Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan

pendelegasian wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah. Dimana melalui otonomi daerah pemerintah

menguatkan sentra ekonomi kepada daerah dengan memberikan

kesempatan kepada daerah untuk mengurus dan mengelola potensi

ekonominya sendiri secara proporsional (Sabarno, 2016:11-12). Tujuan

peletakan kewenangan dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah

peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan, dan keadilan, demokrasi

dan penghormatan terhadap budaya lokal dan memperhatikan potensi dan

keanekaragaman daerah (Bratakusumah & Solihin, 2018:32)

Kebijakan otonomi daerah yang secara efektif mulai dilaksanakan

pada Januari 2001 menimbulkan reaksi pro dan kontra dalam masyarakat,

akan tetapi bagi pemerintah daerah yang memiliki sumber daya alam yang

banyak menanggapi peraturan otonomi daerah tersebut dengan sangat

antusias, sebaliknya pemerintah daerah yang kurang memiliki sumber

daya alam merasa sedikit khawatir. Kekhawatiran ini disebabkan karena

pemerintah daerah selalu menerima sumbangan dari pemerintah pusat

untuk mendanai daerahnya (Mais & Yuniara, 2020:2).

1
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menetapkan bahwa

penerimaan daerah terdiri dari: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu

pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan

daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang meliputi pajak daerah,

retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

2) Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN

yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Semakin tinggi PAD semakin tinggi pula pemerintah daerah untuk

membiayai kebutuhannya sendiri. Hal ini berarti membuktikan bahwa

pemerintah daerah telah berhasil menyelenggarakan otonomi daerah.

Demikian sebaliknya, jika PAD yang didapat pemerintah daerah semakin

sedikit atau mengalami penurunan, maka penyelenggaraan otonomi daerah

belum maksimal (Rosyada, 2017:6). Pendapatan asli daerah terutama

pajak daerah dan retribusi daerah. Besar kecilnya penerimaan pajak daerah

tergantung pada jumlah dan macam objek pajak daerah, tarif pajak daerah,

serta dasar pajak daerah. Tarif pajak dan retribusi daerah tergantung pada

kehendak pemerintah daerah untuk menetapkannya dengan batas

maksimum yang telah ditentukan oleh undang-undang. Tetapi jumlah dan

macam objek pajak serta dasar pajak daerah tergantung pada kondisi

perekonomian setempat. Apabila perekonomian daerah menjadi semakin

2
maju, maka akan semakin banyak macam dan objek pajak yang dapat

dikenai pajak maupun retribusi daerah (Suparmoko, 2015:98).

Pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan pungutan pajak

daerah dan retribusi daerah untuk meningkatkan keuangan daerah. Upaya

demikian dilakukan dengan menggali potensi sumber-sumber pendapatan

guna meningkatkan belanja daerah secara ekonomi yang agresif, tetapi

efisien dan efektif (Soebachi, 2014:4). Provinsi Kalimantan Utara sebagai

salah satu daerah yang memiliki potensi yang sangat beragam, mulai dari

pertanian, perikanan, pariwisata, peternakan, sampai kehutanan. Untuk

mengembangkan semua itu, membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam

membiayai pelaksanaan pemerintah. Untuk mewujudkan kemampuan dan

kemandirian daerah serta memperkuat struktur penerimaan daerah, maka

PAD harus ditingkatkan, yaitu salah satunya dengan upaya peningkatan

pajak daerah yang dilakukan oleh Badan Pendapatan Daerah Provinsi

Kalimantan Utara, dengan melaksanakan kegiatan pengelola pajak daerah.

Meliputi pendataan potensi, subjek dan objek pajak daerah. Tentunya pula

dengan meningkatkan kualitas pelayanan public.

Table 1.1
Realisasi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan PAD Provinsi Kalimantan
Utara Tahun 2017 – 2021
Tahun Pajak Daerah % Retribusi % Pendapatan
Anggar Daerah Asli Daerah
an
2017 308.952.404.415 64 137.040.500,0 0,0 482.740.846.005
,00 0 3 ,72
2018 388.388.763.489 67,6 1.640.091.145, 0,2 574.088.357.593
,00 5 00 ,08
2019 417.536.961.744 63,6 5.905.454.587, 0,9 655.846.206.222
,00 6 00 ,83

3
2020 348.949.836.778 62,5 4.856.242.203, 0,8 557.646.133.462
,00 8 00 ,35
2021 392.686.405.543 57,9 6.212.686.828, 0,9 677.803.723.304
,00 4 00 ,94
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Utara, 2022
Sumber PAD Provinsi Kalimantan Utara dari penerimaan pajak

daerah merupakan sumber yang paling berkontribusi yaitu hingga

mencapai 67,65% sedangkan untuk penerimaan retribusi daerah hanya

memberikan sumbangan terhadap PAD tidak mencapai 1%. Hal ini

mengindikasikan bahwa retribusi daerah sangat kurang berkontribusi

terhadap peningkatan PAD. Pendapatan Asli Daerah provinsi Kalimantan

Utara, pajak daerah dan retribusi daerah selalu mengalami kenaikan dari

tahun ke tahun. Dengan begitu, bisa dikatakan bahwa pemerintah daerah

berusaha untuk meningkatkan sumber pendapatan daerahnya dari sektor

pajak daerah dan retribusi daerah. Namun, walaupun adanya peningkatan

pada sektor pajak daerah dan retribusi daerah, hal ini tidak bisa dijadikan

acuan dalam mengukur keberhasilan pemungutan pajak dan retribusi yang

dilakukan oleh pemerintah.

Peningkatan realisasi anggaran pajak daerah dan retribusi daerah

dari tahun ketahun belum bisa dijadikan pedoman dalam mengukur

keberhasilan pemungutan pajak dan retribusi yang telah dilakukan oleh

Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Utara. Dengan cara menghitung

efektivitas dan efisiensi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah hal

ini dapat membantu pemerintah daerah dalam mengukur keberhasilan

pemungutan pajak daerah dan retribusi daerahnya.

4
Efektivitas adalah keberhasilan atau kegagalan dari organisasi

dalam mencapai tujuannya. Menurut Halim (2014) efektivitas pajak daerah

dan retribusi daerah menunjukkan kemampuan pemeritah daerah dalam

mengumpulkan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan jumlah

penerimaan pajak dan retribusi yang ditargetkan. Sedangkan efisien

merupakan pengukur besarnya biaya pemungutan yang digunakan

terhadap realisasi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah itu sendiri

(Halim, 2014).

Pengukuran efektivitas dan efisiensi pajak daerah dan retribusi

daerah sangat penting dilakukan guna melihat apakah ada peningkatan

pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah dan retribusi

daerah merupakan hal yang menarik untuk diteliti karena pajak daerah dan

retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang

penting guna membiayai penyelenggaraan daerah dan pembangunan

daerah untuk menetapkan Otonomi Daerah. Oleh karena itu perlu

dianalisis efektivitas dan efisiensi penerimaan pajak daerah dan retribusi

daerah di Provinsi Kalimantan Utara, kemudian seberapa besar

kontribusinya terhadap PAD Provinsi Kalimantan Utara itu sendiri

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka dapat

disampaikan permasalahan sebagai berikut:

5
1. Bagaimana efektivitas penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di

Provinsi Kalimantan Utara tahun 2017-2021?

2. Bagaimana efisiensi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah di

Provinsi Kalimantan Utara tahun 2017-2021?

3. Bagaimana kontribusi penerimaan pajak daerah terhadap peningkatan

PAD Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2017-2021?

4. Bagaimana kontribusi penerimaan retribusi daerah terhadap

peningkatan PAD Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2017-2021?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui Efektivitas dan Efisiensi

Kontribusi penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli

Daerah di Provinsi Kalimantan Utara tahun 2017-2021

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat

1. Bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada

pemerintah daerah tentang pentingnya efisiensi dan efektvitas dalam

pungutan pajak dan retribusi daerah. Selain itu dapat memberikan

informasi tentang kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah pada

pendapatan asli daerah.

2. Bagi Peneliti

6
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman mengenai Efektivitas dan Efisiensi Kontribusi penerimaan

retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah

3. Bagi Akademisi

Penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan pustaka untuk

penelitian selanjutnya dan mempunyai kegunaan dibidang

pengembangan Ilmu Ekonomi

1.5. Batasan Penelitian

Adapun Batasan dalam penelitian ini meliputi:

1. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang menggunakan data

selama lima tahun yaitu dari tahun 2017-2021 yang diperoleh dari Biro

Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Utara dan Badan Pendapatan

Daerah (BAPENDA)

2. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan April - Mei tahun 2023

3. Variable yang diteliti meliputi variabel bebas (Efektivitas dan Efisiensi

Kontribusi penerimaan pajak dan retribusi daerah) dan variabel terikat

(Pendapatan Asli Daerah)

7
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Otonomi Daerah

Otonomi daerah diambil dari bahasa Yunani, yaitu kata otonomi berasal

dari kata “autos” dan “namos”. Autos berarti sendiri dan namos berati

aturan atau undang-undang. Sedangkan daerah yaitu kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa otonomi daerah yaitu kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

pemerintahannya sendiri (Panglima, 2014)

Otonomi Daerah yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk

memaksimalkan otonomi daerah dan meningkatkan pembangunan, serta

mengurangi sumbangan dari pemerintah pusat, maka pemerintah daerah harus

lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (UU No. 23 tahun 2014).

UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa Daerah

otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

8
Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa otonomi

daerah dapat diartikan sebagai wewenang yang diberikan oleh pemerintah

pusat kepada daerah baik kabupaten maupun kota untuk mengatur,

mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya sendiri sesuai

dengan kemampuan daerah masing-masing dan mengacu kepada kepada

peraturan perundangan yang berlaku dan mengikatnya.

1. Tujuan Otonomi Daerah

Tujuan Otonomi Daerah menurut UU No. 32/ 2004 Pasal 2 Ayat (3)

tentang Pemerintahan Daerah yaitu untuk menjalankan otonomi

seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan

Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

pelayanan umum, dan daya saing daerah.

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah menurut Mardiasmo

(2018:46) adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan

memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi

utama pelaksanaan otonomi daerah yaitu:

a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan

kesejahteraan masyarakat.

b. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya

daerah.

c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik

untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan)

9
2.2 Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan daerah

yang bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk

mendanai pelaksanaan pembangunan dan otonomi daerah sesuai dengan potensi

daerah sebagai wujud desentralisasi. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan PAD lain-lain

yang sah (Siregar, 2015:31). UU No. 23/2014 Pasal 1 angka 35 menyebutkan

bahwa pendapatan daerah yaitu semua hak daerah yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu.

Baldric (2017:23) menyatakan bahwa pendapatan asli daerah atau yang

selanjutnya disebut PAD merupakan penerimaan yang diperoleh daerah

dari sumber-sumber daerah dalam wilayahnya sendiri yang dipungut

berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan daerah atau

peruundang-undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang

peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh

mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan

pembangunan daerah.

Carunia (2017:119) menyatakan bahwa Pendapatan asli daerah (PAD)

merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam

wilayahnya sendiri, semakin tinggi peranan PAD dalam struktur keuangan

daerah, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan yang dimiliki

oleh daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan daerahnya.

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pendapatan

asli daerah adalah semua penerimaan keuangan yang didapat suatu daerah

10
dimana penerimaan tersebut di dapat dari sumber yang mempunyai potensi

di daerah tersebut contohnya hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,

hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah.

1. Sumber Pendapatan Asli Daerah

UU No. 33/2004 Pasal 6 Ayat (1) PAD bersumber dari:

a. Pajak daerah merupakan pungutan daerah yang sesuai dengan

peraturan yang dikeluarkan oleh daerah untuk pembiayaan

anggarannya sebagai badan usaha umum. Pajak daerah sebagai

pungutan oleh pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk

anggaran belanja daerah yang tidak langsung dikompensasi,

meskipun pelaksanaannya dapat dipaksakan

b. Retribusi Daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi

pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena

memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha

atau milik pemerintah daerah bersangkutan.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan adalah hasil

pendapatan daerah dari keuntungan yang didapat dari perusahaan

daerah yang dapat berupa dana pembangunan daerah dan

merupakan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke

kas daerah. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain: bagian laba,

deviden, dan penjualan saham milik daerah.

11
d. Lain-lain PAD yang sah berupa jasa giro, penjualan aset tetap

daerah, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai rupiah terhadap

mata uang asing, komisi, potongan, dan bentuk lain sebagai akibat

dari penjualan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah

2.3 Pajak Daerah

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No. 28

Tahun 2007)

Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Warsito, 2016:128).

Mardiasmo (2018:12) Pajak Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

menurut Prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Samudra (2015:68) pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah

berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk

kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Ada

beberapa ciri yang melekat dalam pengertian pajak daerah, baik menurut

undang-undang yang terdahulu maupun yang berlaku sekarang, yaitu:

12
a. Pajak daerah dapat berasal dari pajak asli daerah maupun pajak negara

yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.

b. Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah

administrative yang dikuasainya.

c. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan

rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah

sebagai badan hukum.

d. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan Peraturan

Daerah (Perda), maka sifat pemungutan pajak daerah dapat dipaksakan

kepada masyarakat yang wajib membayar dalam lingkungan

administrative kekuasaannya

Berdasarkan definisi diatas dapat dikatakan bahwa pajak daerah yaitu

pajak yang dipungut dan dikelola oleh suatu daerah, serta pelaksanaannya

diatur oleh peraturan daerah, dan hasil pajaknya digunakan untuk

membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah.

1. Jenis pajak dan Objek Pajak

a. Pajak Provisi

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

Objek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan atau

penguasaan kendaraan bermotor sebagai alat angkut orang atau

barang. Pemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh

pemerintah pusat dan pemerintah daerah, konsulat, perwakilan

negara asing, perwakilan negara asing, perwakilan negara

13
internasional, dikecualikan dari pengenaan pajak kendaraan

bermotor. Subjek pajak kendaraan bermotor adalah orang

pribadi atau badan yang memiliki dan atau menguasai

kendaraan bermotor. Selanjutnya wajib pajak kendaraan

bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki

kendaraan bermotor. Tarif pajak kendaraan bermotor

ditetapkan sebesar 1,5% dari nilai jual kendaraan bermotor

(Suparmoko, 2017:63).

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas

Air

Bea balik nama kendaraan bermotor adalah pajak atas

penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat dari

transaksi jual beli, tukar menukar, hibah, warisan atau

pemasukan ke dalam badan usaha jadi objek pajak BBNKB

adalah pergerakan kendaraan bermotor, kecuali pergerakan

kendaraan bermotor kepada pemerintah pusat dan daerah,

kedutaan dan konsulat asing. Sebagai subjek atau wajib pajak

bea balik nama kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau

badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Tarif

bea balik nama kendaraan bermotor adalah 10% dari nilai jual

kendaraan bermotor jika penyerahan kendaraan itu merupakan

penyerahan yang pertama (Suparmoko, 2017:64).

14
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah pajak yang

dikenakan terhadap penggunaan bahan bakar (bensin, solar,

gas) untuk menggerakkan kendaraan bermotor. Objek pajak

bahan bakar kendaraan bermotor adalah bahan bakar kendaraan

bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan kendaraan

bermotor. Selanjutnya subjek pajak adalah konsumen bahan

bakar kendaraan bermotor dan sebagai wajib pajaknya adalah

penyedia bahan bakar kendaraan bermotor tersebut

(Suparmoko, 2017:65).

Hasil penerimaan dari pajak bahan bakar kendaraan bermotor

diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten dan kota

setelah dikurangi 10% nya untuk pemerintah provinsi yang

bersangkutan. Bagian yang diterima oleh pemerintah daerah

sebesar 90% dari hasil penerimaan pajak bahan bakar

kendaraan bermotor tadi dibagi lagi yaitu 50% diterimakan

kepada daerah kabupaten berdasarkan panjang jalan di masing-

masing kabupaten dan sisanya 50% lagi dibagi rata untuk

seluruh daerah kabupaten yang ada di provinsi yang

bersangkutan (Suparmoko, 2017:65).

15
4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan

Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan adalah

pajak atas pengambilan air bawah tanah dan atau air permukaan

untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk

keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Sedangkan

yang dimaksud dengan air permukaan adalah air yang berada

diatas permukaan bumi, tetapi tidak termasuk air laut.

Kemudian karena sumberdaya air bawah tanah dan air

permukaan biasanya tersebar di beberapa wilayah tingkat II,

maka baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tingkat

satu tetap berwenang mengatur organisasi pengelolaannya,

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Suparmoko, 2017:66).

5) Pajak Rokok

Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut

oleh pemerintah. Pajak rokok dikenakan kepada pengusaha

pabrik rokok atau produsen dan termasuk pula importir rokok

yang memiliki izin berupa nomor pokok pengusaha barang

kena cukai. Instansi yang memiliki kewenangan untuk

melakukan tindakan pemungutan adalah pemerintah daerah,

dimana proses pemungutan pajak rokok secara bersamaan

disertai dengan pemungutan cukai rokok. Di beberapa tempat

16
di Indonesia, hadirnya perusahaan rokok mampu memberikan

kontribusi pendapatan yang cukup besar untuk pemerintah

daerah, sehingga dengan melihat potensi tersebut dibutuhkan

peraturan dan ketentuan berlapis mengenai tata cara

pemungutan dan penyetoran pajak agar dapat dimanfaatkan

secara optimal dan terarah (Suparmoko, 2017:66)

b. Pajak Kabupaten/Kota

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah

Dan Retribusi Daerah menyebutkan bahwa pajak kabupaten/kota

meliputi:

1) Pajak Hotel

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh

hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan

dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk

pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan

dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih

dari 10 (sepuluh)

2) Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran

adalah bangunan atau tempat yang menyediakan makanan

dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang termasuk

17
rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, jasa

boga/katering, dan sejenisnya.

3) Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas penyelenggaraan suatu daerah. Hiburan adalah

semua jenis pertunjukan, permainan, dan keramaian dengan

nama dan bentuk apapun yang ditonton dan dinikmati oleh

setiap orang dengan dipungut bayaran oleh pemerintah daerah.

4) Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda,

alat, atau media yang bentuk susunan dan corak ragamnya

dirancang untuk tujuan komersial yang dipergunakan untuk

memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, memuji,

dan menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau

badan yang dapat dilihat, didengar, dirasakan dan dinikmati

oleh umum.

5) Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah atas penggunaan tenaga listrik, baik yang

dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

18
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak yang

dipungut oleh pemerintah daerah atas kegiatan pengambilan

mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di

dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral

Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan

batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-

undangan di bidang mineral dan batubara

7) Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan,

baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun

yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan

tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan

bermotor yang memungut biaya. Parkir adalah kendaran tidak

bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara

8) Pajak Air Tanah

Pajak Air Tahah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air

Tanah adalah air yang terdapat dalam tapisan tanah atau batuan

dibawah permukaan tanah.

19
9) Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah atas kegiatan pengembalian dan/atau

pengusahaan sarang burung walet. Burung Walet adalah

burung yang berasal dari keluarga Apodidae. Apodidae diambil

dari bahasa Yunani kuno, yaitu apous yang berarti “tanpa

kaki”. Hal ini disebabkan burung walet memiliki kaki yang

sangat pendek, selain itu burung walet juga jarang berdiri

ditanah, burung walet lebih suka bergelantung di permukaan

yang tegak lurus.

10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah

pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas bumi dan/atau

bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh

orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan

untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan

pertambangan. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi

tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah

kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknis yang

ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau

perairan pedalaman dan/atau laut.

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

20
Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi,

tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom,

seperti Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, jenis pajak yang dapat

dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah

provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota

2. Kriteria Pajak Daerah

Berkaitan dengan pembagian kewenangan penarikan pajak pada

tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, terdapat kriteria

berkaitan dengan pemberian kewenangan perpajakan baik kewenangan

pemerintahan Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota (Soebachi, 2016:124-

125), yaitu:

a. Pajak untuk tujuan stabilisasi ekonomi dan distribusi pendapatan

seharusnya tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

b. Basis pajak daerah seharusnya tidak terlalu “mobile”. Pajak daerah

yang sangat “mobile” akan mendorong pembayar pajak merelokasi

usahanya dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah yang

beban pajaknya rendah. Sebaliknya, basis pajak yang yang tidak

terlalu “mobile” akan mempermudah daerah untuk menetapkan

tarif pajak yang berbeda sebagai cerminan dari kemampuan

masyarakat. Basis pajak yang “mobile” merupakan persyaratan

utama untuk mempertahankan di tingkat pemerintah yang lebih

tinggi (Pusat/Provinsi).

21
c. Basis pajak yang distribusinya sangat timpang antar daerah

seharusnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat.

d. Pajak daerah seharusnya “visible”. Dalam arti pajak harus jelas

bagi pembayar pajak daerah, objek, subjek, dan besarnya pajak

terutang mudah dihitung sehingga dapat mendorong akuntabilitas

daerah.

e. Pajak daerah seharusnya tidak dapat dibebankan kepada penduduk

daerah lain, karena akan memperlemah hubungan antar pembayar

pajak dengan pelayanan yang diteriman (pajak adalah fungsi dari

pelayanan).

f. Pajak daerah seharusnya dapat menjadi sumber penerimaan yang

memadai menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang besar.

Hasil penerimaan, idealnya harus elastis sepanjang waktu dan

seharusnya tidak berfluktuasi.

g. Pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya relatif lebih

mudah diadministrasikan atau dengan kata lain perlu pertimbangan

efisiensi secara ekonomi berkaitan dengan kebutuhan data, seperti

identifikasi jumlah pembayar pajak, penegakkan hukum, dan

komputerisasi.

2.4 Retribusi Daerah

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Soebachi,

2014:13). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah

22
dan Retribusi Daerah, Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan

dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau badan.

Berdasarkan definisi diatas dapat dikatakan bahwa retribusi daerah

merupakan salah satu jenis pungutan yang dikenakan Pemerintah Daerah

kepada masyarakat disamping pajak. Retribusi bersama-sama dengan

pajak digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.

1. Jenis Retribusi Daerah

Retribusi sendiri terbagi menjadi tiga golongan, pengelompokan

retribusi meliputi retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi

perizinan tertentu (Soebachi 2016:13), yaitu:

a. Retribusi Jasa Umum

Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang

menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang

bersangkutan. Wajib retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau

badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,

termasuk pemungut atau pemotong retribusi jasa umum. Objek

retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau

diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan

23
kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau

badan.

Retribusi jasa umum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

1) Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan

retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu.

2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi.

3) Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau

badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk

melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

4) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.

5) Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional

mengenai penyelenggaraannya.

6) Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efisien, serta

merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang

potensial.

7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut

dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

b. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

24
1) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan

retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu.

2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial

yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum

memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki atau dikuasai

daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah

Daerah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi perizinan tertentu yaitu:

1) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang

diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.

2) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi

kepentingan umum.

3) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin

tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dan

pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai

dari Retribusi Perizinan.

Retribusi Daerah yang dipungut oleh Provinsi yaitu:

a. Retribusi jasa umum

1) Retribusi pelayanan kesehatan rumah sakit jiwa

2) Retribusi penggantian biaya administrasi

3) Retribusi kemetrologian

b. Retribusi jasa usaha

25
1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah

2) Retribusi tempat pelelangan (diskan) kapal cantrang

3) Retribusi tempat penginapan/villa, Retribusi pelayanan

kepelabuhan

4) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga

5) Retribusi penyeberangan di air

6) Retribusi pengolahan limbah air

7) Retribusi penjualan usaha daerah

c. Retribusi perizinan tertentu

1) Retribusi izin trayek

2) Retribusi pengujian kapal perikanan

3) Retribusi perizinan kapal perikanan

4) Retribusi IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing)

2. Kriteria Retribusi Daerah

Kriteria retribusi daerah menurut Soebachi (2016:127), yaitu:

a. Retribusi dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan.

b. Pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu.

c. Adanya prestasi langsung dari negara kepada individu pembayar

retribusi berupa jasa.

d. Uang hasil retribusi digunakan bagi pelayanan umum berkait

dengan retribusi yang bersangkutan.

e. Pelaksanaannya dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis.

3. Tata Cara Penarikan dan Tarif Retribusi Daerah

26
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Pasal 26

pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. Artinya, seluruh proses

pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga.

Berikut ini adalah tata cara pemungutan retribusi daerah diatur

Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009, yaitu:

a. Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain

yang dipersamakan.

b. Dokumen lain yang dipersamakan dapat berupa karcis, kupon, dan

kartu langganan.

c. Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tidak tepat

waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif

berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dari retribusi yang tidak atau

kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD (Surat

Tagih Retribusi Daerah).

d. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan denda

peraturan kepada daerah.

2.5 Efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada efeknya (akibatnya,

pengaruhnya, kesamaannya, atau mujarab, dapat membawa hasil, berhasil

guna). Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang

tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam

jumlah yang secara sadar telah ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan

27
sejumlah barang dan jasa kegiatan yang dijalankan. Efektivitas pajak

daerah dan retribusi daerah menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai

tidaknya sasaran yang telah ditetapkan, jika hasil sasaran semakin

mendektai sasaran, berarti semakin tinggi efektivitasnya (Siagian, 2018:4).

Efektivitas pajak daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam

mengumpulkan pajak daerah sesuai dengan jumlah penerimaan pajak daerah

yang ditargetkan (Putra, 2018). Efektivitas retribusi daerah merupakan

perbandingan antara realisasi dan target penerimaan retribusi daerah, sehingga

dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan dalam melakukan pungutan

(Warsito, 2016:128).

Analisis efektivitas pajak dan retribusi daerah yaitu menggambarkan

kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan dengan target yang

ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim, 2016). Pengelolaan

administrasi perpajakan yang baik dan benar akan membuat efektifnya

pengelolaan kegiatan wajib pajak secara umum. Wajib pajak akan dengan

mudah dan dalam waktu singkat mendapatkan data serta informasi yang

dibutuhkan tentang pajak yang berkaitan dengan kegiatan wajib pajak

secara umum. Selain itu, kualitas data dan informasi tentang pajak juga

akan memenuhi seluruh kebutuhan wajib pajak baik menyangkut pajak

maupun kegiatan lainnya. Efektivitas ini diantaranya dapat dilihat dalam

beberapa kegiatan perpajakan berikut (Pandiangan, 2014:243):

28
a. Ketika akan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, langsung dapat

dilaksanakan karena tersedia dokumen yang dibutuhkan oleh

pendaftar.

b. Ketika akan menghitung pajak, wajib pajak segera dapat melaksanakan

karena telah tersedia semua data, informasi, dan dokumen yang

berhubungan dengan penghitungan pajak

c. Ketika akan memotong atau memungut pajak, wajib pajak segera dapat

melaksanakan karena sudah tersedia informasi mengenai berapa

besarnya pajak terutang yang akan dipotong atau dipungut.

d. Ketika akan membayar pajak, wajib pajak wajib pajak segera dapat

melaksananakan karena sudah tersedia dana pajak serta sarana yang

dibutuhkan untuk membayar atau menyetor pajak.

e. Ketika akan melaporkan pajak, wajib pajak segera dapat melaksanakan

karena sudah tersedia data dan informasi yang berhubungan dengan

pelaporan pajak

1. Indicator Efektivitas Pajak dan Retribusi Daerah

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara

rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah

diwujudkan. Namun, jika hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan

tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai, maka hal itu

dikatakan tidak efektif. Indikator terpenuhinya aspek efektivitas

belanja infrastruktur meliputi ketersediaan fisik (availability), kualitas

29
fisik (quality), kesesuaian (appropriateness), pemanfaatan (utility), dan

penyerapan tenaga kerja (job creation) (Faud, 2016:140)

a. Ketersediaan fisik (availability) adalah bahwa dalam setiap

aktivitas belanja negara yang diperuntukan bagi kegiatan fisik

tentunya indikator dasarnya akan menghasilkan output

barang/bangunan secara fisik. Hal tersebut dapat diartikan bahwa

ketersediaan secara fisik mutlak harus dipenuhi oleh aktivitas

belanja fisik.

b. Kualitas fisik (quality) adalah kualitas output atau hasilnya, yaitu

bahwa aspek efektivitas akan lebih reliable apabila cakupannya

luas, yaitu tidak hanya keterpenuhan secara fisik tetapi juga

didukung kualitas output yang optimal.

c. Kesesuaian (aprociateness) adalah kesesuaian antara kebijakan

yang telah ditetapkan pemerintah dengan kebutuhan masyarakat

selaku penerima manfaat.

d. Pemanfaatan (utility) adalah tingkat pemanfaatan atas output yang

telah dihasilkan, yaitu semakin besar pemanfaatan atas output,

maka semakin besar pula efektivitasnya.

e. Penyerapan tenaga kerja (job creation) adalah tingkat penyerapan

tenaga kerja yang dihasilkan atas kegitan

pembangunan/peningkatan infrastruktur.

2. Rasio Efektivitas Pajak dan Retribusi Daerah

30
Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah

dalam merealisasi pendapatan asli daerah yang direncanakan

dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil

daerah. Semakin tinggi rasio efektivitas, menggambarkan kemampuan

daerah yang semakin tinggi (Faud, 2016:141).

2.6 Efisiensi Pajak dan Retribusi Daerah

Istilah efisien berasal dari kata Latin yaitu Eficere dalam bahasa Inggris to

effect, kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia artinya

menghasilkan, mengadakan, dan menjadikan (Gaol, 2015). Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efisiensi adalah ketepatan cara

(usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu,

tenaga, biaya).

Pemerintah Daerah perlu menghitung secara cermat berapa besarnya biaya

yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterima

sehingga dapat diketahui apakah kegiatan tersebut efisien atau tidak.

Apabila realisasi penerimaan pendapatan lebih besar dari yang

direncanakan, berarti aktivitas tersebut masuk dalam tingkat yang efisien.

Sebagai dasar perhitungan efisiensi Pajak Daerah maka perlu dihitung

menggunakan rumus rasio antara penerimaan daerah dengan biaya yang

dikeluarkan untuk memungut pajak daerah yang dinyatakan dalam bentuk

persentase. Semakin kecil rasionya semakin efisien pengelolaan keuangan

daerah tersebut (Mahmudi, 2015).

31
Efisiensi pajak berhubungan dengan besarnya biaya pemungutan dengan

realisasi penerimaan pajak daerah (Pandiangan, 2014:243). Efisiensi

retribusi daerah mengukur besarnya biaya pemungutan yang digunakan

terhadap realisasi penerimaan retribusi itu sendiri (Faud, 2016:140).

2.7 Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah

Fitra (2019:204) menjelaskan bahwa analisis kontribusi adalah analisis

yang melihat besaran sumbangan/proporsi yang diberikan atas sebuah

kegiatan yang dilakukan. Analisis kontribusi dapat juga diartikan sebagai

analisis dari bagian-bagian elemen terhadap elemen itu sendiri. Misalkan

diketahui bahwa pendapatan daerah terdiri atas tiga komponen yaitu

Pendapatan Asli Daerah, Dana Transfer/Perimbangan dan Lain-lain

Pendapatan yang Sah, maka analisis kontribusi pendapatan melihat berapa

besaran sumbangan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana

Transfer/Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah terhadap total

pendapatan daerah.

Pendapatan Asli Daerah terdiri atas Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil

Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan

Asli Daerah yang Sah, maka analisis kontribusi melihat seberapa besar

sumbangan yang diberikan oleh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil

Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan

Asli Daerah yang Sah terhadap total Pendapatan Asli Daerah (Fitra,

2019:204).

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian

32
Berdasarkan kajian teori yang diatas, maka kerangka pemikiran dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Laporan Keuangan Provinsi


Kalimantan Utara

Penerimaan Pajak dan Retribusi


Daerah Provinsi Kalimantan Utara

Efektivitas Pajak Efisiensi Pajak dan Kontribusi


Kontribusi Pajak
dan Retribusi Retribusi Daerah Retribusi Daerah
Daerah Provinsi
Daerah Provinsi Provinsi Provinsi
Kalimantan Utara
Kalimantan Utara Kalimantan Utara Kalimantan Utara

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi


Kalimantan Utara

Analisis

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Sumber dari Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah. Salah satu upaya dari Pemerintah Daerah dalam meningkatkan

Pajak Daerah adalah mengefektifkan penerimaan daerah dari kedua sektor

tersebut. Dimana pajak daerah dan retribusi daerah termasuk dalam

sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat berpotensi tinggi. Efektifnya

pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dimana diharapkan

memberikan kontribusi yang tinggi terhadap Pendapatan Asli Daerah,

sehingga Pendapatan Asli Daerah dapat ditingkatkan dan mempunyai

dampak yang signifikan untuk membiayai pembangunan daerah secara

maksimal. Oleh karena itu diperlukan kajian untuk menganalisis tingkat

33
efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli

Daerah sangat diperlukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Selain itu seberapa banyak kontribusi pajak daerah yang mampu di berikan

sebagai sumbangan untuk Pendapatan Asli daerah (PAD) dengan

membandingkan realisasi pajak daerah dengan realisasi Pendapatan Asli

Daerah. Semakin besar penerimaan pajak daerah maka semakin besar

kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah. Perhitungan

efektivitas, efisiensi dan kontribusi pemungutan pajak daerah dapat

membantu pemerintah daerah dalam mengukur keberhasilan pemungutan

pajak daerah. Pengukuran efektivitas, efisiensi dan kontribusi pajak daerah

perlu dilakukan untuk mengetahui peningkatan pengelolaan pajak daerah

2.9 Pengembangan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian

sampai terbukti melalui data yang dikumpulkan (Sugiyono, 2018).

Hipotesis penelitian terdiri dari tiga bagian. Menurut Sugiyono (2018: 55)

bentuk hipotesis penelitian yaitu, hipotesis deskriptif, komparatif, dan

asosiatif/hubungan. Penelitian ini menggunakan bentuk hipotesis

asosiatif/hubungan, karena penelitian ini melakuka dugaan sementara

terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu menanyakan hubungan dan

regresi antara dua variabel atau lebih.

34
Berdasarkan model kerangka pemikiran diatas, peneliti menyusun sebuah

hipotesis bahwa “Penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sudah

efektif dan efisien berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah”.

Sebagai penunjang hipotesis penelitian, maka diperlukan penelitian

terdahulu sebagai pendukung hipotesis penelitian yang telah dirumuskan

oleh penulis. Berkaitan dengan penelitian pajak dan retribusi daerah

terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya:

1. Penelitian oleh Sartika (2019) hasil penelitian menunjukkan bahwa

retribusi daerah Kota Palembang tahun 2014-2018 tidak efektif dan

hanya tahun 2015 dalam kondisi kurang efektif. Penyebab tidak

efektivitasnya retribusi daerah yaitu disebabkan adanya factor internal

dan eksternal. Retribusi yang paling tidak efektif adalah retribusi

penggantian cetak peta sebesar, retribusi penyediaan dan/atau kakus,

retribusi pemakaian kekayaan daerah (izin galian), retribusi kekayaan

daerah dan retribusi parker.

2. Penelitian oleh Yoduke dan Ayem (2015:28-47) menemukan bahwa

tingkat efektivitas Pajak Daerah 2009, 2011, 2012, 2013, 2014, sangat

efektif, dan pada 2010 efektif. Efisiensi Retribusi 2009-2014,

seluruhnya melebihi 100% dan sangat tidak efektif. Kontribusi Pajak

Daerah pada tahun 2009 pada level ofless; Pada 2010, 2011, 2014

sedang; 2012 dan 2013 cukup baik. Kontribusi Retribusi 2009 pada

tingkat yang sangat baik, kriteria 2010-2013 kurang, 2014 sangat

kurang

35
3. Penelitian selanjutnya oleh Wijoyo, et al (2019:216-230) Berdasarkan

hasil statistic deskriptif diketahui bahwa Kota Kediri memiliki realisasi

penerimaan Pajak Daerah terbesar pada tahun 2017 sebesar Rp

111,449,577,194.86, dan penerimaan terendah pada tahun 2014

sebesar Rp 68,957,535,990.43. Penerimaan Retribusi Daerah terbesar

pada tahun 2017 sebesar Rp 10,509,049,281.00, dan penerimaan

terendah pada tahun 2018 sebesar Rp932,291,800.00. Dan penerimaan

PAD tertinggi pada tahun 2017 sebesar Rp 293,065,134,148.36 dan

terendah pada tahun 2018 sebesar Rp 126,032,764,149.66.

Berdasarkan hasil penelitian di atas membuktikan bahwa penerimaan

pajak dan retribusi daerah memberikan pengaruh terhadap penerimaan

Pendapatan Asli Daerah, baik secara simultan maupun parsial.

36
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Data dan Sumber

1. Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data sekunder adalah

sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,

misalnya data yang diperoleh dari situs web, artikel atau jurnal

publikasi, majalah, dan lain sebagainya (Sugiyono, 2018). Data

diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara, dalam hal ini

dari dinas-dinas atau instansi pemerintah.

2. Sumber

a. Sumber data dalam penelitian yaitu semua jenis pajak dan retribusi

daerah yang ada di pemerintah Provinsi Kalimantan Utara.

b. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerimaan

pajak daerah dan retribusi daerah pada tahun 2017-2021

c. Data diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan

Utara dan Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA)

3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan adalah metode dokumentasi berupa studi

kepustakaan dan pengumpulan data dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan

Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA) Provinsi Kalimantan Utara

sebagai objek penelitian. Peneliti mempelajari dan mengumpulkan

37
kepustakaan, yaitu buku-buku, jurnal, dan karya ilmiah yang

berhubungan dengan pajak dan retribusi daerah. Peraturan dan

Undang-undang yang terkait dengan pajak dan retribusi daerah,

Peraturan Gubernur, Peraturan Daerah dan Surat Edaran sebagai

peraturan pelaksana atas ketentuan-ketentuan Undang-Undang

Perpajakan tersebut. Hal ini dilakukan untuk memperoleh sebanyak

mungkin pengetahuan, serta data sekunder yang dapat dijadikan dasar

untuk menganalisa efektifitas penerimaan pajak daerah dan retribusi

daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah

3.2. Definisi Variabel dan Pengukurannya

1. Definisi Variabel

Menurut Arikunto (2014:96) variabel merupakan objek penelitian atau

apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Sedangkan menurut

Hasan (2016:17) variabel adalah konstruk yang sifat-sifatnya sudah

diberi nilai-nilai dalam bentuk bilangan yang dinyatakan dalam bentuk

angka atau kata-kata. Dari beberapa definisi tersebut maka dapat

disimpulkan variabel merupakan suatu objek penelitian yang dapat

dinyatakan dalam bentuk angka atau kata-kata. Dalam penelitian ini

variabel yang digunakan yaitu: Pendapatan Asli Daerah (PAD),

efisiensi pajak daerah, efektivitas pajak daerah, efisiensi retribusi

daerah, efektivitas retribusi daerah, dan kontribusi pajak dan retribusi

daerah terhadap PAD.

2. Pengukuran Variabel

38
a. Efektivitas Pajak Daerah

realisasi penerimaan pajak daerah


efektivitas pajak daerah= X 100 %
target penerimaan pajak daerah

b. Efektivitas Retribusi Daerah

realisasi penerimaan retribusi daerah


efektivitas retribusi daerah= X 100 %
target penerimaan retribusi daerah

c. Efisiensi Pajak Daerah

biaya pemungutan pajak daerah


efisiensi pajak daerah= X 100 %
realisasi penerimaan pajak daerah

d. Efisiensi Retribusi Daerah

biaya pemungutan retribusi daerah


efisiensi retribusi daerah= X 100 %
realisasi penerimaan retribusidaerah

e. Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah

Σ realisasi penerimaan pajak daerah


kontribusi PD pada PAD= X 100 %
Σ realisasi penerimaan PAD

f. Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah

Σ realisasi penerimaan retribusidaerah


kontribusi RD pada PAD= X 100 %
Σ realisasi penerimaan PAD

3.3. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian lapangan (field

research), penelitian yang dilakukan dalam kancah yang sebenarnya

(Sujarweni, 2015). Adapun sifat penelitian yaitu menggunakan metode

deskriptif, yaitu dengan melakukan pengumpulan data, menganalisis data,

serta mengambil kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan.

Dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan tentang efektivitas Pajak

39
Daerah dan Retribusi Daerah. Penelitian lapangan dilakukan dengan

menggali data yang bersumber dari lokasi penelitian yaitu Badan

Pendapatan Daerah Provinsi Kalimantan Utara

3.4. Metode Analisis Data

1. Model Statistik

Analisis data yang digunakan dalam menganalisis efektivitas, efisiensi

dan kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli

daerah adalah sebagai berikut:

a. Analisis Efektivitas Pajak dan Retribusi Daerah

Analisis efektivitas merupakan hubungan antara realisasi

penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap target penerimaan

pajak dan retribusi daerah yang memungkinkan apakah besarnya

pajak dan retribusi daerah sesuai dengan target yang ada.

Perhitungan efektivitas pajak daerah menunjukkan besarnya rasio

efektivitas untuk pajak dan retribusi daerah selama 5 tahun

berturut-turut

Table 3.1 Intepretasi Nilai Efektivitas


Persentase Kriteria
>100% Sangat Efektif
90 – 100% Efektif
80 – 90 % Cukup Efektif
60 – 80% Kurang Efektif
<60% Tidak Efektif

Apabila hasil perhitungan efektifitas pajak dan retribusi daerah

menghasilkan angka atau persentase mendekati 100%, maka pajak

dan retribusi daerah semakin efektif dan untuk melihat

40
efektifitasnya adalah dengan membandingkan efektifitas pada

tahun bersangkutan dengan tahun sebelumnya.

b. Analisis Efisiensi Pajak dan Retribusi Daerah

Analisis efisiensi merupakan perbandingan antara biaya yang

dikeluarkan untuk memungut pajak dan retribusi daerah

dibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak dan retribusi

daerah. Semakin kecil biaya yang dikeluarkan untuk memungut

pajak dan retribusi maka semakin besar tingkat efisiensi

pemungutan pajak dan retribusi daerah. Dikatan efisien apabila

dana yang dikeluarkan untuk memungut pajak dan retribusi daerah

tidak terbuang sia-sia.

1) Efisiensi pajak daerah adalah nilai yang dihitung berdasarkan

persentase perbandingan biaya pemungutan pajak daerah

dengan realisasi penerimaan pajak. Biaya pemungutan pajak

daerah diperoleh dari 5% realisasi penerimaan pajak daerah,

akan tetapi tidak semua bisa dikenakan biaya pemungutan,

hanya yang rasio efektivitas pajak daerahnya lebih dari 100%

yang bisa dikenakan biaya pemungutan.

2) Efisiensi retribusi daerah adalah nilai yang dihitung

berdasarkan persentase perbandingan biaya pemungutan

retribusi daerah dengan realisasi penerimaan retribusi. Biaya

pemungutan retribusi daerah diperoleh dari 5% realisasi

penerimaan retribusi daerah, akan tetapi tidak semua bisa

41
dikenakan biaya pemungutan, hanya yang rasio efektivitas

retribusi daerahnya lebih dari 100% yang bisa dikenakan biaya

pemungutan.

Table 3.2 Intepretasi Nilai Efisiensi


Persentase Kriteria
>41% Tidak Efisien
31 – 40% Kurang Efisien
21 – 30% Cukup Efisien
10 – 20% Efisien
<10% Sangat Efisien

Pemerintah Daerah perlu menghitung secara cermat berapa

besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh

pendapatan yang diterima sehingga dapat diketahui apakah

kegiatan tersebut efisien atau tidak. Apabila realisasi penerimaan

pendapatan lebih besar dari yang direncanakan, berarti aktivitas

tersebut masuk dalam tingkat yang efisien.

c. Analisis Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah terhadap

Pendapatan Asli Daerah

Suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan pajak dan

retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah

Provinsi Kalimantan Utara, maka dibandingkan antara realisasi

penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD.

Analisis kontribusi bertujuan untuk mendapatkan seberapa besar

kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli

42
Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara. Dengan

membandingkan hasil analisis tersebut dari tahun ke tahun selama

5 tahun, kita akan mendapatkan hasil analisis yang berfluktuasi

dari kontribusi tersebut dan akan diketahui kontribusi yang terbesar

dan yang terkecil dari tahun ke tahun. Sehingga dapat diketahui

seberapa besar peran pajak dan retribusi daerah dalam

menyumbang terhadap Pendapatan Asli Daerah Pemerintah

Provinsi Kalimantan Utara.

Besarnya kontribusi atau sumbangan penerimaan pajak dan

retribusi daerah terhadap PAD diinterpretasikan pada kriteria

sebagai berikut:

Table 3.3 Intepretasi Nilai Kontribusi


Persentase Kriteria
0 – 10% Sangat Kurang
10 – 20% Kurang
20 – 30% Sedang
30 – 40% Cukup Baik
40 – 50% Baik
>50% Sangat Baik
Sumber: Kemendagri No.690.900.327.2006

2. Analisis Uji Beda t-test

Uji beda t-test dipakai untuk menentukan apakah dua sampel yang

tidak berhubungan memilliki nilai rata-rata yang berbeda. Uji beda t-

test dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan antara dua nilai

rata-rata dengan standart error dari perbedaan rata-rata dua sampel atau

dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut (Ghozali, 2015)

43
rata−rata sampel pertama rata−rata sampel kedua
t=
standar error perbedaan rata−rata kedua sampel

Standar error perbedaan dalam nilai rata-rata terdistribusi secara

normal. Dapat disimpulkan bahwa uji t-test adalah membandingkan

rata-rata dua grup yang tidak berhubungan satu dengan yang lainnya.

Sehingga dapat diketahui apakah kedua grup tersebut mempunyai nilai

rata-rata yang sama atau tidak sama secara signifikan. Dalam

penelitian ini, peneliti akan menggunakan uji beda t-test untuk menguji

perbedaan yang ada antara lain:

a. Analisis Uji Beda t-test Efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

Uji beda t-test efektivitas digunakan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan antara efektivitas pajak daerah dan efektivitas retribusi

daerah. Uji beda t-test dilakukan dengan menggunakan SPSS

b. Analisis Uji Beda t-test Efisiensi Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah

Uji beda t-test efisiensi digunakan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan antara efisiensi pajak daerah dan efisiensi retribusi

daerah. Uji beda t-test dilakukan dengan menggunakan SPSS

c. Analisis Uji Beda t-test Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Uji beda t-test kontribusi digunakan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan antara kontribusi pajak daerah dan kontribusi retribusi

daerah. Uji beda t-test dilakukan dengan menggunakan SPSS.

44
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Provinsi Kalimatan Utara

Provinsi Kalimantan Utara terbentuk sebagai Daerah Otonom Baru

(DOB) berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012 tanggal 16

November 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara, yang

sebelumnya disahkan menjadi provinsi baru dalam rapat paripurna DPR

pada tanggal 25 Oktober 2012. Sebagai Provinsi baru yang ke 34 di

Indonesia, Provinsi Kalimanta Utara diresmikan pada tanggal 22 April

2013 seiring dengan dilantiknya Penjabat Gubernur Kalimantan Utara

yaitu Dr. H. Irianto Lambrie oleh Menteri Dalam Negeri atas nama

Presiden Republik Indonesia di Jakarta (BPK RI, 2023).

Pelantikan Penjabat Gubernur Kalimantan Utara tersebut ditetapkan

berdasarkan Keputusan Presiden RI No.48/P Tahun 2013 tanggal 20

April 2013. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan

Utara dibentuk melalui hasil Pemilihan Umum Tahun 2014 yang

penetapan keanggotaannya dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum

Provinsi Kalimantan Timur sesuai dengan peraturan perundang-

undangan (BPK RI, 2023).

45
Visi Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Kalimantan Utara

untuk tahun 2016-2021 adalah “Terwujudnya Provinsi Kalimantan Utara

yang Berubah, Maju dan Sejahtera”. Dalam rangka mewujudkan visi

yang telah ditetapkan maka dirumuskan misi yang akan dilaksanakan

lima tahun ke depan yaitu:

a. Mewujdukan Kalimantan Utara, yang aman, nyaman dan damai

melalui penyelenggaraan pemerintahan yang baik;

b. Mewujudkan sistem Pemerintahan provinsi yang di topang oleh Tata

Kelola Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pilar utama secara

profesional, efisian, efektif, dan fokus pada sistem penganggaran

yang berbasiskan kinerja;

c. Mewujudkan pembangunan Sumber Daya Manusia yang sehat,

cerdas, kreatif, inovatif, berakhlak mulia, produktifitas dan berdaya

saing dengan berbasiskan Pendidikan wajib belajar 16 Tahun dan

berwawaskan;

d. Mewujudkan pemanfaatan dan pengelolaan Sumber Daya Alam

dengan nilai tambah tinggi dan berwawasan lingkungan yang

berkelanjutan, secara efisien, terencana, menyeluruh, terarah,

terpadu, dan bertahap dengan berbasiskan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi;

e. Mewujudakan peningkatan pembangunan infrastruktur pedesaan,

pedalaman, perkotaan, pesisir dan perbatasan untuk meningkatkan

46
mobilisasi dan produktifitas daerah dalam rangka pemerataan

pembangunan;

f. Mewujudkan peningkatan ekonomi yang berdaya saing, dan

mengurangi kesenjangan antar wilayah serta meningkatkan

ketahanan pangan dengan berorientasi pada kepentingan rakyat

melalui sektor perdagangan, jasa, industri, pariwisata, dan pertanian

dalam arti luas dengan pengembangan infrastruktur yang berkualitas

dan merata serta meningkatkan konektivitas antar kabupaten/kota;

g. Mewujudkan kualitas kerukunan kehidupan beragama dan etnis

dengan berbagai latar belakang budaya dalam kerangka semangat

Kebhinekaan di Provinsi Kalimantan Utara;

h. Mewujudkan ketahanan Energi dan pengembangan PLTA serta

energi terbarukan dengan pemanfaatan potensi daerah;

i. Mewujudkan peningkatan kualitas kesetaraan gender dan Melinial

dalam pembangunan;

j. Mewujudkan perlindungan dan pemberdayaan Koperasi dan

UMKM;

k. Meningkatkan kinerja Pembangunan dan Investasi Daerah dengan

melibatkan Pengusaha dan investor Lokal serta Nasional.

l. Memberi bantuan pengembangan sektor produktif dan potensi

strategis di setiap desa dan kelurahan melalui Pengembangan Produk

lokal masing-masing Kabupaten/Kota;

47
m. Mewujudkan pembangunan yang berbasiskan RT/Komunitas dalam

upaya gerakan membangun desa menata kota, serta memberi

Bantuan Keuangan kepada Kabupaten/Kota sebagai pilar provinsi

sesuai kemampaun APBD setiap Tahun.

n. Mewujudkan Tanjung Selor menjadi DOB sebagai Ibu Kota Provinsi

Kalimantan Utara serta Beberapa DOB yang telah diusulkan yaitu;

Kota Sebatik, Kabupaten Kabudaya, Kabupaten Krayan, Kabupaten

Apo Kayan.

Provinsi Kalimantan Utara terletak pada posisi antara 114 035’22” –

118003’00” Bujur Timur dan antara 1 021’36” – 4024’55”. Provinsi

Kalimantan Utara yang memiliki luas ± 75.467,70 km2 dengan luas

lautan seluas 11.579 Km2 (13% dari luas wilayah total). Secara

administratif Provinsi Kalimantan Utara berbatasan dengan negara

Malaysia tepatnya dengan negara bagian Sabah dan Serawak, Malaysia.

Batas daerah daratan terdapat sekitar 1.038 km garis perbatasan antara

Provinsi Kalimantan Utara dengan Negara Malaysia.

Sebelah Utara : Negara Sabah (Malaysia)

Sebelah Timur : Laut Sulawesi

Sebelah Selatan : Provinsi Kalimantan Timur

Sebelah Barat : Negara Sarawak (Malaysia)

Provinsi Kalimantan Utara berasal dari sebagian wilayah Provinsi

Kalimantan Timur, yang cakupan wilayahnya terdiri dari: Kabupaten

Bulungan; Kota Tarakan; Kabupaten Malinau; Kabupaten Nunukan; dan

48
Kabupaten Tana Tidung.

2. Kondisi Keuangan Provinsi Kalimantan Utara

Penerimaan dari PAD adalah merupakan refleksi dari 4 (empat) jenis

pungutan diantaranya pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah

yang sah. Berikut akan dijelaskan masing-masing penerimaan Pemprov

Kalimantan Utara dari pajak daerah, retribusi daerah dan hasil

pengelolaan kekayaan daerah mulai tahun 2017-2021:

a. Pajak Daerah

Secara keseluruhan penerimaan pajak daerah dari tahun anggaran

2017 sampai dengan 2021 terus mengalami peningkatan yang

signifikan, realisasi dan penerimaan Pajak Daerah dapat melampaui

target. Pada tahun 2017 dari target yang ditetapkan sebesar Rp

297.428.308.388,00 di realisasikan sebesar Rp 308.952.404.415,00

melampaui target sebesar 103,87%. Dari 5 (lima) jenis pungutan

terdapat 3 (tiga) yang melebihi target yang telah ditetapkan.

Penerimaan terbesar diperoleh dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor.

Tahun anggaran 2018 pajak daerah terus mengalami peningkatan

baik dari segi target maupun realisasi. Dari target sebesar Rp

338.500.000.000,00 di realisasikan sebesar Rp 388.388.763.489,00

melampaui target sebesar 114,74%. Dari 5 (lima) jenis pungutan

terdapat 3 (tiga) yang melebihi target yang telah ditetapkan.

49
Penerimaan terbesar diperoleh dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor sama dengan penerimaan pajak daerah tahun sebelumnya.

Tahun anggaran 2019 pajak daerah terus mengalami peningkatan

baik dari segi target maupun realisasi. Dari target sebesar Rp

400.021.635.615,00 di realisasikan sebesar Rp 417.536.961.744,00

melampaui target sebesar 104,38%. Dari 5 (lima) jenis pungutan

terdapat 3 (tiga) yang melebihi target yang telah ditetapkan.

Penerimaan terbesar diperoleh dari Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor (BBNKB) berbeda dengan penerimaan pajak daerah tahun

sebelumnya.

Tahun anggaran 2020 pajak daerah terus mengalami penurunan baik

dari segi target maupun realisasi. Dari target sebesar Rp

411.749.287.330,71 di realisasikan sebesar Rp 348.949.836.778,00

menurun dari target sebesar 84,75%. Dari 5 (lima) jenis pungutan

terdapat 1 (satu) yang melebihi target yang telah ditetapkan.

Penerimaan terbesar diperoleh dari Pajak Rokok berbeda dengan

penerimaan pajak daerah tahun sebelumnya.

Tahun anggaran 2021 pajak daerah terus mengalami penurunan baik

dari segi target maupun realisasi. Dari target sebesar Rp

430.384.170.522,00 di realisasikan sebesar Rp 392.686.405.543,00

menurun dari target sebesar 91,24%. Dari 5 (lima) jenis pungutan

terdapat 1 (satu) yang melebihi target yang telah ditetapkan.

Penerimaan terbesar diperoleh dari Pajak Rokok sama dengan

50
penerimaan pajak daerah tahun sebelumnya. Hal ini dapat

digambarkan dalam tabel dibawah ini:

Table 4.1
Target dan Realisasi Pajak Daerah Tahun 2017
No Jenis Target Realisasi %
1 Pajak Kendaraan Rp 65.159.038.013,00 Rp 64.356.956.309,00 98,77
Bermotor (PKB)
2 Bea Balik Nama Rp 71.348.954.375,00 Rp 60.635.537.125,00 84,98
Kendaraan
Bermotor
(BBNKB)
3 Pajak Bahan Rp 125.000.000.000,00 Rp 147.728.610.757,00 118,18
Bakar Kendaraan
Bermotor
4 Pajak Air Rp 752.250.000,00 Rp 982.097.546,00 130,55
Permukaan
5 Pajak Rokok Rp 35.168.066.000,00 Rp 35.249.202.678,00 100,23
Jumlah Rp 297.428.308.388,00 Rp 308.952.404.415,00 103,87
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.2
Target dan Realisasi Pajak Daerah Tahun 2018
No Jenis Target Realisasi %
1 Pajak Kendaraan Rp 71.500.000.000,00 Rp 74.495.495.344,00 104,19
Bermotor (PKB)
2 Bea Balik Nama Rp 72.000.000.000,00 Rp 81.113.348.864,00 112,66
Kendaraan
Bermotor
(BBNKB)
3 Pajak Bahan Rp 155.000.000.000,00 Rp 196.798.221.878,00 126,97
Bakar Kendaraan
Bermotor
4 Pajak Air Rp 1.500.000.000,00 Rp 1.041.195.264,00 69,41
Permukaan
5 Pajak Rokok Rp 38.500.000.000,00 Rp 34.940.502.139,00 90,75
Jumlah Rp 338.500.000.000,00 Rp 388.388.763.489,00 114,74
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

51
Table 4.3
Target dan Realisasi Pajak Daerah Tahun 2019
No Jenis Target Realisasi %
1 Pajak Kendaraan Rp 78.720.000.000,00 Rp 77.601.268.269,00 98,58
Bermotor (PKB)
2 Bea Balik Nama Rp 86.862.500.000,00 Rp 96.253.715.873,00 110,81
Kendaraan
Bermotor
(BBNKB)
3 Pajak Bahan Rp 195.000.000.000,00 Rp 204.339.148.746,00 104,79
Bakar Kendaraan
Bermotor
4 Pajak Air Rp 1.500.000.000,00 Rp 1.653.433.575,00 110,23
Permukaan
5 Pajak Rokok Rp 37.939.135.615,00 Rp 37.689.395.281,00 99,34
Jumlah Rp 400.021.635.615,00 Rp 417.536.961.744,00 104,38
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.4
Target dan Realisasi Pajak Daerah Tahun 2020
No Jenis Target Realisasi %
1 Pajak Kendaraan Rp 85.000.000.000,00 Rp 74.007.757.312,00 87,07
Bermotor (PKB)
2 Bea Balik Nama Rp 80.000.000.000,00 Rp 73.824.923.094,00 92,28
Kendaraan
Bermotor
(BBNKB)
3 Pajak Bahan Rp 205.249.287.330,71 Rp 151.370.797.485,00 73,75
Bakar Kendaraan
Bermotor
4 Pajak Air Rp 3.000.000.000,00 Rp 2.352.200.180,00 78,41
Permukaan
5 Pajak Rokok Rp 38.500.000.000,00 Rp 47.394.158.707,00 123,10
Jumlah Rp 411.749.287.330,71 Rp 348.949.836.778,00 84,75
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

52
Table 4.5
Target dan Realisasi Pajak Daerah Tahun 2021
No Jenis Target Realisasi %
1 Pajak Kendaraan Rp 93.500.000.000,00 Rp 83,46
Bermotor (PKB) 78.039.743.300,00
2 Bea Balik Nama Rp 88.000.000.000,00 Rp 84.302.053.100,00 95,80
Kendaraan
Bermotor
(BBNKB)
3 Pajak Bahan Rp 203.500.000.000,00 Rp 181.615.199.850,00 89,25
Bakar Kendaraan
Bermotor
4 Pajak Air Rp 3.300.000.000,00 Rp 2.901.511.614,00 87,92
Permukaan
5 Pajak Rokok Rp 42.084.170.522,00 Rp 45.827.897.679,00 108,90
Jumlah Rp 430.384.170.522,00 Rp 392.686.405.543,00 91,24
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

b. Restribusi Daerah

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas

jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau

diberikan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara untuk

kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah ini dikelola

oleh Instansi Teknis dilingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan

Utara.

Secara keseluruhan penerimaan retribusi daerah dari tahun anggaran

2017 sampai dengan 2021 terus mengalami peningkatan yang

signifikan baik dari sisi target maupun realisasi. Realisasi

53
penerimaan retribusi daerah pada tahun anggaran 2017 mencapai

97,89 % dari target yang ditetapkan. Sementara pada tahun anggaran

2018 mencapai 781,00 % dari target yang ditetapkan walaupun telah

ada peningkatan target sebesar 681,1 % dari tahun sebelumnya.

Target retribusi daerah pada tahun anggaran 2019 mengalami

penurunan yang sangat signifikan sebesar 29,08 %. Target retribusi

daerah pada tahun anggaran 2020 mengalami peningkatan yang

sangat signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 95,88 %. Target

retribusi daerah pada tahun anggaran 2021 mengalami peningkatan

yang sangat signifikan dari tahun sebelumnya sebesar 108,05 %,

walaupun telah mengalami penurunan dan peningkatan target yang

sedemikian tetapi pada tahun anggaran 2018 ini realisasi penerimaan

retribusi daerah mencapai 781,00% dari target yang ditetapkan. Hal

ini dapat digambarkan dalam tabel dibawah ini:

Table 4.6
Target dan Realisasi Retribusi Daerah Tahun 2017
No Jenis Target Realisasi %
1 Retribusi Rp 140.000.000,00 Rp 137.040.500,00 97,89
Pemakaian
Kekayaan Daerah
Jumlah Rp 140.000.000,00 Rp 137.040.500,00 97,89
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.7
Target dan Realisasi Retribusi Daerah Tahun 2018
No Jenis Target Realisasi %
1 Pemakaian Rp 210.000.000,00 Rp 387.118.855,00 184,34
Kekayaan Daerah
2 Pengolahan Limbah Rp 0,00 Rp 0,00 0,00
Cair
3 Pelayanan Pelabuhan Rp 0,00 Rp 1.084.270.990,00 0,00
4 Perpanjangan Izin Rp 0,00 Rp 163.601.300,00 0,00

54
Memperkerjakan
Tenaga Kerja Asing
(IMTA)
5 Pemanfaatan Rp 0,00 Rp 5.100.000,00 0,00
Perlengkapan
Lainnya
Jumlah Rp 210.000.000,00 Rp 1.640.091.145,00 781,00
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.8
Target dan Realisasi Retribusi Daerah Tahun 2019
No Jenis Target Realisasi %
1 Pemakaian Rp 10.210.000.000,00 Rp 493.652.940,00 4,83
Kekayaan Daerah
2 Pelayanan Rp 0,00 Rp 102.799.000,00 0,00
Rekreasi dan Olah
Raga
3 Pelayanan Rp 10.000.000.000,00 Rp 5.174.601.147,00 51,75
Pelabuhan
4 Perpanjangan Izin Rp 100.000.000,00 Rp 101.844.000,00 101,84
Memperkerjakan
Tenaga Kerja
Asing (IMTA)
5 Pemanfaatan Rp 0,00 Rp 32.557.500,00 0,00
Perlengkapan
Lainnya
Jumlah Rp 20.310.000.000,00 Rp 5.905.454.587,00 29,08
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.9
Target dan Realisasi Retribusi Daerah Tahun 2020
No Jenis Target Realisasi %
1 Pemakaian Rp 185.000.000,00 Rp 342.534.940,00 185,15
Kekayaan Daerah
2 Pelayanan Rp 50.000.000,00 Rp 57.855.000,00 115,71
Rekreasi dan Olah
Raga
3 Pelayanan Rp 4.400.000.000,00 Rp 4.136.545.563,00 94,01
Pelabuhan
4 Perpanjangan Izin Rp 250.000.000,00 Rp 295.795.200,00 118,32
Memperkerjakan
Tenaga Kerja
Asing (IMTA)
5 Pemanfaatan Rp 180.000.000,00 Rp 23.511.500,00 13,06
Perlengkapan

55
Lainnya
Jumlah Rp 5.065.000.000,00 Rp 4.856.242.203,00 95,88
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.10
Target dan Realisasi Retribusi Daerah Tahun 2021
No Jenis Target Realisasi %
1 Jasa Usaha Rp 5.500.000.000,00 Rp 5.887.205.428,00 107,04
2 Perizinan Tertentu Rp 250.000.000,00 Rp 325.481.400,00 130,19
Jumlah Rp 5.750.000.000,00 Rp 6.212.686.828,00 108,05
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan

Kekayaan daerah yang dipisahkan berarti kekayaan daerah yang

dilepaskan dan penguasaan umum yang dipertanggung jawabkan

melalui anggaran belanja daerah dan dimaksudkan untuk dikuasai

dan dipertanggungjawabkan sendiri. Dalam hal ini hasil laba

perusahaan daerah merupakan salah satu daripada pendapatan daerah

yang modalnya untuk seluruhnya atau untuk Sebagian merupakan

kekayaan daerah yang dipisahkan.

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan di Pemerintah

Provinsi Kalimantan Utara terdiri dari bagian laba perusahaan milik

daerah, penyertaan modal daerah kepada pihak ketiga, badan

pengelola, joint production, royalty, hasil sewa aset daerah dan hasil

kerja sama aset daerah. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah

56
perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Daerah

dalam hal ini Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara.

Laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi adalah

penerimaan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara yang diperoleh

dari hasil (laba) pengelolaan BUMD. Realisasi penerimaan

Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dari laba Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD) adalah sebagai berikut:

Table 4.11
Target dan Realisasi Laba BUMD Tahun 2017
No Sumber Target Realisasi %
1 Laba atas Penyertaan Rp 0,00 Rp 0,00
Modal pada Perusahaan 32.576.306,64
Milik Daerah/BUMD
Jumlah Rp 0,00 Rp 32.576.306,64 0,00
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.12
Target dan Realisasi Laba BUMD Tahun 2018
No Sumber Target Realisasi %
1 Laba atas Penyertaan Rp 11.268.969.572,27 Rp 11.268.969.572,27 100
Modal pada
Perusahaan Milik
Daerah/BUMD
Jumlah Rp 11.268.969.572,27 Rp 11.268.969.572,27 100
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.12
Target dan Realisasi Laba BUMD Tahun 2019
No Sumber Target Realisasi %
1 Laba atas Penyertaan Rp Rp 11.428.544.713,99 100
Modal pada 11.428.544.713,99
Perusahaan Milik
Daerah/BUMD
Jumlah Rp Rp 11.428.544.713,99 100
11.428.544.713,99
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.13
Target dan Realisasi Laba BUMD Tahun 2020

57
No Sumber Target Realisasi %
1 Laba atas Penyertaan Rp 7.455.831.909,73 Rp 7.455.831.909,73 100
Modal pada
Perusahaan Milik
Daerah/BUMD
Jumlah Rp 7.455.831.909,73 Rp 7.455.831.909,73 100
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Table 4.13
Target dan Realisasi Laba BUMD Tahun 2021
No Sumber Target Realisasi %
1 Laba atas Penyertaan Rp 8.205.702.460,00 Rp 8.205.702.460,00 100
Modal pada
Perusahaan Milik
Daerah/BUMD
Jumlah Rp 8.205.702.460,00 Rp 8.205.702.460,00 100
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

d. Pendapatan Perkapita

Pendapatan Perkapita yang diteliti pada penelitian ini adalah. Berikut

ini Pendapatan Perkapita Tahun 2017-2021 yang sebagai berikut:

Table 4.14
Pendapatan Perkapita Provinsi Kalimantan Utara tahun 2017-2021
Tahun Jumlah Pendapatan Daerah Pendapatan
Penduduk Perkapita
2017 691.058 Rp 2.360.834.836.792,14 Rp 3.416.261,496
2018 716.407 Rp 2.423.333.202.128,61 Rp 3.382.620,776
2019 742.245 Rp 2.636.616.427.854,99 Rp 3.552.218,51
2020 701.814 Rp 2.533.238.283.423,15 Rp 3.609.557,922
2021 713.622 Rp 2.536.758.560.876,00 Rp 3.554.765,073
Sumber: BAPENDA Provinsi Kalimantan Utara

Pendapatan Perkapita masyarakat di Provinsi Kalimantan Utara.

Secara keseluruhan pendapatan perkapita daerah provinsi

Kalimantan Utara dari tahun anggaran 2017 sampai dengan 2021

terus mengalami peningkatan dan penurunan. Pendapatan perkapita

58
daerah pada tahun 2017 sebesar Rp 3.416.261,496. Tahun 2018

mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp

3.382.620,776. Tahun 2019 mengalami peningkatan dari tahun

sebelumnya yaitu sebesar Rp 3.552.218,51. Tahun 2020 mengalami

peningkatan Kembali dari tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp

3.609.557,922 dan tahun 2021 mengalami penurunan kembali dari

tahun sebelumnya sebesar 1 Rp 3.554.765,073.

4.2. Statistic Deskriptif

1. Analisis Efektivitas Pajak dan Retribusi Daerah

Analisis efektivitas merupakan hubungan antara realisasi penerimaan

pajak dan retribusi daerah terhadap target penerimaan pajak dan retribusi

daerah yang memungkinkan apakah besarnya pajak dan retribusi daerah

sesuai dengan target yang ada.

a. Efektivitas Pajak

Berikut dibawah ini hasil perhitungan analisis efektivitas pajak

beserta kriterianya mulai tahun 2017 sampai tahun 2021:

Table 4.15
Tingkat Efektivitas Pajak Daerah
Tahun Total Target Pajak Realisasi Penerimaan Rasio Kriteria
Pajak Efektivitas Efektivitas
2017 Rp 297.428.308.388,00 Rp 308.952.404.415,00 103,87 Sangat Efektif
2018 Rp 338.500.000.000,00 Rp 388.388.763.489,00 114,74 Sangat Efektif
2019 Rp 400.021.635.615,00 Rp 417.536.961.744,00 104,38 Sangat Efektif
2020 Rp 411.749.287.330,71 Rp 348.949.836.778,00 84,75 Cukup Efektif
2021 Rp 430.384.170.522,00 Rp 392.686.405.543,00 91,24 Efektif
Rata-Rata 99,79 Efektif
Sumber: Data Olahan 2023

59
Dilihat dari Tabel 4.15 diatas segala keseluruhan tingkat Efektivitas

penerimaan pajak daerah dari tahun 2017-2021 dikategorikan efektif

dengan presentase rata-rata 99,79%. Efektivitas tertinggi pada tahun

2018 dengan nilai 114,74% sedangkan terendah pada tahun 2020

dengan nilai 84,75%. Tingkat efektivitas pajak di tahun 2018

mengalami kenaikan sebesar 10,87% dari tahun 2017 menjadi

114,74% kemudian menurun di tahun 2019 sebesar 10,36% menjadi

104,38%, mengalami penurunan kembali di tahun 2020 sebesar

19,63% menjadi 84,75%, kemudian di tahun 2021 mengalami

peningkatan sebesar 6,49% menjadi 91,24%. Meskipun mulai tahun

2017 sampai tahun 2021 mengalami kenaikan dan penurunan namun

tetap memberikan hasil rata-rata sebesar 99,79% ini menunjukkan

bahwa pajak daerah tergolong efektif. Hal ini menggambarkan

kemampuan daerah dalam pengelolaan pajaknya

b. Efektifitas Retribusi Daerah

Berikut dibawah ini hasil perhitungan analisis efektivitas retribusi

daerah beserta kriterianya mulai tahun 2017 sampai tahun 2021:

Table 4.16
Tingkat Efektivitas Retribusi Daerah
Tahun Total Retribusi Realisasi Penerimaan Rasio Kriteria
Daerah Retribusi Daerah Efektivitas Efektivitas
2017 Rp 140.000.000,00 Rp 137.040.500,00 97,89 Efektif
2018 Rp 210.000.000,00 Rp 1.640.091.145,00 781,00 Sangat Efektif
2019 Rp 20.310.000.000,00 Rp 5.905.454.587,00 29,08 Tidak Efektif
2020 Rp 5.065.000.000,00 Rp 4.856.242.203,00 95,88 Efektif
2021 Rp 5.750.000.000,00 Rp 6.212.686.828,00 108,05 Sangat Efektif
Rata-Rata 222,38 Sangat Efektif
Sumber: Data Olahan 2023

60
Dilihat dari Tabel 4.16 diatas segala keseluruhan tingkat Efektivitas

penerimaan retribusi daerah dari tahun 2017-2021 dikategorikan

sangat efektif dengan presentase rata-rata 222,38%. Efektivitas

tertinggi pada tahun 2018 dengan nilai 781,00% sedangkan terendah

pada tahun 2019 dengan nilai 29,08%. Tingkat efektivitas retribusi

daerah di tahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 683,11% dari

tahun 2017 menjadi 222,38% kemudian menurun di tahun 2019

sebesar 751,92% menjadi 29,08%, mengalami peningkatan kembali

di tahun 2020 sebesar 66,80% menjadi 95,88%, kemudian di tahun

2021 mengalami peningkatan sebesar 12,17% menjadi 108,05%.

Meskipun mulai tahun 2017 sampai tahun 2021 mengalami kenaikan

dan penurunan namun tetap memberikan hasil rata-rata sebesar

222,38% hal ini menunjukkan bahwa retribusi daerah tergolong

sangat efektif. Hal ini menggambarkan kemampuan daerah dalam

pengelolaan retribusi daerahnya.

2. Analisis Efisiensi Pajak dan Retribusi Daerah

Analisis efisiensi merupakan perbandingan antara biaya yang

dikeluarkan untuk memungut pajak dan retribusi daerah dibandingkan

dengan realisasi penerimaan pajak dan retribusi daerah. Semakin kecil

biaya yang dikeluarkan untuk memungut pajak dan retribusi maka

semakin besar tingkat efisiensi pemungutan pajak dan retribusi daerah.

Dikatan efisien apabila dana yang dikeluarkan untuk memungut pajak

dan retribusi daerah tidak terbuang sia-sia.

61
a. Pajak Daerah

Berikut dibawah ini hasil perhitungan analisis efisiensi pajak daerah

beserta kriterianya mulai tahun 2017 sampai tahun 2021:

Table 4.17
Tingkat Efisiensi Pajak Daerah
Tahun Biaya Pemungutan Realisasi Penerimaan Rasio Kriteria
Pajak Daerah Pajak Daerah Efektivitas Efektivitas
2017 Rp 8.427.000.000,00 Rp 308.952.404.415,00 2,72 Sangat Efisien
2018 Rp 9.000.000.000,00 Rp 388.388.763.489,00 2,31 Sangat Efisien
2019 Rp 12.001.000.000,00 Rp 417.536.961.744,00 2,87 Sangat Efisien
2020 Rp 3.437.585.628,00 Rp 348.949.836.778,00 0,98 Sangat Efisien
2021 Rp 12.911.525.115,00 Rp 392.686.405.543,00 3,28 Sangat Efisien
Rata-Rata 2,43 Sangat Efisien
Sumber: Data Olahan 2023

Berdasarkan Tabel 4.17 diatas dilihat dari keseluruhan bahwa tingkat

efisiensi penerimaan pajak daerah Provinsi Kalimantan Utara

anggaran tahun 2017-2021 dikategorikan sangat efisien dengan

presentase rata-rata 2,43% dikategorikan sangat efisien. Tingkat

efisiensi tertinggi pada tahun 2020 sebesar 0,98% sedangkan

terendah di tahun 2021 sebesar 3,28%.

Efisiensi penerimaan pajak daerah di tahun 2018 mengalami

penurunan sebesar 0,41% dari tahun 2017 menjadi 2,31% kemudian

meningkat di tahun 2019 sebesar 0,56% menjadi 2,87 hal ini

dikarenakan pandemi covid’19 yang menyebabkan semakin

menurunnya realisasi penerimaan dan meningkatnya biaya

62
pemungutan. Pada tahun 2020 efisiensi penerimaan pajak daerah

Provinsi Kalimantan Utara mengalami penurunan sebesar 1,89%

menjadi 0,98% kemudian meningkat pada tahun 2021 sebesar 2,3%

menjadi 3,28%. Meskipun mulai tahun 2017 sampai 2021

mengalami kenaikan dan penurunan namun efisiensi penerimaan

pajak daerah dengan presentase efisiensi dibawah 10%, hal ini

menunjukkan bahwa penerimaan pajak sangat efisien.

b. Retribusi Daerah

Berikut dibawah ini hasil perhitungan analisis efisiensi retribusi

daerah beserta kriterianya mulai tahun 2017 sampai tahun 2021:

Table 4.18
Tingkat Efisiensi Retribusi Daerah
Tahun Biaya Pemungutan Realisasi Penerimaan Rasio Kriteria
Retribusi Daerah Retribusi Daerah Efektivitas Efektivitas
2017 Rp 0,00 Rp 137.040.500,00 0 Sangat Efisien
2018 Rp 0,00 Rp 1.640.091.145,00 0 Sangat Efisien
2019 Rp 610.000.000,00 Rp 5.905.454.587,00 10,32 Efisien
2020 Rp 211.950.000,00 Rp 4.856.242.203,00 4,36 Sangat Efisien
2021 Rp 60.000.000,00 Rp 6.212.686.828,00 0,96 Sangat Efisien
Rata-Rata 3,12 Sangat Efisien
Sumber: Data Olahan 2023

Berdasarkan Tabel 4.18 diatas dilihat dari keseluruhan bahwa tingkat

efisiensi penerimaan retribusi daerah Provinsi Kalimantan Utara

anggaran tahun 2017-2021 dikategorikan sangat efisien dengan

presentase rata-rata 3,12% dikategorikan sangat efisien. Tingkat

efisiensi tertinggi pada tahun 2017 dan 2018 sebesar 0% sedangkan

terendah di tahun 2019 sebesar 10,32%. Efisiensi penerimaan pajak

daerah di tahun 2018 mengalami hasil yang sama dari tahun 2017

63
sebesar 0,41% kemudian meningkat di tahun 2019 sebesar 10,32%

hal ini dikarenakan pandemi covid’19 yang menyebabkan semakin

menurunnya realisasi penerimaan dan meningkatnya biaya

pemungutan.

Tahun 2020 efisiensi penerimaan pajak daerah Provinsi Kalimantan

Utara mengalami penurunan sebesar 5,96% menjadi 4,36%

kemudian menurun pada tahun 2021 sebesar 3,4% menjadi 0,96%.

Meskipun mulai tahun 2017 sampai 2021 mengalami kenaikan dan

penurunan namun efisiensi penerimaan pajak daerah dengan

presentase efisiensi dibawah 10%, hal ini menunjukkan bahwa

penerimaan retribusi daerah sangat efisien.

3. Analisis Kontribusi Pajak terhadap Pendapatan Asli Daerah

Suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan pajak terhadap

Pendapatan Asli Daerah, maka dibandingkan antara realisasi penerimaan

pajak dan retribusi daerah terhadap PAD. Analisis data kontribusi pajak

daerah diterapkan dengan tujuan menjawab rumusan masalah serta

untuk mengetahui besaran kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD

Provinsi Kalimantan Utara, penerapan tersebut sebagai berikut:

Table 4.19
Tingkat Kontribusi Pajak Daerah
Tahun Realisasi Penerimaan Realisasi Penerimaan Rasio Kriteria
Pajak Daerah PAD Kontribusi Kontribusi
2017 Rp 308.952.404.415,00 Rp 482.740.846.005,72 63,99 Sangat Baik
2018 Rp 388.388.763.489,00 Rp 574.088.357.593,08 67,65 Sangat Baik
2019 Rp 417.536.961.744,00 Rp 655.846.206.222,83 63,66 Sangat Baik
2020 Rp 348.949.836.778,00 Rp 557.646.133.462,35 62,57 Sangat Baik

64
2021 Rp 392.686.405.543,00 Rp 677.803.723.304,94 57,93 Sangat Baik
Rata-Rata 63,16 Sangat Baik
Sumber: Data Olahan 2023

Dilihat dari Tabel 4.19 diatas segala keseluruhan tingkat Kontribusi

pajak daerah terhadap PAD dari tahun 2017-2021 dikategorikan sangat

baik dengan presentase rata-rata sebesar 63,16%. Tingkat kontribusi

tertinggi pada tahun 2018 sebesar 67,65% dan terendah di tahun 2021

sebesar 57,93%. Kontribusi tahun 2018 mengalami kenaikan dari tahun

2017 sebesar 3,66% dari 63,99% menjadi 67,65% kemudian mengalami

penurunan di tahun 2019 sebesar 3,99% dari 67,65% menjadi 63,66%

hal tersebut karena adanya pandemi covid’19, selanjutnya mengalami

penurunan kembali di tahun 2020 sebesar 1,09% dari 63,66% menjadi

62,57%, kemudian tahun 2021 mengalami penurunan Kembali sebesar

4,64% dari 62,57% menjadi 57,93%. Meskipun mengalami kenaikan

dan penurunan namun tetap memberikan hasil diatas 50% ini

menunjukkan bahwa Kontribusi pajak terhadap PAD tergolong sangat

baik

a. Retribusi Daerah

4. Analisis Kontribusi Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah

(PAD)

65
Suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi yang dapat disumbangkan dari penerimaan retribusi daerah

terhadap Pendapatan Asli Daerah, maka dibandingkan antara realisasi

penerimaan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD. Analisis data

kontribusi retribusi daerah diterapkan dengan tujuan menjawab rumusan

masalah serta untuk mengetahui besaran kontribusi Retribusi Daerah

terhadap PAD Provinsi Kalimantan Utara, penerapan tersebut sebagai

berikut:

Table 4.20
Tingkat Kontribusi Retribusi Daerah
Tahun Realisasi Penerimaan Realisasi Penerimaan Rasio Kriteria
Retribusi Daerah PAD Kontribusi Kontribusi
2017 Rp 137.040.500,00 Rp 482.740.846.005,72 0,02 Sangat Kurang
2018 Rp 1.640.091.145,00 Rp 574.088.357.593,08 0,28 Sangat Kurang
2019 Rp 5.905.454.587,00 Rp 655.846.206.222,83 0,90 Sangat Kurang
2020 Rp 4.856.242.203,00 Rp 557.646.133.462,35 0,87 Sangat Kurang
2021 Rp 6.212.686.828,00 Rp 677.803.723.304,94 0,91 Sangat Kurang
Rata-Rata 0,59 Sangat Kurang
Sumber: Data Olahan 2023

Dilihat dari Tabel 4.20 diatas segala keseluruhan tingkat Kontribusi

retribusi daerah terhadap PAD dari tahun 2017-2021 dikategorikan

sangat kurang dengan presentase rata-rata sebesar 0,59%. Tingkat

kontribusi tertinggi pada tahun 2021 sebesar 0,91% dan terendah di

tahun 2017 sebesar 0,02%. Kontribusi tahun 2018 mengalami kenaikan

dari tahun 2017 sebesar 0,26% dari 0,02% menjadi 0,28% kemudian

mengalami peningkatan di tahun 2019 sebesar 0,62% dari 0,28%

menjadi 0,90%, selanjutnya mengalami penurunan embali di tahun 2020

sebesar 0,03% dari 0,90% menjadi 0,87%, kemudian tahun 2021

66
mengalami peningkatan Kembali sebesar 0,04% dari 0,87% menjadi

0,91%. Meskipun mengalami kenaikan dan penurunan namun tetap

memberikan hasil antara 0 – 10% ini menunjukkan bahwa Kontribusi

pajak terhadap PAD tergolong sangat kurang.

5. Analisis Pendapatan Perkapita Daerah Provinsi Kalimantan Utara Tahun

2017-2021

Suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui Pendapatan Asli

Daerah terhadap Pendapatan Perkapita Daerah Provinsi Kalimantan

Utara

Table 21
Aanalisis Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Perkapita
Daerah Provinsi Kalimantan Utara
Tahun Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Perkapita
(PAD)
2017 Rp 482.740.846.005,72 Rp 3.416.261,496
2018 Rp 574.088.357.593,08 Rp 3.382.620,776
2019 Rp 655.846.206.222,83 Rp 3.552.218,51
2020 Rp 557.646.133.462,35 Rp 3.609.557,922
2021 Rp 677.803.723.304,94 Rp 3.554.765,073
Sumber: Data Olahan 2023

Dilihat dari Tabel 4.21 diatas dapat dijelaskan bahwa PAD Provinsi

Kalimantan Utara tahun 2017 sebesar Rp 482.740.846.005,72 dengan

Pendapatan Perkapita sebesar Rp 3.416.261,496. PAD tahun 2018

sebesar Rp 574.088.357.593,08 dengan Pendapatan Perkapita sebesar

Rp 3.382.620,776. PAD tahun 2019 sebesar Rp 655.846.206.222,83

dengan Pendapatan Perkapita sebesar Rp 3.552.218,51. PAD tahun 2020

sebesar Rp 557.646.133.462,35 dengan Pendapatan Perkapita sebesar

Rp 3.609.557,922 dan PAD tahun 2021 sebesar Rp 677.803.723.304,94

67
dengan Pendapatan Perkapita Rp 3.554.765,073. Dapat disimpulkan

bahwa PAD dan Pendapatan Perkapita Provinsi Kalimantan Utara tahun

2017-2018 mengalami peningkatan dan penurunan setiap tahunnya.

4.3. Uji Hipotesis

1. Uji Beda t-test Efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Uji beda t-test efektivitas digunakan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan antara efektivitas pajak daerah dan efektivitas retribusi

daerah. Uji beda t-test dilakukan dengan menggunakan SPSS.

Table 4.22
Hasil Rata-Rata Uji Beda t-test Efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah Provinsi Kalimantan Utara Periode 2017-2021
Group Statistics
Variabel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Efektivitas PD 5 99.7960 11.83766 5.29396
RD 5 222.3800 313.84413 140.35536
Sumber: Data Sekunder yang diolah 2023

Table 4.22 menunjukkan bahwa hasil rata-rata uji beda t-test efektifitas,

Group Statistics di atas terlihat bahwa rata-rata efektivitas untuk pajak

daerah dari tahun 2017 sampai 2021 adalah 99,7960 dan untuk retribusi

daerah selama 5 tahun adalah 222,3800. Jadi dapat disimpulkan, jika

dilihat dari rata-rata efektivitas untuk pajak daerah dan retribusi daerah

selama 5 tahun berturut-turut menunjukkan hal yang berbeda.

68
Table 4.23
Hasil Uji Beda t-test Efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Provinsi Kalimantan Utara Periode 2017-2021
Independent Samples Test
Levene's t-test for Equality of Means
Test for
Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differ Error Confidence
taile ence Differen Interval of the
d) ce Difference
Lower Upper
Efekti Equal - -
140.455 201.3
vitas variances 6.341 .036 -.873 8 .408 122.5 446.47
17 0619
assumed 8400 419
Equal - -
140.455 266.9
variances not -.873 4.011 .432 122.5 512.11
17 4609
assumed 8400 409
Sumber: Data Sekunder yang diolah 2023

Table 4.23 menunjukkan bahwa hasil uji Independent Samples Test di

atas dapat dilihat bahwa dari nilai F hitung Levene test sebesar 6,341

dengan probabilitas 0,036. Dikarenakan nilai probabilitas lebih kecil

dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas antara pajak daerah

dan retribusi daerah memiliki variance yang berbeda. Dengan demikian

analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance

assumed. Dari output SPSS terlihat bahwa nilai t pada equal variance

assumed adalah sebesar -0,873 dengan probabilitas siqnifikansi 0,408

69
(two tail). Karena nilai probabilitasnya masih diatas 0,05, jadi dapat

disimpulkan bahwa rata-rata efektivitas untuk pajak daerah dan retribusi

daerah adalah sama.

2. Uji Beda t-test Efisiensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Uji beda t-test efisiensi digunakan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan antara efisiensi pajak daerah dan efisiensi retribusi daerah.

Uji beda t-test dilakukan dengan menggunakan SPSS

Table 4.24
Hasil Rata-Rata Uji Beda t-test Efisiensi Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah Provinsi Kalimantan Utara Periode 2017-2021
Group Statistics
Variabel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Efisiensi PD 5 2.4320 .88276 .39478
RD 5 3.1280 4.40204 1.96865
Sumber: Data Sekunder yang diolah 2023

Table 4.24 menunjukkan bahwa hasil rata-rata uji beda t-test efisiensi,

Group Statistics di atas terlihat bahwa rata-rata efektivitas untuk pajak

daerah dari tahun 2017 sampai 2021 adalah 2,4320 dan untuk retribusi

daerah selama 5 tahun adalah 3,1280. Jadi dapat disimpulkan, jika

dilihat dari rata-rata efisiensi untuk pajak daerah dan retribusi daerah

selama 5 tahun berturut-turut menunjukkan hal yang berbeda.

70
Table 4.25
Hasil Uji Beda t-test Efisiensi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Provinsi Kalimantan Utara Periode 2017-2021
Independent Samples Test
Levene’s t-test for Equality of Means
Test for
Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differ Error Confidence
taile ence Differen Interval of the
d) ce Difference
Lower Upper
Efekti Equal
-.6960 - 3.934
vitas variances 6.864 .031 -.347 8 .738
0
2.00784
5.32610 10
assumed
Equal
-.6960 - 4.718
variances not -.347 4.321 .745
0
2.00784
6.11099 99
assumed
Sumber: Data Sekunder yang diolah 2023

Table 4.25 menunjukkan bahwa hasil uji Independent Samples Test di

atas dapat dilihat bahwa dari nilai F hitung Levene test sebesar 6,864

dengan probabilitas 0,031. Dikarenakan nilai probabilitas lebih kecil

dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas antara pajak daerah

dan retribusi daerah memiliki variance yang berbeda. Dengan demikian

analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi equal variance

assumed. Dari output SPSS terlihat bahwa nilai t pada equal variance

assumed adalah sebesar -0,347 dengan probabilitas siqnifikansi 0,738

71
(two tail). Karena nilai probabilitasnya masih diatas 0,05, jadi dapat

disimpulkan bahwa rata-rata efisiensi untuk pajak daerah dan retribusi

daerah adalah sama.

3. Uji Beda t-test Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Uji beda t-test kontribusi digunakan untuk mengetahui apakah ada

perbedaan antara kontribusi pajak daerah dan kontribusi retribusi daerah.

Uji beda t-test dilakukan dengan menggunakan SPSS.

Table 4.26
Hasil Rata-Rata Uji Beda t-test Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kalimantan
Utara Periode 2017-2021
Group Statistics
Variabel N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kontribusi PD 5 63.1600 3.49285 1.56205
RD 5 .5960 .41765 .18678
Sumber: Data Sekunder yang diolah 2023

Table 4.26 menunjukkan bahwa hasil rata-rata uji beda t-test efisiensi,

Group Statistics di atas terlihat bahwa rata-rata kontribusi untuk pajak

daerah dari tahun 2017 sampai 2021 adalah 63,1600 dan untuk retribusi

daerah selama 5 tahun adalah 0,5960. Jadi dapat disimpulkan, jika

dilihat dari rata-rata kontribusi untuk pajak daerah dan retribusi daerah

selama 5 tahun berturut-turut menunjukkan hal yang berbeda.

72
Table 4.27
Hasil Uji Beda t-test Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Kalimantan Utara
Periode 2017-2021
Independent Samples Test
Levene’s t-test for Equality of Means
Test for
Equality of
Variances
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95%
(2- Differ Error Confidence
taile ence Differen Interval of the
d) ce Difference
Lower Upper
Kontri Equal
39.76 62.56 58.936 66.19
busi variances 3.571 .095 8 .000 1.57318
9 400 25 175
assumed
Equal
39.76 62.56 58.243 66.88
variances not 4.114 .000 1.57318
9 400 62 438
assumed
Sumber:

Table 4.27 menunjukkan bahwa hasil uji Independent Samples Test di

atas dapat dilihat bahwa dari nilai F hitung Levene test sebesar 3,571

dengan probabilitas 0,095. Dikarenakan nilai probabilitas lebih besar

dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kontribusi antara pajak daerah

dan retribusi daerah terhadap PAD memiliki variance yang sama.

Dengan demikian analisis uji beda t-test harus menggunakan asumsi

equal variance assumed. Dari output SPSS terlihat bahwa nilai t pada

equal variance assumed adalah sebesar 39,769 dengan probabilitas

73
siqnifikansi 0,000 (two tail). Karena nilai probabilitasnya lebih kecil dari

0,05, jadi dapat disimpulkan bahwa rata-rata efisiensi untuk pajak

daerah dan retribusi daerah adalah berbeda.

4. Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pendapatan

Perkapita Daerah Provinsi Kalimantan Utara tahun 2017-2021

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh PAD terhadap Pendapatan

Perkapita. Uji t dalam penelitian ini ditampilkan dalam tabel dibawah ini

Table 4.28
Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan Perkapita
Daerah Kalimantan Utara tahun 2017-2021
Coefficients
Model B Std. Error T Sig.
1 (Constant) 3877066.520 293138.318 13.226 .001
PAD -6.629E-7 .000 -1.288 .288
Sumber: Data Primer Terolah 2023

Pengujian dalam analisis ini dilakukan dengan membandingkan nilai

probabilitas dari pengujian masing–masing variable dengan tingkat

signifikan α (5%).

Hipotesis dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

a. Ho: β = 0

Artinya PAD tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap

pendapatan perkapita.

b. Ha: β ≠ 0

Artinya PAD memiliki pengaruh signifikan terhadap pendapatan

perkapita.

Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:

74
a. Apabila probabilitas signifikansi < 0.05, maka Ho ditolak.

b. Apabila probabilitas signifikansi ≥ 0.05, maka Ho diterima

Berdasarkan table 4.28 didapatkan bahwa nilai probabilitas stress kerja

sebesar 0,288. Yang artinya nilai 0,288 >0,05. Hasil diatas menunjukkan

bahwa nilai probabilitas stress kerja lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,288.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Ha ditolak dan Ho

diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak memiliki pengaruh

signifikan terhadap pendapatan perkapita daerah Kalimantan Utara.

Disimpulkan bahwa peningkatan PAD tidak meningkatkan Pendapatan

Perkapita masyarakat Daerah Kalimantan Utara

4.4. Pembahasan

1. Efektivitas Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Kalimantan Utara

anggaran tahun 2017-2021

Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas pajak daerah Provinsi

Kalimantan Utara periode tahun 2017 sampai 2021 mengalami kenaikan

dan penurunan akan tetapi tetap memberikan hasil rata-rata sebesar

99,79% ini menunjukkan bahwa pajak daerah tergolong efektif.

Sedangkan efektivitas retribusi daerah memberikan hasil rata-rata

sebesar 222,38% hal ini menunjukkan bahwa retribusi daerah tergolong

sangat efektif. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian

sebelumnya yang dilakukan Setiawan et al (2020) menunjukkan bahwa

tingkat Efektivitas dari tahun 2018-2021 dikategorikan sangat efektif

dengan presentase rata-rata 118,31%. Penelitian Sulistiyanto (2018)

75
menunjukkan hasil yang sama yaitu selama kurun waktu 2010 sampai

dengan tahun 2014 rata-rata tingkat efektivitas pajak daerah sebesar

14,42% dan tingkat efektivitas retribusi daerah selama kurun waktu

2010 sampai dengan tahun 2014 pada tabel 5 rata-rata tingkat efektivitas

sebesar 12,60% yang termasuk kategori sangat efektif.

Tingkat efektivitas pajak daerah Provinsi Kalimantan Utara periode

tahun 2017 sampai 2021 yang sangat efektif disebabkan karena adanya

peranan pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor,

pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak

rokok yang diakomodir oleh kewenangan Provinsi Kalimantan Utara

berdampak besar bagi komponen PAD. Kemudian beberapa alasan yang

menyebabkan retribusi daerah terbilang sangat efektif terhadap target

yang ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara karena

sejauh ini regulasi yang dirancang telah sesuai dengan praktik

dilapangan.

Ciri dari retribusi adalah dipungut oleh pemerintah daerah, merupakan

iuran tidak wajib namun terdapat paksaan secara ekonomis, artinya

seseorang tidak akan terkena sanksi apabila tidak membayar retribusi

namun orang tersebut tidak akan mendapatkan pelayanan atas jasa yang

disediakan oleh pemerintah daerah, memiliki kontra prestasi, dan

dibebankan kepada perorangan atau badan yang menggunakan jasa yang

disediakan oleh negara atau pemerintah daerah.

76
2. Efisiensi Pajak dan Retribusi Daerah Provinsi Kalimantan Utara

anggaran tahun 2017-2021

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pajak daerah

Provinsi Kalimantan Utara periode tahun 2017 sampai 2021 mengalami

kenaikan dan penurunan namun efisiensi penerimaan pajak daerah

dengan presentase efisiensi dibawah 10%, hal ini menunjukkan bahwa

penerimaan pajak sangat efisien. Sedangkan tingkat efisiensi

penerimaan pajak daerah dengan presentase efisiensi dibawah 10%, hal

ini menunjukkan bahwa penerimaan retribusi daerah sangat efisien.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang

dilakukan Yakub et al (2022) menunjukkan bahwa tingkat Efektivitas

dari tahun 2013-2019 dikategorikan sangat efisien meskipun terjadi

peningkatan dan penurunan pada tiap tahunnya. Peneliian Yoduke &

Ayem (2015) menunjukkan bahwa tingkat efisiensi penerimaan pajak

daerah kabupaten Bantul periode tahun 2009 sampai 2014 dikategorikan

sangat efisien, namun untuk tingkat efisiensi retribusi daerah

dikategorikan sangat tidak efisien.

Tingkat efisiensi pajak daerah dan retribusi daerah Provinsi Kalimantan

Utara periode tahun 2017 sampai 2021 yang sangat efisien karena

adanya kemajuan pemerintah untuk mendesain sebuah aturan melalui

Peraturan Daerah yang diterapkan dengan pola dan sistem yang

77
terencana secara matang, sehingga pada terapannya diwujudukan dengan

beberapa aplikasi yang telah termonitor. Selain itu, biaya yang

digelontorkan untuk memungut pajak masih relatif lebih rendah,

sehingga pemerintah Provinsi Kalimantan Utara telah bijak untuk

memanfaatkan fungsi budgeting-nya

3. Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah

(PAD) Provinsi Kalimantan Utara anggaran tahun 2017-2021

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kontribusi penerimaan

pajak daerah terhadap PAD Provinsi Kalimantan Utara periode tahun

2017-2021 mengalami kenaikan dan penurunan namun tetap

memberikan hasil diatas 50% ini menunjukkan bahwa Kontribusi pajak

terhadap PAD tergolong sangat baik. Sedangkan tingkat kontribusi

retribusi daerahnya terhadap PAD tergolong sangat kurang. Hasil

penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan

Yakub et al (2022) menunjukkan bahwa rasio kontribusi pajak daerah

sangat baik dan hasil yang kontras justru ditunjukkan oleh retribusi

daerah melalui pencapaian yang sangat kurang terhadap PAD Provinsi

Kalimantan Timur. Penelitian Damanik et al (2019) menunjukkan hasil

yang berbeda yaitu tingkat kontribusi Pajak Daerah Kota

Pematangsiantar termasuk dalam kriteria cukup baik dan tingkat

kontribusi Retribusi Daerah teermasuk dalam kriteria Sangat Kurang.

Tingkat kontribusi penerimaan pajak daerah terhadap PAD Provinsi

Kalimantan Utara periode tahun 2017-2021 yang sangat baik dan tingkat

78
kontribusi retribusi daerah yang sangat kurang disebabkan oleh

permasalahan persepsi masyarakat yang menganggap jika retribusi

adalah sesuatu yang tidak wajib. Masyarakat beranggapan bahwa pajak

daerah adalah bersifat wajib dan dapat dikenai sanksi dan aturan hukum,

sehingga ada semacam ketakutan akan denda apabila tidak

mematuhinya. Retribusi hanya dapat dikenakan apabila pemerintah

daerah memberikan pelayanan langsung atau memberikan izin tertentu.

Layanan dan perizinan tesebut diberikan apabila orang pribadi atau

badan mengajukan permintaan jasa atau permohonan izin tertentu

4. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pendapatan Perkapita

Daerah Provinsi Kalimantan Utara tahun 2017-2021

Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber

dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan

kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan pendapatan

asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan

kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi

daerah sebagai mewujudkan asas desentralisasi. Pendapatan asli daerah

harus diupayakan agar selalu meningkat yang bertujuan untuk mengatur

alokasi suatu kegiatan ekonomi guna meningkatkan pertumbuhan

ekonomi sehingga pendapatan perkapita masyarakatnya juga semakin

meningkat (Siregar, 2015).

Berdasarkan data hasil uji t diatas diketahui bahwa nilai probabilitas

stress kerja sebesar 0,288. Yang artinya nilai 0,288 >0,05. Hasil diatas

79
menunjukkan bahwa nilai probabilitas stress kerja lebih kecil dari 0,05

yaitu 0,288. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa Ha

ditolak dan Ho diterima. Hal ini menunjukkan bahwa tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap pendapatan perkapita daerah Kalimantan

Utara. Disimpulkan bahwa peningkatan PAD tidak meningkatkan

Pendapatan Perkapita masyarakat Daerah Kalimantan Utara.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Febby Kurnia Rahmadhani (2019) tentang “Pengaruh

Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Transfer

terhadap Pendapatan Perkapita di Kota Medan”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Pendapatan Perkapita Masyarakat Kota Medan.

80
BAB V

KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN PENELITIAN SELANJUTNYA

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil analisis tingkat efektivitas tertinggi pada tahun

2018 dengan nilai 114,74% sedangkan terendah pada tahun 2020

dengan nilai 84,75%, meskipun mulai tahun 2017 sampai tahun 2021

mengalami kenaikan dan penurunan namun tetap memberikan hasil

rata-rata sebesar 99,79% ini menunjukkan bahwa pajak daerah

tergolong efektif. Sedangkan tingkat efektivitas tertinggi pada tahun

2018 dengan nilai 781,00% sedangkan terendah pada tahun 2019

dengan nilai 29,08%, meskipun mulai tahun 2017 sampai tahun 2021

mengalami kenaikan dan penurunan namun tetap memberikan hasil

rata-rata sebesar 222,38% hal ini menunjukkan bahwa retribusi

daerah tergolong sangat efektif.

2. Berdasarkan hasil analisis tingkat efisiensi tertinggi pada tahun 2020

sebesar 0,98% sedangkan terendah di tahun 2021 sebesar 3,28%,

meskipun mulai tahun 2017 sampai 2021 mengalami kenaikan dan

penurunan namun efisiensi penerimaan pajak daerah dengan

presentase efisiensi dibawah 10%, hal ini menunjukkan bahwa

penerimaan pajak sangat efisien. Sedangkan tingkat efisiensi tertinggi

pada tahun 2017 dan 2018 sebesar 0% sedangkan terendah di tahun

2019 sebesar 10,32%, meskipun mulai tahun 2017 sampai 2021

81
mengalami kenaikan dan penurunan namun efisiensi penerimaan

pajak daerah dengan presentase efisiensi dibawah 10%, hal ini

menunjukkan bahwa penerimaan retribusi daerah sangat efisien

3. Berdasarkan hasil analisis tingkat kontribusi tertinggi pada tahun

2018 sebesar 67,65% dan terendah di tahun 2021 sebesar 57,93%,

meskipun mengalami kenaikan dan penurunan namun tetap

memberikan hasil diatas 50% ini menunjukkan bahwa Kontribusi

pajak terhadap PAD tergolong sangat baik. Sedangkan tingkat

kontribusi tertinggi pada tahun 2021 sebesar 0,91% dan terendah di

tahun 2017 sebesar 0,02%, meskipun mengalami kenaikan dan

penurunan namun tetap memberikan hasil antara 0 – 10% ini

menunjukkan bahwa Kontribusi pajak terhadap PAD tergolong

sangat kurang.

5.2. Keterbatasan dan Penelitian Selanjutnya

1. Keterbatasan

Tidak dilakukan analisis pengaruh jumlah penduduk terhadap

pendapatan asli daerah serta kemampuan masyarakat dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya dan tidak dilakukan penelitian

lebih rinci tentang darimana sektor usaha yang memberikan

kontribusi yang besar terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah

2. Penelitian Selanjutnya

Peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan penelitian tentang

Pendapatan Asli Daerah dengan menggunakan variabel yang lainnya

82
seperti kemampuan masyarakat dalam memenuhi kewajiban

perpajakan, pengaruh jumlah penduduk serta sektor usaha yang

memberikan kontribusi yang besar terhadap peningkatan Pendapatan

Asli Daerah

83

Anda mungkin juga menyukai