berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien. Teknik

komunikasi kemampuan dalam prosedur klien. Dalam pelaksanaan rencana tindakan

terdapat dua jenis tindakan yaitu tindakan jenis mandiri dan kolaborasi. Sebagai

profesi perawat mempunyai kewenangan dalam tanggung jawab dalam menentukan

komponan pada tahap asuhan keperawatan.

Komponen pada tahap implementasi adalah :

a. Tindakan keperawatan mandiri

Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan

keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan standar praktek American Nurses

Associatioin (1973) dan kebijakan institusi perawatan kesehatan.

b. Tindakan keperawatan kolaboratif

Tindakan keperawatan kolaborasi diimpelementasikan bila perawat bekerja dengan

anggota tim perawat kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang

bertujuan untuk mengatasi masalah klien.

c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap tindakan keperawatan

Dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian/identitas yang otentik dengan

mempertahankan catatan-catatan yang tertulis. Dokumentasi merupakan wahana

untuk komunikasi dan suatu profesional ke profesional lainnya tentang kasus klien.

Dokumen klien merupakan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaborasi

yang diimplementasikan oleh perawat dan perubahan-perubahan pada kondisi klien.

Frekuensi dokumentasi tergantung pada kondisi klien dan terapi yang diberikan

idealnya therapi dilakukan setiap shift. Rekam medis klien merupakan dokumentasi

46
yang legal, rekam medis tersebut diterima di pengadilan. Pada tuntutan mal praktik,

catatan perawatan memberikan bukti tindakan perawat. Perawat harus melindungi

catatan tersebut dari pembaca yang tidak berhak seperti pengunjung. Tanda tangan

perawat di akhiri catatan perawat merupakan akuntabilitas terhadap isi catatan.

Mengubah dokumen legal tersebut merupakan suatu kejahatan adalah tidak bisa di

teruma untuk menghapus tulisan pada catatan menggunakan tipe x, penghapusan

tinta atau lainnya.

4. Evaluasi Keperawatan

Tahap evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil

yang dibuat pada tahap perencanaan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada

tahap ini adalah memahami respon terhadap intervensi keperawatan. Kemampuan

mengembalikan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam

menghubungkan tindakan-tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap

evaluasi ini terdiri 2 kegiatan yaitu:

a. Evaluasi formasi menyatakan evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan

intervensi dengan respon segera.

b. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status

klien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap

perencanaan. Disamping itu, evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang

mempunyai kriteria tettentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak

tercapai atau tercapai sebagian.

1) Tujuan Tercapai

Tujuan dikatakan teracapai bila klien telah menunjukkan perubahan kemajuan

yang sesuai dengan keiteria yang telah ditetapkan

2) Tujuan tercapai sebagian

Tujuan ini dikatakan tercapai sebagian apabila tujuan tidak tercapai secara

keseluruhan sehingga masih perlu dicari berbagai masalah atau penyebabnya,

47
seperti klien dapat makan sendiri tetapi masih merasa mual, setelah makan

bahkan kadang-kadang muntah.

3) Tujuan tidak tercapai

Dikatakan tidak tercapai apabila tidak menunjukkan adanya perubahan kearah

kemajuan sebagaimana kriteria yang diharapkan.

Evaluasi sumatif masing-masing diagnosa keperawatan secara teori adalah :

a. Resiko tinggi perubahan nutrisi tidak terjadi.

b. Resiko tinggi perubahan suhu tubuh tidak terjadi.

c. Resiko tinggi infeksi tidak terjadi.

d. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tidak terjadi.

e. Kurangnya pengetahuan orang tua teratasi.

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Kusmarjadi, Didi. 2008. “Gerakan-Gerakan Bayi Dalam Persalinan”.

2. Widyatun, Diah. 2012. “Mekanisme Gerakan Kepala Janin Pada Persalinan Normal

Mulai Dari Engagement Hingga Descent”. Jurnal Bidan Diah.

3. Asrinah, dkk. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

4. Hidayat, Asri, dan Sujiyatini. 2010. Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta : Nuha

Medika

5. Kosim, M. Sholeh dkk. (Ed.). 2008. Buku Ajar Neonatologi. Jakarta: Ikatan Dokter

Indonesia

6. Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta:

Trans Info Media

7. Rukiyah, Ai Yeyeh & Lia Yulianti. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita.

Jakarta: Trans Info Media

8. Johnson, Ruth dan Wendy Taylor. 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan.Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran ECG

9. Manuaba, I.G.D dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

10. Sofian, Amru.2012. Sinopsis Obstetri Rustam Mochtar. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

49

Anda mungkin juga menyukai