Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 menjelaskan bahwa pendapatan yang berasal
dari laporan operasional adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.
Sedangkan pada Pendapatan yang terdapat pada laporan realisasi anggaran adalah semua
penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah saldo anggaran lebih
dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak
perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Secara garis besar pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD),
Pendapatan Transfer/Pendapatan Dana Perimbangan, dan pendapatan daerah yang sah
lainnya.
Menurut PP 71/2010 PSAP 12, Pendapatan yang berasal dari laporan operasional diakui
pada saat timbulnya hak atas pendapatan, kriteria ini dikenal juga dengan earned. Pendapatan
direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi baik sudah diterima pembayaran
secara tunai (realized). Sedangkan pada pendapatan yang terdapat pada laporan realisasi
angggaran menggunakan basis kas sehingga pendapatan LRA diakui pada saatc diterima di
rekening Kas Umum Daerah, diterima oleh SKPD, atau diterima entitas lain diluar
pemerintah daerah atas nama BUD.
Dengan memperhatikan sumber, sifat dan prosedur penerimaan pendapatan maka
pengakuan pendapatan dapat diklasifkasikan kedalam beberapa alternatif: 1. Pengakuan
pendapatan ketika pendapatan didahului dengan adanya penetapan terlebih dahulu 2.
Pengakuan pendapatan yang didahului dengan penghitungan sendiri oleh wajib pajak (self
assessment) dan dilanjutkan dengan pembayaran oleh wajib pajak berdasarkan perhitungan
tersebut 3. Pengakuan pendapatan yang yang pembayarannya dilakukan di muka oleh wajib
pajak untuk memenuhi kewajiban selama beberapa periode ke depan. 4. Pengakuan
pendapatan yang didahului dengan penghitungan sendiri oleh wajib pajak (self assessment)
dan pembayarannya diterima di muka untuk memenuhi kewajiban selama beberapa periode
ke depan 5. Pengakuan pendapatan yang tidak perlu ada penetapan terlebih dahulu
Pendapatan pada laporan realisasi anggaran diukur dan dicatat berdasarkan azas bruto,
yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah
dikompensasikan dengan pengeluaran). Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan

1
pada laporan realisasi anggaran bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud
dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas
bruto dapat dikecualikan.
Pendapatan pada laporan operasional dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan
membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah
dikompensasikan dengan pengeluaran).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan pendapatan daerah dan dari mana saja pendapatan daerah itu
diperoleh?
2. Apa saja jenis, pengakuan, dan pengukuran pendapatan daerah?
3. Bagaimana prosedur akuntansi pendapatan daerah?
4. Bagaimana cara menyelesaikan kasis pada akuntansi pendapatan daerah?
1.3 MANFAAT PENULISAN
1. Pembaca dapat mengetahui definisi dan jenis serta sumber pendapatan daerah.
2. Pembaca dapat mengetahui klasifikasi, pengakuan dan pengukuran pendapatan daerah.
3. Pembaca dapat menjelaskan prosedur akuntansi pendapatan daerah.
4. Pembaca dapat mengetahui bagaimana menyelesaikan kasus akuntansi pendapatan
daerah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI, JENIS DAN SUMBER PENDAPATAN

2.1.1 PENGERTIAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber


pendapatan didalam daerahnya sendiri. Pendapatan Asli Daerah tersebut dipungut
berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah segenap pemasukan atau penerimaan yang masuk
ke dalam kas daerah, diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri, dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dipergunakan untuk keperluam daerah. Oleh karena itu, tiap-tiap daerah harus mengupayakan
agar dapat dipungut seintensif mungkin. (Fauzi dan Iskandar, 1984:44).

Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006
PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.

2.1.3 JENIS DAN SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa PAD bersumber dari :

a. Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomer 34 Tahun 2000 pajak daerah didefinisikan sebagai
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang yang dapat membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan
pembangunan daerah. Menurut Yani (2008), pajak daerah adalah iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah.

3
Jenis-jenis pajak daerah untuk kabupaten/kota menurut Kadjatmiko (2002:77) antara
lain: pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak
pengembalian bahan galian golongan C, dan pajak parkir.
b. Retribusi Daerah
Retribusi daerah didefinisikan sebagai pungutan terhadap orang atau badan kepada
Pemerintah Daerah dengan konsekuensi Pemerintah Daerah memberikan jasa pelayanan
atau perijinan tertentu yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi. Menurut
Yani (2008) retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembanyaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Daerah kabupaten/kota diberi
peluang untuk dapat menggali potensi sumber-sumber keuangannya dengan menentukan
jenis retribusi selain yang telah ditetapkan, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan
sesuai dengan aspirasi masyarakat.
Menurut Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah menyebutkan bahwa retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Jenis pendapatan retribusi kabupaten/kota meliputi objek pendapatan adalah: retribusi
pelayanan parkir di tepi jalan umum, retribusi pelayanan pasar, retribusi jasa usaha pasar
grosir atau pertokoan, retribusi jasa usaha tempat khusus parkir, retribusi jasa usaha
tempat penginapan / pesanggrahan / villa, retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olah
raga, dan lain-lain.
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang
dipisahkan
Penerimaan daerah ini berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan
kekayaan milik daerah yang dipisahkan. Perusahaan daerah adalah semua perusahaan
yang didirikan dengan modal daerah baik seluruhnya ataupun sebagian. Dengan tujuan
dapat menciptakan lapangan pekerjaan atau mendorong perekonomian daerah dan
merupakan cara yang efisien dalam melanyani masyarakat dan untuk menghasilkan
penerimaan daerah. Dalam Undang-Undang No 33 Tahun 2004 jenis pendapatan ini
dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:
a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.
b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN.

4
c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok
usaha masyarakat.
d. Lain-lain pendapatan asli daerah sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
meliputi:
1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
2. Jasa giro
3. Pendapatan Bunga
4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap matauang asing
5. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan atau
pengadaan barang dan jasa oleh daerah

2.2 KLASIFIKASI, PENGAKUAN DAN PENGUKURAN PENDAPATAN DAERAH

2.2.1 KLASIFIKASI PENDAPATAN DAERAH

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 mendefinisikanpendapatan


daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang
menambah ekuitas dana lancar yang merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Nomor
13 Tahun 2006 menyebutkan: “Pendapatan Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih”.

Menurut para ahli pendapatan daerah dapat diartikan sebagai berikut:

Deddi Nordiawan dan Ayuningtyas Hertianti (2011, 74) dalam buku Akuntansi Sektor
Publik Edisi 2, Pendapatan adalah kenaikan kekayaan bersih sebagai akibat dari adanya
transaksi. Bagi pemerintah, secara umum, terdapat empat sumber utama pendapatan, yaitu
pajak dan kewajiban yang dipaksakan oleh pemerintah, property income yang muncul
dari kepemilikan aset, penjualan barang dan jasa, serta sumbangan sukarela yang diterima
dari unit lain.Indra Bastian (2007, 146) dalam buku Sistem Akuntansi Sektor Publik Edisi
2 : Pendapatan adalah arus masuk atau peningkatan lain atas harta dari satu kesatuan atau
penyelesaian kewajibannya selama satu periode dari penyerahan atau produksi barang,
pemberian jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi pokok atau utama yang
berkelanjutan dari kesatuan tersebut.

5
Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan dalam
APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk
setiap sumber pendapatan.Seluruh pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD
dianggarkan secara bruto, yang mempunyai makna bahwa jumlah pendapatan yang
dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka
menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian pemerintah
pusat/daerah lain dalam rangka bagi hasil.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan daerah adalah


penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana
lancar dalam satu periode pelaporan yang terjadi dari adanya transaksi.Abdul Halim
(2008, 96) dalam buku Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 3 menyatakan bahwa
pendapatan daerah dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2. Pendapatan Transfer

3. Lain – lain Pendapatan Daerah yang Sah

2.2.2 PENGAKUAN PENDAPATAN DAERAH

Pengakuan Pendapatan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun


2005: “Pendapatan menurut basis kas diakui pada saat diterima di Rekening Kas
Umum Negara/Daerah atau oleh entitas pelaporan. Pendapatan menurut basis akrual diakui
pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut.”

Menurut Abdul Halim (2008, 100) dalam buku Akuntansi Keuangan Daerah Edisi 3 :
Pendapatan yang dihitung menurut basis kas diakui pada saat diterima pada rekening kas
umum daerah atau oleh entitas pelaporan. Pendapatan yang dihitung menurut basis akrual
diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut.

Menurut Indra Bastian (2007, 147) dalam buku Sistem Akuntansi Sektor Publik Edisi
2: “Pendapatan diakui ketika kenaikan manfaat ekonomi di masa depan yang berkaitan
dengan peningkatan aktiva atau penurunan kewajiban telah terjadi.”

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan menurut basis kas
mengakui transaksi pada saat kas diterima.Pendapatan menurut basis akrual diakui pada
saat terjadinya suatu transaksi, tidak semata – mata ketika kas diterima.

6
Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Daerah untuk
seluruh transaksi PPKD.Pendapatan diakui pada saat diterima oleh Bendahara
Penerimaan untuk seluruh transaksi SKPD termasuk BULD-SKPD. Dengan
mempertimbangkan Bendahara Penerimaan adalah pejabat fungsional yang melaksanakan
tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada SKPD, yang secara
fungsional bertanggungjawab atas melaksanakan tugasnya pada PPKD selaku BUD.

Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep keterukuran dan ketersediaan


digunakan digunakan dalam pengertian derajat kepastian bahwa manfaat ekonomi masa
depan yang berkaitan dengan pos pendapatan tersebut akan mengalir ke pemerintah
daerah dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan atau segera dapat digunakan untuk
membayar kewajiban pada periode anggaran yang bersangkutan. Konsep ini diperlukan
dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan operasional pemerintah daerah. Pengkajian
atas keterukuran dan ketersediaan yang melekat dalam arus manfaat ekonomi masa depan
dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat penyusunan laporan keuangan
pemerintah daerah.

Pencatatan dari setiap jenis pendapatan dan masing – masing nilai pendapatannya
dicatat sampai dengan rincian obyek.Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang
(recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode
sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan.Koreksi dan pengembalian yang
sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada
periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode
yang sama.

Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas


penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai
pengurang Ekuitas Dana Lancar pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian
tersebut.

Dalam hal Badan Layanan Umum Daerah, pendapatan diakui bila besar
kemungkinan manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan karena basis
akuntansi yang digunakan adalah basis akrual sehingga pendapatan diakui pada saat
terjadinya bukan pada saat diterimanya kas atau setara kas. Dengan demikian apabila
pendapatan Badan Layanan Umum Daerah tersebut akan diakui sebagai pendapatan

7
pemerintah daerah maka harus dilakukan penyesuaian ke basis kas berhubung adanya
perbedaan dalam basis akuntansi yang digunakan.

Tata cara penyesuaian pendapatan dari basis akrual ke basis kas secara lebih lanjut
akan diatur tesendiri dalam Kebijakan Akuntansi untuk Badan Layanan Umum Daerah.

Akuntansi pendapatan disusun untuk memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban


sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan pengendalian bagi menajemen pemerintah
daerah, baik yang dicatat oleh SKPD maupun PPKD

2.2.3 PENGUKURAN PENDAPATAN DAERAH

Pendapatan diukur dan dicatat berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan
penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan
pengeluaran)

“Pengukuran pendapatan dilakukan menggunakan mata uang rupiah. Pendapatan yang


diukur dengan mata uang asing harus dikonversi ke mata uang rupiah berdasarkan kurs
tengah Bank Indonesia pada tanggal transaksi.

Pengungkapan Hal – hal yang harus diungkap dalam Catatan atas Laporan
Keuangan terkait dengan pendapatan adalah:

a. Penerimaan pendapatan tahun berkenaan setelah tanggal berakhirnya tahun anggaran.

b. Penjelasan mengenai pendapatan yang pada tahun pelaporan yang bersangkutan


terjadi hal – hal yang bersifat khusus.

c. Penjelasan sebab – sebab tidak tercapainya target penerimaan pendapatan daerah.

d. Konversi yang dilakukan akibat perbedaan klasifikasi pendapatan yang berdasarkan pada
Permendagri No 13 Tahun 2006 dan Permendagri No 59 Tahun 2007 tentang perubahan
atas Permendagri No 13 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dengan
yang didasarkan pada PP No 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

e. Informasi lainnya yang dianggap perlu.

Dari kebijakan – kebijakan tersebut untuk pendapatan daerah yang diterapkan oleh
Pemerintah Daerah Kota Bogor seluruhnya telah sesuai dengan PSAP Nomor 02
menurut PP Nomor 24 Tahun 2005, Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Serta telah

8
dilengkapi dengan keputusan Walikota Bogor Nomor 27 Tahun 2008 tentang Kebijakan
Akuntansi Pemerintah Kota Bogor.Hal ini terlihat untuk pengakuan pendapatan
menggunakan basis kas dan pengukuran pendapatan diukur dengan menggunakan mata uang
rupiah.

2.3 PROSEDUR AKUNTANSI PENDAPATAN DAERAH

Sedangkan prosedur dari akuntansi pendapatan daerah adalah mulai dari Satuan Kerja
atau penyetor setelah melakukan pembayaran ke rekening Kas Negara dan mendapat bukti
setoran yaitu Surat Tanda Setoran (STS) menyampaikan Surat Tanda Setoran (STS) tersebut
ke Unit Pembendaharaan. Unit pembendaharaan selanjutnya mengesahkan Surat Tanda
Setoran (STS) dengan member tanda ke STS tersebut. Unit Pembendaharaan selanjutnya
merekam Surat Tanda Setoran (STS) tersebut ke dalam table Surat Tanda Setoran (STS)
dalam database, selanjutnya dibuat rekap Surat Tanda Setoran (STS). Satu tembusan Surat
Tanda Setoran (STS) diserahkan ke Unit Pembukuan dan satu tembusan disimpan sebagai
arsip.

Unit pembukuan mengarsipkan Surat Tanda Setoran (STS) yang diterima dari Unit
pembendaharaan.Secara bulanan Unit Pembukuan melakukan posting data Surat Tanda
Setoran (STS) divalidasi. Proses postingini dilakukan secara computer dan tidak memerlukan
perekaman ulang data Surat Tanda Setoran (STS). Dengan proses posting ini maka data Surat
Tanda Setoran (STS) yang terdapat dalam table Surat Tanda Setoran (STS) divalidasi akan
dicopy ke dalam table buku besar sesuai table posting rule yang tersedia dalam database.
Setelah dilakukan posting, selanjutnya Daftar Transaksi dan posting (DTP).Selanjutnya
Daftar Transaksi dan posting (DTP) diteliti kebenarannya dan dibandingkan dengan Surat
Tanda Setoran (STS).

Jika tidak benar proses posting diulang. Jika sudah benar, maka dilanjutkan dengan proses
pelaporan keuangan. Selanjutnya dilakukan cek kebenaran proses pelaporan keuangan
dengan membandingkan data yang dicetak dalam lembar pengontrol. Jika belum benar, maka
proses pelaporan keuangan diulang. Jika sudah benar maka Laporan keuangan dicetak
selanjunya didistribusikan ke Satuan Kerja, Kepala Daerah, dan Arsip.

2.4 PENYELESAIAN AKUNTANSI PENDAPATAN DAERAH

Penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Purwaniati


Nugraheni dan Imam Subaweh (2008) yang berjudul Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi

9
Pemerintahan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Replikasi dilakukan dengan
menambahkan variabel Kualitas Aparatur Pemerintah Daerah sebagai variabel independen.
Penelitian replikasi ini bertujuan untuk memperoleh bukti bahwa pengaruh penerapan Standar
Akuntansi Pemerintahan terhadap Kualitas Laporan Keuangan juga dipengaruhi secara
langsung oleh Kualitas Aparatur Pemerintah Daerah.

Obyek penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kota Tual. Sampel
penelitian sebanyak 38 respoden. Metode pengambilan sampel menggunakan Purposive
Sampling. Data (SPSS).

Dalam melakukan analisis data penelitian, digunakan analisis regresi linier berganda
dengan variabel Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan dan Kualitas Aparatur
Pemerintah Daerah sebagai variabel independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berpengaruh terhadap Kualitas Laporan
Keuangan. Hasil penelitian juga memberikan bukti bahwa Kualitas Aparatur Pemerintah
Daerah berpengaruh terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Melalui uji F diketahui bahwa
Penerapan SAP dan Kualitas Aparatur Pemerintah Daerah secara bersama-sama berpengaruh
terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Adapun  koefisien determinasinya sebesar 0,957 yang
berarti bahwa model regresi yang dibangun mampu menjelaskan sebesar 95,7% variabilitas
Kualitas Laporan Keuangan.

Dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan moderasi antara penerapan SAP dan kualitas aparatur pemerintah daerah dalam
pengaruhnya terhadap kualitas laporan keuangan. Hasil  uji interaksi menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan moderasi antara penerapan SAP dan kualitas aparatur pemerintah daerah
dalam pengaruhnya terhadap kualitas laporan keuangan.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber
pendapatan didalam daerahnya sendiri. Pendapatan Asli Daerah tersebut dipungut
berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 PAD dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu : pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Pendapatan daerah adalah penerimaan uang melalui rekening kas umum


daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam satu periode pelaporan yang terjadi
dari adanya transaksi. Pendapatan akan diakui apabila pendapatan menurut basis kas
mengakui transaksi pada saat kas diterima.Pendapatan menurut basis akrual diakui pada
saat terjadinya suatu transaksi, tidak semata – mata ketika kas diterima. Dan pendapatan
diukur dan dicatat berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto,
dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).

3.2 SARAN

11
12
DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra. 2007. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2, Salemba Empat. Jakarta.

Forum Dosen Akuntansi Sektor Publik oleh Arief Rahman. 2006. Standar Akuntansi
Pemerintahan. BPFE – YOGYAKARTA, Yogyakarta.

Firman. 2011. Analisis Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah KotaBogor Tahun 2009
(Studi Kesesuaiannya dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar
Akuntansi Pemerintah). Skripsi Program Sarjana STIE Kesatuan, Bogor.

Halim, Abdul. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 3, Salemba Empat, Jakarta.

Haryanto, Sahmuddin, dan Arifuddin. 2007. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama, Badan
Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang.

Natalia, P. dan Mulyana, Mumuh, Pengaruh Periklanan Dan Promosi Penjualan Terhadap
Keputusan Pembelian, Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, Vol. 2 No. 2, 2014 ISSN 2337 –
7860, pp. 119-128

Nordiawan, Dedi. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Jakarta.

Nordiawan, Dedi dan Ayuningtyas Hertianty. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2,
Salemba, Jaka

bpkad.banjarkab.go.id

http://jurnal3.stiesemarang.ac.id/index.php/jurnal/article/view/79

https://www.hestanto.web.id/pengertian-pendapatan-asli-
daerah/amp/#aoh=16146045026204&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s

13

Anda mungkin juga menyukai