Anda di halaman 1dari 29

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Otonomi Daerah

Otonomi daerah diambil dari bahasa Yunani, yaitu kata otonomi berasal

dari kata “autos” dan “namos”. Autos berarti sendiri dan namos berati

aturan atau undang-undang. Sedangkan daerah yaitu kesatuan masyarakat

hukum yang mempunyai batas-batas wilayah. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa otonomi daerah yaitu kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus

pemerintahannya sendiri (Panglima, 2014)

Otonomi Daerah yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk

memaksimalkan otonomi daerah dan meningkatkan pembangunan, serta

mengurangi sumbangan dari pemerintah pusat, maka pemerintah daerah harus

lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) (UU No. 23 tahun 2014).

UU No. 23 Tahun 2014 Pasal 1 angka 12 menyatakan bahwa Daerah

otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa otonomi

daerah dapat diartikan sebagai wewenang yang diberikan oleh pemerintah

pusat kepada daerah baik kabupaten maupun kota untuk mengatur,

mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya sendiri sesuai

dengan kemampuan daerah masing-masing dan mengacu kepada kepada

peraturan perundangan yang berlaku dan mengikatnya.

1. Tujuan Otonomi Daerah

Tujuan Otonomi Daerah menurut UU No. 32/ 2004 Pasal 2 Ayat (3)

tentang Pemerintahan Daerah yaitu untuk menjalankan otonomi

seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan

Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,

pelayanan umum, dan daya saing daerah.

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah menurut Mardiasmo

(2018:46) adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan

memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi

utama pelaksanaan otonomi daerah yaitu:

a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan

kesejahteraan masyarakat.

b. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya

daerah.

c. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik

untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan)


2.2 Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan daerah

yang bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk

mendanai pelaksanaan pembangunan dan otonomi daerah sesuai dengan potensi

daerah sebagai wujud desentralisasi. PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi

daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan PAD lain-lain

yang sah (Siregar, 2015:31). UU No. 23/2014 Pasal 1 angka 35 menyebutkan

bahwa pendapatan daerah yaitu semua hak daerah yang diakui sebagai

penambah nilai kekayaan bersih dalam periode anggaran tertentu.

Baldric (2017:23) menyatakan bahwa pendapatan asli daerah atau yang

selanjutnya disebut PAD merupakan penerimaan yang diperoleh daerah

dari sumber-sumber daerah dalam wilayahnya sendiri yang dipungut

berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan daerah atau

peruundang-undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang

peranan yang sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh

mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintah dan

pembangunan daerah.

Carunia (2017:119) menyatakan bahwa Pendapatan asli daerah (PAD)

merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam

wilayahnya sendiri, semakin tinggi peranan PAD dalam struktur keuangan

daerah, maka semakin tinggi pula kemampuan keuangan yang dimiliki

oleh daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan daerahnya.

Berdasarkan definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa pendapatan

asli daerah adalah semua penerimaan keuangan yang didapat suatu daerah
dimana penerimaan tersebut di dapat dari sumber yang mempunyai potensi

di daerah tersebut contohnya hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah,

hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain

pendapatan asli daerah yang sah.

1. Sumber Pendapatan Asli Daerah

UU No. 33/2004 Pasal 6 Ayat (1) PAD bersumber dari:

a. Pajak daerah merupakan pungutan daerah yang sesuai dengan

peraturan yang dikeluarkan oleh daerah untuk pembiayaan

anggarannya sebagai badan usaha umum. Pajak daerah sebagai

pungutan oleh pemerintah daerah yang hasilnya digunakan untuk

anggaran belanja daerah yang tidak langsung dikompensasi,

meskipun pelaksanaannya dapat dipaksakan

b. Retribusi Daerah yaitu pungutan yang telah secara sah menjadi

pungutan daerah sebagai pembayaran pemakaian atau karena

memperoleh jasa atau karena memperoleh jasa pekerjaan, usaha

atau milik pemerintah daerah bersangkutan.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan adalah hasil

pendapatan daerah dari keuntungan yang didapat dari perusahaan

daerah yang dapat berupa dana pembangunan daerah dan

merupakan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke

kas daerah. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan

kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan antara lain: bagian laba,

deviden, dan penjualan saham milik daerah.


d. Lain-lain PAD yang sah berupa jasa giro, penjualan aset tetap

daerah, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai rupiah terhadap

mata uang asing, komisi, potongan, dan bentuk lain sebagai akibat

dari penjualan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah

2.3 Pajak Daerah

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No. 28

Tahun 2007)

Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Warsito, 2016:128).

Mardiasmo (2018:12) Pajak Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

menurut Prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Samudra (2015:68) pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah

berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk

kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Ada

beberapa ciri yang melekat dalam pengertian pajak daerah, baik menurut

undang-undang yang terdahulu maupun yang berlaku sekarang, yaitu:


a. Pajak daerah dapat berasal dari pajak asli daerah maupun pajak negara

yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah.

b. Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah

administrative yang dikuasainya.

c. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan

rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah

sebagai badan hukum.

d. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan Peraturan

Daerah (Perda), maka sifat pemungutan pajak daerah dapat dipaksakan

kepada masyarakat yang wajib membayar dalam lingkungan

administrative kekuasaannya

Berdasarkan definisi diatas dapat dikatakan bahwa pajak daerah yaitu

pajak yang dipungut dan dikelola oleh suatu daerah, serta pelaksanaannya

diatur oleh peraturan daerah, dan hasil pajaknya digunakan untuk

membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan daerah.

1. Jenis pajak dan Objek Pajak

a. Pajak Provisi

1) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

Objek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan atau

penguasaan kendaraan bermotor sebagai alat angkut orang atau

barang. Pemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh

pemerintah pusat dan pemerintah daerah, konsulat, perwakilan

negara asing, perwakilan negara asing, perwakilan negara


internasional, dikecualikan dari pengenaan pajak kendaraan

bermotor. Subjek pajak kendaraan bermotor adalah orang

pribadi atau badan yang memiliki dan atau menguasai

kendaraan bermotor. Selanjutnya wajib pajak kendaraan

bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki

kendaraan bermotor. Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan

sebesar 1,5% dari nilai jual kendaraan bermotor (Suparmoko,

2017:63).

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas

Air

Bea balik nama kendaraan bermotor adalah pajak atas

penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat dari

transaksi jual beli, tukar menukar, hibah, warisan atau

pemasukan ke dalam badan usaha jadi objek pajak BBNKB

adalah pergerakan kendaraan bermotor, kecuali pergerakan

kendaraan bermotor kepada pemerintah pusat dan daerah,

kedutaan dan konsulat asing. Sebagai subjek atau wajib pajak

bea balik nama kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau

badan yang menerima penyerahan kendaraan bermotor. Tarif

bea balik nama kendaraan bermotor adalah 10% dari nilai jual

kendaraan bermotor jika penyerahan kendaraan itu merupakan

penyerahan yang pertama (Suparmoko, 2017:64).


3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

Pajak bahan bakar kendaraan bermotor adalah pajak yang

dikenakan terhadap penggunaan bahan bakar (bensin, solar,

gas) untuk menggerakkan kendaraan bermotor. Objek pajak

bahan bakar kendaraan bermotor adalah bahan bakar kendaraan

bermotor yang disediakan atau dianggap digunakan kendaraan

bermotor. Selanjutnya subjek pajak adalah konsumen bahan

bakar kendaraan bermotor dan sebagai wajib pajaknya adalah

penyedia bahan bakar kendaraan bermotor tersebut

(Suparmoko, 2017:65).

Hasil penerimaan dari pajak bahan bakar kendaraan bermotor

diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten dan kota

setelah dikurangi 10% nya untuk pemerintah provinsi yang

bersangkutan. Bagian yang diterima oleh pemerintah daerah

sebesar 90% dari hasil penerimaan pajak bahan bakar

kendaraan bermotor tadi dibagi lagi yaitu 50% diterimakan

kepada daerah kabupaten berdasarkan panjang jalan di masing-

masing kabupaten dan sisanya 50% lagi dibagi rata untuk

seluruh daerah kabupaten yang ada di provinsi yang

bersangkutan (Suparmoko, 2017:65).


4) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan

Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan adalah

pajak atas pengambilan air bawah tanah dan atau air permukaan

untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk

keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat. Sedangkan

yang dimaksud dengan air permukaan adalah air yang berada

diatas permukaan bumi, tetapi tidak termasuk air laut.

Kemudian karena sumberdaya air bawah tanah dan air

permukaan biasanya tersebar di beberapa wilayah tingkat II,

maka baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tingkat

satu tetap berwenang mengatur organisasi pengelolaannya,

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Suparmoko, 2017:66).

5) Pajak Rokok

Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut

oleh pemerintah. Pajak rokok dikenakan kepada pengusaha

pabrik rokok atau produsen dan termasuk pula importir rokok

yang memiliki izin berupa nomor pokok pengusaha barang

kena cukai. Instansi yang memiliki kewenangan untuk

melakukan tindakan pemungutan adalah pemerintah daerah,

dimana proses pemungutan pajak rokok secara bersamaan

disertai dengan pemungutan cukai rokok. Di beberapa tempat


di Indonesia, hadirnya perusahaan rokok mampu memberikan

kontribusi pendapatan yang cukup besar untuk pemerintah

daerah, sehingga dengan melihat potensi tersebut dibutuhkan

peraturan dan ketentuan berlapis mengenai tata cara

pemungutan dan penyetoran pajak agar dapat dimanfaatkan

secara optimal dan terarah (Suparmoko, 2017:66)

b. Pajak Kabupaten/Kota

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan

Retribusi Daerah menyebutkan bahwa pajak kabupaten/kota

meliputi:

1) Pajak Hotel

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh

hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan

dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk

pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan

dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih

dari 10 (sepuluh)

2) Pajak Restoran

Pajak Restoran adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran

adalah bangunan atau tempat yang menyediakan makanan

dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang termasuk


rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, jasa

boga/katering, dan sejenisnya.

3) Pajak Hiburan

Pajak Hiburan adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas penyelenggaraan suatu daerah. Hiburan adalah

semua jenis pertunjukan, permainan, dan keramaian dengan

nama dan bentuk apapun yang ditonton dan dinikmati oleh

setiap orang dengan dipungut bayaran oleh pemerintah daerah.

4) Pajak Reklame

Pajak Reklame adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda,

alat, atau media yang bentuk susunan dan corak ragamnya

dirancang untuk tujuan komersial yang dipergunakan untuk

memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, memuji,

dan menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau

badan yang dapat dilihat, didengar, dirasakan dan dinikmati

oleh umum.

5) Pajak Penerangan Jalan

Pajak Penerangan Jalan adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah atas penggunaan tenaga listrik, baik yang

dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.


6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak yang

dipungut oleh pemerintah daerah atas kegiatan pengambilan

mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di

dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Mineral

Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan logam dan

batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-

undangan di bidang mineral dan batubara

7) Pajak Parkir

Pajak Parkir adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan,

baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun

yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan

tempat penitipan kendaraan bermotor dan garansi kendaraan

bermotor yang memungut biaya. Parkir adalah kendaran tidak

bergerak suatu kendaraan yang bersifat sementara

8) Pajak Air Tanah

Pajak Air Tahah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air

Tanah adalah air yang terdapat dalam tapisan tanah atau batuan

dibawah permukaan tanah.


9) Pajak Sarang Burung Walet

Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah daerah atas kegiatan pengembalian dan/atau

pengusahaan sarang burung walet. Burung Walet adalah burung

yang berasal dari keluarga Apodidae. Apodidae diambil dari

bahasa Yunani kuno, yaitu apous yang berarti “tanpa kaki”. Hal

ini disebabkan burung walet memiliki kaki yang sangat pendek,

selain itu burung walet juga jarang berdiri ditanah, burung

walet lebih suka bergelantung di permukaan yang tegak lurus.

10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah

pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah atas bumi dan/atau

bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh

orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan

untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan

pertambangan. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi

tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah

kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi teknis yang

ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau

perairan pedalaman dan/atau laut.

11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi,

tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom,


seperti Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, jenis pajak yang dapat

dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah

provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota

2. Kriteria Pajak Daerah

Berkaitan dengan pembagian kewenangan penarikan pajak pada

tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, terdapat kriteria

berkaitan dengan pemberian kewenangan perpajakan baik kewenangan

pemerintahan Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota (Soebachi, 2016:124-

125), yaitu:

a. Pajak untuk tujuan stabilisasi ekonomi dan distribusi pendapatan

seharusnya tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.

b. Basis pajak daerah seharusnya tidak terlalu “mobile”. Pajak daerah

yang sangat “mobile” akan mendorong pembayar pajak merelokasi

usahanya dari daerah yang beban pajaknya tinggi ke daerah yang

beban pajaknya rendah. Sebaliknya, basis pajak yang yang tidak

terlalu “mobile” akan mempermudah daerah untuk menetapkan

tarif pajak yang berbeda sebagai cerminan dari kemampuan

masyarakat. Basis pajak yang “mobile” merupakan persyaratan

utama untuk mempertahankan di tingkat pemerintah yang lebih

tinggi (Pusat/Provinsi).

c. Basis pajak yang distribusinya sangat timpang antar daerah

seharusnya diserahkan kepada Pemerintah Pusat.


d. Pajak daerah seharusnya “visible”. Dalam arti pajak harus jelas

bagi pembayar pajak daerah, objek, subjek, dan besarnya pajak

terutang mudah dihitung sehingga dapat mendorong akuntabilitas

daerah.

e. Pajak daerah seharusnya tidak dapat dibebankan kepada penduduk

daerah lain, karena akan memperlemah hubungan antar pembayar

pajak dengan pelayanan yang diteriman (pajak adalah fungsi dari

pelayanan).

f. Pajak daerah seharusnya dapat menjadi sumber penerimaan yang

memadai menghindari ketimpangan fiskal vertikal yang besar.

Hasil penerimaan, idealnya harus elastis sepanjang waktu dan

seharusnya tidak berfluktuasi.

g. Pajak yang diserahkan kepada daerah seharusnya relatif lebih

mudah diadministrasikan atau dengan kata lain perlu pertimbangan

efisiensi secara ekonomi berkaitan dengan kebutuhan data, seperti

identifikasi jumlah pembayar pajak, penegakkan hukum, dan

komputerisasi.

2.4 Retribusi Daerah

Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau

pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh

pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan (Soebachi,

2014:13). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah, Retribusi Daerah adalah pungutan daerah sebagai

pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan
dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang

pribadi atau badan.

Berdasarkan definisi diatas dapat dikatakan bahwa retribusi daerah

merupakan salah satu jenis pungutan yang dikenakan Pemerintah Daerah

kepada masyarakat disamping pajak. Retribusi bersama-sama dengan

pajak digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan kepada masyarakat.

1. Jenis Retribusi Daerah

Retribusi sendiri terbagi menjadi tiga golongan, pengelompokan

retribusi meliputi retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi

perizinan tertentu (Soebachi 2016:13), yaitu:

a. Retribusi Jasa Umum

Subjek retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau badan yang

menggunakan/menikmati pelayanan jasa umum yang

bersangkutan. Wajib retribusi jasa umum adalah orang pribadi atau

badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi,

termasuk pemungut atau pemotong retribusi jasa umum. Objek

retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau

diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan

kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau

badan.
Retribusi jasa umum ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

1) Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan

retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu.

2) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi.

3) Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau

badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk

melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.

4) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.

5) Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional

mengenai penyelenggaraannya.

6) Retribusi dapat dipanggul secara efektif dan efisien, serta

merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang

potensial.

7) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut

dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

b. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

dengan kriteria-kriteria sebagai berikut:

1) Retribusi jasa usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan

retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu.


2) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial

yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum

memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki atau dikuasai

daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh Pemerintah

Daerah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi perizinan tertentu yaitu:

1) Perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang

diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.

2) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi

kepentingan umum.

3) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin

tersebut dan biaya untuk menanggulangi dampak negatif dan

pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai

dari Retribusi Perizinan.

Retribusi Daerah yang dipungut oleh Provinsi yaitu:

a. Retribusi jasa umum

1) Retribusi pelayanan kesehatan rumah sakit jiwa

2) Retribusi penggantian biaya administrasi

3) Retribusi kemetrologian

b. Retribusi jasa usaha

1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah

2) Retribusi tempat pelelangan (diskan) kapal cantrang


3) Retribusi tempat penginapan/villa, Retribusi pelayanan

kepelabuhan

4) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga

5) Retribusi penyeberangan di air

6) Retribusi pengolahan limbah air

7) Retribusi penjualan usaha daerah

c. Retribusi perizinan tertentu

1) Retribusi izin trayek

2) Retribusi pengujian kapal perikanan

3) Retribusi perizinan kapal perikanan

4) Retribusi IMTA (Izin Mempekerjakan Tenaga Asing)

2. Kriteria Retribusi Daerah

Kriteria retribusi daerah menurut Soebachi (2016:127), yaitu:

a. Retribusi dipungut berdasarkan peraturan perundang-undangan.

b. Pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu.

c. Adanya prestasi langsung dari negara kepada individu pembayar

retribusi berupa jasa.

d. Uang hasil retribusi digunakan bagi pelayanan umum berkait

dengan retribusi yang bersangkutan.

e. Pelaksanaannya dapat dipaksakan, biasanya bersifat ekonomis.

3. Tata Cara Penarikan dan Tarif Retribusi Daerah


Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Pasal 26

pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan. Artinya, seluruh proses

pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga.

Berikut ini adalah tata cara pemungutan retribusi daerah diatur

Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009, yaitu:

a. Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain

yang dipersamakan.

b. Dokumen lain yang dipersamakan dapat berupa karcis, kupon, dan

kartu langganan.

c. Dalam hal wajib retribusi tertentu tidak membayar tidak tepat

waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administratif

berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dari retribusi yang tidak atau

kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD (Surat

Tagih Retribusi Daerah).

d. Tata cara pelaksanaan pemungutan retribusi ditetapkan denda

peraturan kepada daerah.

2.5 Efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti ada efeknya (akibatnya,

pengaruhnya, kesamaannya, atau mujarab, dapat membawa hasil, berhasil

guna). Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang

tepat atau peralatan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam

jumlah yang secara sadar telah ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan


sejumlah barang dan jasa kegiatan yang dijalankan. Efektivitas pajak

daerah dan retribusi daerah menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai

tidaknya sasaran yang telah ditetapkan, jika hasil sasaran semakin

mendektai sasaran, berarti semakin tinggi efektivitasnya (Siagian, 2018:4).

Efektivitas pajak daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam

mengumpulkan pajak daerah sesuai dengan jumlah penerimaan pajak daerah

yang ditargetkan (Putra, 2018). Efektivitas retribusi daerah merupakan

perbandingan antara realisasi dan target penerimaan retribusi daerah, sehingga

dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan dalam melakukan pungutan

(Warsito, 2016:128).

Analisis efektivitas pajak dan retribusi daerah yaitu menggambarkan

kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli

Daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan dengan target yang

ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah (Halim, 2016). Pengelolaan

administrasi perpajakan yang baik dan benar akan membuat efektifnya

pengelolaan kegiatan wajib pajak secara umum. Wajib pajak akan dengan

mudah dan dalam waktu singkat mendapatkan data serta informasi yang

dibutuhkan tentang pajak yang berkaitan dengan kegiatan wajib pajak

secara umum. Selain itu, kualitas data dan informasi tentang pajak juga

akan memenuhi seluruh kebutuhan wajib pajak baik menyangkut pajak

maupun kegiatan lainnya. Efektivitas ini diantaranya dapat dilihat dalam

beberapa kegiatan perpajakan berikut (Pandiangan, 2014:243):


a. Ketika akan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak, langsung dapat

dilaksanakan karena tersedia dokumen yang dibutuhkan oleh

pendaftar.

b. Ketika akan menghitung pajak, wajib pajak segera dapat melaksanakan

karena telah tersedia semua data, informasi, dan dokumen yang

berhubungan dengan penghitungan pajak

c. Ketika akan memotong atau memungut pajak, wajib pajak segera dapat

melaksanakan karena sudah tersedia informasi mengenai berapa

besarnya pajak terutang yang akan dipotong atau dipungut.

d. Ketika akan membayar pajak, wajib pajak wajib pajak segera dapat

melaksananakan karena sudah tersedia dana pajak serta sarana yang

dibutuhkan untuk membayar atau menyetor pajak.

e. Ketika akan melaporkan pajak, wajib pajak segera dapat melaksanakan

karena sudah tersedia data dan informasi yang berhubungan dengan

pelaporan pajak

1. Indicator Efektivitas Pajak dan Retribusi Daerah

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara

rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah

diwujudkan. Namun, jika hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan

tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai, maka hal itu

dikatakan tidak efektif. Indikator terpenuhinya aspek efektivitas

belanja infrastruktur meliputi ketersediaan fisik (availability), kualitas


fisik (quality), kesesuaian (appropriateness), pemanfaatan (utility), dan

penyerapan tenaga kerja (job creation) (Faud, 2016:140)

a. Ketersediaan fisik (availability) adalah bahwa dalam setiap

aktivitas belanja negara yang diperuntukan bagi kegiatan fisik

tentunya indikator dasarnya akan menghasilkan output

barang/bangunan secara fisik. Hal tersebut dapat diartikan bahwa

ketersediaan secara fisik mutlak harus dipenuhi oleh aktivitas

belanja fisik.

b. Kualitas fisik (quality) adalah kualitas output atau hasilnya, yaitu

bahwa aspek efektivitas akan lebih reliable apabila cakupannya

luas, yaitu tidak hanya keterpenuhan secara fisik tetapi juga

didukung kualitas output yang optimal.

c. Kesesuaian (aprociateness) adalah kesesuaian antara kebijakan

yang telah ditetapkan pemerintah dengan kebutuhan masyarakat

selaku penerima manfaat.

d. Pemanfaatan (utility) adalah tingkat pemanfaatan atas output yang

telah dihasilkan, yaitu semakin besar pemanfaatan atas output,

maka semakin besar pula efektivitasnya.

e. Penyerapan tenaga kerja (job creation) adalah tingkat penyerapan

tenaga kerja yang dihasilkan atas kegitan

pembangunan/peningkatan infrastruktur.

2. Rasio Efektivitas Pajak dan Retribusi Daerah


Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah

dalam merealisasi pendapatan asli daerah yang direncanakan

dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil

daerah. Semakin tinggi rasio efektivitas, menggambarkan kemampuan

daerah yang semakin tinggi (Faud, 2016:141).

2.6 Efisiensi Pajak dan Retribusi Daerah

Istilah efisien berasal dari kata Latin yaitu Eficere dalam bahasa Inggris to

effect, kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia artinya

menghasilkan, mengadakan, dan menjadikan (Gaol, 2015). Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efisiensi adalah ketepatan cara

(usaha, kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu,

tenaga, biaya).

Pemerintah Daerah perlu menghitung secara cermat berapa besarnya biaya

yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh pendapatan yang diterima

sehingga dapat diketahui apakah kegiatan tersebut efisien atau tidak.

Apabila realisasi penerimaan pendapatan lebih besar dari yang

direncanakan, berarti aktivitas tersebut masuk dalam tingkat yang efisien.

Sebagai dasar perhitungan efisiensi Pajak Daerah maka perlu dihitung

menggunakan rumus rasio antara penerimaan daerah dengan biaya yang

dikeluarkan untuk memungut pajak daerah yang dinyatakan dalam bentuk

persentase. Semakin kecil rasionya semakin efisien pengelolaan keuangan

daerah tersebut (Mahmudi, 2015).


Efisiensi pajak berhubungan dengan besarnya biaya pemungutan dengan

realisasi penerimaan pajak daerah (Pandiangan, 2014:243). Efisiensi

retribusi daerah mengukur besarnya biaya pemungutan yang digunakan

terhadap realisasi penerimaan retribusi itu sendiri (Faud, 2016:140).

2.7 Kontribusi Pajak dan Retribusi Daerah

Fitra (2019:204) menjelaskan bahwa analisis kontribusi adalah analisis

yang melihat besaran sumbangan/proporsi yang diberikan atas sebuah

kegiatan yang dilakukan. Analisis kontribusi dapat juga diartikan sebagai

analisis dari bagian-bagian elemen terhadap elemen itu sendiri. Misalkan

diketahui bahwa pendapatan daerah terdiri atas tiga komponen yaitu

Pendapatan Asli Daerah, Dana Transfer/Perimbangan dan Lain-lain

Pendapatan yang Sah, maka analisis kontribusi pendapatan melihat berapa

besaran sumbangan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana

Transfer/Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah terhadap total

pendapatan daerah.

Pendapatan Asli Daerah terdiri atas Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil

Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan

Asli Daerah yang Sah, maka analisis kontribusi melihat seberapa besar

sumbangan yang diberikan oleh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil

Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan

Asli Daerah yang Sah terhadap total Pendapatan Asli Daerah (Fitra,

2019:204).

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian


Berdasarkan kajian teori yang diatas, maka kerangka pemikiran dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Laporan Keuangan Provinsi


Kalimantan Utara

Penerimaan Pajak dan Retribusi


Daerah Provinsi Kalimantan Utara

Efektivitas Pajak Efisiensi Pajak dan Kontribusi


Kontribusi Pajak
dan Retribusi Retribusi Daerah Retribusi Daerah
Daerah Provinsi
Daerah Provinsi Provinsi Provinsi
Kalimantan Utara
Kalimantan Utara Kalimantan Utara Kalimantan Utara

Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi


Kalimantan Utara

Analisis

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

Sumber dari Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah. Salah satu upaya dari Pemerintah Daerah dalam meningkatkan

Pajak Daerah adalah mengefektifkan penerimaan daerah dari kedua sektor

tersebut. Dimana pajak daerah dan retribusi daerah termasuk dalam

sumber Pendapatan Asli Daerah yang sangat berpotensi tinggi. Efektifnya

pengelolaan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dimana diharapkan

memberikan kontribusi yang tinggi terhadap Pendapatan Asli Daerah,

sehingga Pendapatan Asli Daerah dapat ditingkatkan dan mempunyai

dampak yang signifikan untuk membiayai pembangunan daerah secara

maksimal. Oleh karena itu diperlukan kajian untuk menganalisis tingkat


efektivitas Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli

Daerah sangat diperlukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

Selain itu seberapa banyak kontribusi pajak daerah yang mampu di berikan

sebagai sumbangan untuk Pendapatan Asli daerah (PAD) dengan

membandingkan realisasi pajak daerah dengan realisasi Pendapatan Asli

Daerah. Semakin besar penerimaan pajak daerah maka semakin besar

kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah. Perhitungan

efektivitas, efisiensi dan kontribusi pemungutan pajak daerah dapat

membantu pemerintah daerah dalam mengukur keberhasilan pemungutan

pajak daerah. Pengukuran efektivitas, efisiensi dan kontribusi pajak daerah

perlu dilakukan untuk mengetahui peningkatan pengelolaan pajak daerah

2.9 Pengembangan Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian

sampai terbukti melalui data yang dikumpulkan (Sugiyono, 2018).

Hipotesis penelitian terdiri dari tiga bagian. Menurut Sugiyono (2018: 55)

bentuk hipotesis penelitian yaitu, hipotesis deskriptif, komparatif, dan

asosiatif/hubungan. Penelitian ini menggunakan bentuk hipotesis

asosiatif/hubungan, karena penelitian ini melakuka dugaan sementara

terhadap rumusan masalah asosiatif, yaitu menanyakan hubungan dan

regresi antara dua variabel atau lebih.


Berdasarkan model kerangka pemikiran diatas, peneliti menyusun sebuah

hipotesis bahwa “Penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah sudah

efektif dan efisien berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah”.

Sebagai penunjang hipotesis penelitian, maka diperlukan penelitian

terdahulu sebagai pendukung hipotesis penelitian yang telah dirumuskan

oleh penulis. Berkaitan dengan penelitian pajak dan retribusi daerah

terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya:

1. Penelitian oleh Sartika (2019) hasil penelitian menunjukkan bahwa

retribusi daerah Kota Palembang tahun 2014-2018 tidak efektif dan

hanya tahun 2015 dalam kondisi kurang efektif. Penyebab tidak

efektivitasnya retribusi daerah yaitu disebabkan adanya factor internal

dan eksternal. Retribusi yang paling tidak efektif adalah retribusi

penggantian cetak peta sebesar, retribusi penyediaan dan/atau kakus,

retribusi pemakaian kekayaan daerah (izin galian), retribusi kekayaan

daerah dan retribusi parker.

2. Penelitian oleh Yoduke dan Ayem (2015:28-47) menemukan bahwa

tingkat efektivitas Pajak Daerah 2009, 2011, 2012, 2013, 2014, sangat

efektif, dan pada 2010 efektif. Efisiensi Retribusi 2009-2014,

seluruhnya melebihi 100% dan sangat tidak efektif. Kontribusi Pajak

Daerah pada tahun 2009 pada level ofless; Pada 2010, 2011, 2014

sedang; 2012 dan 2013 cukup baik. Kontribusi Retribusi 2009 pada

tingkat yang sangat baik, kriteria 2010-2013 kurang, 2014 sangat

kurang
3. Penelitian selanjutnya oleh Wijoyo, et al (2019:216-230) Berdasarkan

hasil statistic deskriptif diketahui bahwa Kota Kediri memiliki realisasi

penerimaan Pajak Daerah terbesar pada tahun 2017 sebesar Rp

111,449,577,194.86, dan penerimaan terendah pada tahun 2014 sebesar

Rp 68,957,535,990.43. Penerimaan Retribusi Daerah terbesar pada

tahun 2017 sebesar Rp 10,509,049,281.00, dan penerimaan terendah

pada tahun 2018 sebesar Rp932,291,800.00. Dan penerimaan PAD

tertinggi pada tahun 2017 sebesar Rp 293,065,134,148.36 dan terendah

pada tahun 2018 sebesar Rp 126,032,764,149.66. Berdasarkan hasil

penelitian di atas membuktikan bahwa penerimaan pajak dan retribusi

daerah memberikan pengaruh terhadap penerimaan Pendapatan Asli

Daerah, baik secara simultan maupun parsial.

Anda mungkin juga menyukai