Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Database
Pengambilan Artikel Jurnal penelitian ini diambil dari database : Jurnal Domestik :
http://scholar.google.co.id.

B. Kata Kunci Pencarian Literatur


Jurnal Domestik : Kata kunci pencarian untuk penelusuran jurnal yang akan ditelaah ini
adalah “nyeri pada pasien fraktur ekstremitas”.

C. Jumlah Literatur
Telaah jurnal yang kami telaah menggunakan 2 literatur, meliputi:
1. Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur
Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH Palembang Tahun 2012.
2. Efek Kombinasi Bacaan Al Qur’an Dan Terapi Farmakologis Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas

D. Proses Seleksi Literatur


Literatur diseleksi melalui :
Jurnal Domestik : Pencarian seleksi literatur dilakukan memulai memasukkan kata kunci
pencarian untuk penelusuran jurnal yaitu “nyeri pada fraktur”. Setelah dimasukkan kata
kunci pada search engine keluar sekitar 473 hasil penelusuran 0,03 detik. Ada kriteria
inklusi dan eksklusi yang digunakan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Fraktur
1. Pengertian
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik
yang bersifat total maupun sebagian. Fraktur didefinisikan sebagai patahan yang
terjadi pada kontinuitas tulang. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang.
Fraktur juga dikenal dengan istilah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik, kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah Fraktur yang terjadi disebut lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur juga melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di
sekitarnya karena tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan, tetapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang berakibat pada
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Helmi, 2012).
Menurut Wijaya (2016) fraktur adalah tulang yang patah yang bisa bersifat
patahan sebagian atau patahan utuh pada tulang yang disebabkan oleh pukulan
langsung atau pelintiran. Fraktur sering terjadi pada anak-anak. Fraktur bisa
mengkhawatirkan jika terjadi kerusakan pada lempeng pertumbuhan yaitu area tulang
tempat pertumbuhan terjadi karena kerusakan pada area ini bisa menyebabkan
pertumbuhan yang tidak teratur atau pemendekan dari tulang.

2. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur menurut Chairuddin (2003) dalam Nur Arif dan Kusuma
(2013) mengatakan :
a. Klasifikasi etiologis
1) Fraktur traumatik
2) Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya kelainan
atau penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang
(infeksi, tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.

2
3) Fraktur stress, terjadi karena adanya stress yang kecil dan
berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.
Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
b. Klasifikasi klinis
1) Fraktur tertutup (simple fraktur), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (compoun fraktur), bila terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya
perlukaan dikulit. Fraktur dengan komplikasi, misal malunion,
delayed, union, nonumion,infeksi tulang.
c. Klasifikasi radiologis
1) Lokalisasi : diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan
dislokasi.
2) Konfigurasi: fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spinal,
fraktur segmental, fraktur komunitif (lebih dari deaf ragmen),
fraktur beji biasa vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur
depresi, fraktur pecah, dan fraktur epifisis.
3) Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur
buckle atau torus, fraktur garis rambut, dan fraktur green stick.
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya :
tidak bergeser, bergeser (berdampingan, angulasi, rotasi,
distraksi, overring, dan impaksi).
Fraktur tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh
berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi, seperti yang dijelaskan pada
tabel 2.1. Tabel 2.1. Derajat fraktur terbuka menurut Gustillo
Derajat Luka Fraktur
I Laserasi <1 cm kerusakan Sederhana, dislokasi
jaringan tidak berarti fragmen minimal
relatif bersih
II Laserasi >1cm tidak ada Dislokasi fragmen jelas
kerusakan jaringan yng
hebat atau avulsi, ada
kontaminasi

3
III Luka lebar dan rusak Kominutif, segmental,
hebat atau hilangnya fragmen tulang ada yang
jaringan dosekitarnya. hilang
Kontaminasi hebat
Sumber: Sjamsuhidajat & Jong (2010)

3. Menifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur yaitu (Nur Arif dan Kusuma, 2013) :
a. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
b. Nyeri pembengkakan
c. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, atau jatuh di
kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan
kerja, trauma olah raga)
d. Gangguan fungsio anggota gerak.
e. Deformitas.
f. Kelainan gerak.

4. Komplikasi Fraktur
Komplikasi pada fraktur digolongkan menjadi dua, yaitu (Wahid,2013) :
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartemen syndrom
Kompartemen syndrome merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh
darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau
perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan
terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
4
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus tulang panjang. FES terjadi karena sel-
sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hipertensi,
tachypnea, dan demam.
4) Infeksi Setelah pertahanan tulang rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopaedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan
lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksienasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi dalam waktu lama
1) Delayed Union Delayed union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang
untuk menyambung. Ini disababkan karena penurunan suplai
darah ke tulang.
2) Non Union Non union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap,kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Non union ditandai
denga adanya pergerakan yang berlebih pada sis fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoaethosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Mal union Mal union merupakan penyembuhan tualng di tandai
dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Mal union dilakukan dalam pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.

5
5. Penatalaksanaan
Penatalaksaan pada fraktur yaitu (Muttaqin, 2008) :
a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas.
b. Terapi operatif
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada klien fraktur leher femur,
baik orang dewasa maupun orang tua karena perlu dilakukan reduksi untuk
hasil yang akurat dan stabil. Orang tua yang mengalami sfraktur femur perlu
dimobilisasi dengan cepat untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang bisa
dilakukan pada klien femur adalah pemasangan pin, pemasangan plate atau
screw, herniartroplasti, serta artroplasi dilakukan pada pasien usia diatas 55
tahun yang berupa eksisi artroplasti

B. Konsep Nyeri
1. Pengertian
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang
tidak menyenagkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut
dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas
terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual (Judha, 2012)
Internasional Association for Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenagkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat akut yang dirasakan dalam
kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (Potter & Perry, 2009)

2. Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri
yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda
menurut Tamsuri (2007, dalam Sudjito, 2018) antara lain :
a. Bahaya atau merusak
b. Komplikasi seperti infeksi
c. Penyakit yang berulang
d. Penyakit baru
e. Penyakit yang fatal
f. Peningkatan ketidakmampuan

6
g. Kehilangan mobilitas
h. Menjadi tua
i. Sembuh
j. Perlu untuk penyembuhan
k. Hukuman untuk berdosa
l. Tantangan
m. Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
n. Sesuatu yang harus ditoleransi
o. Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
p. Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan,
persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya

3. Respon fisiologis terhadap nyeri


Menurut Tamsuri(2007, dalam Sudjito, 2018) respon fisiologis klien terhadap
nyeri adalah:
a. Stimulasi Simpatik: (nyeri ringan, moderat, dan superficial)
1) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
2) Peningkatan heart rate
3) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
4) Peningkatan nilai gula darah
5) Diaphoresis
6) Peningkatan kekuatan otot
7) Dilatasi pupil
8) Penurunan motilitas GI
b. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
1) Muka pucat
2) Otot mengeras
3) Penurunan HR dan BP
4) Nafas cepat dan irreguler
5) Nausea dan vomitus
6) Kelelahan dan keletihan
c. Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) pernyataan verbal (mengaduh, menangis, sesak nafas, mendengkur)
2) ekspresi wajah (meringis, menggeletukkan gigi, menggigit bibir)

7
3) gerakan tubuh (gelisah, imobilisasi, ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari dan tangan).
4) kontak dengan orang lain/interaksi sosial (menghindari percakapan,
menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian, fokus pd
aktivitas menghilangkan nyeri)
5) individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat
bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama
beberapa menit atau menjadi kronis. nyeri dapat menyebabkan
keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau
menangis. pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. pasien dapat
tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam
mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
d. Pengalaman Nyeri Meinhart & Mc Caffery dalam Sudjito (2018)
mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima) Fase ini mungkin bukan
merupakan fase yang paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang
belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri
tersebut.Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam
memberikan informasi pada klien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa) Fase ini terjadi ketika klien
merasakan nyeri.karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang
dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri
juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh
nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap
nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil.
Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan
nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya
rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana
orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama.
Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi
sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin

8
merasakan nyeri lebih besar.Klien bisa mengungkapkan nyerinya
dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan
gerakan tubuh.Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan
perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan
nyeri.Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien
sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak
mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri.Kasus-kasus seperti
itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien
mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti) Fase ini
terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang.Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis,
sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca
nyeri.Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon
akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat.
Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk
meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
e. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri Faktor yang mempengaruhi respon
nyeri menurut Tamsuri (2007, dalam Sudjito, 2018) yaitu:
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak.Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi.Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena
mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani
dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika
nyeri diperiksakan.
2) Jenis kelamin
Laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon
nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (contoh : tidak pantas kalo
laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan

9
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka
melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri
dan dan bagaimana mengatasinya.
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery
merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa
menyebabkan seseorang cemas.
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan
saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi
nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung
pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang mal adaptif akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
9) Dukungan keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan
f. Intensitas Nyeri Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakanoleh individu. Pengukuran intensitas nyeri bersifat sangat sabjektif
dan nyeridalam intensitas yang sama dirasakan berbeda oleh dua orang yang
berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mugkin
adalahmenggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri,
namunpengukuran dengan pendekatan objektif juga tidak dapat

10
memberikangambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Andarmoyo,2013).
Menurut Smeltzer & Bare (2013) adalah sebagai berikut :
1) Skala intensitas nyeri

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapatmengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan

11
lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat: Pasien sudah tidak mampu lagiberkomunikasi,
memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat
keparahan atau intensitas nyeri tersebut.Klien seringkali diminta untuk
mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun,
makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien.Dari waktu ke
waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan
nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor
Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima
kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri
yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan
meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang iarasakan.
Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling
menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan.Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri.Skala penilaian numerik
(Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat
pendeskripsi kata.Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10.Skala paling efektif digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila
digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan
10 cm (AHCPR, 1992 dalam Smeltzer & Bare, 2013). Skala analog
visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.VAS adalah
suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.Skala ini memberi klien
kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.VAS dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena
klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter dan Perry, 2009).

12
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah
digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien
melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala,
maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat
bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga,
mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan
setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai
apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter dan Perry,
2009).
g. Manajemen Nyeri
1) Pengertian
Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa manajemen nyeri adalah
suatu tindakan untuk mengurangi nyeri. Pendekatan yang digunakan
dalam manajemen nyeri meliputi pendekatan farmakologi dan non-
farmakologi, sebaiknya pendekatan ini dilakukan secara bersama-sama,
karena pendekatan farmakologi dan non-farmakologi tidak akan efektif
bila dilakukan atau digunakan sendiri-sendiri. Pendekatan ini diseleksi
berdasarkan pada kebutuhan dan tujuan pasien secara individu. Semua
intervensi akan berhasil bila dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih
parah dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika beberapa intervensi
diterapkan secara simultan (Brunner & Suddarth, 2010).
2) Tujuan
Menurut Andarmoyo (2013) dalam dunia keperawatan
manajemen nyeri dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
a) Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri.
b) Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi
gejala nyeri kronis yang persisten
c) Mengurangi penderitaan dan/ atau ketidakmampuan/
ketidakberdayaan akibat nyeri.
d) Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap
terapi nyeri.
e) Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan
kemampuan pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.
3) Jenis-Jenis Manajemen Nyeri

13
a) Manajemen Nyeri Farmakologi Menurut Potter dan Perry
(2009) analgesik merupakan metode yang paling umum untuk
mengatasi nyeri. Ada tiga jenis analgetik yaitu:
 Non-Narkotik dan Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
(NSAID)
NSAID Non-narkotik umumnya menghilangkan nyeri
ringan atau sedang, seperti nyeri yang terkait dengan
arthritis rematoid, prosedur pengobatan gigi dan
prosedur bedah minor, episiotomi, dan masalah
punggung bagian bawah.
 Analgesik Narkotik atau Opiat
Analgesik opiat umumnya diresepkan untuk nyeri
sedang sampai berat, seperti nyeri pasca operasi dan
maligna.Opiat menyebabkan depresi pernapasan melalui
depresi pusat pernapasan di dalam batang otak. Pasien
juga mengalami efek samping, seperti mual, muntah,
konstipasi, dan perubahan proses mental.
 Obat Tambahan (Adjuvan) atau Koanalgetik Adjuvan,
seperti sedatif, anti cemas, dan relaksan otot
meningkatkan kontrol nyeri atau menghilangkan gejala
lain yang terkait dengan nyeri, seperti depresi dan mual.
Sedatif seringkali diberikan untuk penderita nyeri
kronik.Obat-obatan ini dapat menimbulkan rasa kantuk
dan kerusakan koordinasi, keputusasaan, dan
kewaspadaan mental.
b) Manajemen Nyeri Non Farmakologi Menurut Potter dan Perry
(2009), ada sejumlah terapi non-farmakologi yang mengurangi
resepsi dan persepsi nyeri dan dapat digunakan pada keadaan
perawatan akut. Dengan cara yang sama, terapi-terapi ini
digunakan dalam kombinasi dengan tindakan farmakologi.
Tindakan non-farmakologi mencakup intervensi perilaku-
kognitif dan penggunaan agenagen fisik.Tujuan intervensi
perilaku-kognitif adalah mengubah persepsi pasien tentang

14
nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien rasa
pengendalian yang lebih besar. Menurut Tamsuri (2007, dalam
Sudjito, 2018) tindakan nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri
terdiri dari beberapa tindakan penagnanan. Pertama berdasarkan
penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi stimulasi kulit,
stimulasi elektrik (TENS), akupuntur, plasebo. Kedua
berdasarkan intervensi perilaku kognitif meliputi relaksasi,
umpan balik biologis, hipnotis, distraksi, Guided Imagery
(Imajinasi terbimbing). Dibawah ini akan dijelaskan beberapa
contoh dari tindakan nonfarmakologi menurut
Mangoenprasodjo dan Hidayati (2015), yaitu :
 PENS
Umumnya, saat seseorang mengalami patah kaki yang
cukup serius, dokter memasukkan pen di dalam tulang
untuk membantu merekatkan kembali tulang yang patah
dan menahan tulang pada posisi yang tepat. Fungsinya
agar tulang lebih cepat tumbuh dan menyambung
kembali.
 Stimulasi
Saraf Elektrik Transkutan (TENS) Menurut Hargreaves
dan Lander (1989, dalam Potter dan Perry, 2009)
Stimulasi Saraf Elektrik Transkutaneus (Transcutaneus
Elektrik Nerve Stimulations, TENS), dilakukan dengan
stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik
ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar. Terapi
ini dilakukan berdasarkan instruksi dokter. Unit TENS
terdiri dari transmiter bertenaga baterai, kabel timah dan
elektroda. Elektroda dipasang langsung pada atau dekat
lokasi nyeri. Rambut atau bahan-bahan yang digunakan
untuk persiapan kulit dibuang sebelum elektroda
dipasang. Apabila pasien merasa nyeri, transmitter
dinyalakan dan menimbulkan sensasi kesemutan atau
sensasi dengung. Pasien dapat menyesuaikan intensitas

15
dan kualitas stimulasi kulit. Sensasi kesemutan dapat
dibiarkan sampai nyeri hilang. TENS efektif untuk
mengontrol nyeri pasca operasi (misalnya mengangkat
drain dan membersihkan serta kembali membungkus
luka bedah).
 Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak
lama digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum-jarum
kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh
titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang
dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
 Akupresur
World Health Organization (WHO) mengakui akupresur
sebagai suatu ilmu yang mengakibatkan neuron pada
sistem saraf, dimana hal ini merangsang kelenjar-
kelenjar endokrin dan hasilnya mengaktifkan organ
yang bermasalah. Akupresur menggunakan teknik
penekanan dan pemijatan dengan tujuan menyingkirkan
hambatan dan sumbatan sehingga energi hidup dapat
mengalir secara teratur, dan organ yang terganggu bisa
kembali berfungsi normal. Salah satu pendekatan yang
menarik dari akupresur adalah penanganannya tidak
terbatas pada organ yang bermasalah saja, tapi juga pada
sumber masalah yang sering berada di luar organ yang
bermasalah.
 Hipnotis
Hipnotis dapat membantu mengubah persepsi nyeri
melalui pengaruh sugesti positif.Suatu pendekatan
kesehatan holistik, hipnosis-diri menggunakan sugesti-
diri dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai.
Individu memasuki keadaan rileks dengan menggunakan
berbagai ide pikiran dan kemudian kondisi-kondisi yang
menghasilkan respon tertentu bagi mereka. Konsentrasi

16
yang intensif mengurangi ketakutan dan stres karena
individu berkonsentrasi hanya pada satu pikiran.
 Masase
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum,
sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase
dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase
membuat relaksasi otot. Masase kulit memberikan efek
penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan
masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut
berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau
menurunkan impuls nyeri.
 Terapi Es dan Panas
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi
pereda nyeri yang efektif pada beberapa keadaan.
Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan
menstimulasi reseptor tidak nyeri.
 Mengurangi Persepsi Nyeri
Menurut Potter dan Perry (2009) salah satu cara
sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman ialah
membuang atau mencegah stimulus nyeri. Hal ini
terutama penting bagi pasien yang imobilisasi atau tidak
mampu merasakan sensasi ketidaknyamanan. Nyeri juga
dapat dicegah dengan mengantisipasi kejadian yang
menyakitkan.
 Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari
ketegangan dan stres. Teknik relaksasi memberikan
individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman
atau nyeri, stres fisik dan emosi pada nyeri. Supaya
relaksasi dapat dilakukan dengan efektif, maka
diperlukan partisipasi individu/pasien dan kerjasama.
Perawat menjelaskan teknik relaksasi dengan rinci dan
menjelaskan sensasi umum yang pasien alami. Pasien

17
harus menggunakan sensasi ini sebagai umpan balik.
Perawat bertindak sebagai pelatih, mengarahkan pasien
dengan perlahan melalui tahap-tahap latihan.
Lingkungan harus bebas dari keributan atau stimulus
lain yang mengganggu (Potter dan Perry, 2009).

C. Kompres Dingin
1. Pengertian
Menurut Haroen (2008, dalam Filianda, 2014) kompres adalah metode
pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat
menimbulkan dingin pada bagian tubuh yang memerlukan.
Pemberian kompres dingin dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat
senstivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Agar efektif kompres dingin dapat diletakkan pada tempat cedera
segera setelah cedera terjadi (Andarmoyo, 2013). Kompres dingin dapat menurunkan
suhu tubuh, mencegah terjadinya peradangan meluas, mengurangi kongesti,
mngurangi perdarahan setempat, mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat
(Rukiyah dan Yulianti, 2010).

2. Keuntungan
Kristanto (2016) mengemukakan keuntungan menggunakan Cold Pack yaitu :
a. Cold Pack memiliki Indikator Warna, apabila telahsiap dipakai maka
warnanya akan merubah menjadikeputih-putihan.
b. Cold pack dapat digunakan berkali-kali, ekonomis danefektif, dianjurkan
untuk mengganti cairan/gel didalamcoolpack minimal 1 (satu) kali setiap
tahunnya.
c. Cold Pack sangat fleksibel, bisa berbentuk plat plasticatau kantung plastic,
sesuai dengan kebutuhan. Semuadalam kemasan yang tidak mudah bocor atau
pecah.
d. Cold Pack mengandung Anti Mikroba yang dapatmencegah terjadinya jamur,
lumut, bau dan bakteri.
e. Tahan lebih lama dan lebih dingin dari pada es batubiasa dan lebih stabil.
f. Cold Pack aman, ramah lingkungan dan tidak beracun.
g. Memiliki daya tahan pendinginan hingga 12 jam.

18
3. Kemasan
Kristanto (2016) mengemukakan kemasan Cold Pack :
a. Sebaiknya kemasan Cold Pack yang hendak dibekukan atau hendak dibekukan
kembali, dibersihkan terlebih dahulu.
b. Jangan menggunakan benda tajam seperti pisau untukmembersihkan Cold
Pack. Atau benda tumpul yangdapat mengakibatkan bocornya kemasan.
Cukupdengan membilas dengan air atau merendamnya kedalam air.
c. Cold Pack yang telah siap digunakan akan berwarnapudar, sedangkan yang
belum siap digunakan akanberwarna tua.
d. Salah satu bahan kimia Cold Pack memilikikemampuan berbusa yang banyak,
oleh karena itu jikakemasan bocor dan terkena air akan menghasilkan busa.
Hal ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah kemasan Cold Pack telah
terjadi kebocoran atau tidak.
e. Kemasan Cold Pack yang bocor sebaiknya tidakdipergunakan lagi, bungkus
dengan kantuk plasticuntuk kemudian ditukarkan dengan kemasan yangmasih
baik.

4. Tujuan
Hegner(2003, dalam Kristanto, 2016) mengemukakan tujuan pemberian kompres
dingin yaitu :
a. Meningkatkan vasokonstriksi
b. Mengurangi edema
c. Mengurangi nyeri
d. Mengurangi atau menghentikan perdarahan

5. Mekanisme
Mekanisme kompres terhadap tubuh menurut Hegner(2003 dalam Kristanto,
2016)dengan cara :
a. Menyebabkan pengecilan pembuluh darah(Vasokonstriksi)
b. Mengurangi oedema dengan mengurangi aliran darah ke area luka.
c. Mematirasakan sensasi nyeri.
d. Memperlambat proses inflamasi.

19
6. Indikasi
Indikasi kompres menurut Hegner(2003 dalam Kristanto, 2016) dilakukan pada :
a. Klien dengan perdarahan hebat
b. Klien yang kesakitan
c. Luka memar

7. Metode
Metode kompres menurut Potter & Perry (2005 dalam Kristanto, 2016)yaitu :
a. Kedalam sebuah kirbat es kita masukkan air es atau air dingin.
b. Kompres menggunakan air dingin dilakukan di dekat lokasi nyeri, disisi tubuh
yang berlawanan tetapi berhubungan dengan lokasi nyeri, atau dilokasi yang
terletak antara otak dan lokasi nyeri.
c. Pemberian kompres menggunakan air dingin dapat dilakukan dalam waktu,
<5 menit, 5-10 menit dan 20-30 menit.

8. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikankompres dingin menurut
Bouwheizen (1996, dalam Kristanto, 2016)yaitu :
a. Perhatikan kulit pasien, kalau kulit pasien berwarnamerah jambu masih bisa
dilakukan pengompresan, tapikalau kulit pasien berwarna merah gelap metode
initidak dapat dilakukan.
b. Pemberian metode ini tidak diberikan kepada pasienyang mempunyai alergi
dingin

9. Jenis
Jenis kompres dingin menurut Bouwheizen (1996, dalam Kristanto, 2016) yaitu :
a. Kompres dingin lembab
Kompres lembab dapat menggunakan kasa atau kainyang dilembabkan dengan
air dingin (es). Kompresdingin lembab diberikan selama 20 menit dengan
suhu15°C untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan.
b. Rendam dengan air dingin
Rendam air dingin dilakukan dengan merendam bagian tubuh kedalam air
dingin. Perendaman menggunakanair es dengan suhu 15°C selama 20 menit

20
mungkinperlu ditambahkan air dingin untuk mempertahankan suhu selama
prosedur perendaman.
c. Kompres dengan kantong es atau collar Kompres ini dapat digunakan untuk
klien yang mengalami keseleo otot, perdarahan local, hematom setelah
menjalani operasi. Kantong es merupakan alat yang ideal untuk mencegah
edema, mengontrol perdarahan dan menganastesi / menghilangkan rasa nyeri
pada bagian tubuh yang terluka.

10. Cara Penggunaan


Cara menggunakan Cold Packmenurut Marshall (2016) yaitu:
a. Untuk pembekuan pertama kali, sebaiknya Cold Pack dimasukkan ke dalam
freezer selama 24 jam. Supaya hasilnya bisa maksimal. Untuk selanjutnya
cukup disimpan dalam freezer selama 8 jam. (semakin lamadisimpan, akan
semakin baik hasilnya).
b. Supaya tetap beku dan bertahan lama, sebaiknya ColdPack dibekukan dengan
menggunakan freezer bersuhuminus tinggi, seperti chest freezer atau LTU
yang suhu bekunya di atas -200C.
c. Tutup rapat kantong plastic atau bag yang sudahditaruh Cold Pack agar tidak
ada udara yang keluar masuk.
d. Jika Cold Pack sudah kembali ke kondisi semula/tidak dingin lagi atau tidak
dipergunakan sebaiknya dimasukkan ke dalam freezer.
e. Cold Pack dapat digunakan lebih dari 2 Tahun, selama kemasan tidak bocor
atau pecah.
Spesifikasi alat yaitu :
1) Pembungkus cold pack terbuat dari bahan kain bucheri dengan
spesifikasi terbuat dari plastic kedap air dantidak kaku.
2) Untuk mengikat alat pada ekstremitas digunakan kainperekat.
3) Cold pack dibuat parallel dan ditempatkan pada sisikanan dan kiri luka
bekas operasi.
4) Diantara 2 cold pack diberi kain perekat juga agar letakalat bisa di
kontrol penempatannya dan tidak mengganggu luka.
Ukuran alat :
1) Cold pack :lebar 13cm x panjang 16 cm.

21
2) Kain perekat : lebar 2 cm panjang bervariai antara tengah dan samping
±15-20 cm.

D. Al-Qur’an
1. Pengertian
Al-qur’an adalah wahyu Allah yang turun disampaikan kepada nabi
Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, sebagai pedoman petunjuk umat
manusia. Al-quran berjumlah 30 juz dengan total 144 surah dan 6666 ayat. Alqur’an
merupakan kitab orang islam dan semata-mata bukan hanya kitab fikih yang
membahas ibadah saja tetapi merupakan kitab yang membahas secara komprehensif
baik dibidang kesehatan, kedokteran maupun bidang ilmu-ilmu lain (Sahadan,2009).
Al-qur’an juga dapat menyembuhkan hati dari kesempitan, kegelisahan,
kelelahan, kepedihan dan stres, bahkan Al-qur’an juga dapat menyembuhkan jasad
manusia dari berbagai penyakit sesuai dengan kehendak dan izin Allah SWT (Al-
laham dalam Elzaky, 2011)

2. Terapi Murottal Al-qur’an


Terapi murottal terdiri dari dua kata yaitu terapi dan murottal. Kata terapi
berkaitan dengan serangkaian upaya untuk memulihkan seseorang yang sedang sakit
(KBBI, 2017). Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik dan
mental.Murottal berasal dari bahasa Arab yang berarti membaca dengan lagu (bagus)
(Al-qusyairi, 2009).
Bacaan Al-qur’an secara umum mempunyai irama yang konstan, teratur dan
tidak ada perubahan yang mendadak.Terapi murottal adalah usaha meningkatkan
kualitas 24 fisik dan mental dengan memperdengarkan lantunan ayat-ayat Al-qur’an
yang dilagukan (Al-qusyairi, 2009& KBBI, 2017).
Surah yang digunakan untuk terapi adalah surah Ar-rahman dan Al-insyiroh.
Penelitian yang dilakukan Wahida dkk (2015) tentang pemberian terapi murottal Al-
qur’an surah Arrahman.
Selanjutnya SurahAl-Insyirah yang mengandung makna dibalik kesulitan pasti
ada kemudahan.Pada makna ini ada larangan untuk berputusasa, selalu berharap,
ridha, sabar, serta selalu berfikir positif.Percaya bahwa Allah SWT memberikan jalan
kemudahan bagi setiap hamba-Nya yang sedang dihampiri kesulitan.Salah satu ciri

22
atau tipe orang yang sehat jiwa menurut Starbuck adalah optimis dan gembira
(Rakhmat, 2008).

3. Efek Murottal Terhadap Respon Tubuh


Murottal bekerja pada otak dimana ketika diberikan rangsangan terapi murottal
maka telinga akan menangkapgetaran suara bacaan Al-qur’an yang akan dialihkan 28
ke lubang telinga dan mengenai membran timpani sehingga membuatnya bergetara.
Getaran ini akan diteruskan ke tulangtulang pendengaran yang bersautan antara satu
dengan yang lain dan menyalurkannya ke kokhlea. Pada kokhlea terdapat hear sell
yang bergetar akibat suara dan getarannya menghasilkan getaran listrik yang
diteruskan melalui N.VII (vestibulo cokhlearis) menuju talamus. Sinyal dari talamus
diantarkan ke amiglada lalu hipokampus. Hipokampus memunculkan motivasi-
motivasi dimana terdapat dorongan dalam otak untuk mengingat pengalaman-
pengalamanserta pikiran-pikiran yang menyenangkan.Selain ke hipokampus, dari
amiglada juga diteruskan ke hipotalamus, sehingga muncul feedback negatif kelenjar
adenal yang menurunkan hormon stres dan meningkatkan hormon relaks (Pedak,
2009). Bacaan Al-qur’an yang dilantunkan dengan tempo lambat, lembut penuh
magna dan penghayatan dapat menimbulkan efek rileks. Faktor lain adalah keyakinan
bahwa Al-qur’an kitab suci yang mengandung firman Allah dan merupakan pedoman
bagi umat Manusia (Wahida, 2015)

E. Farmakologi
Manajemen farmakologi yang dilakukan adalah pemberian analgesik atau obat
penghilang rasa sakit (Blacks & Hawks, 2009). Penatalaksanaan farmakalogi adalah
pemberian obat-obatan untuk mengurangi nyeri. Obat-obatan yang diberikan dapat
digolongkan kedalam:
1. Analgesik opioid (narkotik)
Analgesik opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan kodein. Opioid
meredakan nyeri dan memberi rasa euforia lebih besar dengan mengikat reseptor opiat
dan mengaktivasi endogen (muncul dari penyebab di dalam tubuh) penekan nyeri
dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam perasaan dan sikap serta perasaan
sejahtera membuat individu lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan (Kozier, et
al., 2010). Opioid adalah obat yang aman dan efektif. Obat-obatan ini bekerja dengan

23
cara meningkatkan sensitivitas dan durasi yang lebih lama dalam menurunkan nyeri
yang dialami seseorang (Closs, 1994 dalam Brigss, 2002).
2. Obat-obatan anti-inflamasi nonopioid/nonsteroid (non steroid antiinflamation
drugs/NSAID)
Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik,
sementara asetaminofen hanya memiliki efek analgesik dan antipiretik. Obat-obatan
ini meredakan nyeri dengan bekerja pada ujung saraf tepi di tempat cedera dan
menurunkan tingkat mediator inflamasi serta mengganggu produksi prostaglandin di
tempat cedera (Kozier, et al., 2010). Non opioid dan NSAID memiliki peran yang
berguna dalam manajemen nyeri, khususnya pada kondisi-kondisi gangguan
muskuloskletetal. Obat-obatan Universitas Sumatera Utara yang biasanya digunakan
diantaranya adalah ibuprofen, naproxen dan diclofenac (Closs, 1994 dalam Brigss,
2002).
3. Analgesik penyerta
Analgesik penyerta adalah sebuah obat yang bukan dibuat untuk penggunaan
analgesik tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik dan kadang kala nyeri akut, selain
kerja utamanya. Misalnya, sedatif ringan atau penenang dapat membantu mengurangi
ansietas, stres dan ketegangan sehingga pasien dapat tidur dengan baik di malam hari.
Antidepresan digunakan untuk mengatasi gangguan depresi atau gangguan alam
perasaan yang mendasari tetapi dapat juga meningkatkan strategi nyeri yang lain.
Antikonvulsan, biasanya diresepkan untuk mengatasi kejang, dapat berguna dalam
mengendalikan neuropati yang menyakitkan (Kozier, et al., 2010).

24
BAB III
DESKRIPSI JURNAL

A. Deskripsi Umum & Deskripsi Isi


1. Jurnal I
a. Judul
Pengaruh Pemberian Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur
Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH Palembang Tahun 2012.

b. Penulis
1) Devi Mediarti, Rosnani (Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan
Keperawatan, Palembang)
2) Sosya Mona Seprianti (Poltekkes Kemenkes Palembang Jurusan Keperawatan,
Palembang)

c. Publikasi
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 3, OKTOBER
2015:253-260

d. Penelaah
Chotijah (1808003)

e. Tanggal Telaah
Jurnal Ilmiah ini ditelaah tanggal 28 September 2019.

f. Rumusan Masalah
Berdasarkan data RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang, jumlah pasien
fraktur ekstremitas tertutup pada tahun 2009 sebanyak 369 orang, tahun 2010
sebanyak 409 orang dan tahun 2011 sebanyak 418 orang.7 Secara garis besar ada
dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan
manajemen nonfarmakologi. Manajemen farmakologi merupakan manajemen
kolaborasi antara dokter dengan perawat yang menekankan pada pemberian obat
yang mampu menghilangkan sensasi nyeri, sedangkan manajemen
nonfarmakologi merupakan manajemen untuk menghilangkan nyeri dengan

25
menggunakan teknik manajemen nyeri meliputi, stimulus dan massage kutaneus,
terapi es dan panas (pemberian kompres dingin atau panas), stimulus saraf elektris
transkutan, distraksi, imajinasi terbimbing, hipnotis, dan teknik relasasi.
Berdasarkan rumusan masalah diatas peneliti ingin mengetahui Pengaruh
pemberian kompres dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur ekstremitas tertutup
di IGD RSMH Palembang Tahun 2012.

g. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
kompres dingin terhadap nyeri pada pasien fraktur ekstremitas tertutup di IGD
RSMH Palembang Tahun 2012.

h. Hasil Penelitian
Rata-rata nyeri sebelum dilakukan kompres dingin adalah 6,40 (95% CI:
5,85-6,95), median 6,00 dengan standar deviasinya 0,986. Nyeri terendah adalah 5
dan nyeri tertinggi adalah 8. Dan hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini bahwa ratarata nyeri sebelum dilakukan kompres dingin adalah
diantara 5,85 sampai dengan 6,95.
Rata-rata nyeri setelah dilakukan kompres dingin adalah 3,53 (95% CI:
2,81-4,25), median 3,00 dengan standar deviasinya 1,302. Nyeri terendah adalah 2
dan nyeri tertinggi adalah 6. Dan hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa
95% diyakini bahwa ratarata nyeri sebelum dilakukan kompres dingin adalah
diantara 2,81 sampai dengan 4,25.
Hasil uji statistik didapatkan hasil pvalue=0,000 maka dapat disimpulkan
ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres dingin pada
pasien fraktur ektremitas tertutup.

i. Kesimpulan Penelitian
1) Ada perbedaan intensitas nyeri sebelum dan setelah pemberian kompres
dingin pada pasien fraktur ektremitas tertutup di Instalasi Gawat Darurat
RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012 Pvalue =0,000.

26
2. Jurnal II
a. Judul
Efek Kombinasi Bacaan Al Quran Dan Terapi Farmakologis Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur Ekstremitas
b. Penulis
1) Suyanto
2) Merah Bangsawan

c. Publikasi
Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 1, April 2013, ISSN 1907 - 0357

d. Penelaah
Chotijah (1808003)

e. Tanggal Telaah
Jurnal Ilmiah ini ditelaah tanggal 28 September 2019.

f. Rumusan Masalah
Terapi non farmakologi menggunakan tehnik distraksi dengan mendengarkan
Ayat Suci Al-Qur’an yang dikombinasi dengan terapi farmakologis memiliki efek
dalam menurunkan intensitas nyeri yang dialami pasien fraktur ekstremitas.
Karena dapat menstimulus gelombang delta yang menyebabkan pendengar dalam
keadaan tenang, tentram, dan nyaman. Dengan demikian nantinya perawat sebagai
komponen tim kesehatan dalam mengatasi nyeri dapat menggunakan
tindakantindakan alternative guna memperoleh asuhan keperawatan yang
berkualitas. Berdasarkan rumusan masalah diatas peneliti ingin mengetahui efek
kombinasi bacaan Al-Qur’an dan terapi farmakologis terhadap penurunan
intensitas nyeri pada pasien fraktur ekstremitas.

27
g. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek kombinasi bacaan al
quran dan terapi farmakologis terhadap penurunan intensitas nyeri pada pasien
fraktur ekstremitas.

h. Hasil Penelitian
Intensitas nyeri yang dirasakan responden pada kelompok uji sebelum
perlakuan memiliki rentang antara 6 sampai 9 dan sesudah perlakuan antara 3
sampai 5. Sedangkan intensitas nyeri yang dirasakan responden pada kelompok
kontrol sebelum perlakuan memiliki rentang antara 3 sampai 6 dan setelah
perlakuan memiliki rentang antara 4 sampai 6 sebagaimana terlihat pada table
berikut ini.

i. Kesimpulan Penelitian
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan dapt ditarik kesimpulan bahwa ada
perbedaan intensitas nyeri yang bermakna antara sebelum dengan sesudah
pemberian anallgetik, ada perbedaan intensitas nyeri yang bermakna antara
sebelum dengan sesudah pemberian analgetik dan mendengarkan bacaan Al
Quran dan ada perbedaan intensitas nyeri yang bermakna antara pemberian
analgetik dengan pemberian kombinasi analgetik dan bacaan Al Quran.
Secara fisiologis dengan mendengarkan stimulasi ayat suci Alqur’an akan
meningkatkan hormone endorphine dalam darah sehingga memberikan efek
menenangkan. Akibat efek relaksasi dan menenangkan tersebut dapat menurunkan
intesitas nyeri.

28
BAB IV
TELAAH JURNAL (PEMBAHASAN)

Sistematika
No Judul Jurnal Gaya Bahasa Metodologi Penelitian Kelebihan Penelitian Kekurangan Penelitian
Penulisan
1 Pengaruh Sistematika penulisan Tata bahasa dalam Jenis penelitian yang 1. Abstrak merupakan 1. Di dalam penelitian ini
Pemberian disusun dengan rapi, penelitian ini mudah dipakai dalam penelitian ringkasan atau ulasan tidak dicantumkan
Kompres Dingin namun rumusan dibahami dan ini adalah Quasi singkat mengenai isi karya rumusan masalah yang
Terhadap Nyeri masalah belum penulisan sudah sesuai Eksperimen dengan tulis ilmiah/ skripsi, tanpa ada.
pada Pasien Fraktur tercantum dan tujuan dengan kaidah menggunakan tambahan penafsiran, kritik,
2. Di dalam penelitian ini tidak
Ekstremitas penelitian seharusnya pendekatan one group maupun tanggapan penulis.
dijelaskan tujuan penelitian
Tertutup di IGD dipisah dari Pre test – Post test Abstrak dalam penelitian ini
secara khusus. Hanya secara
RSMH Palembang pendahuluan agar Design. Sampel dalam sudah mencakup masalah
umum penulis menjelaskan
Tahun 2012 lebih jelas dan. Tujuan penelitian ini sebanyak 15 utama yang diteliti dan ruang
bahwa penelitian ini untuk
penelitian merupakan responden. Penelitian ini lingkupnya, metode yang
mengetahui Pengaruh
hal yang penting dilakukan dengan cara digunakan, hasil yang
Pemberian Kompres Dingin
karena dengan adanya memberikan pre test dan diperoleh dan kesimpulan
Terhadap Nyeri pada Pasien
tujuan penelitian akan post test. Pengambilan utama serta saran yang
Fraktur Ekstremitas Tertutup
dapat diketahui arah sampel menggunakan diajukan sudah cukup baik.
di IGD RSMH Palembang
dari penyusunan Purposive Sampling. 2. Penulisan jurnal sudah
Tahun 2012
sebuah karya ilmiah Penelitian ini dilakukan di menggunakan analitis kritis
tersebut. IGD RSUP Dr berdasarkan literatur yang
Mohammad Hoesin, ada dengan membandingkan
pengambilan data temuan-temuan pada
dilakukan pada tahun penelitian sebelumnya
2012. Analisis Bivariat dengan hasil yang
dilakukan dengan uji didapatkan oleh penulis.
Shapiro-Wilk untuk Terdapat jurnal yang
mengetahui apakah data digunakan sebagai bahan
berdistribusi normal atau referensi dalam penelitian ini
tidak, tetapi varians data dan buku – buku yang

29
tidak perlu diuji karena digunakan sudah cukup
kelompok data relevan sehingga dapat
berpasangan, dari hasil uji digunakan dalam
normalitas data, penyusunan penelitian ini.
didapatkan nilai Pvalue > 3. jenis penelitian eksperimen
α yaitu (0,082 dan 0,107) dengan desain one group pre
> 0,05, berarti datanya testpost test (pra-post test
berdistribusi normal dalam satu kelompok) secara
sehingga uji yang kuantitatif.
digunakan adalah uji T
berpasangan atau Paired
T-Test.

30
2 Efek Kombinasi Sistematika penulisan Tata bahasa dalam Jenis penelitian yang 1. Abstrak merupakan 1. Di dalam penelitian ini
Bacaan Al Quran disusun dengan rapi, penelitian ini mudah dipakai dalam penelitian ringkasan atau ulasan singkat tidak dicantumkan
Dan Terapi namun rumusan dibahami dan ini adalah Quasi mengenai isi karya tulis
ilmiah/ skripsi, tanpa rumusan masalah yang
Farmakologis masalah belum penulisan sudah sesuai Eksperimen denga ada.
tambahan penafsiran, kritik,
Terhadap tercantum dan tujuan dengan kaidah menggunakan pendekatan maupun tanggapan penulis. 2. Di dalam penelitian ini
Penurunan penelitian seharusnya Pretest – Post test with Abstrak dalam penelitian ini tidak dijelaskan tujuan
Intensitas Nyeri dipisah dari group control. Sample sudah mencakup masalah penelitian secara khusus.
Pada Pasien pendahuluan agar penelitian 31 responden. utama yang diteliti dan ruang Hanya secara umum
Fraktur Ekstremitas lebih jelas dan. Tujuan Tehnik pengambilan lingkupnya, metode yang penulis menjelaskan bahwa
penelitian merupakan sampel digunakan, hasil yang penelitian ini untuk
diperoleh dan kesimpulan mengetahui efek
hal yang penting menggunakan purposive
utama. Kombinasi bacaan Al
karena dengan adanya sampling. Tehnik 2. Penulisan jurnal sudah Quran dan terapi
tujuan penelitian akan pengambilan data dengan menggunakan analitis kritis farmakologis terhadap
dapat diketahui arah cara observasi dan berdasarkan literatur yang penurunan intensitas nyeri
dari penyusunan wawancara. Analisa data ada dengan membandingkan pada pasien fraktur
sebuah karya ilmiah menggunakan uji t- temuan-temuan pada ekstremitas.
tersebut. dependent (paired penelitian sebelumnya
dengan hasil yang
sample t test).
didapatkan oleh penulis.
Terdapat jurnal yang
digunakan sebagai bahan
referensi dalam penelitian ini
dan buku – buku yang
digunakan sudah cukup
relevan sehingga dapat
digunakan dalam
penyusunan penelitian ini.

31
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak menyenagkan yang
terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif
dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,
perasaan takut dan mual.
Hal ini menjadikan rasa nyaman pasien akan terganggu dan menjadi faktor stressor
bagi pasien selama dalam perawatan di rumah sakit. Lebih khusus bila fraktur terjadi
pada ektremitas (anggota gerak) tubuh, maka nyeri yang dirasakan pasien akan semakin
sering dan sangat dirasakan. Nyeri fraktur merupakan sensasi yang tidak menyenangkan,
bersifat subjektif, dan merupakan bagian dari akibat terputusnya kontinuitas tulang.
Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen
farmakologi dan manajemen nonfarmakologi. Manajemen farmakologi merupakan
manajemen kolaborasi antara dokter dengan perawat yang menekankan pada pemberian
obat yang mampu menghilangkan sensasi nyeri, sedangkan manajemen nonfarmakologi
merupakan manajemen untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan teknik
manajemen nyeri meliputi, stimulus dan massage kutaneus, terapi es dan panas
(pemberian kompres dingin atau panas), stimulus saraf elektris transkutan, distraksi
dengan mendengarkan Ayat Suci Al-Qur’an, imajinasi terbimbing, hipnotis, dan teknik
relasasi.
Berdasarkan hasil telaah jurnal yang telah kami lakukan, manajemen nyeri non
farmakologi yaitu kompres dingin dan bacaan Al-Qur’an memberikan hasil yang
signifikan dalam menurunkan angka nyeri fraktur ekstremitas dengan demikian nantinya
perawat sebagai komponen tim kesehatan dalam mengatasi nyeri pasien fraktur
ekstremintas dapat menggunakan tindakan alternatif guna memperoleh asuhn
keperawatan yang berkualitas.
B. Saran
1. Bagi profesi keperawatan
Diharapkan untuk senantiasa melaksanakan dan meningkatkan peran
mandirinya dalam upaya mengatasi masalah skala nyeri pada pasien fraktur melalui

32
metode-metode yang sudah melalui penelitian seperti kompres dingin dan kombinasi
bacaan Al-Quran dengan farmakologi.
2. Bagi Rumah Sakit
Rumah Sakit Tugurejo Semarang dapat menggunakan hasil penelitian-
penelitian ini sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi skala nyeri pada pasien
fraktur dengan memberikan pelatihan kepada perawat tentang pemberian kompres
dingin dan kombinasi bacaan Al-qur’an dengan farmakologi kepada pasien fraktur.
3. Bagi institusi pendidikan kesehatan
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan ilmu baru
untuk pengembangan penelitian selanjutnya dan sebagai tambahan pustaka dalam
mengembangkan ilmu keperawatan mengenai intervensi dan sebagai
implementasi untuk penurunan skala nyeri pada pasien fraktur ekstremintas.
b. Diharapkan terus mengkaji berbagai terapi yang lebih efektif dalam penanganan
cemas dan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya dibidang
keperawatan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian sejenis diharapkan dapat
menggunakan variabel-variabel lain yang dapat digunakan untuk mengukur
penurunan skala nyeri pada fraktur ekstremitas dengan menggunakan sampel
penelitian yang lebih besar lagi sehingga akurasi hasil dapat lebih baik.

C. Implikasi dalam Keperawatan (yang bisa diterapkan dalam ruangan)


Berdasarkan dari hasil penelitian tersebut diatas, perawat ruangan ataupun perawat
bisa mengaplikasikan intervensi tersebut untuk mengurangi skala nyeri pada pasien-
pasien fraktur ekstremitas.
Untuk di RS Tugurejo Semarang, metode kompres dingin bisa dilakukan, namun akan
lebih baik hasilnya bila perawat yang memberikan sudah mendapatkan pelatihan.
sedangkan untuk kombinasi bacaan Al-qur’an dan farmakologi juga bisa diterapkan
sesuai kebijakan yang akan diambil oleh RS, institusi RS dan perawat bisa menyarankan
dan memberi edukasi kepada pasien mengenai metode tersebut sebelum menjalani
prosedur pembedahan untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abd.wahid. (2013). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal.


Jakarta: CV Sangung Seto.
Afroh F, Judha M, Sudarti. 2012. Teori Pengukuran Nyeri & Nyeri Persalinan, Nuha
Medika: Yogyakarta
Andarmoyo, S. (2013). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Ar- Ruzz, Yogyakarta.
Aristiawan. B. ( 2018 ). Analisis Praktek Klinik Keperawatan Dengan Inovasi Intervensi
Pemberian Cold Pack Untuk Menurunkan Tingkat Nyeri Pada Pasien Fraktur Di
Ruang Instalasi Gawat Darurat Rsud Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Samarinda
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/1319/BAYU%20ARISTIAWAN%2
c%20S.Kep%20KIAN.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Helmi, N.Z, (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta : EGC
Mediarti. D, Rosnani, Mona Seprianti. S. ( 2012 ). Pengaruh Pemberian Kompres Dingin
Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di IGD RSMH
Palembang Tahun 2012 . Palembang. Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan,
Volume 2, No. 3, Oktober 2015:253-260
Suyanto, Merah Bangsawan. ( 2013 ). Efek Kombinasi Bacaan Al Quran Dan Terapi
Farmakologis Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Fraktur
Ekstremitas. Lampung. Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 1, April 2013.
Wahida, S., Nooryanto, M., Andarini, S. (2015). Terapi murotal Al-Qur’an surat
Arrahman meningkatkan beta endorphin dan menurunkan intensitas nyeri
bersalin. Diperoleh tanggal 10 Maret 2015 dari
jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/…/

34

Anda mungkin juga menyukai