PENDAHULUAN
Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan
nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara
lebih adil dan berimbang.
Perubahan paradigma Ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah
dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang
yaitu undang- undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah menjelaskan tentang
tanggung jawab politik dan administrative pemerintah pusat, propinsi, dan daerah dan
undang-undang No.33tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintahdaerahmenyediakan dasar hukum tentangdesentralisasi fiskal,
menjelaskanpembagianbaru mengenai sumber pemasukan dan transfer antar pemerintah.
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, maka terjadi perubahan paradigma pemerintahan dalam sistem penyelenggaraan
pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Sebagai konsekuensi logis dari perubahan
tersebut maka pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri.
Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Hal ini
diwujudkan dalam peraturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam melakukan pembangunan nasional memerlukan dana yang besar. Dana ini bisa
diperoleh dari berbagai sumber, yang salah satunya adalah berasal dari pajak. Pajak ini
merupakan sumber utama dari penerimaan negara, yang perlu terus ditingkatkan sehingga
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip
kemandirian.
Begitupun pemerintah pusat maupun daerah untuk menjalankan roda
pemerintahannya memerlukan dana yang cukup besar, misalkan untuk Pemerintah Daerah
Tingkat II sumber dana ini bisa berasal dari Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Tingkat I
dan dapat pula dari sumber atau bantuan yang lain.
1|Page
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan yang cukup potensial
menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, yang
telah disempurnakan dengan Undang-Undang Pasal 79 Tahun1999, dan terakhir Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terdiri dari :
1. Hasil Pajak Daerah
2. Hasil Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Dari keempat sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensial guna
membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan guna memantapkan pelaksanaan
otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim
yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat untuk memenuhi kewajiban
kenegaraannya dibidang perpajakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan. Salah satu jenis pajak daerah yang dikelola oleh Pemerintah Tingkat II adalah
pajak hotel, pajak hiburan dan pajak reklame, yang merupakan salah satu sumber pendapatan
daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Oleh karena itu
sangatlah penting bagi pemerintah daerah untuk melihat atau memperhatikan permasalahan
dalam pemungutan pajak daerah, salah satu contoh yaitu masih adanya penyimpangan
pelaporan pendapatan yang diterima oleh pihak hiburan dan reklame kepada Dinas
Pendapatan. Dalam pajak hiburan masih banyaknya pengelola tempat-tempat hiburan yang
masih belum membayar pajak dan menyelenggarakannya tanpa izin. Dalam pajak reklame
masih banyak yang memasang spanduk tanpa izin dan apabila dalam masa izin telah habis,
spanduk masih tetap terpasang. Semua permasalahan tersebut dikarenakan kurangnya
kewajiban membayar pajak sehingga pendapatan daerah melalui pajak daerah kurang begitu
optimal. Di dalam suatu pajak, antara pajak satu dengan pajak yang lain berdiri sendiri atau
bebas, seperti contoh suatu tempat Hiburan atau Reklame bukan saja dapat diambil satu pajak
tetapi bisa lebih dari satu pajak. Yang semua itu dimaksudkan untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menyelenggarakan pemerintahan. Oleh karena itu,
sangatlah penting bagi pemerintah daerah untuk menggali dan mengembangkan potensi serta
sumber daya daerahnya guna mencapai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar melalui
2|Page
pajak daerah yang pelaksanaan pemungutannya dilakukan secara terpisah, untuk
melaksanakan pembangunan daerah dan pembiayaan pemerintahan daerah secara optimal.
3|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 42, Pajak Hiburan
adalah pajak tas penyelenggaraan hiburan. Sedangkan yang dimaksud dengan hiburan adalah
semua jenis tontonan, pertunjukan,permainan, dan atau keramaianyang dinikmati dengan
dipungut bayaran. Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada di seluruh daerah kabupaten
atau kota yang ada di Indonsia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepoada
pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak
kabupaten/kota. Mengingat kondisi kabupaten dan kota di Indonesia tidak sama, termasuk
dalam hal jenis hiburan yang disekenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada suatu
daerah kabupaten/kota pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan Peraturan Daerah
tentang pajak hiburan yang akanmenjadi landasan hokum operasional dalam tekhnis
pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hiburan di daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan. Keberadaan Pajak Hiburan sebagai salah satu jenis pajak kabupaten/kota diatur
juga dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yang mulai berlaku tanggal 1 Januari
2010 menjadi dasar hukum pajak daerah di Indonesia.
Dalam pemungutan Pajak Hiburan terdaoat beberapa terminology yang perlu
diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
1. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan atau keramaian
yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
2. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik untuk
atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi
tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan.
3. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri suatu hiburan untuk
melihat dan atau mendengar atau menikmatinya atau menggunakan fasilitas tyang
disediakan oleh penyelenggara hiburan, kecuali penyelenggara, karyawan , artis dan
petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.
4. Pembayaran adalah sejumlah yang diterima atau seharusnya diterima dalam bentuk
apapun untuk harga pengganti yang diminta atau seharusnya diminta wajib pajak
sebagai penukar atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan serta fasilitas
penunjangnya termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun yang dilakukan
4|Page
oleh wajib pajak yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk
dalam pengertian pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima,
termasuk yang akan diterima antara lain pembayaran yang dilakukan secara tunai.
5. Tanda masuk adalah semua tanda atau alat atau cara yang sah dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan fasilitas atau
menikmati hiburan. Tanda atau alat atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk
yang dilelgalisasi oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota. Termasuk tanda
masuk dalam bentuk dan dengan nama apapun, misalnya karcis, tiket undangan, kartu
langganan, kartu anggota (membership) dan sejenisnya.
6. Harga tanda masuk, yang selanjutnya disingkat HTM,adalah nilai uang yan tercantum
pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau pengunjung.
Dasar hukum pemungutan Pajak Hiburan pada suatu kabupaten atau kota adalah
sebagaimana dibawah ini :
1. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi
Daerah.
2. Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang –
Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Hiburan.
5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang PajakHiburan sebagai aturan
pelaksanaan Peraturan Daearah tentang Pajak Hiburan pada kabupaten/kota dimaksud.
Sesuai dengan Pasal 42 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 diatur mengenai
objek Pajak Hiburan sebagai berikut :
(1) Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
(2) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
5|Page
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, dan boling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainanketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
j. pertandingan olahraga.
(3) Penyelenggaraan Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan
dengan Peraturan Daerah.
Pada beberapa daerah, misalnya Kota Bandung, objek Pajak Hiburan diperluas
menjadi termasuk pelayanan yang disediakan pada tempat hiburan, termasuk penjualan
makanan dan minuman. Pelayanan yang termasuk objek pajak termasuk jasa pemandu lagu
dan lain sejeninsnya yang bersifat incidental, misalnya show biz. Pengembangan objek pajak
dimungkinkan sesuai dengan kreasi masing-masing pemerintah kabupaten/kota.
Penyelenggara hiburan yang dikenakan pajak adalah penyelenggaraan hiburan oleh
penyelenggara hiburan yang memungut bayarannya. Umumnya setiap penyelenggara hiburan
harus mendapat izin tertulis dari bupati/walikota, kecuali untuk wilayah DKI Jakarta
diberikan oleh Gubernur. Pengajuan izin harus diajukan secara tertulis sesuai dengan tata cara
yang ditetaapkan oleh kepala daerah. Izin penyelenggaraan hiburan diberikan untuk jangka
waktu tertentu dan dapat diperpanjang. Izin tersebut tidak dapat dipindahtangankan, kecuali
atas seizin kepala daerah.
6|Page
2.1.4 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hiburan
Sesuai dengan Pasal 43 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 diatur mengenai
subjek Pajak Hiburan dan wajib Pajak HIburan sebagai berikut :
1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
Hiburan.
Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati
hiburan. Sementara itu, yang menjadi wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan
yang menyelenggarakan hiburan.
Sesuai dengan Pasal 44 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 diatur mengenai
dasar pengenaan Pajak Hiburan sebagai berikut :
1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang
seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan.
2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.
Sesuai dengan Pasal 45 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 diatur mengenai
tarif Pajak Hiburan sebagai berikut :
1) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%(tiga puluh lima persen).
2) Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, konteskecantikan, diskotik, karaoke,
klab malam, permainanketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif
PajakHiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuhpuluh lima persen).
3) Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakantarif Pajak Hiburan ditetapkan
paling tinggi sebesar 10%(sepuluh persen).
4) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 46 :
1) Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.
7|Page
2) Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Hiburan
diselenggarakan.
Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff
pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Hiburan adalah sesuai
dengan rumus berikut :
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Jumlah Uang yang diterima atau yang Seharusnya Diterima
Oleh Penyelenggara Hiburan
2.1.7 Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak. dan Wilayah Pemungutan Pajak
Hiburan.
Pada Pajak Hiburan, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan
satu bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwin, kecuali apabila
wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin.
Pajak terutang merupakan Pajak Hiburan yang harus dibayar oleh wajib pajak pada
suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan peraturan daerah
tentang Pajak Hiburan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat.
Saat pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan hiburan. Jika
pembayaran diterima penyelenggara hiburan sebelum hiburan diseelenggarakan, Pajak
Hiburan terutang dalam masa pajak terjadi pembayaran.
Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat hiburan
diselengarakan.
Wajib Pajak Hiburan wajib melaporkan kepada bupati/walikota, dalam praktik sehari-
hari adalah kepada Kepala Dinas Pendapatan Daearah Kabupaten/Kota, tentang perhitungan
dan pembayaran Pajak Hiburan yang terutang. Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD
setiap awal masa pajak wajib mengisi SPTPD. SPTPD diisi dengan jelas, lengkap dan benar
serta ditanda tangani oelh wajib pajak atau kuasanya dan disampaikan keapda walikota/bupati
atau oejabat yang ditunjuk sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. Umumnya SPTPD
harus disampaikan selambat lambatnya 15 hari setelah berakhirnya masa pajak.
Bupati/walikota atas permohionan wajib pajak dengan alasan yang sah dan daoat
diterima dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPTPD untuk jangka waktu
tertentu yang diatur dalam peraturan daerah. SPTPD dianggap tidak dimasukan jika wajib
9|Page
pajak tidak melaksanakan atau tidak sepenuhnya melaksanakan kenetentuan pengisian dan
penyampaian SPTPD yang telah ditetapkan.
10 | P a g e
2.1.10.3 Ketetapan Pajak Hiburan
Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnya pajak, bupati/walikota dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPDN). Surat
ketetapan pajak diterbitkan berdasarkan pemeriksaan atas SPTPD yang disampaikan oleh
wajib pajak.
11 | P a g e
2.1.11.2 Penagihan Pajak Hiburan
Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak terutang dalam SKPD,
SKPDKB,SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan. Surat Keputusan Keberatan dan
Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Penagihan
pajak terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat peringatan datau surat lain yang
sejenis sebagai awal tindakan penagihan pajak. Surat teguran atau surat peringatan
dikeluarkan 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak dan dikeluarkan oleh pejabat
yang ditunjuk oleh bupati/ walikota. Dalam jangka waktu tujuh hari sejak surat teguran atau
surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterimanya, wajib pajak harus melunasi pajak
yang terutang.
Selanjutmya bila jumlah pajak terutang yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam
jangka waktu yang ditentukan dakam surat teguran atau surat penringatan atau surat lain yang
sejenis akan ditaguh dengan Surat Paksa. Tindakan dengan penagihan pajak dengan Surat
Paksa dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan, pelelangan, pencegahan, dan
oenyanderaan jika wajib pajak tetap tidak mau melunasi utang pajaknya sebagaimana
mestinya.
2.1.13.1 Keberatan
Wajib Pajak Hiburan yang tidak puas atas penetapan pajak yang dilakukan oleh
bupati/walikota dapat mengajukan keberatan hanya kepada bupati/walikota atau pejabat yang
ditunjuk. Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah pajak dalam surat ketetapan pajak
( SKPD, SKPDKB. SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN) tidak sebagaimana mestinya, wajib
pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada bupati/walikota yang menerbitkan surat
ketetapan pajak tersebut. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sengan
disertai alasan-alasan yang jelas.
Kebetaran yang diajukan adalah terhadap masteri atau isi dari surat ketetapan pajak
dengan membuat perhitungan jumlah yang seharusnya dibayar menurut perhitungan wajib
pajak. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan dari SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN, kecuali wajib pajak dapat menunjukan bahwa
jangka waktu itu tiak dapat dipenuhi karena keadaaan dikuar kekuasaannya. Kebaratan dapat
dilakukan aoabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui
wajib pajak.
Apabila kewajiban keberatan diterima sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran pajak ( bila ada) dikembalikan kepada wajib pajak dengan ditambah imbalan
bunga sebesar dua persen sebulan untuk jangka waktu paling lama dua puluh empat bulan.
Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi
administrative berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan
dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Dalam hal wajib
pajak mengajukan banding, sanksi administrative berupa denda sebesar 50% tersebut tidak
dikenakan.
2.1.13.2 Banding
Keputusan keberatan yang diterbitkan oleh bupati/ walikota disampaikan kepada
wajib pajak untuk dilaksanakan. Jika wajib pajak tidak puas dengan putusan keberatan, wajib
pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak. Permohonan banding diajukan
13 | P a g e
secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 bulan
sejak keputusan diterima, dilampiri salinan surat keputusan keberatan tersebut.
Jika permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk
paling lama 24 bulan. Putusan Banding dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang. Dalam hal permohonan banding
ditolak atau dikabulkan sebagaian, wajib pajak dikenai sanksi administrative berupa denda
seberar 100% dari jumlah Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan.
2.1.14.1 Pembukuan
Wajib Pajak Hiburan dengan peredaran usaha tertentu, umumnya Rp. 300.000.000,-
per tahun ke atas, wajib menyelenggarakan pembukuan, yang menyajikan keterangan yang
cukup untuk menghitung jumlah penonton dan jumlah pembayaran atau yag seharusnya
dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan. Pembukuan adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi keadaan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak berakhir.
Wajib pajak yang tidak diwajibkan membuat pembukuan, yaitu wajib pajak yang
peredaran usahanya kurang dari jumlah yang ditentukan, tetap diwajibkan menyelenggarakan
pencatatan nilai peredaran usaha secara teratur, yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Pencatatan diselenggarakan dengan sebaik baiknya yang mencerminkan keadaan atau
kegiatan uasah sebenarnya. Pembukuan atau pencatatan wajib disimpan oleh wajib pajak
selama 5 tahun.
14 | P a g e
2.1.15 Keringanan dan Pembebasan Pajak Hiburan
15 | P a g e
2.1.17.2 Penghapusan Piutang Pajak Hiburan
Piutang Pajak Hiburan yang penagihannya sudah kdaluwarsa dapat dihapuskan.
Penghapusan piutang pajak dilakukan oleh bupati/walikota berdasarkan permohonan
penghapusan piutang pajak dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghapusan piutang pajak diatur pada Bab 2 Ketentuan
Umum Pajak Daerah.
Reklame adalah benda, alat atau media yang berbentuk dan corakragamnya dirancang
untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan,mempromosikan atau badan yang
dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum (Mardiasmo, 2008:
12)
Pajak Reklame adalah salah satu pajak daerah dan salah satu sumber pendapatan asli
daerah yang menunujukan posisi strategis dalam hal pendanaan pembiayaan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut pasal 79 UU No. 22 tahun 2011 tentang pemerintah
daerah adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari:
a) Hasil pajak daerah
b) Retribusi daerah
c) Bagian laba BUMD
d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
2. Dana perimbangan keuangan pusat – daerah
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.Penyelenggaraan reklame
adalah orang atau badan yang menyelenggarakanreklame, baik untuk dan atas namanya
sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. Pajak sebagai alat
kebijakan fiskal yang digunakan terus menerus oleh negara. Pajak Reklame adalah pajak
daerah yangpenerimaanya diserahkan dan digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah.
Pajak reklame tersebut dikenakan terhadap objek pajak yaitu berupa reklame dan nilai sewa
reklame dan didasarkan pada besarnya biaya pemasangan reklame, besarnya biaya
pemeliharaan reklame, lama pemasangan reklame, nilai strategis pemasangan reklame dan
jenis reklame.
16 | P a g e
Pajak reklameadalah pajakdaerah, sebagaimana dimaksud UU No 34 tahun 2000.
Pembaharuan undang-undang didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga
harus dipatuhioleh masyarakat dan pihak lain yang terkait, dan juga untuk memberikan
peluang kepada daerah Kabupaten/Kota untuk memungut pajak jenis pajak daerah lain yang
dipandang memenuhi syarat dan potensial di daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kondisi serta
perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan
perkembangan potensi pajak dengan tetapmemperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan
aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang ditetapkan (Siahaan dalam Nurmayasari,
2010: 39).
Pengenaan pajak reklame tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau daerah
kota seluruh Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak
Kabupaten/Kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah Kabupaten/Kota, pemerintah
daerah harus terlebih dahulu menerbitkanperaturan daerah tentang pajak reklame yang akan
menjadi landasan hukumoperasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan
pajak reklame di daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan.
Pemungutan pajak reklame di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang
jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak terkait. Dasar hukum
pemungutan pajak reklame pada suatu kabupaten/kota menurut adalah :
a. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
b. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
d. Peraturan Daerah kabupaten/ kota yang mengatur tentang Pajak Reklame.
e. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Reklame sebagai aturan
pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Reklame pada kabupaten/kota dimaksud.”
17 | P a g e
2.2.2 Objek Pajak Reklame
Ada beberapa objek pajak yang dikecualikan dalam pasal ini yaitu penyelenggaran
Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian,warta mingguan, warta bulanan, dan
Reklame yang diadakan khusus untuk kegiatan social, pendidikan keagamaan, dan politik
tanpa sponsor.
Pada Pajak Reklame, tidak semua penyelenggaraan reklame dikenakan pajak. Ada
beberapa pengecualian yang tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame, yaitu :
a. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan,warta bulanan dan sejenisnya.
b. Label/ merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi
untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.
c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat
usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama
pengenal usaha atau profesi tersebut.
d. Reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah,
e. Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah, misalnya
penyelenggaraan reklame yang diadakan khusus untuk kegiatan sosial, pendidikan,
keagamaan, dan politik tanpa sponsor.
Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau
melakukan pemesanan reklame.
Jadi setiap orang pribadi atau badan yang akan menyelenggarakan atau melakukan
pemesanan reklame disebut sebagai subjek pajak reklame.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Jika
reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau badan, wajib
reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut. Apabila reklame diselenggarakan melalui
19 | P a g e
pihak ketiga, misalnya perusahaan jasa periklanan, pihak ketiga tersebut menjadi wajib pajak
reklame.
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili oleh pihak
tertentu yang diperkenankan oleh Undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak
reklame. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung
renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang
kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.
Dalam pajak reklame ada hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya Dasar-dasar
Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame (NSR), yaitu nilai yang
d. Jenis reklame
daerah akan menetapkan bahwa NSR ditetapkan oleh bupati/walikota dengan persetujuan
Dalam Negeri. Hasil perhitungan NSR ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Nilai
20 | P a g e
Nilai Sewa Reklame = Nilai Jual Objek Reklame (NJOR) + Nilai Strategis
yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame, termasuk dalam hal ini
adalah biaya / harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran/ongkos
pengangkutan dan lain sebagainya sampai dengan bangunan reklame selesai dipancarkan,
a. Biaya pembuatan/konstruksi
b. Biaya pemeliharaan
c. Lama pemasangan
d. Jenis reklame
f. Ketinggian reklame
Nilai Strategis Pemasangan Reklame yang selanjutnya disingkat (NSPR) adalah ukuran
nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut, berdasarkan criteria
kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan di bidang usaha.
21 | P a g e
Perhitungan nilai strategis didasarkan pada besarnya ukuran reklame, dengan indicator : nilai
fungsi ruang (NFR) lokasi pemasangan;nilai fungsi jalan (NFJ); dan nilai sudut pandang
Untuk menghitung luas reklame sebagai dasar pengenaan pajak dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Reklame yang mempunyai bingkai atau batas, dihitung dari bingkai atau batas paling
luar dimana seluruh gambar, kalimat atau huruf-huruf tersebut berada didalamnya
b. Reklame yang tidak berbentuk persegi dan tidak berbingkai, dihitung dari gambar,
kalimat atau huruf-huruf yang paling luar dengan jalan menarik garis lurus vertical
c. Reklame yang berbentuk pola, dihitung dengan rumus berdasarkan bentuk benda
masing-masing reklame.
Pajak Reklame memiliki tarif yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Berdasarkan
22 | P a g e
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten /
kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing
daerah kabupaten/kota.
Untuk semua objek pajak yang mempromosikan rokok, minuman beralkohol sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikenakan tambahan sebesar 25% dari Nilai
Sewa Reklame.
Besarnya pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
pajak denagn dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Reklame adalah sesuai
2.2.6 Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak. dan Wilayah Pemungutan Pajak
Reklame.
Pada Pajak Hiburan, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan
satu bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwin, kecuali apabila
wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin.
Umumnya masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya sama dengan
jangka waktu penyelenggaraan reklame. Penetapan masa pajak yang tidak hanya satu bulan
takwin dapat dilihat pada contoh dibawah ini :
23 | P a g e
a. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu tahun contoh pajak reklame jenis
megatron, vidiotron, bilboard (neon sign, neon box), reklame berjalan/kendaraan dan
reklame suara/permanen.
b. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu bulan contoh pajak reklame
melekat (template,poster dan stiker), reklame udara/balon, film/slide dan reklame
peragaan (permanen)
c. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu hari ditetapkan bagi pajak reklame
jenis baligo dan kain/spanduk/umbul-umbul/banner.
d. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu kali penyelenggaraan ditetapkan
bagi pajak reklame jenis selebaran/brosur/leaflet, reklame suara *tidak permanen) dan
reklame peragaan (tidak permanen).
Pajak terutang merupakan Pajak Reklame yang harus dibayar oleh wajib pajak pada
suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan peraturan daerah
tentang Pajak Reklame yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat.Saat
pajak terutang dalam masa pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu pada saat penyeleggaraan
reklame.
berlokasi. Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang hanya
terbatas atas setiap reklame yang berlokasi dan terdaftar dalam lingkup wilayah
administrasinya.
Wajib Pajak Reklame wajib mendaftarkan usahanya kepada bupati/walikota
dalampraktikumumnya kepada dinas pendapatan daerahKabupaten/ kotadalam jan
gkawaktu tertentu,misalnya selambat-lambatnya
24 | P a g e
Tiga puluh hari sebelum dimulainyakegiatan usahauntukdikukuhkandandiberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak Daerah(NPWPD). Jangka waktu inisesuai denganjangka waktu yang
ditentukan oleh bupati atauwalikotadi mana pajak reklame dipungut.
Surat Keputusan Pengukuhan yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendapatan
Daerahtidak merupakan dasar untuk menentukan mulai saat
terutang Pajak Reklame,tetapi hanya merupakan sarana administrasi danpengawasan b
agi petugas DinasPendapatan Daerah.
Apabila pengusahapenyelenggarareklametidakmendaftarkanusahanyadalamjangkawa
ktuyangditentukan, maka Kepala Dinas Pendapatan Daerah akan menetapkanpengusaha
tersebut sebagaiwajibpajak secara jabatan. Penetapan secarajabatandimaksudkan untuk
pemberiannomorpengukuhan dan NPWPD danbukanmerupakanpenetapan besarnya pajak
terutang. Tata cara pelaporandanpengukuhanwajibpajakditetapkanoleh bupati/walikota deng
an suratkeputusan.
2.2.7.2 Pendaftaran dan Pendataan
Wajib Pajak Reklame wajib melaporkan kepada Gubernur,pada
umunyaadalahkepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah provinsi DKI
Jakarta,tentangpenghitungandanpembayaranPajakReklame terutang.Wajibpajakyangtelahme
milikiNPWPD setiap awal masa pajak wajib
mengisi SPTPDdan harus diisidenganjelas,lengkapdanbenarserta
25 | P a g e
ditandatanganiolehwajibpajakatau kuasanyadandisampaikankepadawalikota/ bupatiatau peja
bat yang ditunjuk sesuai dengan jangka waktu yangditentukan.
UmumnyaSPTPDharus disampaikan selambat-lambatnya limabelas hari setelah
berakhirnyamasapajak.
1. Cara Pemungutan Pajak Reklame
Seluruh proses kegiatan pemungutan Pajak Reklametidakdapatdiserahkankepada
pihakketiga dengan kata lain tidak dapat diborongkan
Walaupun demikian, dimungkinkanadanyakerja sama dengan pihak ketigadalamprose
spemungutan pajak,namun ada kegiatanyangtidakdapatdikerjasamakandenganpihak
ketigayaitukegiatanpenghitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran
pajak,dan penagihanpajak.
2. Penetapan Pajak Reklame.
Setelah SPTPD disampaikan oleh wajib pajak maka petugasDinasPendapatanDa
erahmelakukanPendataansesuai dengan perintah Gubernur DKI Jakarta untuk menetapkan
pajak reklame yang terutangdengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
SKPD harus dilunasiolehwajib pajak paling lama tiga puluh hari sejakditerimanyaSKPD oleh
wajibpajakataujangkawaktu lain yang ditetapkanoleh gubernur. Apabilasetelahlewat jangk
awaktuyang ditentukan,wajib pajak tidakatau kurangmembayarpajak terutangdalam SKP
D,wajibpajak akandikenakan
sanksiadministrasiberupabungasebesar2%sebulandanditagihdenganmenerbitkan surattagihanp
ajakdaerah(STPD).
3. Ketetapan Pajak.
Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnyapajak,akanditerbitkanSurat
KetetapanPajakDaerahKurang Bayar (SKPDKB)danSuratKetetapanPajakDaerahKurang Baya
r Tambahan(SKPDKBT),SuratKetetapanPajakDaerahNihil(SKPDN),SuratKetatapanPajakinid
iterbitkanolehGubernurProvinsiDKI JakartamelaluiDinasPendapatanDaerahProvinsiDKI Jaka
rtaatas SPTPDyangdisampaikanolehwajibpajak.
26 | P a g e
4. Surat Tagihan Pajak Daerah
GubernurProvinsiDKI Jakartaakan menerbitkanSuratTagihanPajakDaerah(STPD)jika
PajakReklamedalam tahunberjalantidakataukurangbayar.BilahasilpenelitianSPTPDterdapatke
kuranganpembayaranakibatdari salahtulis atau salahhitung, makawajib pajakakan dikenakans
anksi administrasi berupa bunga ataudenda.Sanksiadministrasi berupabungadikenakankepad
awajibpajakyangtidakataukurangmembayarpajakyangterutangdansanksiadministrasiberupade
nda dikenakan bagi wajibpajak yang tidak memenuhi ketentuan formal.
1. Pembayaran Pajak Reklame.
Pembayaran dan penyetoran Pajak Reklame ditetapkan oleh GubernurProvinsiDKI Jak
arta,pembayarandilakukanpalinglama 30hari sejaktanggalditerbitkannyaSuratKetetapanPajak
Daerah (SKPD).Apabila bataswaktu pembayaranjatuh padahari libur makabatas waktupemba
yaranjatuhpadaharikerjaberikutnya.PembayaranPajakReklame yang
terutangdilakukankekantor PerbendaharaandanKasDaerahatau Bankatau tempatlainyangditunj
ukolehGubernur.Pembayaran pajak dilakukandenganmenggunakanSurat SetoranPajakDaerah(
SSPD).
2. Penagihan Pajak Reklame.
Penagihanpajakdilakukanterhadap pajakterutang dalam SKPD,SKPDKB,SKPDKBT,
STPD,SuratKeputusanPembetulan,Surat
KeputusanKeberatandanPutusanBandingyang menyebabkanjumlahpajakyangharus dibayarbe
rtambah.Penagihanpajakdilakukandenganterlebih
dahulumemberikanSurat Teguran atauSurat PeringatanatauSurat lain yang
sejenis sebgaiawal tindakanpenagihanpajak. Suratteguran atau surat
peringatandikeluarkantujuhhari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak
dandikeluarkanolehGubernurProvinsiDKI Jakarta. Selanjutnya,bila
jumlah pajakterutang yang masih harus dibayar tidak dilunasidalam jangkawaktu yang ditent
ukandalam surat teguranatau suratperingatanmakaakanditagihdenganSuratPaksa.
27 | P a g e
2.2.11 Pembetulan, Pembatalan,Pengurangan, Ketetapan, danPenghapusanatauPengurangann
SanksiAdministrasi.
Karena jabatan atau atas permohonan wajibpajak dapat melakukan:
1. PembetulanSKPD,SKPDKB,SKPDKBTatauSTPDyangdalampenerbitannyaterdap
atkesalahantulis,kesalahan hitung,dankekeliruandalampenerapanperaturanperunda
ng–undanganperpajakandaerah.
2. Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.
3. Penguranganataupenghapusansanksiadministrasiberupabunga,denda, dankenaikan
pajakyangterutangjikasanksitersebutdikenakankarenakekhilafandanbukankarenake
salannya.
1. Keberatan
Bila wajibPajakReklametidakpuasataspenetapanpajakyangdilakukan,makadapatmenga
jukankeberatanhanyakepadaGubernuratau pejabatyangmenerbitkan suratketetapanpajakterseb
ut.Keberatandilakukansesuaidengan ketentuan yangdiaturdalamperaturan daerah tentang Paja
k Reklame. Setelahmelakukanpemeriksaandalamjangka waktutertentumakaGubernur atau
kepala daerahakanmengeluarkankeputusanataspengajuankeberatantersebut.Gubernuratau
kepala daerah harus
memberikankeputusanataskeberatandalamjangkawaktupalinglama12bulansejaktanggal surat k
eberatan diterima.
2. Banding
28 | P a g e
2.2.13 Pemeriksaan Pajak Reklame
2.2.17 Kadaluwarsa Penagihan Pajak Relame dan Penghapusan Piutang Pajak Reklame
1. Kewajiban Pejabat
Setiap Pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota untuk mengelola Pajak Relame
dilarang memberitahu pihak lain tentang segala sesuatu yang diketahui/diberitahukan oleh
WP kepadanya dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Selain untuk petugas pajak, ketentuan ini
berlaku juga bagi mereka yang melakukan tugas dibidang perpajakan daerah. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan kepastian akan hak WP bahwa setiap keterangan dan
dokumen yang disampaikannya kepada kepala daerah atau pejabat pajak yang ditunjuk hanya
untuk kepentingan pengenaan dan pemungutan Pajak Reklame.
2. Ketentuan Pidana
Wajib Pajak Reklame yang karena sengaja atau karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah, dapat dipidana dengan
pidana penjara/kurungan dan atau denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak
pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu lima tahun
sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak
yang bersangkutan. Sanksi pidana kurungan atau penjara dan atau denda juga dikenakan
terhadap pejabat yang terkena kealpaan ataupun dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
merahasiakan keterangan tentang wajib pajak yang disampaikan kepadanya. Ketentuan
pidana ini dimaksudkan agar WP dan pejabat (fiskus) menjalankan hak dan kewajibannya
dengan benar.
31 | P a g e
menurut ketentuan yang diatur dalam undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku..
Ketentuan ini mengacu pada ketentuan yang telah dibahas pada Ketentuan Umum Pajak
Daerah.
BAB III
32 | P a g e
PEMBAHASAN
33 | P a g e
Pasal 14
(1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.
(2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.
Pasal 15
(1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya
diterima oleh penyelenggara hiburan.
(2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.
Pasal 16
(1) Tarif pajak ditetapkan sebesar:
a. tontonan film:
1. harga tiket masuk dengan harga di atas Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah)
ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen);
2. harga tiket masuk mulai harga Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sampai dengan
Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen); dan
3. harga tiket masuk di bawah Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) ditetapkan sebesar
7,5% (tujuh koma lima persen).
b. pagelaran kesenian, musik, tari modern dan/atau busana ditetapkan sebesar 10% (sepuluh
persen) dari harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
c. binaraga dan sejenisnya ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari harga tiket
masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
d. pameran yang bersifat komersil ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen) dari harga tiket
masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
e. diskotik, karaoke, klab malam, pub, dan sejenisnya ditetapkan sebesar 35% (tigapuluh lima
persen) dari jumlah pembayaran atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
f. sirkus, akrobat, dan sulap ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga tiket masuk
atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
g. permainan bilyar dan boling ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah uang
yang seharusnya diterima;
34 | P a g e
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan dewasa ditetapkan sebesar
25% (dua puluh lima persen) dari harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya
diterima;
i. panti pijat, refleksi dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah uang yang seharusnya diterima;
j. Khusus pusat kebugaran (fitness centre) ditetapkan sebesar 10% (Sepuluh persen) dari
jumlah uang yang seharusnya diterima;
k. pertandingan olah raga ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga tiket masuk
atau jumlah uang yang seharusnya diterima.
(2) Khusus untuk kontes kecantikan ditetapkan sebesar 35% (tigapuluh lima persen) dari
harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
(3) Khusus untuk golf, baik golf driving maupun golf lapangan ditetapkan sebesar 10%
(sepuluh persen).
(4) Khusus untuk permainan ketangkasan anak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari
harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
Pasal 17
Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15.
35 | P a g e
g.reklame film/slide;
h.reklame peragaan; dan
i.reklame tembok/dinding.
(4) Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah sebagaiberikut:
a. penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio,wartaharian,wartamingguan,wart
abulanan,dansejenisnya;
b. label/merek produk yang melekat pada barang, yangdiperdagangkan,yangberfungsiuntukme
mbedakan dariproduk sejenis lainnya;
c.nama pengenal profesi, perusahaan, produk usaha yangdihasilkanyangdipasangmelekatpad
abangunanataudiatas tanahdalampersil dan diselenggarakan sesuaidengan
ketentuanyang mengatur nama pengenal tersebut,
denganketentuantidakmelebihi2 m2(dua meter persegi);
d.reklameyangdiselenggarakanolehPemerintahatauPemerintah Daerah; dan
e.reklame yang dipasang untuk kegiatan-kegiatan amal dansosialpadalokasiyangdiperbolehkan.
36 | P a g e
(6) Dalam hal NSR sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidakdiketahuidan/ataudianggaptida
kwajar,NSR ditetapkandengan menggunakan faktor-faktorsebagaimanadimaksudpada a
yat (5).
(7) PerhitunganNSRsebagaimanadimaksudpadaayat(5)dengancaramenambahkanNilaiJualObj
ekReklamedenganNilaiStrategisPemasanganReklame.
(8) HasilPerhitunganNSRsebagaimanadimaksuddalamayat(7)ditetapkan
denganPeraturanWalikota.
(1) NJOR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2),dihitungberdasarkanukuranreklame
,hargadasarukuranreklame, ketinggian, dan harga dasar ketinggian reklame.
(2) Harga dasarukuran dan harga dasar ketinggian seluruhjenisreklamesertacaraperhitunganny
adiaturdenganPeraturanWalikotadan khusus untuk naskah reklamerokokditetapkanlebihb
esar dibandingkan harga dasarnaskah reklame lainnya.
(1) NSPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2)dihitungberdasarkanNilaiF
ungsiRuang(NFR)pada lokasipemasangan,Nilai SudutPandang(NSP)danNilai FungsiJalan
(NFJ).
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang harga dasar NSPR serta tatacaraperhitungannyadiaturdenga
nPeraturanWalikota.
37 | P a g e
BesaranpokokPajakReklameyangterhutangdihitungdengancaramengalikantarif
sebagaimanadimaksuddalam Pasal23dengandasarpengenaanpajaksebagaimanadimaksuddalamP
asal 20
(1) Dengan nama pajak penerangan jalan dipungut pajak atas setiappenggunaantenagalistrik,baik
yangdihasilkan sendiri maupunyang diperoleh dari sumber lain.
(2) Objek Pajak Penerangan Jalan adalah penggunaan tenagalistrik,baikyangdihasilkanse
ndirimaupunyangdiperoleh darisumber lain.
(3) Listrik yang dihasilkan sendiri sebagaimana dimaksud padaayat(2)meliputiseluruhPemba
ngkitlistrik.
(4) Dikecualikan dari obyek Pajak Penerangan Jalan sebagaimanadimaksudpadaayat(2)adalahse
bagai berikut:
a. penggunaan tenaga listrik oleh instansi Pemerintah atauPemerintah Daerah;
b. penggunaantenagalistrikpadatempat-
tempatyangdigunakanolehkedutaan,konsulat,danperwakilanasingdengan asas timbal bali
k;
c. penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri dengankapasitastertentuyangtidakme
merlukanizindariinstansiteknis terkait;
d. penggunaan tenaga listrik yang berasal dari bukan PLNdengankapasitastidakmelebih
i200(dua ratus) kVA;
e. penggunaan tenaga listrik untuk kepentingan sosial dengandayalistriksampaidengan200(d
ua ratus)kVA;
f. penggunaan tenaga listrik untuk kepentingan rumah tanggadengandayalistriksampaideng
an450 (empat ratus limapuluh) VA.
(1) SubjekPajakPeneranganJalanadalah orangpribadi ataubadanyangdapatmenggunakantenagal
istrik.
(2) Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badanyangmenggunakantenagalist
rikbaikyangdihasilkansendirimaupun yang diperoleh dari sumber lain.
38 | P a g e
(3) Dalam hal tenaga listrik disediakan oleh sumber lain, WajibPajakPeneranganJalanadala
hpenyediatenagalistrik.
(1) Dasar pengenaan Pajak Penerangan Jalan adalah Nilai JualTenaga Listrik.
(2) Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan:
a.Dalam hal tenaga listrik berasal dari sumber lain denganpembayaran,
NilaiJualTenagaListrikadalah jumlahtagihanbiayabeban/tetapditambahdenganbiayapema
kaiankWh/variabelyangditagihkan dalamrekeninglistrik;
b.dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual TenagaListrikdihitungberdasarkankep
asitastersedia,tingkatpenggunaanlistrik, jangka waktu pemakaian listrik, danharga satua
n listrik yang berlaku di Daerah.
(1) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan untuk penggunaan:
a. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untukgolonganS3ditetapkansebe
sar3%(tiga persen);
b. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untukgolongan R1dengandaya 9
00(sembilan ratus)VA keatas sertagolongan R2dan R3ditetapkansebesar6%(enam pers
en);
c. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untukgolonganB1sampaidengan
B2ditetapkansebesar6%(enam persen);
d. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untukgolonganB3ditetapkansebesar6
% (enam persen);
e. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untukgolonganI.1ditetapkansebe
sar2,5%(dua koma limapersen); dan
f. Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untukgolonganI.2sampaidenganI.4di
tetapkansebesar3%(tiga persen).
(2) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif PajakPeneranganjalanditetapkansebes
ar1,5% (satu koma limapersen).
39 | P a g e
Pasal 29, sebagai berikut :
(1) Besaran pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitungdengancaramengalikantarif s
ebagaimanadimaksuddalamPasal28dengandasarpengenaanpajaksebagaimanadimaksuddala
m Pasal 27.
(2) Hasil penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikanUntukpenyediaanpeneranga
njalan.
40 | P a g e
“Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik,
karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif
Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).”
Perda Kota Bandung No. 20 Tahun 2011 Pasal 16 ayat (1) e, dan i dan ayat (2) :
(1) “ e. diskotik, karaoke, klab malam, pub, dan sejenisnya ditetapkan sebesar 35%
(tigapuluh lima persen) dari jumlah pembayaran atau jumlah uang yang seharusnya
diterima;”
“ i. panti pijat, refleksi dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah uang yang seharusnya diterima;”
(2)“ Khusus untuk kontes kecantikan ditetapkan sebesar 35% (tigapuluh lima persen) dari
harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;”
3.1.3 Pertanyaan :
Kenapa pajak hiburan di Perda Kota Bandung berupa pagelaran busana, kontes
kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi
uap/spa, tarif Pajak Hiburan ditetapkan sebesar 35%, padahal Undang – Undang PDRD
memberikan tarif setinggi tingginya 75% ? Padahal APBD Kota Bandung untuk tahun 2014
mengalami defisit, kenapa Pemkot Bandung tidak menaikan tarif sehingga menggunakan tarif
maksimal untuk Pajak Hiburan?
42 | P a g e
No Aspek yang dikaji Keterangan
( diposisikan sebagai tax planner kota Bandung)
1. Economics/Ekonomi - Untuk menghindari pekerja di sektor ini akan dibayar lebih rendah
karena perusahaan dibebani pajak hiburan yang relatif tinggi
- Untuk menghindari penurunan pendapatan pengusaha diskotik,
karoke dan sejenisnya, yang pada akhirnya akan menurunkan
pendapatan pajak untuk Pemkot Bandung.
- Sebagai stimulus kepada investor untuk menanamkan investasi di
Kota Bandung dibidang usaha diskotik, karoke dan sejenisnya.
- Pengusaha diskotik,karoke dan sejenisnya yang telah ada (exsting)
dapat mengembangkan usahanya dengan membuka cabang –
cabang baru di Kota Bandung, dan dapat menyerap tenaga
kerja,
2. Environmental/ -
Lingkungan
4. Crowding and -
Congestion
/Keramaian dan
Kemacetan
43 | P a g e
Masyarakat mengurangi tingkat strees masyarakat Kota Bandung.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
44 | P a g e
Kesimpulan dan saran dapat kami berikan Rekomendasi atas tarif pajak
diskotik , karoke dan sejenisnya :
Pajak diskotik dan sejenisnya dapat dinaikan dengan sistim cluster berdasarkan usia
pengunjung sebagai berikut :
Sistim cluster tarif pajak dilakukan untuk menekan pengunjung usia muda menikmati
hiburan jenis ini, dikarenakan pengunjung usia muda belum dapat menyaring dengan baik
dampak negatif dari hiburan jenis ini.
DAFTAR PUSTAKA
Undang – Undang Nomor 22 tahun 2011 pasal 79 Tentang Pajak Asli Daerah.
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 42, Tentang Pajak Hiburan.
M.P. Siahaan. 2013. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Rajawali Pers Penerbit. Jakarta.
http://www.pikiran-rakyat.com/node/263695.
.
.
46 | P a g e