KOTA BEKASI
C. Etiologi
ORIF merupakan salah satu penatalaksanaan pada kasus fraktur, Nurafif
dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa etiologi fraktur adalah sebagai berikut:
a. Faktor traumatik
Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat teradi patah pada tempat
yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak
disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka terjadi
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan
jaringan lunak ditempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak
ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur karena trauma ada 2 yaitu:
1) Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat
ditempat tersebut.
2) Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur yang berjauhan.
b. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan
lari.
d. Spontan
Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
D. Klasifikasi
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa fraktur
diklasifikasikan secara klinis menjadi 3, yaitu:
a. Fraktur tertutup (closed )
Fraktur tertutup adalah fraktur yang bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar
trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan Jaringan subkutan
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam danpembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman compartment syndrome.
Gambar 2. Fraktur Tertutup
F. Manifestasi Klinis
Belleza (2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah
sebagai
berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan
antar fragmen tulang.
b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Saat
ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainya.
d. Edema dan ecchymosis lokal
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda
ini biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
G. Komplikasi
Secara umum komplikasi fraktur terdiri atas komplikasi awal dan
komplikasi lama (Zairin Noor, 2016).
1) Komplikasi Awal
a. Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Hal ini biasanya terjadi pada fraktur. Pada beberapa kondisi tertentu,
syok neurogenik sering terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit
yang hebat pada pasien.
b. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai oleh : tidak adanya nadi :
CRT (Capillary Refill Time) menurun, sianosis bagian distal,
hematoma yang lebar, serta dingin pada ekstremitas yang disebabkan
oleh tindakan emergency pembidaian, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
c. Sindrom Kompartemen
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi terjebaknya
otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut akibat
suatu pembengkakan dari edema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopaedic infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk
ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa
juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
(OREF) atau plat.
e. Avaskular Nekrosis
Avaskular nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f. Sindrom Emboli Lemak
Sindrom emboli lemak (flat embolism syndrom-FES) adalah
komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan sumsum
tulang kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen
dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernapasan,
takikardi, hipertensi, tachypnea, dan demam.
2) Komplikasi Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk sembuh atau tersambung
dengan baik. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu
3-5 bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk
anggota gerak bawah).
b. Non-union
Disebut non-union apabila fraktur tidak sembuh dalam waktu antara 6-
8bulan dan tidak terjadi konsolidasi sehingga terdapat pseudoarthrosis
(sendi palsu). Pseudoarthrosis dapat terjadi tanpa infeksi tetapi dapat
juga terjadi bersama infeksi yang disebut sebagai infected
pseudoarthrosis.
c. Mal-union
Mal-union adalah keadaan dimana fraktur sembuh pada saatnya tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, atau
menyilang misalnya pada fraktur radius-ulna.
H. Pemeriksaan Penunjang
Belleza (2016) menjelaskan bahwa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien dengan diagnosa fraktur femur adalah:
a. Pemeriksaan X ray, berfungsi untuk menentukan lokasi dan luas fraktur
b. Bone scans, tomograms, computed tomography (CT) atau
Magnetig Resonance Imaging (MRI), bertujuan untuk
memfisualisasi fraktur, perdarahan, kerusakan jaringan, dan
membedakan antara ftaktur akibat trauma dengan neoplasma tulang
c. Arteriogram, yaitu pemeriksaan yang dapat dilakukan aabila dicurigai
terjadi kerusakan pembuluh darah okuli
d. Complete Blood Cound (CBC). Jika hasil pemeriksaan hitung darah
lengkap menunjukkan bahwa hematokrit mengalami peningkatan
atau penurunan (hemokonsentrasi) menunjukkan adanya perdarahan pada
lokasi fraktur atau organ di sekitar lokasi trauma. Hasil pemeriksaan
hitung darah lengkap yang menunjukkan peningkatan sel darah putih
(WBC) merupakan tanda respon stres normal setelah trauma atau
terjadinya fraktur
e. Urine creatinine (Cr) clearance, untuk mengetahui trauma atau
Fraktur yang terjadi menyebabkan meningkatnya Cr pada ginjal
f. Coagulation profile, bertujuan untuk mengetahui perubahan akibat
kehilangan darah.
I. Pathway
J. Pentalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur
berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis.
Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi,
dan reduksi terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada
sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu memerlukan
reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan
untuk fiksasi interna.
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2015) adalah sebagai
berikut:
a. Penatalaksanaan fraktur tertutup
1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri
yang tepat (mis, meninggikan ekstremitas setinggi jantung,
menggunakan analgesik sesuai resep)
2) Ajarkan latihan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang
tidak terganggu dan memperkuat otot yang diperlukan untuk
berpindah tempat dan untuk menggunakan alat bantu (mis, tongkat,
alat bantu berjalan atau walker)
3) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu dengan aman.
4) Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai
kebutuhan dan mencari bantuan personal jika diperlukan
5) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan dir,
informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan
perlunya supervisi layanan kesehatan yang berkelanjutan.
b. Penatalaksanan fraktur terbuka
1) Sasaran penatalaksanan adalah untuk mencegah infeksi luka, jaringan
lunak, dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan tulang dan
jaringan lunak. Pada kasus fraktur terbuka, terdapat resiko
osteomielitis, tetanus, dan gasgangren.
2) Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit
bersama dengan tetanus toksoid jika diperlukan
3) Lakukan irigasi luka dan debridemen
4) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema
5) Kaji status neourovaskular dengan sering
6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-tanda
infeksi.
K. Test Diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya
trauma, scan tulang, termogram, scan CI : Memperlihatkan fraktur juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
3. Peningkatan jumlah sop adalah respons stress normal setelah trauma
4. Kreatinin : Trauma otot meningkat beban kreatinin untuk ginjal.
5. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cedera lain. (Alimul Hidayat, 2013)
2) Keluhan utama
pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien
digunakan:
a) provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan sakala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari (wahid, 2013).
b. Pemeriksaan fisik
Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran
umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
1. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat
merupakan tanda-tanda, seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal
Secara sistemik
1) Sistem integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala.
3) Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah bening
4) Muka
Biasanya wajah tampak pucat, dan meringis
5) Mata
Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik
6) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah pada
pendengaran.
7) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pernafasan cuping
hidung
8) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, pucat, sianosis
9) Thoraks
Inspeksi
Biasanya pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit pasien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Biasanya pergerakan sama atau simetris, fermitus terraba sama.
Perkusi
Biasanya suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainya.
Auskultasi
Biasanya suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
10) Jantung
Inspeksi
Biasanya tidak tampak iktus kordis
Palpasi
Biasanya iktus kordis tidak teraba Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
11) Abdomen
Inspeksi
Biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia.
Palpasi
Biasanya tugor baik, hepar tidak teraba
Perkusi
Biasanya suara thympani
Auskultasi
Biasanya bising usus normal ± 20 kali/menit
12) Ekstremitas atas
Biasanya akral teraba dingin, CRT < 2 detik, turgou kulit baik,
pergerakan baik
13) Ekstremitas bawah
Biasanya akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor kulit jelek,
pergerakan tidak simteris, terdapat lesi dan edema.
2) Gambaran lokal
Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler → 5 P yaitu
Pain, palor, parestesia, pulse, pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskukuluskletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1) Jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi
2) penampakan kurang lebih besar uang logam. Diameternya bisa
sampai 5cm yang di dalamnya berisi bintik-bintik hitam. Cape
au lait itu bisa berbentuk seperti oval dan di dalamnya bewarna
coklat. Ada juga berbentuk daun dan warna coklatnya lebih
coklat dari kulit, di dalamnya juga terbentuk bintik-bintik dan
warnanya jauh lebih coklat lagi. Tanda ini biasanya ditemukan
di badan, pantat, dan kaki.
3) Fistulae warna kemrahan atau kebiruan (livide) atau
hipergigmentasi.
4) Benjolan pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal).
5) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
6) Posisi jalan
b) Feel ( palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita
diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya
ini merupakan pemeriksaan memberikan informasi dua arah, baik
pemeriksa maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah :
1) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban
kult. Capillary refill time → Normal ≤ 2 detik.
2) Apabila ada pembekakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
3) Nyeri tekan( tendernes), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot : Tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat dipermukaan atu melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurevaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu di deskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan tehadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
c) Move ( pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel , kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi di
catat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik O (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang di lihat adalah gerakan aktif dan pasif (Wahid,
2013).
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya super posisi. Hal
yang harus dibaca pada X-ray:
a) bayangan jarinagan lunak
b) tips tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik khususnya
seperti:
a) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit difisualisasi. Pada kasusu ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah diruang tulang vetebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
c) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
d) Computed Tomografi-schanning: menggambarkan potongan secara
transfersal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak (Wahid, 2013).
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Kalsium serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahapan
penyembuhan tulang.
b) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
aspartat Amino transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang (Wahid, 2013).
3) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur testsensitivitas: Didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih di indikasikan bila terjdi infeksi.
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
dikibatkan faktor.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
e) Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (wahid,
2013).
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur
femur adalah sebagai berikut (SDKI,2016-2017)
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
4) Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif/ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer
Tingkat Nyeri
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional dengn onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
Ekspektasi Menurun
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedan Cukup Meningk
menurun g mening at
ka
Kemanpu 1 2 3 4 5
an
meuntask
an
aktivitas
Meningk Cukup Sedan Cukup Menuru
at meningk g menuru n
at n
Keluhan 1 2 3 4 5
nyeri
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap 1 2 3 4 5
protektif
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan 1 2 3 4 5
tidur
Menarik 1 2 3 4 5
diri
Berfokus 1 2 3 4 5
pada diri
sendiri
Diaphores 1 2 3 4 5
is
Perasaan 1 2 3 4 5
depresi
Perasaan 1 2 3 4 5
takut
mengala
mi cedera
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perenium 1 2 3 4 5
terasa
tertekan
Uterus 1 2 3 4 5
teraba
membulat
Ketegang 1 2 3 4 5
an otot
Pupil 1 2 3 4 5
dilatasi
Mual 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Membur Cukup Sedan Cukup Membai
uk membur g membai k
uk k
Prekuensi 1 2 3 4 5
nadi
Pola 1 2 3 4 5
napas
Tekanan 1 2 3 4 5
darah
Proses 1 2 3 4 5
berpikir
Focus 1 2 3 4 5
Fungsi 1 2 3 4 5
berkemin
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu 1 2 3 4 5
makan
Pola tidur 1 2 3 4 5
Mobilitas Fisik
Definisi
Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri
Ekspektasi Meningkat
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedan Cukup Meningk
menuru g mening at
n ka
Pergerakan 1 2 3 4 5
Ekstermitas
Kekuatan 1 2 3 4 5
Otot
Rentang 1 2 3 4 5
Gerak
(ROM)
Meningk Cukup Sedan Cukup Menuru
at meningk g menuru n
at n
Nyeri 1 2 3 4 5
Kecemasan 1 2 3 4 5
Kaku Sendi 1 2 3 4 5
Gerakan 1 2 3 4 5
Tidak
Terkoordin
asi
Gerakan 1 2 3 4 5
Terbatas
Kelemahan 1 2 3 4 5
Fisik
c. Defisit Pengetahuan
Luaran Utama Tingkat Pengetahun
Luaran Tambahan Memori
Motivasi
Proses informasi
Tingkat agitasi
Tingkat kepatuhan
Tingkat Pengetahuan
Definisi
Kecukupan informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu
Ekspektasi Meningkat
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Seda Cukup Mening
menuru ng mening kat
n ka
Perilaku 1 2 3 4 5
sesuai
anjuran
Verbalisasi 1 2 3 4 5
minat dalam
belajar
Kemampuan 1 2 3 4 5
menjelaskan
pengetahuan
tentang suatu
topik
Kemmpuan 1 2 3 4 5
menggambar
kan
pengalaman
sebelumnya
yang sesuai
dengan topik
Perilaku 1 2 3 4 5
sesuai
dengan
pengetahuan
Meningk Cukup Seda Cukup Menuru
at meningk ng menuru n
at n
Pertanyaan 1 2 3 4 5
tentang
masalah
yang
dihadapi
Persepsi 1 2 3 4 5
yang keliru
terhadap
masalah
Menjalani 1 2 3 4 5
pemeriksaan
yantg tidak
tepat
Membur Cukup Seda Cukup Membai
uk membur ng memba k
uk ik
Perilaku 1 2 3 4 5
d. Resiko Infeksi
Tingkat Infeksi
Definisi
Drajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber informasi
Ekspektasi Menurun
Kriteria Hasil
Menurun Cukup Sedan Cukup Meningk
menurun g mening at
ka
Kebersih 1 2 3 4 5
an tangan
Kebersih 1 2 3 4 5
an badan
Nafsu 1 2 3 4 5
makan
Meningka Cukup Sedan Cukup Menuru
t meningk g menuru n
at n
Demam 1 2 3 4 5
Kemerah 1 2 3 4 5
an
Nyeri 1 2 3 4 5
Bengkak 1 2 3 4 5
Vasikel 1 2 3 4 5
Cairan 1 2 3 4 5
berbau
busuk
Sputum 1 2 3 4 5
berwarna
hijau
Drainase 1 2 3 4 5
purulen
Piuna 1 2 3 4 5
Priode 1 2 3 4 5
malaise
Priode 1 2 3 4 5
mengigil
Lelargi 1 2 3 4 5
Ganggua 1 2 3 4 5
n kognitif
Memburu Cukup Sedan Cukup Membai
k membur g membai k
uk k
Kadar sel 1 2 3 4 5
darah
putih
Kultur 1 2 3 4 5
darah
Kultur 1 2 3 4 5
urin
Kultur 1 2 3 4 5
sputum
Kultur 1 2 3 4 5
area luka
Kultur 1 2 3 4 5
feses
Kadar sel 1 2 3 4 5
darah
putih
2. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat dan
klien. Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Dermawan, 2012).
Fokus utama dari komponen implementasi adalah pemberian asuhan
keperawatan yang aman dan individual dengan pendekatan multifokal.
Implementasi perencanaan berupa penyelesaian tindakan yang diperlukan untuk
memenuhi kriteria hasil seperti yang digambarkan dalam rencana tindakan
(Dermawan, 2012).
Dalam melaksanakan implementasi terdapat beberapa pedoman menurut
(Dermawan, 2012) diantaranya:
1. Tindakan yang dilakukan konsisten dengan rencana dan dilakukan
setelah memvalidasi rencana.
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, dan teknis dilakukan dengan
kompeten dan efisien di lingkungan yang sesuai.
3. Keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi.
4. Dokumentasi tindakan dan respon klien dicantumkan dalam catatan
perawatan kesehatan dan rencana asuhan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan
keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan
respon perilaku klien yang tampil. Evaluasi keperawatan yaitu membandingkan
efek/hasil suatu tindakan keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang
sudah dibuat.
Type pernyataan tahapan evaluasi dapat dilakukan secara formatif dan
sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan selama proses asuhan
keperawatan, sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi akhir. Untuk
memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau perkembangan klien,
digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOPIER (Dermawan, 2012).
DAFTAR PUSTAKA