Anda di halaman 1dari 41

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Fraktur

2.1.1 Definisi

Fraktur merupakan patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau

aktivitas fisik. Kekuatan, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan

menentukan apakah patah tulang lengkap atau tidak lengkap (Pradana & Maliya,

2021). Fraktur yaitu cederanya kontinuitas tulang, baik seluruhnya atau sebagian

karena goncangan fisik, kebutuhan tulang, energi, kekakuan sendi, akibatnya

fisiologis tulang akan terganggu, termasuk nyeri (Ramadhan, Inayati, & Ludiana,

2021). Fraktur adalah terputusnya sebagian atau keseluruhan jaringan tulang yang

yang dapat melibatkan tulang panjang dan persendian, jaringan otot, dan

pembuluh darah. Patah tulang dapat disebabkan oleh stress pada tulang, jatuh dari

ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olahraga, patah tulang degeneratif

(osteoporosis, kanker, tumor tulang) (Apley & Solomon, 2018).

Berdasarkan beberapa pengertian patah tulang di atas, dapat diartikan

bahwa patah tulang adalah terputusnya kontinuitas seluruh atau sebagian tulang

yang disebabkan oleh trauma, penggunaan yang berlebihan, dan penyakit yang

menggerogoti tulang.

8
9

2.1.2 Klasifikasi Fraktur

Secara klinis, fraktur dibagi berdasarkan fakta bahwa ada tidaknya

hubungan fraktur dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Fraktur tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh tingkat

keparahan cedera dan fraktur yang terlibat :

Tabel 2.1 Derajat Fraktur Terbuka

Derajat Luka Fraktur


Laserasi < 1 cm berarti kerusakan jaringan Sederhana, dislokasi
I
relatif bersih fragmen minimal
Laserasi > 1 cm, tidak ada kerusakan Dislokasi fragmen terlihat
I jaringan besar atau avulsi, tidak ada jelas
kontaminasi
Luka lebar dan kerusakan parah atau Fragmen tulang yang
II kehilangan jaringan di sekitarnya. kominutif, segmental, dan
Kontaminasi besar hilang.
Sumber : (De Jong & Sjamsuhidayat, 2010)

Klasifikasi patah tulang menurut Lubis (2019), dapat dibagi menjadi

beberapa unsur, antara lain:

a. Klasifikasi Etiologis

1) Fraktur traumatik

2) Fraktur patologis, yaitu fraktur yang dapat terjadi dimana tulang menjadi

lemah akibat tumor atau proses patologis lainnya (seperti infeksi atau

kelainan kongenital).

3) Fraktur beban dapat terjadi akibat kelelahan dan peningkatan pada

aktivitas manusia sehingga mengakibatkan tulang tidak mampu menahan

beban tubuh.
10

b. Klasifikasi Klinis

1) Patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana kulit tidak bersebelahan

dengan fragmen, sehingga letak patahan tidak tercampur dengan bagian

luar.

2) Patah tulang terbuka, yaitu patah tulang dengan kulit ekstremitas terbuka,

kemudian fragmen tulang dapat terkontaminasi daerah luar akibat luka

pada kulit. Patah tulang terbuka adalah patah tulang yang mengalami rasa

sakit yang sangat hebat. Fraktur terbuka terbagi menjadi tiga tingkatan,

yaitu tingkatan (I) : keadaan nyeri dan dapat terjadi remukan-remukan

kecil pada kulit dengan luka < 1 cm. Grade (II) : fraktur dan cedera yang

lebih luas tanpa kerusakan jaringan yang luas. Grade (III) : fraktur yang

terkontaminasi dan terdapat kerusakan pada jaringan lunak.

2.1.3 Etiologi

Penyebab patah tulang menurut Lubis (2019) yaitu :

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung dapat menyebabkan patah tulang di tempat

terjadinya kekerasan. Fraktur ini merupakan fraktur terbuka dengan garis fraktur

miring atau melintang.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung adalah patah tulang yang terjadi bukan di

tempat terjadinya kekerasan. Fraktur ini lebih mudah diperkirakan daripada

fraktur kekerasan langsung.


11

c. Kekerasan akibat tarikan pada otot

Patah tulang karena ketegangan pada otot sangat jarang terjadi. Kekuatan

dapat berupa menekuk, menekan, dan memutar campuran dari ketiganya.

Penyebab patah tulang menurut Ashley & Michael, (2018) adalah sebagai

berikut :

a. Cedera

1) Cedera langsung, yaitu tulang patah pada titik benturan; jaringan lunak

juga rusak. Pukulan langsung biasanya membelah tulang melintang atau

membengkokkannya di atas titik tumpu sehingga menciptakan patah

tulang dengan fragmen. Kerusakan pada kulit di atasnya sering terjadi.

Jika terjadi penghancuran atau cedera energi tinggi, pola fraktur akan

disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang luas..

2) Cedera tidak langsung, yaitu fraktur pada jarak jauh dari tempat gaya

diterapkan, kerusakan jaringan lunak di lokasi fraktur tidak dapat

dihindari.

b. Stress berulang, atau fraktur kelelahan

Patah tulang ini terjadi pada tulang normal yang berulang kali mengalami

beban berat, biasanya pada atlet, penari, atau personel militer yang memiliki

program latihan yang melelahkan atau saat intensitas latihan meningkat secara

signifikan dari awal. Beban berat menciptakan deformasi kecil yang memulai

proses remodeling normal - kombinasi resorpsi tulang dan pembentukan tulang

baru menurut hukum Wolff. Ketika paparan stres dan deformasi berulang dan

berkepanjangan, resorpsi tulang terjadi lebih cepat daripada penggantian


12

(pembentukan tulang baru) dan meninggalkan area yang dapat patah. Masalah

serupa terjadi pada pasien dengan penyakit radang kronis yang sedang diobati

dengan steroid atau metotreksat, yang mengubah keseimbangan normal resorpsi

dan penggantian tulang.

c. Kelainan bentuk tulang yang tidak normal (patah tulang 'patologis')

Fraktur yang dapat terjadi bahkan di bawah tekanan normal jika tulang

telah dilemahkan oleh perubahan struktur internal atau oleh proses penyakit

(misalnya pada pasien dengan osteoporosis, osteogenesis imperfecta atau penyakit

Paget, terapi bifosfonat) atau melalui lesi litik (misalnya kista tulang atau

metastase).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur menurut (Smeltzer & Bare, 2013) adalah nyeri,

kehilangan fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, edema lokal,

serta perubahan warna.

Tanda dan gejala dari fraktur menurut Purwanto, (2016) adalah :

a. Nyeri berulang dan bertambah parah sampai fragmen tulang tidak bergerak,

edema dan hematoma.

b. Deformitas atau perubahan bentuk akibat keadaan pertukaran fragmen pada

tulang yang patah.

c. Terjadinya pemendekan tulang akibat peregangan otot-otot yang menempel di

atas dan di bawah lokasi patah tulang.

d. Krepitasi akibat tekanan antara fragmen satu dengan fragmen lainnya.


13

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

Menurut Wahyuni, (2021), manifestasi klinis patah tulang antara lain:

a. Riwayat trauma

b. Nyeri terus menerus

c. Deformitas atau perubahan bentuk

d. Hilangnya fungsi anggota tubuh

e. Gerakan abnormal

f. Krepitasi
14

2.1.5 Pathway

Gambar 2.1 Pathway Fraktur

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik

Tes diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan patah tulang antara lain

(Smeltzer & Bare, 2013) :

a. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting

adalah “pencitraan” dengan menggunakan sinar-x (x-ray). Untuk mendapatkan

gambaran tiga dimensi kondisi dan posisi tulang yang sulit, diperlukan dua

proyeksi, yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu proyeksi

tambahan (khusus) diperlukan untuk mengungkap patologi yang dicari karena

superposisi. Hal-hal yang perlu dibaca pada x-ray: bayangan jaringan lunak,,

korteks tebal tipis akibat reaksi atau rotasi periosteal atau biomekanik, trabekulasi

memiliki fraktur yang jarang, celah sendi, dan arsitektur sendi.


15

b. Pemeriksaan Laboratorium

Kalsium serum dan fosfor serum meningkat selama tahap penyembuhan

tulang. Alkali fosfat meningkatkan kerusakan tulang dan menunjukkan aktivitas

osteoblastik dalam pembentukan tulang. Enzim otot seperti Creatinine Kinase,

Lactate Dehydrogenase (LDH-5), Aspartate Aminotransferase (AST), Aldolase

yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c. Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan kultur mikroorganisme dan uji kepekaan: ditemukan

mikroorganisme penyebab infeksi. Biopsi tulang dan otot : pada intinya

pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas namun lebih diindikasikan jika

terdapat infeksi. Elektromiografi: ada kerusakan konduksi saraf yang

mengakibatkan patah tulang. Artroskopi : ditemukan jaringan ikat yang rusak atau

robek akibat trauma yang berlebihan. Pencitraan Indium: pemeriksaan ini

menemukan adanya infeksi pada tulang. MRI: menjelaskan semua kerusakan

akibat fraktur.

2.1.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan fraktur dapat dilakukan dengan empat cara yaitu: reduksi,

traksi, imobilisasi dan pembedahan (Smeltzer & Bare, 2013) :

a. Reduksi

Pengurangan fraktur (pengaturan tulang) berarti membawa fragmen tulang

kembali ke keselarasan dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur dilakukan sesegera

mungkin untuk mencegah hilangnya elastisitas jaringan lunak akibat infiltrasi


16

akibat edema dan perdarahan. Dalam kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi

lebih sulit setelah cedera mulai sembuh. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur,

pasien harus dipersiapkan untuk prosedur, dan analgesik diberikan sesuai resep,

mungkin memerlukan anestesi. Ekstremitas yang akan dirawat harus ditangani

dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Reduksi tertutup dicapai dengan mengembalikan fragmen tulang ke

posisinya dengan penanganan dan traksi manual. Ekstremitas dipegang pada

posisi yang diinginkan saat gips, belat atau perangkat lain diterapkan. Perangkat

imobilisasi akan mempertahankan reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk

penyembuhan tulang. Reduksi terbuka digunakan untuk fraktur tertentu di mana

perangkat fiksasi internal dalam bentuk pin, kabel, sekrup, pelat, paku, atau

batang logam dapat digunakan untuk menahan fragmen tulang pada posisinya

hingga terjadi penyembuhan tulang yang solid. Traksi dapat digunakan untuk

mencapai efek reduksi dan imobilisasi. Berat traksi disesuaikan dengan spasme

otot yang terjadi.

b. Traksi

Traksi adalah metode penyembuhan patah tulang yang bertujuan untuk

mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam waktu sesingkat mungkin.

Metode pemasangan traksi terdiri dari traksi manual dan traksi mekanis. Ada dua

jenis traksi mekanis, yaitu traksi kulit dan traksi rangka. Traksi kulit diterapkan

pada dasar sistem kerangka ke struktur lain, misalnya otot. Traksi kulit dibatasi

hingga 4 minggu dan berat kurang dari 5 kg. Traksi rangka adalah traksi definitif

pada orang dewasa yang merupakan traksi seimbang. Dilakukan untuk


17

menyempurnakan luka operasi dengan kawat logam atau klem melalui jaringan

tulang/logam.

c. Imobilisasi fraktur

Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau

dipertahankan pada posisi dan keselarasan yang benar sampai terjadi penyatuan.

Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi internal atau eksternal. Metode fiksasi

eksternal termasuk pembalut, gips, bidai, dan traksi terus menerus. Metode fiksasi

internal termasuk pin, kabel, sekrup, pelat, paku, atau batang logam.

d. Pembedahan

Saat ini metode manajemen yang paling menguntungkan mungkin adalah

pembiayaan. Metode perawatan ini disebut fiksasi internal dan reduksi terbuka.

Secara umum, sayatan dibuat di lokasi cedera dan dilanjutkan sepanjang bidang

anatomi ke lokasi fraktur. Hematoma yang retak dan pecahan tulang mati diairi

dari luka. Fraktur tersebut kemudian direposisi dengan tangan untuk

menghasilkan posisi normal kembali. Setelah direduksi, pecahan tulang ini

dipertahankan dengan alat ortopedi berupa pen, sekrup, plat, dan paku.

Prinsip penanganan patah tulang dikenal dengan empat R, yaitu :

1) Rekognisi, yang melibatkan diagnosis patah tulang di tempat kejadian dan

kemudian di rumah sakit

2) Reduksi, yaitu upaya dan tindakan memanipulasi fragmen tulang yang patah

semaksimal mungkin untuk kembali ke posisi semula.


18

3) Retensi, melewati aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang

untuk menjaga reduksi harus melewati sendi di atas dan sendi di bawah

patahan.

4) Rehabilitasi, yaitu pengobatan dan penyembuhan patah tulang (Price Sylvia

& Wilson Lorraine, 2012)

2.2 Konsep Dasar Masalah Nyeri Akut Pada Pasien Dengan Fraktur

Tertutup

2.2.1 Definisi Nyeri Akut

Nyeri adalah fenomena yang kompleks menggabungkan komponen

pelaporan pengaruh sensorik dan motivasional. Definisi nyeri menurut IASP

(International Association for the Study of Pain) adalah pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan potensial

atau aktual (Wardhan & Chelly, 2017). Nyeri akut adalah pengalaman sensorik

atau emosional yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional,

dengan onset tiba-tiba atau lambat dan intensitas ringan sampai berat yang

berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018). Nyeri post

pembedahan akan timbul setelah hilangnya efek dari pembiusan, nyeri hebat akan

dirasakan 24 jam pertama atau hari kedua post pembedahan baik pasien yang baru

pertama kali dilakukan pembedahan sebelumnya maupun yang sudah berulang

kali dilakukan pembedahan (Bahrudin, 2018).


19

2.2.2 Etiologi Nyeri Akut

Nyeri dapat disebabkan oleh hal-hal berikut menurut PPNI, (2018) :

a. Agen cedera fisiologis ( peradangan, iskemia, neoplasma).

b. Agen cedera kimia (mudah terbakar, iritan kimia).

c. Agen cedera fisik (abses, amputasi, luka bakar, luka, angkat berat, prosedur

pembedahan, trauma, aktivitas fisik yang berlebihan)

2.2.3 Skala Nyeri

a. Skala Deskriptor Verbal(VDS)

Verbal Descriptor Scale (VDS) adalah garis yang terdiri dari tiga sampai

lima kata deskriptif yang telah disusun secara merata sepanjang garis. Ukuran

skala ini diurutkan dari "tidak sakit" sampai "sakit parah". Perawat menunjukkan

kepada klien tentang skala dan meminta klien untuk memilih skala nyeri terkini

yang dirasakan. Perawat juga menanyakan sejauh mana nyeri yang paling nyeri

dan seberapa nyeri yang tidak nyeri. Alat VDS memungkinkan klien untuk

memilih dan menggambarkan skala nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2006).

b. Visual Analogue Scale (VAS)

VAS adalah garis lurus yang menggambarkan skala nyeri terus menerus.

Skala ini membuat klien bebas memilih tingkat nyeri yang dirasakan. VAS

sebagai ukuran keparahan nyeri lebih sensitif karena klien dapat menentukan

setiap titik dari rangkaian yang tersedia tanpa harus dipaksa memilih satu kata

(Potter & Perry, 2006).


20

Gambar 2.2 Skala Nyeri VAS

Skala nyeri pada skala 0 artinya tidak terjadi nyeri, skala nyeri pada skala

1-3 seperti gatal, tersengat listrik, berdenyut, melilit, dipukul, perih, mules. Skala

nyeri 4-6 digambarkan sebagai kram, kaku, tertekan, sulit bergerak, terbakar,

tertusuk. Skala 7-9 merupakan skala yang sangat nyeri namun masih dapat

dikontrol klien, sedangkan skala 10 merupakan skala nyeri yang sangat berat dan

tidak dapat dikontrol. Ujung kiri VAS menunjukkan "tidak ada rasa sakit",

sedangkan ujung kanan menunjukkan "rasa sakit yang paling parah".

c. Numeric Rating Scale (NRS)

Gambar 2.3 Skala Nyeri NRS

Skala nyeri pada 0 berarti tidak nyeri, angka 1-3 menunjukkan nyeri

ringan, angka 4-6 termasuk nyeri sedang, sedangkan angka 7-10 dikategorikan

nyeri berat. Oleh karena itu, skala NRS akan digunakan sebagai instrumen

penelitian (Potter & Perry, 2006). Menurut skala nyeri dijelaskan sebagai berikut:
21

1) 0 : tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri.


2) 1-3 : mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan.
3) 4-6 : nyeri yang mengganggu dan memerlukan usaha untuk menahan,
nyeri sedang.
4) 7-10 : nyeri sangat mengganggu dan tidak dapat tertahankan, meringis,
menjerit bahkan teriak, nyeri berat.
d. Faces Pain Rating Scale

Skala ini terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang

menggambarkan wajah tersenyum untuk menandakan tidak ada rasa sakit yang

dirasakan, kemudian meningkat secara bertahap menjadi wajah sedih, wajah

sangat sedih, hingga wajah sangat ketakutan yang berarti rasa sakit pada skala

tersebut terasa sangat menyakitkan (Potter & Perry, 2005).

Gambar 2. 4 Skala Nyeri Face Pain Rating Scale

Skala nyeri ini banyak digunakan pada pasien anak dengan kesulitan atau

keterbatasan verbal. Skala nyeri dijelaskan kepada pasien mengenai perubahan

ekspresi wajah sesuai nyeri dan pasien memilih sesuai nyeri yang dirasakannya.

Derajat nyeri pasca operasi dapat diukur dengan berbagai cara, misalnya

Numeric Rating Scale (NRS), dan Visual Analogue Scales (VAS/Visual Analogue

Scales). Skala Analog Visual (VAS) adalah alat ukur untuk mengukur

karakteristik atau perasaan yang memiliki rentang nilai dan tidak dapat diukur

secara langsung dengan menampilkan nyeri pasien, mulai dari tidak nyeri sampai
22

nyeri yang sangat hebat. Perasaan yang timbul terus menerus dan tidak berpindah-

pindah. Klasifikasi nyeri dari tidak ada, ringan, sedang, dan berat. Numeric Rating

Scale (NRS) digunakan untuk intensitas nyeri dengan ukuran intensitas pada orang

dewasa, dimana pengukuran skala ini menggunakan responden yang memilih

semua angka (bilangan bulat 0-10) yang paling mencerminkan intensitas nyeri

yang dirasakan pasien. Skala numerik 0 mewakili tidak ada rasa sakit dan 10

mewakili rasa sakit yang luar biasa. Pasien diminta untuk melaporkan intensitas

nyeri selama 24 jam terakhir atau intensitas nyeri rata-rata dengan meminta pasien

menunjukkan nilai numerik pada skala yang paling menggambarkan intensitas

nyeri pasien. Jumlah responden yang ditunjukkan pada skala untuk menilai

intensitas nyeri pasien dicatat dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan

intensitas nyeri yang lebih besar (Latief et al, 2010).

2.2.4 Karakteristik Nyeri

Skor yang baik adalah dasar untuk pengendalian nyeri yang efektif. Pada

penderita patah tulang, sensasi nyeri saat bergerak tidak sama dengan saat duduk

atau berbaring. Untuk membantu pasien menggambarkan secara lengkap kasus

atau keluhannya, perawat dapat menggunakan metode analisis tanda untuk

mengkaji karakteristik nyeri. Komponen penilaian gejala meliputi (PQRST): P

(Paliatif/Provokatif = penyebab kasus), Q (Quality & Quantity = kualitas &

kuantitas nyeri yang dirasakan), R (Region = tempat nyeri), S (Severity = tingkat

keparahan) , T (Time = waktu).


23

Tabel 2.2 Karakteristik Nyeri


P Palliative/Provocative = Gejala apa yang menyebabkan? Apa yang
penyebab kasus bisa dikurangi atau diperburuk oleh? Apa hal
pertama yang Anda lakukan saat pertama
kali merasakan gejala (nyeri)? Apa yang
menyebabkan rasa sakit? lokasi? aktivitas
tertentu? Apa yang meredakan gejala
(nyeri)? Apa yang membuat gejala (nyeri)
memburuk?
Q Quality & Quantity = Bagaimana gejala (nyeri) yang dirasakan,
kualitas & kuantitas nyeri sejauh mana Anda merasakannya sekarang?
yang dirasakan Kualitas. Bagaimana gejala (nyeri) yang
dirasakan? Jumlah. Seberapa jauh gejala
(nyeri) yang Anda rasakan sekarang?
Apakah sangat buruk sehingga Anda tidak
bisa berolahraga? Apakah lebih buruk atau
lebih mudah dari yang dirasakan
sebelumnya?
R Region = tempat nyeri Di mana Anda merasakan gejala Anda?
Apakah itu menyebar? Dimana Anda
merasakan gejala (nyeri)? Radiasi/Area
Terpapar. Apakah nyeri punggung atau
lengan? Apakah Anda memiliki bantal di
leher Anda atau membanting rem di kaki
Anda?
S Severity = tingkat Pada skala berapa Anda merasakan nyeri?
keparahan Ringan, sedang, berat atau tidak pada skala
1-10.
T Time atau waktu Kapan gejala itu muncul? Kejutan sering
Anda memiliki gejala? Apakah tiba-tiba atau
bertahap? dimulai. Tanggal dan waktu gejala
dimulai. Menyebar secara tiba-tiba atau
bertahap. frekuensi. Setiap jam, siang, pagi,
siang, malam. Apakah itu mengganggu tidur
Anda? Terjadi kekambuhan. Durasi. Berapa
lama gejala berlangsung?
Sumber : Pengkajian Nyeri, Black, J.M, 2014

2.2.5 Data Mayor dan Data Minor

Menurut (PPNI & Tim, 2018), tanda mayor dan minor nyeri dijelaskan

sebagai berikut:

a. Gejala dan tanda mayor

Subjektif : Keluhan nyeri


24

Objektif :

1) Terlihat meringis

2) Apakah protektif (misalnya waspada, diposisikan untuk

menghindari rasa sakit)

3) Gelisah

4) Denyut nadi meningkat

5) Sulit tidur

b. Gejala dan tanda minor

Subjektif : tidak ada data subjektif yang ditemukan

Objektif :

1) Tekanan darah meningkat

2) Pola pernapasan berubah

3) Perubahan nafsu makan

4) Proses berpikir terganggu

5) Menarik diri

6) Fokus pada diri sendiri

7) Diaforesis
25

2.2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut Potter and Perry (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri

adalah sebagai berikut :

a. Umur

Usia sangat mempengaruhi nyeri, terutama pada anak-anak dan orang

dewasa. Pada anak-anak mereka belum bisa mengungkapkan rasa sakitnya,

sehingga perawat harus mempelajarinya. Pada orang dewasa mereka melaporkan

rasa sakit dengan fungsi patologis dan terganggu. Orang lanjut usia cenderung

menyembunyikan rasa sakit yang dialaminya, karena menganggap sakit adalah hal

yang wajar yang harus dijalani dan mereka takut jika mengalami penyakit yang

serius atau meninggal jika diperiksa.

b. Jenis Kelamin

Pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam respon mereka

terhadap rasa sakit, melainkan lebih dipengaruhi oleh faktor budaya dan biokimia.

Namun, kebutuhan narkotika pasca operasi pada wanita lebih banyak

dibandingkan pria. Hal ini menunjukkan bahwa wanita memiliki lebih banyak

asosiasi negatif dengan rasa sakit.

c. Perhatian

Sejauh mana seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Peningkatan perhatian dikaitkan dengan

peningkatan rasa sakit, sementara upaya pemicu dikaitkan dengan penurunan

respons nyeri.
26

d. Budaya

Keyakinan dan nilai budaya mempengaruhi cara individu menyatakan

atau mengekspresikan rasa sakit. Selain itu, latar belakang budaya dan sosial

mempengaruhi pengalaman dan manajemen nyeri. Menurut Smeltzer dan Bare

(2013) budaya dan etnis memiliki pengaruh terhadap bagaimana seseorang

merespon nyeri, bagaimana seseorang berperilaku atau merespon nyeri.

e. Kecemasan

Hubungan antara rasa sakit dan kecemasan sangat kompleks. Kecemasan

seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi juga sering menimbulkan perasaan

cemas. Demikian pula, kecemasan meningkatkan persepsi rasa sakit dan rasa sakit

dapat menyebabkan seseorang menjadi cemas. Sulit untuk memisahkan dua

sensasi, rangsangan yang menyakitkan dan cemas mengaktifkan bagian yang

menenangkan dari sistem limbik.

f. Dukungan keluarga dan dukungan sosial

Kehadiran orang terdekat merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi respon nyeri. Seorang pasien yang kesakitan sangat bergantung

pada keluarga untuk mendukung, membantu atau melindungi. Ketiadaan keluarga

atau teman dekat dapat membuat rasa sakit semakin parah. Kehadiran orang yang

dicintai pasien meminimalkan rasa takut dan kesepian.


27

2.2.7 Faktor Penyebab Nyeri Pada Fraktur Tertutup

Nyeri adalah suatu kondisi yang lebih dari satu sensasi yang disebabkan

oleh suatu rangsangan tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan individual (Perry &

Potter, 2010). Nyeri juga merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang

tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial (Smeltzer, S.

C & Barre, 2017). Salah satu penyebab nyeri akut adalah agen cedera fisik (PPNI,

2018a). Fraktur disebabkan oleh beberapa hal, antara lain trauma atau cedera pada

tulang, tulang yang telah melemah akibat kondisi sebelumnya yang terjadi pada

fraktur patologis (Helmi ZN, 2012). Fraktur tertutup atau terbuka akan

mempengaruhi serabut saraf yang akan menimbulkan nyeri (De Jong &

Sjamsuhidajat, 2005). Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri

akibat patah tulang. Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan

gejala peningkatan pernapasan, peningkatan denyut jantung dan tekanan darah

(Potter & Perry, 2016).

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Berdasarkan Teori

2.4.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan pada klien fraktur menurut (Muttaqin, 2015)

yaitu:

a. Identitas Pasien

Identitas pasien yang perlu dikaji adalah nama, umur, jenis kelamin,

pekerjaan, pendidikan, agama, tanggal MRS, nomor registrasi dan diagnosa

medis.
28

b. Keluhan Utama

Keluhan utama pada masalah patah tulang adalah nyeri. Nyeri akut atau

kronis tergantung berapa lama serangan berlangsung. Unit penilaian data studi

lengkap mengenai data pasien digunakan :

1) Paliatif/Provokatif : apakah ada kejadian faktor nyeri.

2) Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan oleh pasien.

Apakah panas, berdenyut / menusuk.

3) Region radiation of pain : dapatkah nyeri mereda dalam sekejap, apa

sakitnya terasa menjalar, dan dimana letak nyerinya.

4) Severity/scale of pain : seberapa besar nyeri yang dirasakan pasien

berdasarkan skala nyeri.

5) Time : berapa lama nyeri berlangsung, apa yang memperberat pada

malam atau pagi hari.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pada penderita patah tulang akibat trauma/kecelakaan, dapat bersifat

degeneratif/patologis yang awalnya disebabkan oleh perdarahan, kerusakan

jaringan sekitar tulang yang menyebabkan nyeri, bengkak, kulit pucat/berubah

warna dan terasa kesemutan.

d. Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien mengalami patah tulang femur ataukah pasien memiliki

penyakit keturunan? Mengidap osteoporosis/radang sendi atau penyakit lain yang

bersifat turun-temurun atau menular.


29

e. Pola fungsi kesehatan

1) Pola persepsi hidup sehat

Klien fraktur akan mengalami perubahan atau gangguan pada personal

hygiene atau mandi.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Klien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan, meskipun menu

makanan disesuaikan dari rumah sakit.

3) Pola eliminasi

Perubahan buang air kecil/BAB dalam sehari, apakah anda susah

buang air besar karena imobilisasi, feses berwarna kuning, tidak ada

sumbatan usus pada pasien patah tulang.

4) Istirahat dan pola tidur

Kebiasaan pola tidur, apakah ada gangguan yang disebabkan oleh

nyeri, misalnya nyeri akibat patah tulang.

5) Pola aktivitas dan olahraga

Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan akibat patah tulang

mengakibatkan pasien membutuhkan bantuan perawat atau keluarga.

6) Pola persepsi dan konsep diri

Klien mengalami gangguan percaya diri karena tubuhnya berubah,

pasien takut cacat/tidak bisa bekerja lagi.

7) Pola sensori kognitif

Ada rasa sakit yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, jika tidak ada

gangguan pada pola kognitif atau pola berpikir


30

8) Pola hubungan peran

Adanya hubungan peran interpersonal dimana klien merasa tidak

berguna sehingga menarik diri.

9) Pola stres yang berulang

Penting untuk ditanyakan apakah hal ini membuat pasien

depresi/khawatir dengan kondisinya.

10) Pola reproduksi seksual

Jika pasien sudah menikah maka akan mengalami perubahan pola

seksual dan reproduksi, jika pasien belum menikah maka pasien tidak akan

mengalami gangguan pada pola reproduksi seksual.

11) Pola nilai dan kepercayaan

Terjadinya kecemasan/stress untuk pembelaan klien meminta untuk

lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

f. Pemeriksaan fisik

Menurut (Muttaqin 2015) pemeriksaan fisik ada dua macam, yaitu

pemeriksaan fisik umum (general status) untuk mendapatkan gambaran umum

dan pemeriksaan setempat (lokal). Hal ini diperlukan untuk dapat melakukan

perawatan total (total care).

1) Pemeriksaan fisik umum

Keluhan utama:

a) Kesadaran klien: apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis

tergantung klien.
31

b) Keadaan penyakit: akut, kronis, ringan, sedang, berat. Tanda-tanda

vital yang abnormal memiliki gangguan lokal, baik dalam fungsi

maupun bentuk.

c) Tanda-tanda vital yang abnormal karena ada gangguan,baik fungsi

maupun bentuknya.

2) Pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki:

a) Kepala

Inspeksi: Simetris, ada pergerakan

Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

b) Leher

Inspeksi: Simetris, tidak ada tonjolan

Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, ada reflek menelan

c) Wajah

Inspeksi: Simetris, tampak menahan nyeri,

Palpasi: Tidak ada perubahan fungsi atau bentuk, tidak ada lesi, dan

tidak ada edema.

d) Mata

Inspeksi: Simetris

Palpasi: Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis

(karena tidak ada perdarahan).

e) Telinga

Inspeksi: Normal, simetris

Palpasi: Tidak ada lesi, dan nyeri tekan..


32

f) Hidung

Inspeksi: Normal, simetris

Palpasi: Tidak ada kelainan bentuk, tidak ada pernafasan cuping

hidung.

g) Mulut

Inspeksi: Normal, simetris

Palpasi: amandel tidak membesar, gusi tidak berdarah, mukosa

mulut tidak pucat.

h) Toraks

Inspeksi: Simetris, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan

Palpasi: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi: Pekak

Auskultasi: Tidak ada ronki, mengi, dan bunyi jantung I, II teratur

i) Paru

Inspeksi: Pernafasan meningkat, teratur atau tidak tergantung

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

Palpasi: Gerakannya simetris, fremitus teraba sama.

Perkusi: Sonor, tidak ada suara tambahan.

Auskultasi: Bunyi nafas normal, tidak ada mengi atau suara

tambahan lainnya.

j) Jantung

Inspeksi: tidak tampak iktus jantung

Palpasi: nadi meningkat, ictus tidak teraba


33

Auskultasi: suara S1 dan S2 tunggal.

k) Abdomen

Inspeksi: simetris,bentuk datar

Palpasi: turgor baik, tidak ada pembesaran hepar.

Perkusi: suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.

Auskultasi: peristaltic usus normal ± 20 x/menit

l) Inguinal, genetalia, anus

Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak

ada kesulitan buang air besar.

3) Kondisi luka

Pemeriksaan sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut:

a) Inspeksi (look) : pada pemeriksaan dapat memperhatikan wajah

klien, kemudian warna kulit, kemudian saraf, tendon, ligamen dan

jaringan lemak, otot, kelenjar getah bening, tulang dan persendian,

apakah terdapat jaringan parut, kemerahan atau kebiruan atau

hiperpigmentasi, apakah ada benjolan dan bengkak atau ada bagian

yang tidak normal.

b) Palpasi (merasakan) pada pemeriksaan palpasi yaitu : sesuatu pada

kulit, apakah anda meraba nadi arteri, meraba apakah ada

pembengkakan, meraba daerah jaringan lunak untuk mengetahui

adanya kejang otot, atrofi otot, apakah apakah ada penebalan

jaringan senovia, apakah ada cairan di dalam/luar sendi, perhatikan

bentuk tulang ada/tidak ada tonjolan atau kelainan.


34

c) Pergerakan : perhatikan gerakan pada persendian baik aktif/pasif,

apakah gerakan persendian diikuti krepitasi, periksa stabilitas sandi,

apakah gerakan menimbulkan nyeri, periksa (Range Of Motion) dan

kaji gerakan persendian aktif atau pasif.

g. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan radiologi berupa: rontgen, foto polos, bone scan radioisotop,

tomografi, arthrography, CT-scan, dan MRI.

2) Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah, untuk menilai kebutuhan

darah tambahan

2.4.2 Diagnosa Keperawatan

Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (D. 0077) yang

dibuktikan dengan pasien mengeluh nyeri, meringis, protektif memanjakan

(waspada untuk menghindari nyeri), gelisah, denyut nadi meningkat, sulit tidur

(PPNI, 2018).
35

2.4.3 Intervensi Keperawatan

Tabel 2.3 Rencana Keperawatan dengan Nyeri Akut


No. Standar Diagnosis Standar Luaran Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan
(SDKI) (SLKI) Indonesia (SIKI)
1. Nyeri Akut (D. 0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri
Penyebab : Setelah dilakukan tindakan (I.08238) .
1. Agen cedera fisiologis keperawatan 3x24 jam Tindakan
(misalnya peradangan, masalah nyeri akut Observasi :
iskemia, neoplasma) diharapkan menurun dan 1. Identifikasi
2. Bahan pencedera teratasi dengan indikator lokasi,
kimiawi (misalnya 1. Keluhan nyeri (4) karakteristik,
luka bakar, iritan 2. Meringis (4) durasi,
kimiawi) 3. Sikap protektif (4) frekuensi,
3. Agen cedera fisik 4. Kesulitan tidur (4) kualitas,
(misalnya abses, Keterangan: intensitas nyeri.
amputasi, luka bakar, 1=meningkat Terapeutik :
tersayat, angkat berat, 2=cukup meningkat 1. Berikan terapi
prosedur pembedahan, 3=sedang kompres dingin
trauma, penggunaan 4=cukup menurun dengan cold
berlebihan) 5=menurun pack
Gejala dan tanda mayor 1. TTV (Tekanan Edukasi :
Subyektif : darah, frekuensi 1. Jelaskan
1. Keluhan nyeri nadi, pola nafas) penyebab,
Objektif : (4) periode, dan
1. Terlihat meringis 2. Fokus (5) pemicu nyeri
2. Bersikaplah protektif 3. Nafsu makan(4) 2. Jelaskan
(misalnya waspada, Keterangan: strategi
posisi untuk 1=memburuk meredakan
menghindari rasa 2=cukup memburuk nyeri
sakit) 3=sedang 3. Ajarkan terapi
3. Gelisah 4=cukup membaik kompres dingin
4. Denyut nadi 5=membaik dengan cold
meningkat pack untuk
5. Susah tidur mengurangi
Gejala dan tanda minor rasa nyeri
Subjektif : (tidak tersedia) Kolaborasi :
Objektif : 1. Kolaborasi
1. Tekanan darah pemberian
meningkat analgesik, jika
2. Pola pernapasan perlu
berubah Pemantauan Nyeri
3. Perubahan nafsu (I.08242)
makan Tindakan:
4. Proses berpikir Observasi:
terganggu 1. Monitor durasi
5. Menarik diri dan frekuensi
6. Fokus pada diri nyeri.
sendiri Terapeutik :
7. Diaforesis 1. Atur interval
Kondisi klinis terkait: waktu
1. Kondisi pemulihan pemantauan
2. Cedera traumatis sesuai dengan
3. Infeksi kondisi pasien
36

4. Sindrom koroner akut Edukasi :


5. Glaukoma 1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan.
Kolaborasi
Tidak tersedia

2.4.4 Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan pelaksanaan dilakukan sesuai dengan intervensi yang

dilakukan dan inovasi yang ada. Tindakan ini termasuk komponen observasional,

terapeutik, pendidikan dan kolaboratif

2.4.5 Evaluasi Keperawatan

Menurut Setiadi (2012) dalam buku konsep dan pendampingan penulisan

untuk tahapan asesmen atau evaluasi adalah perbandingan kesehatan klien secara

sistematis dan terencana dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan secara

berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan

lainnya. . Ada dua jenis evaluasi:

a. Evaluasi Formatif (Proses)

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses caring dan hasil dari

tindakan caring. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat

mengimplementasikan rencana keperawatan untuk menilai efektivitas tindakan

implementasi yang telah dilaksanakan. Rumusan evaluasi formatif ini meliputi 4

komponen yang dikenal dengan SOAP:

1) S (Subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada klien

afasia.
37

2) O (Objektif) : Data objektif dari observasi yang dilakukan oleh perawat.

3) A (Analisis) : Masalah dan diagnosa klien dianalisis atau ditinjau dari

subjektivitas data dan data objektif.

4) P (Perencanaan) : Perencanaan ulang mengenai perkembangan tindakan

termasuk, baik saat ini maupun yang akan datang dengan tujuan untuk

meningkatkan kondisi kesehatan klien.

b. Evaluasi Sumatif (Hasil)

Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua kegiatan

termasuk seleksi telah dilaksanakan. Evaluasi sumatif ini bertujuan untuk menilai

dan menganggarkan kualitas perawatan terkait komoditas tujuan pengemasan,

yaitu:

1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan perubahan

sesuai standar yang telah ditentukan.

2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien masih

dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada

sebagian kriteria yang telah ditetapkan.Tujuan tidak tercapai atau masih

belum terselesaikan jika klien menunjukkan sedikit perubahan dan tidak

ada kemajuan sama sekali.

2.4.6 Implementasi Evidence Based Practice Nursing

Penerapan Evidence Based Practice Nursing (EBNP) yang akan dilakukan

pada pasien ORIF pasca operasi dengan masalah nyeri di ruang Sadewa 2 dan
38

Sadewa 1 adalah dengan kompres dingin menggunakan cold pack. Konsep

intervensi inovasi ini adalah sebagai berikut:

a. Definisi Kompres Dingin

Kompres dingin adalah metode penggunaan suhu lokal rendah yang

dapat menyebabkan beberapa efek fisiologis. Terapi dingin diduga memiliki efek

analgesik dengan memperlambat kecepatan konduksi saraf sehingga lebih sedikit

impuls nyeri yang mencapai otak (Kristanto & Arofiati, 2016). Price and Wilson

(2005, dalam (Aristiawan dan Marsan Dirdjo, 2019) menyatakan bahwa cold pack

merupakan pengganti dry ice atau es batu dengan hanya mendinginkannya

kembali ke dalam freezer, produk alternatif pengganti es kering dan es batu.

Ketahanan beku bisa mencapai 8-12 jam tergantung box yang digunakan dapat

digunakan berulang kali selama kemasan tidak bocor (rusak). Pada prinsipnya

cold pack adalah kemasan yang dapat menyimpan es dan hal ini membuat es

dapat bertahan lebih lama di luar freezer dibandingkan dengan kemasan plastik.

Cold pack ada dua jenis, yaitu yang berbahan gel hipoalergenik dan yang berisi

cairan atau kristal. Secara umum, cold pack dapat digunakan selama 15 sampai 20

menit. Pada kemasan cold pack yang berbentuk plastik, diperlukan handuk untuk

mengeringkan kondensasi udara (Arovah, 2010).

b. Tujuan Kompres Dingin

Tujuan kompres dingin adalah untuk meredakan nyeri akibat trauma atau

edema, mencegah kepala tersumbat, memperlambat detak jantung, mempersempit

pembuluh darah dan mengurangi aliran darah lokal. Kompres dingin merangsang

kulit sehingga meningkatkan tekanan endorfin yang menghalangi transmisi


39

rangsangan nyeri dan juga merangsang saraf A-Beta berdiameter besar sehingga

mengurangi transmisi impuls nyeri melalui serabut A-delta kecil dan serabut saraf

C (Irawan, Sudiwati, & Dewi, 2018). Hegner (2003, dalam (Kristanto & Arofiati,

2016) mengemukakan bahwa tujuan pemberian kompres dingin yaitu

meningkatkan vasokonstriksi, menurunkan intensitas nyeri, menghentikan

perdarahan, mencegah peradangan, memberikan rasa nyaman, dan menurunkan

suhu tubuh.

c. Indikasi

Indikasi kompres menurut Hegner (2003 dalam (Aristiawan dan Marsan

Dirdjo, 2019)) dilakukan pada klien yang telah melakukan tindakan invasif,

dapat digunakan untuk cedera tiba/tiba atau yang baru terjadi/akut, untuk keseleo

pergelangan kaki, cedera berlebihan pada atlet atau luka memar.

d. Mekanisme Kompres Dingin Terhadap Penurunan Nyeri

Terapi kompres dingin menginduksi anestesi lokal, efek yang disebut

sebagai neuropraksia yang diinduksi dingin, dengan mengurangi jaringan aktivasi

nosiseptor dan konduktivitas sinyal nyeri yang mendasarinya. Kompres dingin

berhubungan dengan efektivitas pendeteksian Transient Receptor Potential

(TRPM8) yaitu dari penurunan suhu di bawah suhu kulit menjadi 10°C - 15°C.

Kerja TRPM8 juga dipengaruhi oleh aktivitas pompa ion K+. Penurunan aktivitas

saluran K+ mengakibatkan peningkatan fraksi neuron yang merespon suhu dingin.

Dengan demikian, saluran ion Na+ (NaV) akan diinaktivasi oleh suhu dingin yang

menyebabkan penurunan impuls nyeri (Pranowo, Dharma, & Kasron, 2021).


40

Breslin (2015) mengatakan bahwa efek pemberian kompres dingin

selama 10-20 menit dapat meningkatkan taman ambang nyeri, mengurangi aliran

darah, mengurangi edema, metabolisme sel, dan transmisi nyeri ke jaringan saraf

akan menurun. Kompres dingin biasanya diterapkan untuk mengobati edema

setelah 24 jam pertama operasi sebagai analgesik (anti nyeri). Kompres dingin

juga merangsang termoreseptor pada kulit dan jaringan yang lebih dalam yang

memiliki efek menghambat nyeri pada medulla spinalis untuk memodulasi

transmisi nyeri sehingga persepsi nyeri berkurang (Setyawati, Sukraeny, &

Khoiriyah, 2018). Terapi kompres dingin dianjurkan 1-3 hari setelah cedera atau

selama fase cedera akut. Selama itu pembuluh darah di sekitar jaringan yang

terluka membuka nutrisi dan cairan untuk masuk ke dalam luka guna membantu

proses penyembuhan jaringan (Risnah, Risnawati, Azhar, & Irwan, 2019).

Penelitian Amanda (2017) menggunakan metode pre-experimental

dengan one group pretest-posttest design dengan intervensi selama 2 hari

berturut-turut sebanyak 3 kali dengan waktu 10 menit. Mekanisme kompres

dingin terhadap nyeri adalah melalui peningkatan hormon endorfin yang

menghambat transmisi rangsangan nyeri sehingga dapat meredakan nyeri yang

dirasakan, hal ini dikarenakan dingin memiliki efek analgesik dan anestesi lokal

dalam menurunkan intensitas nyeri yang dialami seseorang. Kesimpulan

membuktikan adanya penurunan skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan

kompres dingin.

Penelitian Agung (2016) menggunakan metode quasi-experimental pre-

test-post-test dengan kelompok kontrol yang membandingkan nafas dalam dengan


41

terapi cold pack. Penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok, perlakuan dan kontrol.

Kelompok perlakuan diberikan intervensi cold pack dan kelompok kontrol

diberikan intervensi relaksasi nafas dalam yang masing-masing dilakukan

sebanyak 4 kali. Intervensi relaksasi nafas dalam juga dilakukan setelah pasien

sadar sekitar 3-4 jam dan intervensi dengan kompres dingin selama 15 menit.

Pasien yang diberikan intervensi dengan kompres cold pack lebih rendah dari skor

rata-rata skala nyeri pasien yang diberikan intervensi dengan relaksasi nafas

dalam. Mekanisme kompres dingin mempengaruhi proses hemodinamik tubuh

dengan vasokonstriksi, mengurangi aliran darah diarahkan ke area luka sehingga

mengurangi edema, mematikan rasa sakit dan memperlambat proses inflamasi.

Kompres dingin dengan cold pack memberikan efek yang lebih baik dibandingkan

dengan teknik relaksasi pernapasan. Hal ini menunjukkan bahwa kompres dingin

lebih efektif dalam menurunkan nyeri post analgesik II dibandingkan relaksasi

nafas dalam.

Penelitian Citra (2021) menggunakan metode kuasi eksperimen dengan

intervensi kompres dingin, 3 hari dengan durasi 15 menit. Mekanisme dalam

penelitian ini adalah terapi dingin memperbaiki nyeri rumah, termasuk

mengurangi konduksi saraf dan kejang otot, serta mencegah edema. Karena

kompres dingin mengontrol dan mengaktifkan blok saraf yang mencegah neuron

nosiseptif naik untuk mengirim sinyal rasa sakit ke otak, ini mengurangi rasa

sakit. Kesimpulannya adalah ada pengaruh yang signifikan sebelum dan sesudah

pemberian kompres dingin.


42

Penelitian terakhir dari Ovi (2020) menggunakan metode pre-

experimental dengan merancang one-group pre-test post-test dalam waktu 2 hari

selama 10 menit. Mekanismenya adalah kompres dingin menurunkan

prostaglandin dengan cara menghambat proses peradangan. Penipisannya

memperkuat reseptor nyeri, menghambat proses inflamasi dan memicu pelepasan

endorfin. Kompres dingin mengurangi transmisi nyeri melalui serat A-delta dan C

berdiameter kecil dan mengaktifkan transmisi serat A-beta yang lebih cepat dan

lebih besar. Kompres dingin dapat memberikan efek fisiologis seperti mengurangi

respon inflamasi jaringan, mengurangi aliran darah dan mengurangi edema.

e. Analisis PICOT

Analisis PICOT berisi tentang rumusan pertanyaan klinis yang tepat,

sebagai berikut:

1) Problem : Nyeri pada pasien pasca operasi fraktur tertutup ekstremitas

atas atau bawah

2) Intervention : Terapi kompres dingin dengan cold pack

3) Comparison : Tidak ada intervensi pembanding

4) Outcome : Diharapkan dalam 3 hari, pasien yang sudah diberikan

intervensi terapi kompres dingin dengan cold pack akan mengalami

penurunan intensitas nyeri.

5) Time : Dilakukan di RSD K.R.M.T Wongsonegoro dengan waktu

intervensi 3x sehari selama 5-10 menit pada bagian yang nyeri.


43

f. Metode Telusur Artikel

Pencarian artikel ditetapkan dengan menggunakan jurnal yang sudah

terpublikasi baik nasional maupun internasional dengan batasan tahun terbit

antara 2018 sampai dengan 2023 atau 5 tahun terakhir. Cara penelusuran artikel

diperoleh secara elektronik dengan kata kunci terapi kompres dingin untuk

menurunkan intensitas nyeri menggunakan database : Google Scholar

ResearchGate, ScienceDirect, Ncbi, dan PubMed. Hasil pencarian melalui pilihan

advanced search didapatkan total sebanyak 5 artikel yang relevan dengan rentang

tahun terbit kurang dari 5 tahun dengan tipe artikel seluruhnya berjenis research

articles.
44

g. Analisis Artikel

Tabel 2. 4 Analisis Artikel

No. Nama Judul Tahun PICOT


Peneliti Problem/Population Intervensi Comparison Outcome Time
1. Ovi Pengaruh Pemberian 2021 Populasi dalam Pada penelitian ini Pada penelitian ini Hasil penelitian ini Penelitian
Anggraini Kompres Dingin penelitian ini adalah peneliti memberikan tidak menggunakan menunjukkan bahwa dilakukan di
dan R.A. Terhadap Penurunan seluruh pasien post intervensi terapi kelompok terdapat pengaruh RS Siloam
Fadila Skala Nyeri Pada operasi fraktur di kompres dingin pada pembanding, hanya pemberian kompres Sriwijaya
Pasien Post Operasi Ruang Rawat Inap pasien post operasi menggunakan satu dingin terhadap Palembang
Fraktur Di RS Siloam RS Siloam Sriwijaya fraktur diberikan kelompok yaitu penurunan skala nyeri selama 1
Sriwijaya Palembang Palembang bulan selama 20 menit kelompok pada pasien post operasi bulan.
Tahun 2020 Maret dan April dengan menggunakan intervensi saja. fraktur dengan nilai p
Tahun 2020 dengan SOP. value 0,000. (Anggraini
jumlah sampel & Fadila, 2021)
sebanyak 30 orang.
2. Clara Pengaruh Pemberian 2021 Populasi dalam Pada penelitian ini Pada penelitian ini Hasil uji T-test Penelitian ini
Nadia Kompres Dingin penelitian ini adalah peneliti memberikan tidak menggunakan berpasangan didapatkan telah di
Terhadap Nyeri Pada seluruh pasien fraktur intervensi terapi kelompok hasil nilai P= 0,000 yang lakukan di
Pasien Fraktur ekstremitas tertutup kompres dingin pada pembanding, hanya artinya ada pengaruh Rumah Sakit
Ekstremitas Tertutup berjumlah 68 orang pasien fraktur menggunakan satu pemberian kompres Islam Siti
di Rawat Inap RSI dengan sampel 10 ekstremitas tertutup. kelompok yaitu dingin terhadap nyeri Rahmah
Siti Rahmah Padang orang di Rumah Sakit kelompok pada pasien dengan Padang dari
Islam Siti Rahmah intervensi saja. fraktur ekstremitas dekat Bulan April
Padang. (Nadia, 2021). sampai
Oktober 2020.
3. Lenni Pengaruh Terapi 2018 Sampel pada Pada penelitian ini Rancangan ini Hasil penelitian Penelitian
Sastra dan Dingin Cryotherapy penelitian ini adalah peneliti memberikan tidak ada didapatkan p value 0, 00 Ini
Lola Terhadap Penurunan pasien dengan fraktur intervensi terapi dingin kelompok (p value< 0,05) sehingga dilaksanakan
Despitasari Nyeri Pada Fraktur tertutup di ruang cryotherapy pada pembanding ada pengaruh terapi di ruang
Ekstremitas Tertutup trauma centre RSUP fraktur ekstremitas (kontrol). dingin cryotherapy trauma centre
DR. M. Djamil tertutup. terhadap penurunan nyeri RSUP Dr. M.
45

Padang sebanyak 12 pasien dengan Djamil


orang. ekstremitas tertutup. mulai dari
Hasil penelitian ini bulan
diharapkan dapat Maret –
mengevaluasi efek dari November
terapi dingin cryotherapy 2018
pada penurunan nyeri dengan
pasien dengan fraktur pengumpulan
ekstremitas tertutup data
(Sastra & Despitasari, dilaksanakan
2018). pada
tanggal 11 Mei
- 5 Juli 2018.

4. Nuril Perbandingan 2022 Populasi dalam Pada penelitian ini Pada penelitian ini Berdasarkan uji statistik Penelitian ini
Maulidia, Kompres Hangat Dan penelitian ini adalah peneliti memberikan menggunakan dengan Independent T- telah dilakukan
Musdiani, Kompres Dingin seluruh pasien post intervensi terapi kelompok test diperoleh nilai di Rumah
dan Terhadap Intensitas operasi fraktur. kompres dingin dan pembanding, yaitu signifikan sebesar 0.000 Sakit Umum
Mahruri Nyeri Pada Pasien kompres hangat pada kelompok yang ˂ 0.05, maka dapat Cut Meutia
Saputra Post Operasi Fraktur pasien post operasi diberikan intervensi disimpulkan ada Lhokseumawe
Di Ruang Bedah Rsu fraktur diberikan kompres hangat. perbedaan antara dari tanggal 02
Cut Meutia Aceh dengan menggunakan pemberian kompres Agustus s/d 11
Utara SOP. hangat dengan kompres Agustus 2022.
dingin terhadap
intensitas nyeri pada
pasien post operasi
fraktur di ruang bedah
RSU Cut Meutia Aceh
Utara Tahun 2022.
(Maulidia, Bina,
Getsempena, & Dingin,
2022)

5. Olvin Perbandingan 2019 Populasi dalam Pada penelitian ini Pada penelitian ini hasil uji statistik Penelitian ini
46

Manengke Pemberian Kompres penelitian ini adalah peneliti memberikan menggunakan menggunakan uji mann telah
y, Stefanus Dingin Dan Hangat semua pasien fraktur intervensi terapi kelompok whitney diperoleh bahwa dilaksanakan
Timah, dan Terhadap Nyeri Pada ekstremitas tertutup kompres dingin dan pembanding, yaitu nilai p value pada di ruang
Nathalia Pasien Fraktur yang dirawat di kompres hangat pada kelompok yang kompres hangat 0.000 instalasi gawat
Merry Ekstremitas Tertutup instalasi gawat pasien fraktur diberikan intervensi dan kompres dingin darurat Rs.
Kohdong Di Instalasi Gawat darurat Rs. ekstremitas. kompres hangat. 0.000, maka dapat Bhayangkara
Darurat RS Bhayangkara Tk III disimpulkan bahwa Tk III Manado.
Bhayangkara Tk III Manado, dengan terdapat pengaruh pada Mulai dari
Manado jumlah rata-rata 52 kompres hangat dan bulan Maret
pasien. Sampel pada kompres dingin terhadap sampai dengan
penelitian ini yaitu tingkat nyeri. bulan April
dengan jumlah 22 Berdasarkan hasil 2019.
pasien untuk kompres penelitian disimpulkan
dingin dan 22 pasien bahwa pemberian
untuk kompres kompres dingin (es batu)
hangat. lebih efektif dari
kompres hangat dalam
penanganan nyeri
terhadap pasien fraktur
ekstremitas tertutup di
instalasi gawat darurat
Rs.Bhayangkara Tk III
Manado (Manengkey,
Timah, & Kohdong,
2019).
h. Evaluasi EBNP

Hasil evaluasi Evidence Based Nursing Practice (EBNP) dilakukan

menurut skala nyeri Numeric Rating Scale (NRS) yang berarti angka 0 artinya

tidak ada keluhan nyeri, angka 1-3 ada rasa nyeri, mulai terasa dan masih dapat

ditahan, angka 4-6 ada rasa nyeri, terasa mengganggu dengan usaha yang cukup

kuat untuk menahannya dan angka 7-10 ada nyeri, terasa sangat mengganggu/

tidak tertahankansehingga harus meringis, menjerit bahkan berteriak.


2.4.7 Kerangka Konsep

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

Pengkajian Implementasi
Pasien post Implementasi
Intervensi diilakukan pada Evaluasi
operasi Diagnosa Kompres pasien post operasi Evaluasi 3
fraktur Keperawatan Dingin fraktur dengan hari setelah
dengan Nyeri Akut Cold Pack kesadaran diberikan
masalah
composmentis tindakan
nyeri
dengan tingkat keperawatan
nyeri ringan – dengan
sedang. kriteria hasil
Implementasi tingkat nyeri
dilakukan 2 menurun.
jamsebelum atau 4
jam setelah pasien
diberikan obat
analgesik dan
dilakukan 3x dalam
sehari selama 5-10
menit.

Anda mungkin juga menyukai