Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan
nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara
lebih adil dan berimbang.
Perubahan paradigma Ini antara lain diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah
dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam satu paket undang-undang
yaitu undang- undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah menjelaskan tentang
tanggung jawab politik dan administrative pemerintah pusat, propinsi, dan daerah dan
undang-undang No.33tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan
pemerintahdaerahmenyediakan dasar hukum tentangdesentralisasi fiskal,
menjelaskanpembagianbaru mengenai sumber pemasukan dan transfer antar pemerintah.
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, maka terjadi perubahan paradigma pemerintahan dalam sistem penyelenggaraan
pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi. Sebagai konsekuensi logis dari perubahan
tersebut maka pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus
rumah tangganya sendiri.
Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan
yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Hal ini
diwujudkan dalam peraturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sebagaimana tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam melakukan pembangunan nasional memerlukan dana yang besar. Dana ini bisa
diperoleh dari berbagai sumber, yang salah satunya adalah berasal dari pajak. Pajak ini
merupakan sumber utama dari penerimaan negara, yang perlu terus ditingkatkan sehingga
pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip
kemandirian.
Begitupun pemerintah pusat maupun daerah untuk menjalankan roda
pemerintahannya memerlukan dana yang cukup besar, misalkan untuk Pemerintah Daerah
Tingkat II sumber dana ini bisa berasal dari Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Tingkat I
dan dapat pula dari sumber atau bantuan yang lain.

1|Page
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber keuangan yang cukup potensial
menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, yang
telah disempurnakan dengan Undang-Undang Pasal 79 Tahun1999, dan terakhir Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terdiri dari :
1. Hasil Pajak Daerah
2. Hasil Retribusi Daerah
3. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
Dari keempat sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang potensial guna
membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah dan guna memantapkan pelaksanaan
otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.
Peningkatan kesadaran masyarakat dibidang perpajakan harus ditunjang dengan iklim
yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat untuk memenuhi kewajiban
kenegaraannya dibidang perpajakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan. Salah satu jenis pajak daerah yang dikelola oleh Pemerintah Tingkat II adalah
pajak hotel, pajak hiburan dan pajak reklame, yang merupakan salah satu sumber pendapatan
daerah guna membiayai penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Oleh karena itu
sangatlah penting bagi pemerintah daerah untuk melihat atau memperhatikan permasalahan
dalam pemungutan pajak daerah, salah satu contoh yaitu masih adanya penyimpangan
pelaporan pendapatan yang diterima oleh pihak hiburan dan reklame kepada Dinas
Pendapatan. Dalam pajak hiburan masih banyaknya pengelola tempat-tempat hiburan yang
masih belum membayar pajak dan menyelenggarakannya tanpa izin. Dalam pajak reklame
masih banyak yang memasang spanduk tanpa izin dan apabila dalam masa izin telah habis,
spanduk masih tetap terpasang. Semua permasalahan tersebut dikarenakan kurangnya
kewajiban membayar pajak sehingga pendapatan daerah melalui pajak daerah kurang begitu
optimal. Di dalam suatu pajak, antara pajak satu dengan pajak yang lain berdiri sendiri atau
bebas, seperti contoh suatu tempat Hiburan atau Reklame bukan saja dapat diambil satu pajak
tetapi bisa lebih dari satu pajak. Yang semua itu dimaksudkan untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk menyelenggarakan pemerintahan. Oleh karena itu,
sangatlah penting bagi pemerintah daerah untuk menggali dan mengembangkan potensi serta
sumber daya daerahnya guna mencapai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar melalui

2|Page
pajak daerah yang pelaksanaan pemungutannya dilakukan secara terpisah, untuk
melaksanakan pembangunan daerah dan pembiayaan pemerintahan daerah secara optimal.

3|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pajak Hiburan

Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 42, Pajak Hiburan
adalah pajak tas penyelenggaraan hiburan. Sedangkan yang dimaksud dengan hiburan adalah
semua jenis tontonan, pertunjukan,permainan, dan atau keramaianyang dinikmati dengan
dipungut bayaran. Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada di seluruh daerah kabupaten
atau kota yang ada di Indonsia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepoada
pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak
kabupaten/kota. Mengingat kondisi kabupaten dan kota di Indonesia tidak sama, termasuk
dalam hal jenis hiburan yang disekenggarakan, maka untuk dapat diterapkan pada suatu
daerah kabupaten/kota pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan Peraturan Daerah
tentang pajak hiburan yang akanmenjadi landasan hokum operasional dalam tekhnis
pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hiburan di daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan. Keberadaan Pajak Hiburan sebagai salah satu jenis pajak kabupaten/kota diatur
juga dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yang mulai berlaku tanggal 1 Januari
2010 menjadi dasar hukum pajak daerah di Indonesia.
Dalam pemungutan Pajak Hiburan terdaoat beberapa terminology yang perlu
diketahui. Terminologi tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
1. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan atau keramaian
yang dinikmati dengan dipungut bayaran.
2. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik untuk
atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi
tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan.
3. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri suatu hiburan untuk
melihat dan atau mendengar atau menikmatinya atau menggunakan fasilitas tyang
disediakan oleh penyelenggara hiburan, kecuali penyelenggara, karyawan , artis dan
petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.
4. Pembayaran adalah sejumlah yang diterima atau seharusnya diterima dalam bentuk
apapun untuk harga pengganti yang diminta atau seharusnya diminta wajib pajak
sebagai penukar atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan serta fasilitas
penunjangnya termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun yang dilakukan
4|Page
oleh wajib pajak yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk
dalam pengertian pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima,
termasuk yang akan diterima antara lain pembayaran yang dilakukan secara tunai.
5. Tanda masuk adalah semua tanda atau alat atau cara yang sah dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan fasilitas atau
menikmati hiburan. Tanda atau alat atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk
yang dilelgalisasi oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota. Termasuk tanda
masuk dalam bentuk dan dengan nama apapun, misalnya karcis, tiket undangan, kartu
langganan, kartu anggota (membership) dan sejenisnya.
6. Harga tanda masuk, yang selanjutnya disingkat HTM,adalah nilai uang yan tercantum
pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau pengunjung.

2.1.1 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hiburan

Dasar hukum pemungutan Pajak Hiburan pada suatu kabupaten atau kota adalah
sebagaimana dibawah ini :
1. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi
Daerah.
2. Undang – Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang –
Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
4. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Hiburan.
5. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang PajakHiburan sebagai aturan
pelaksanaan Peraturan Daearah tentang Pajak Hiburan pada kabupaten/kota dimaksud.

2.1.2 Objek Pajak Hiburan

Sesuai dengan Pasal 42 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 diatur mengenai
objek Pajak Hiburan sebagai berikut :
(1) Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
(2) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
5|Page
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, dan boling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainanketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
j. pertandingan olahraga.
(3) Penyelenggaraan Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan
dengan Peraturan Daerah.

Pada beberapa daerah, misalnya Kota Bandung, objek Pajak Hiburan diperluas
menjadi termasuk pelayanan yang disediakan pada tempat hiburan, termasuk penjualan
makanan dan minuman. Pelayanan yang termasuk objek pajak termasuk jasa pemandu lagu
dan lain sejeninsnya yang bersifat incidental, misalnya show biz. Pengembangan objek pajak
dimungkinkan sesuai dengan kreasi masing-masing pemerintah kabupaten/kota.
Penyelenggara hiburan yang dikenakan pajak adalah penyelenggaraan hiburan oleh
penyelenggara hiburan yang memungut bayarannya. Umumnya setiap penyelenggara hiburan
harus mendapat izin tertulis dari bupati/walikota, kecuali untuk wilayah DKI Jakarta
diberikan oleh Gubernur. Pengajuan izin harus diajukan secara tertulis sesuai dengan tata cara
yang ditetaapkan oleh kepala daerah. Izin penyelenggaraan hiburan diberikan untuk jangka
waktu tertentu dan dapat diperpanjang. Izin tersebut tidak dapat dipindahtangankan, kecuali
atas seizin kepala daerah.

2.1.3 Bukan Objek Pajak Hiburan

Pada Pajak Hiburan tidak semua penyelenggaraan hiburan dikenakan pajak.


Berdasrakn ketentuan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 42 ayat
“Penyelenggaraan Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan
dengan Peraturan Daerah.” Pengecualian ini misalnya saja dapat diberikan terhadap
penyelenggaraan hiburan yang tidak dipungut bayaran, seperti hiburan yang diselenggarakan
dalam rangka pernikahan, upacara adat dan kegiatan keagamaan.

6|Page
2.1.4 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Hiburan

Sesuai dengan Pasal 43 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 diatur mengenai
subjek Pajak Hiburan dan wajib Pajak HIburan sebagai berikut :
1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
Hiburan.
Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati
hiburan. Sementara itu, yang menjadi wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan
yang menyelenggarakan hiburan.

2.1.5 Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Hiburan

Sesuai dengan Pasal 44 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 diatur mengenai
dasar pengenaan Pajak Hiburan sebagai berikut :
1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang
seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan.
2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.
Sesuai dengan Pasal 45 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 diatur mengenai
tarif Pajak Hiburan sebagai berikut :
1) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%(tiga puluh lima persen).
2) Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, konteskecantikan, diskotik, karaoke,
klab malam, permainanketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif
PajakHiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuhpuluh lima persen).
3) Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakantarif Pajak Hiburan ditetapkan
paling tinggi sebesar 10%(sepuluh persen).
4) Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 46 :
1) Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) dengan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44.

7|Page
2) Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat Hiburan
diselenggarakan.

2.1.6 Perhitungan Pajak Hiburan

Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff
pajak dengan dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Hiburan adalah sesuai
dengan rumus berikut :
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Jumlah Uang yang diterima atau yang Seharusnya Diterima
Oleh Penyelenggara Hiburan

2.1.7 Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak. dan Wilayah Pemungutan Pajak
Hiburan.

Pada Pajak Hiburan, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan
satu bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwin, kecuali apabila
wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin.
Pajak terutang merupakan Pajak Hiburan yang harus dibayar oleh wajib pajak pada
suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan peraturan daerah
tentang Pajak Hiburan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat.
Saat pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan hiburan. Jika
pembayaran diterima penyelenggara hiburan sebelum hiburan diseelenggarakan, Pajak
Hiburan terutang dalam masa pajak terjadi pembayaran.
Pajak Hiburan yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat hiburan
diselengarakan.

2.1.8 Pengukuhan, Pendaftaran dan Pendataan

2.1.8.1 Pengukuhan Wajib Pajak


Wajib Pajak Hiburan, kecuali wajib Pajak Hiburan incidental. Wajib melaporkan
usahanya kepada Dinas Pendapatan Daerah dalam jangka waktu tertentu, misalnya selambat-
8|Page
lambatnya 30 hari setelah ijin penyelenggaraan hiburan diperoleh, untuk dikukuhkan dan
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD).
Penyeleanggara hiburan incidental wajib melaporkan kegiatan usahanya setelah
diperoleh izin. Akan tetapi, terhadap usaha tersebut tidak diberikan nomor pengukuhan dan
NPWPD. Surat keputusan pengukuhan dikeluarkan pelh Kepala Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten/Kota tidak merupakan dasar untuk menentukan mulai saat terutang Pajak Hiburan,
tetapi hanya merupakan sarana administrasi dan pengawasan bagi perugas Dinas Pendapatan
Daerah. Apabila penyelenggara hiburan tidak mendaftarkan usahanya dalam jangka waktu
yang ditentukan, Kepala Dinas Pendapatan Daerah akan menetapkan pengusaha tersebut
sebagai wajib pajak secara jabatan.

2.1.8.2 Pendaftaran dan Pendataan


Untuk mendapatkan data wajib pajak dilaksanakan pendaftaran dan pendataan
terhadap wajib pajak. Kegiatan pendaftaran dan pendataan diawali dengan mempersiapkan
dokumen yang diperlukan, berupa formulir pendaftaran dan pendataan, kemudian diberikan
kepada wajib pajak. Setelah dokumen disampaikan kepada wajib pajak, wajib pajak mengisi
formulir pendaftaran dengan jelas, lengkap, serta mengembalikan kepada petugas pajak.
Selanjutnya , petugas pajak mencatat formulir pendaftaran dan pendataan yang dikemblaikan
oleh wajib pajak dalam Daftar Induk Wajib Pajak berdasarkan nomor urut yang digunakan
sebagai dasar untuk menerbitkam NPWPD.

2.1.9 Pelaporan Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)

Wajib Pajak Hiburan wajib melaporkan kepada bupati/walikota, dalam praktik sehari-
hari adalah kepada Kepala Dinas Pendapatan Daearah Kabupaten/Kota, tentang perhitungan
dan pembayaran Pajak Hiburan yang terutang. Wajib pajak yang telah memiliki NPWPD
setiap awal masa pajak wajib mengisi SPTPD. SPTPD diisi dengan jelas, lengkap dan benar
serta ditanda tangani oelh wajib pajak atau kuasanya dan disampaikan keapda walikota/bupati
atau oejabat yang ditunjuk sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan. Umumnya SPTPD
harus disampaikan selambat lambatnya 15 hari setelah berakhirnya masa pajak.
Bupati/walikota atas permohionan wajib pajak dengan alasan yang sah dan daoat
diterima dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPTPD untuk jangka waktu
tertentu yang diatur dalam peraturan daerah. SPTPD dianggap tidak dimasukan jika wajib

9|Page
pajak tidak melaksanakan atau tidak sepenuhnya melaksanakan kenetentuan pengisian dan
penyampaian SPTPD yang telah ditetapkan.

2.1.10 Pemungutan dan Penetapan Pajak Hiburan

2.1.10.1 Cara Pemungutan Pajak Hiburan


Pemungutan Pajak Hiburan tidak dapat diborongkan. Aritnya, seluruh proses kegiatan
pemungutan Pajak Hiburan tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Walauoun demikian,
dimungkinkan adanya kerjasama dengan pijhak ketiga dalam proses pemungutan pajak,
antara lain pencetakan formulir perpajakan , pengiriman surat-surat kepada wajib pajak atau
penghimpunan data objek pajak dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan
dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya pajak terutang, pengawasan
penyetoran pajak dan penagihan pajak.

2.1.10.2 Penetapan Pajak Hiburan


Setiap peneyelnggara hiburan (yang menjadi wajib pajak) wajib menghitung,
memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak hiburan yang terutang dengan
menggunakan SPTPD. Ketentuan ini menunjukan sistim pemungutan Pajak Hiburan pada
dasarnya menggunakan sistim self assessment. Dimana wajib pajak diberikan kepercayaan
penuh untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sediri pajak yang
terutang. Dengan pelaksanaan sistim pemungutan ini petugas Dinas Pendapatan Daerah
kabupaten/kota, yang ditunjuk oleh bupati/walikota menjadi fiskus, hanya bertugas
mengawasi pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak oleh wajib pajak.
Berdasrkan SPTPD yang disampaikan oleh wajib pajak dan pendataan yang dilakukan
oleh petugas Dinas Pendapatan Daerah, bupati/walikota menetapkan Pajak Hiburan yang
terutang dengan menerbitkan Surat Ketetepan Pajak Daerah (SKPD). SKPD ini harus dilunasi
oleh wajib pajak paling lama 30 hari sejak diterimanya SKPD oleh wajib pajak atau jangka
waktu lainyang ditetapkan oleh bupati/walikota.
Apabila setelah lewat waktu yang telah ditetapkan wajib pajak tidak atau kurang
membayar pajak terutang dalam SKPD wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% sebulan dan ditagih dengan menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah
(STPD).

10 | P a g e
2.1.10.3 Ketetapan Pajak Hiburan
Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnya pajak, bupati/walikota dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), dan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPDN). Surat
ketetapan pajak diterbitkan berdasarkan pemeriksaan atas SPTPD yang disampaikan oleh
wajib pajak.

2.1.10.4 Surat Tagihan Pajak Daerah


Bupati/walikota dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) jika pajak
hiburan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; hasil penelitian STPD terdapat
kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tukis dan atau salah hitung; wajib pajak
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.

2.1.11 Pembayaran dan Penagihan Pajak Hiburan

2.1.11.1 Pembayaran Pajak Hiburan


Pajak Hiburan terutang dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan dalam peraturan
daerah, misalnya selambat lambatnya pada tanggal 18 bulan beriukutnya dari masa pajak yag
terutang setelah berakhirnya masa pajak.
Apabila kepada wajib pajak diterbitkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat
Keputusan Pembetulan dan Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, Pajak HIburan harus dilunasi
paling lambat satu bulan sejak tanggal diterbitkan. Tempat pembayaran Pajak Hiburan
dilakukan di kas daerah, bank atau tempat yang ditunjuk oleh bupati/walikota sesuai waktu
yang ditetapkan dalam SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah
(SSPD). Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. Kepada wajib pajak yang
melakukan pembayaran pajak diberikan tanda bukti pembayaran pajak dan dicatat dalam
buku penerimaan.
Dalam keadaaan tertentu bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat
memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pembayaran Pajak Hiburan
terutang dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persayaratan yang ditentukan

11 | P a g e
2.1.11.2 Penagihan Pajak Hiburan
Penagihan pajak dilakukan terhadap pajak terutang dalam SKPD,
SKPDKB,SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan. Surat Keputusan Keberatan dan
Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Penagihan
pajak terlebih dahulu memberikan surat teguran atau surat peringatan datau surat lain yang
sejenis sebagai awal tindakan penagihan pajak. Surat teguran atau surat peringatan
dikeluarkan 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak dan dikeluarkan oleh pejabat
yang ditunjuk oleh bupati/ walikota. Dalam jangka waktu tujuh hari sejak surat teguran atau
surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterimanya, wajib pajak harus melunasi pajak
yang terutang.
Selanjutmya bila jumlah pajak terutang yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam
jangka waktu yang ditentukan dakam surat teguran atau surat penringatan atau surat lain yang
sejenis akan ditaguh dengan Surat Paksa. Tindakan dengan penagihan pajak dengan Surat
Paksa dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan, pelelangan, pencegahan, dan
oenyanderaan jika wajib pajak tetap tidak mau melunasi utang pajaknya sebagaimana
mestinya.

2.1.12 Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan, Ketetapan dan Penghapusan atau


Pengurangan Sanksi Administrasi.

Atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, buoati/walikota dapat


membetulkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN atau SKPDLB dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis danatau kesalahan hitung datau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang – undangan perpajakan daerah. Selain itu
bupati/walikota dapat :
1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda dan
kenaikan pajak yang terutang menurut peraturan perundang – undangan perpajakan
daerah, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kehilafan wajib pajak atau bukan
karena kesalahannya.
2. Mengurangkan atau membatalkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD, SKPDN
atau SKPDLB yang tidak benar.
3. Mengruangkan atau membatalkan STPD.
4. Membatalkan hasil pemeriksanaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan atau
diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan; dan
12 | P a g e
5. Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan petimbangan kemampuan
membayar wajib pajak atau kondisi tertentu objek pajak.

2.1.13 Keberatan dan Banding.

2.1.13.1 Keberatan
Wajib Pajak Hiburan yang tidak puas atas penetapan pajak yang dilakukan oleh
bupati/walikota dapat mengajukan keberatan hanya kepada bupati/walikota atau pejabat yang
ditunjuk. Apabila wajib pajak berpendapat bahwa jumlah pajak dalam surat ketetapan pajak
( SKPD, SKPDKB. SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN) tidak sebagaimana mestinya, wajib
pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada bupati/walikota yang menerbitkan surat
ketetapan pajak tersebut. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sengan
disertai alasan-alasan yang jelas.
Kebetaran yang diajukan adalah terhadap masteri atau isi dari surat ketetapan pajak
dengan membuat perhitungan jumlah yang seharusnya dibayar menurut perhitungan wajib
pajak. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan dari SKPD,
SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB atau SKPDN, kecuali wajib pajak dapat menunjukan bahwa
jangka waktu itu tiak dapat dipenuhi karena keadaaan dikuar kekuasaannya. Kebaratan dapat
dilakukan aoabila wajib pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui
wajib pajak.
Apabila kewajiban keberatan diterima sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran pajak ( bila ada) dikembalikan kepada wajib pajak dengan ditambah imbalan
bunga sebesar dua persen sebulan untuk jangka waktu paling lama dua puluh empat bulan.
Imbalan bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB.
Dalam hal keberatan wajib pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, wajib pajak dikenai sanksi
administrative berupa denda sebesar 50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan
dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Dalam hal wajib
pajak mengajukan banding, sanksi administrative berupa denda sebesar 50% tersebut tidak
dikenakan.

2.1.13.2 Banding
Keputusan keberatan yang diterbitkan oleh bupati/ walikota disampaikan kepada
wajib pajak untuk dilaksanakan. Jika wajib pajak tidak puas dengan putusan keberatan, wajib
pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak. Permohonan banding diajukan
13 | P a g e
secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 bulan
sejak keputusan diterima, dilampiri salinan surat keputusan keberatan tersebut.
Jika permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan untuk
paling lama 24 bulan. Putusan Banding dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak atau menambah besarnya pajak yang terutang. Dalam hal permohonan banding
ditolak atau dikabulkan sebagaian, wajib pajak dikenai sanksi administrative berupa denda
seberar 100% dari jumlah Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah
dibayar sebelum mengajukan keberatan.

2.1.14 Pembukuan dan Pemeriksaan Pajak Hiburan

2.1.14.1 Pembukuan
Wajib Pajak Hiburan dengan peredaran usaha tertentu, umumnya Rp. 300.000.000,-
per tahun ke atas, wajib menyelenggarakan pembukuan, yang menyajikan keterangan yang
cukup untuk menghitung jumlah penonton dan jumlah pembayaran atau yag seharusnya
dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan. Pembukuan adalah suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan
yang meliputi keadaan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan perhitungan rugi laba pada setiap tahun pajak berakhir.
Wajib pajak yang tidak diwajibkan membuat pembukuan, yaitu wajib pajak yang
peredaran usahanya kurang dari jumlah yang ditentukan, tetap diwajibkan menyelenggarakan
pencatatan nilai peredaran usaha secara teratur, yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Pencatatan diselenggarakan dengan sebaik baiknya yang mencerminkan keadaan atau
kegiatan uasah sebenarnya. Pembukuan atau pencatatan wajib disimpan oleh wajib pajak
selama 5 tahun.

2.1.14.2 Pemeriksaan Pajak Hiburan


Bupati/.walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan tujuan lain dalam rangka
melaksanakan peraturan daerah tentang Pajak Hiburan.

14 | P a g e
2.1.15 Keringanan dan Pembebasan Pajak Hiburan

Berdasarkan permohonan wajib pajak, bipati/walikota dapat memberikan


pengurangan, keringanan, dan pembebasan Pajak Hiburan, ketentuanmengenai hal ini diatur
pada Bab 2 Ketentuan Umum Pajak Daerah.

2.1.16 Bagi Hasil dan Biaya Pemungutan Pajak Hiburan

2.1.16.1 Bagi Hasil Pajak Hiburan


Hasil penerimaan Pajak Hiburan merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan
seluruhnya kepada kas daerah kabupaten/kota. Khusus Pajak Hiburan yang dioungut oleh
pemerintah kabupaten sebagian diperuntukan bagi desa di wilayah daerah kabupaten tempat
pemungutan Pajak Hiburan. Hasil penerimaan pajak hiburan tersebut diperuntukan paling
sedikit 10% bagi desa di wilayah daerah kabupaten yang bersangkutan.

2.1.16.2 Biaya Pemungutan Pajak Hiburan


Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemungutan dan pengelolaan Pajak Hiburan,
diberikan biaya pemungutan sebesar 5% dari hasil penerimaan pajak yang telah disetorkan ke
kas daerah kabupaten/kota. Biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat
pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan.

2.1.17 Kadaluwarsa Penagihan Pajak Hiburan dan Penghapusan Piutang Pajak


Hiburan

2.1.17.1 Kadaluwarsa Penagihan Pajak Hiburan


Hak bupati/walikota untuk melakukan penagihan Pajak Hiburan kadaluwarsa telah
melampaui jangka waktu 5 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali wajib pajak
melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. Walaupun demikian, dalam keadaan
tertentu kadakuwarsa penagihan Pajak Hiburan dapat ditangguhkan, yaiutu apabila keapda
wajib pajak dirterbitkan surat teguran dan Surat Paksa atau ada pengakuan utang pajak dari
wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung,.

15 | P a g e
2.1.17.2 Penghapusan Piutang Pajak Hiburan
Piutang Pajak Hiburan yang penagihannya sudah kdaluwarsa dapat dihapuskan.
Penghapusan piutang pajak dilakukan oleh bupati/walikota berdasarkan permohonan
penghapusan piutang pajak dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghapusan piutang pajak diatur pada Bab 2 Ketentuan
Umum Pajak Daerah.

2.2 Pajak Reklame

Reklame adalah benda, alat atau media yang berbentuk dan corakragamnya dirancang
untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan,mempromosikan atau badan yang
dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan atau dinikmati oleh umum (Mardiasmo, 2008:
12)
Pajak Reklame adalah salah satu pajak daerah dan salah satu sumber pendapatan asli
daerah yang menunujukan posisi strategis dalam hal pendanaan pembiayaan daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut pasal 79 UU No. 22 tahun 2011 tentang pemerintah
daerah adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah, terdiri dari:
a) Hasil pajak daerah
b) Retribusi daerah
c) Bagian laba BUMD
d) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
2. Dana perimbangan keuangan pusat – daerah
3. Pinjaman Daerah
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame.Penyelenggaraan reklame
adalah orang atau badan yang menyelenggarakanreklame, baik untuk dan atas namanya
sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. Pajak sebagai alat
kebijakan fiskal yang digunakan terus menerus oleh negara. Pajak Reklame adalah pajak
daerah yangpenerimaanya diserahkan dan digunakan untuk kepentingan pemerintah daerah.
Pajak reklame tersebut dikenakan terhadap objek pajak yaitu berupa reklame dan nilai sewa
reklame dan didasarkan pada besarnya biaya pemasangan reklame, besarnya biaya
pemeliharaan reklame, lama pemasangan reklame, nilai strategis pemasangan reklame dan
jenis reklame.
16 | P a g e
Pajak reklameadalah pajakdaerah, sebagaimana dimaksud UU No 34 tahun 2000.
Pembaharuan undang-undang didasarkan pada dasar hukum yang jelas dan kuat sehingga
harus dipatuhioleh masyarakat dan pihak lain yang terkait, dan juga untuk memberikan
peluang kepada daerah Kabupaten/Kota untuk memungut pajak jenis pajak daerah lain yang
dipandang memenuhi syarat dan potensial di daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah Kabupaten/Kota dalam mengantisipasi kondisi serta
perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan
perkembangan potensi pajak dengan tetapmemperhatikan kesederhanaan jenis pajak dan
aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang ditetapkan (Siahaan dalam Nurmayasari,
2010: 39).
Pengenaan pajak reklame tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau daerah
kota seluruh Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada
pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak
Kabupaten/Kota. Untuk dapat dipungut pada suatu daerah Kabupaten/Kota, pemerintah
daerah harus terlebih dahulu menerbitkanperaturan daerah tentang pajak reklame yang akan
menjadi landasan hukumoperasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan
pajak reklame di daerah Kabupaten atau Kota yang bersangkutan.

2.2.1 Dasar Hukum Pemungutan Pajak Reklame

Pemungutan pajak reklame di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang
jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak terkait. Dasar hukum
pemungutan pajak reklame pada suatu kabupaten/kota menurut adalah :
a. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
b. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
d. Peraturan Daerah kabupaten/ kota yang mengatur tentang Pajak Reklame.
e. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Reklame sebagai aturan
pelaksanaan peraturan daerah tentang Pajak Reklame pada kabupaten/kota dimaksud.”

17 | P a g e
2.2.2 Objek Pajak Reklame

Yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggara reklame,


penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame atau perusahaan jasa
periklanan yang terdaftar pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kota.
Yang menjadi objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame yang
dilakukan oleh perusahaan jasa periklanan. Objek pajak reklame terdiri dari 10 macam yang
berbeda-beda, terdiri dari :
a. Reklame papan, yaitu reklame yang tebuat dari papan, kayu, termasuk seng atau
bahan lain yang sejenis, dipasang atau digantungkan pada bangunan, tembok,
dinding dan sebagainya baik bersinar maupun yang disinari
b. Reklame video, yaitu reklame yang menggunakan layar monitor besar berupa
program reklame atau iklan bersinar dengan gambar dan atau tulisan berwarna yang
dapat berubah-ubah, terprogram, dan difungsikan dengan tenaga listrik.
c. Reklame kain, yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan bahan
kain, termasuk kertas, plastik, karet atau bahan lain yang sejenis dengan itu.
d. Reklame melekat (stiker), yaitu reklame yang berbentuklembaran lepas,
diselenggarakan dengan cara disebarkan, dipasang, digantungkan pada suatu benda
dengan ketentuan luasnya tidak lebih dari 200 cm² per lembar.
e. Reklame selebaran, yaitu reklame yang berbentuk lembaran lepas,
diselenggarakandengan cara disebarkan, diberikan atau dapatdiminta dengan
ketentuan tidak untuk ditempelkan, diletakkan, dipasang, atau digantungkan pada
suatu benda lain.
f. Reklame berjalan termasuk pada kendaraan, yaitu reklame yang ditempatkan atau
ditempelkan pada kendaraan yang diselenggarakan dengan menggunakan
kendaraan atau dengan cara dibawa oleh orabg.
g. Reklame udara, yaitu reklame yang diselenggarakan di udara dengan menggunakan
gas, laser, pesawat, atau alat lain yang sejenis.
h. Reklame Suara, yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan kata-
kata yang diucapkan atau dengan suara yang ditimbulkan dari atau oleh perantaraan
alat.
i. Reklame film / slade, yaitu reklame yang diselenggarakan dengan menggunakan
klise berupa kaca atau film, ataupun bahan-bahan yang sejenis, sebagai alat untuk
diproyeksikan dan atau dipancarkan pada layer atau benda lain yang ada diruangan.
18 | P a g e
j. Reklame peragaan, yaitu reklame yang diselenggarakan dengan cara
memperagakan suatu barang dengan atau tanpa disertai suara.

Ada beberapa objek pajak yang dikecualikan dalam pasal ini yaitu penyelenggaran
Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian,warta mingguan, warta bulanan, dan
Reklame yang diadakan khusus untuk kegiatan social, pendidikan keagamaan, dan politik
tanpa sponsor.

2.2.3 Bukan Objek Pajak Reklame

Pada Pajak Reklame, tidak semua penyelenggaraan reklame dikenakan pajak. Ada
beberapa pengecualian yang tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame, yaitu :
a. Penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan,warta bulanan dan sejenisnya.
b. Label/ merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi
untuk membedakan dari produk sejenis lainnya.
c. Nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat
usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama
pengenal usaha atau profesi tersebut.
d. Reklame yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah,
e. Penyelenggaraan reklame lainnya yang ditetapkan dengan peraturan daerah, misalnya
penyelenggaraan reklame yang diadakan khusus untuk kegiatan sosial, pendidikan,
keagamaan, dan politik tanpa sponsor.

2.2.4 Subjek Pajak dan Wajib Pajak Reklame

Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau
melakukan pemesanan reklame.
Jadi setiap orang pribadi atau badan yang akan menyelenggarakan atau melakukan
pemesanan reklame disebut sebagai subjek pajak reklame.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame. Jika
reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau badan, wajib
reklame adalah orang pribadi atau badan tersebut. Apabila reklame diselenggarakan melalui

19 | P a g e
pihak ketiga, misalnya perusahaan jasa periklanan, pihak ketiga tersebut menjadi wajib pajak
reklame.
Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, wajib pajak dapat diwakili oleh pihak
tertentu yang diperkenankan oleh Undang-undang dan peraturan daerah tentang pajak
reklame. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung
renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang
kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.

2.2.5 Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Reklame

Dalam pajak reklame ada hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya Dasar-dasar

Pengenaan, Tarif dan Cara Perhitungan.

2.2.5.1 Dasar PengenaanPajak Reklame

Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame (NSR), yaitu nilai yang

ditetapkan sebagai dasar perhitungan penetapan besarnya Pajak Reklame. NSR

diperhitungkan dengan memerhatikan lokasi penempatan, jenis, jangka waktu

penyelenggaraan, dan ukuran media reklame. NSR dapat dihitung berdasarkan :

a. Besarnya biaya pemasangan reklame

b. Besarnya biaya pemeliharaan reklame

c. Lama pemasangan reklame

d. Jenis reklame

Cara perhitungan NSR ditetapkan dengan peraturan daerah. Umumnya peraturan

daerah akan menetapkan bahwa NSR ditetapkan oleh bupati/walikota dengan persetujuan

DPRD kabupaten/kota yang bersangkutan dengan berpedoman pada Keputusan Menteri

Dalam Negeri. Hasil perhitungan NSR ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Nilai

Sewa Reklame dihitung dengan rumus :

20 | P a g e
Nilai Sewa Reklame = Nilai Jual Objek Reklame (NJOR) + Nilai Strategis

Pemasangan Reklame (NSPR)

Nilai Jual Objek Reklame (NJOR) adalah keseluruhan pembayaran / pengeluaran

yang dikeluarkan oleh pemilik dan atau penyelenggara reklame, termasuk dalam hal ini

adalah biaya / harga beli bahan reklame, konstruksi, instalasi listrik, pembayaran/ongkos

perakitan, pemancaran, peragaan, penayangan, pengecatan, pemasangan dan transportasi

pengangkutan dan lain sebagainya sampai dengan bangunan reklame selesai dipancarkan,

diperagakan, ditayangkan dan atau terpasang di tempat yang telah diizinkan.

Perhitungan NJOR didasarkan pada besarnya komponen biaya penyelenggaraan

reklame, yang meliputi indikator :

a. Biaya pembuatan/konstruksi

b. Biaya pemeliharaan

c. Lama pemasangan

d. Jenis reklame

e. Luas bidang reklame

f. Ketinggian reklame

Besarnya NJOR dihitung dengan rumus :

NJOR = (Ukuran Reklame x Harga Dasar Ukuran Reklame) + (Ketinggian

Reklame x Harga Dasar Ketinggian Reklame)

Nilai Strategis Pemasangan Reklame yang selanjutnya disingkat (NSPR) adalah ukuran

nilai yang ditetapkan pada titik lokasi pemasangan reklame tersebut, berdasarkan criteria

kepadatan pemanfaatan tata ruang kota untuk berbagai aspek kegiatan di bidang usaha.

21 | P a g e
Perhitungan nilai strategis didasarkan pada besarnya ukuran reklame, dengan indicator : nilai

fungsi ruang (NFR) lokasi pemasangan;nilai fungsi jalan (NFJ); dan nilai sudut pandang

(NSP). Besarnya NSPR dihitung dengan rumus sebagai berikut:

NSPR = (NFR + NSP + NFJ) x Harga Dasar Nilai Strategis

NSPR = [{Fungsi Ruang (=Bobot x skor)} + {Fungsi Jalan (=Bobot x skor )}

{sudut pandang (=Bobot x skor)}] x Harga Dasar Nilai Strategis

Untuk menghitung luas reklame sebagai dasar pengenaan pajak dilakukan dengan cara

sebagai berikut :

a. Reklame yang mempunyai bingkai atau batas, dihitung dari bingkai atau batas paling

luar dimana seluruh gambar, kalimat atau huruf-huruf tersebut berada didalamnya

b. Reklame yang tidak berbentuk persegi dan tidak berbingkai, dihitung dari gambar,

kalimat atau huruf-huruf yang paling luar dengan jalan menarik garis lurus vertical

dan horizontal, sehingga merupakan empat persegi

c. Reklame yang berbentuk pola, dihitung dengan rumus berdasarkan bentuk benda

masing-masing reklame.

2.2.5.2 Tarif Pajak Reklame

Pajak Reklame memiliki tarif yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Berdasarkan

Peraturan Daerah Pasal 50 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 bahwa :

“ Tarif pajak reklame telah ditetapkan paling tinggi sebesar 25%”

22 | P a g e
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten /

kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing

daerah kabupaten/kota.

Untuk semua objek pajak yang mempromosikan rokok, minuman beralkohol sesuai

peraturan perundang-undangan yang berlaku, dikenakan tambahan sebesar 25% dari Nilai

Sewa Reklame.

2.2.5.3 Perhitungan Pajak Reklame

Besarnya pokok Pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif

pajak denagn dasar pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Reklame adalah sesuai

dengan rumus berikut :

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak


= Tarif Pajak x Nilai Sewa Reklame

2.2.6 Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak. dan Wilayah Pemungutan Pajak
Reklame.

Pada Pajak Hiburan, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan
satu bulan takwin atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.
Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.
Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwin, kecuali apabila
wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwin.
Umumnya masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang lamanya sama dengan
jangka waktu penyelenggaraan reklame. Penetapan masa pajak yang tidak hanya satu bulan
takwin dapat dilihat pada contoh dibawah ini :

23 | P a g e
a. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu tahun contoh pajak reklame jenis
megatron, vidiotron, bilboard (neon sign, neon box), reklame berjalan/kendaraan dan
reklame suara/permanen.
b. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu bulan contoh pajak reklame
melekat (template,poster dan stiker), reklame udara/balon, film/slide dan reklame
peragaan (permanen)
c. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu hari ditetapkan bagi pajak reklame
jenis baligo dan kain/spanduk/umbul-umbul/banner.
d. Masa pajak untuk jangka waktu yang lamanya satu kali penyelenggaraan ditetapkan
bagi pajak reklame jenis selebaran/brosur/leaflet, reklame suara *tidak permanen) dan
reklame peragaan (tidak permanen).

Pajak terutang merupakan Pajak Reklame yang harus dibayar oleh wajib pajak pada

suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan peraturan daerah

tentang Pajak Reklame yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat.Saat

pajak terutang dalam masa pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu pada saat penyeleggaraan

reklame.

Pajak Reklame yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat reklame

berlokasi. Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang hanya

terbatas atas setiap reklame yang berlokasi dan terdaftar dalam lingkup wilayah

administrasinya.

2.2.7 Pengukuhan, Pendaftaran dan Pendataan Pajak Reklame

2.2.7.1 Pengukuhan Wajib Pajak

Wajib  Pajak  Reklame  wajib  mendaftarkan  usahanya  kepada  bupati/walikota
dalampraktikumumnya kepada dinas pendapatan daerahKabupaten/  kotadalam  jan
gkawaktu  tertentu,misalnya  selambat-lambatnya

24 | P a g e
Tiga  puluh  hari  sebelum  dimulainyakegiatan  usahauntukdikukuhkandandiberikan  Nomor  
Pokok  Wajib  Pajak  Daerah(NPWPD).  Jangka  waktu  inisesuai  denganjangka waktu  yang  
ditentukan  oleh bupati  atauwalikotadi mana pajak reklame dipungut.

Surat  Keputusan  Pengukuhan  yang  dikeluarkan  oleh  Kepala  Dinas Pendapatan
Daerahtidak merupakan dasar   untuk   menentukan   mulai   saat
terutang   Pajak   Reklame,tetapi hanya merupakan   sarana   administrasi   danpengawasan   b
agi   petugas   DinasPendapatan   Daerah.
Apabila   pengusahapenyelenggarareklametidakmendaftarkanusahanyadalamjangkawa
ktuyangditentukan,  maka  Kepala  Dinas  Pendapatan  Daerah  akan  menetapkanpengusaha   
tersebut   sebagaiwajibpajak   secara   jabatan.   Penetapan   secarajabatandimaksudkan  untuk 
 pemberiannomorpengukuhan  dan  NPWPD  danbukanmerupakanpenetapan  besarnya  pajak  
terutang. Tata  cara pelaporandanpengukuhanwajibpajakditetapkanoleh  bupati/walikota  deng
an  suratkeputusan.

   
2.2.7.2 Pendaftaran dan Pendataan

Untuk mendapatkan data wajib pajak dilaksanakan pendaftaran dan pendataan


terhadap wajib pajak. Kegiatan pendaftaran dan pendataan diawali dengan mempersiapkan
dokumen yang diperlukan, berupa formulir pendaftaran dan pendataan, kemudian diberikan
kepada wajib pajak. Setelah dokumen disampaikan kepada wajib pajak, wajib pajak mengisi
formulir pendaftaran dengan jelas, lengkap, serta mengembalikan kepada petugas pajak.
Selanjutnya , petugas pajak mencatat formulir pendaftaran dan pendataan yang dikemblaikan
oleh wajib pajak dalam Daftar Induk Wajib Pajak berdasarkan nomor urut yang digunakan
sebagai dasar untuk menerbitkam NPWPD.

2.2.8 Pelaporan Pajak dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)

Wajib   Pajak   Reklame   wajib   melaporkan   kepada   Gubernur,pada
umunyaadalahkepada Kepala   Dinas   Pendapatan   Daerah   provinsi   DKI
Jakarta,tentangpenghitungandanpembayaranPajakReklame terutang.Wajibpajakyangtelahme
milikiNPWPD setiap awal   masa   pajak  wajib
mengisi   SPTPDdan   harus   diisidenganjelas,lengkapdanbenarserta
25 | P a g e
ditandatanganiolehwajibpajakatau   kuasanyadandisampaikankepadawalikota/ bupatiatau peja
bat yang ditunjuk sesuai dengan jangka waktu yangditentukan.
UmumnyaSPTPDharus disampaikan selambat-lambatnya limabelas hari setelah
berakhirnyamasapajak.

2.2.9 Pemungutan dan Penetapan Pajak Reklame

1. Cara Pemungutan Pajak Reklame

Seluruh   proses   kegiatan   pemungutan   Pajak Reklametidakdapatdiserahkankepada
pihakketiga dengan  kata  lain  tidak  dapat  diborongkan

Walaupun demikian, dimungkinkanadanyakerja sama dengan pihak ketigadalamprose
spemungutan pajak,namun ada kegiatanyangtidakdapatdikerjasamakandenganpihak
ketigayaitukegiatanpenghitungan  besarnya pajak yang terutang, pengawasan penyetoran
pajak,dan penagihanpajak.

2. Penetapan Pajak Reklame.

Setelah  SPTPD  disampaikan  oleh  wajib  pajak  maka  petugasDinasPendapatanDa
erahmelakukanPendataansesuai  dengan  perintah  Gubernur DKI Jakarta untuk menetapkan
pajak reklame yang terutangdengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD).
SKPD harus dilunasiolehwajib pajak paling lama tiga puluh hari sejakditerimanyaSKPD  oleh
wajibpajakataujangkawaktu  lain  yang  ditetapkanoleh  gubernur.  Apabilasetelahlewat  jangk
awaktuyang  ditentukan,wajib  pajak  tidakatau  kurangmembayarpajak  terutangdalam  SKP
D,wajibpajak  akandikenakan
sanksiadministrasiberupabungasebesar2%sebulandanditagihdenganmenerbitkan surattagihanp
ajakdaerah(STPD).

3. Ketetapan Pajak.

Dalam jangka waktu lima tahun sesudah saat terutangnyapajak,akanditerbitkanSurat
KetetapanPajakDaerahKurang Bayar (SKPDKB)danSuratKetetapanPajakDaerahKurang Baya
r Tambahan(SKPDKBT),SuratKetetapanPajakDaerahNihil(SKPDN),SuratKetatapanPajakinid
iterbitkanolehGubernurProvinsiDKI JakartamelaluiDinasPendapatanDaerahProvinsiDKI Jaka
rtaatas SPTPDyangdisampaikanolehwajibpajak.

26 | P a g e
4. Surat Tagihan Pajak Daerah

GubernurProvinsiDKI Jakartaakan menerbitkanSuratTagihanPajakDaerah(STPD)jika
PajakReklamedalam tahunberjalantidakataukurangbayar.BilahasilpenelitianSPTPDterdapatke
kuranganpembayaranakibatdari salahtulis atau salahhitung, makawajib pajakakan dikenakans
anksi administrasi berupa bunga ataudenda.Sanksiadministrasi   berupabungadikenakankepad
awajibpajakyangtidakataukurangmembayarpajakyangterutangdansanksiadministrasiberupade
nda dikenakan bagi wajibpajak yang tidak memenuhi ketentuan formal.

2.2.10 Pembayaran dan Penagihan Pajak Reklame

1. Pembayaran Pajak Reklame.

Pembayaran dan penyetoran Pajak Reklame ditetapkan oleh GubernurProvinsiDKI Jak
arta,pembayarandilakukanpalinglama 30hari sejaktanggalditerbitkannyaSuratKetetapanPajak
Daerah (SKPD).Apabila  bataswaktu pembayaranjatuh padahari libur makabatas waktupemba
yaranjatuhpadaharikerjaberikutnya.PembayaranPajakReklame yang
terutangdilakukankekantor PerbendaharaandanKasDaerahatau Bankatau tempatlainyangditunj
ukolehGubernur.Pembayaran pajak dilakukandenganmenggunakanSurat SetoranPajakDaerah(
SSPD).

2. Penagihan Pajak Reklame.

Penagihanpajakdilakukanterhadap pajakterutang dalam SKPD,SKPDKB,SKPDKBT,
STPD,SuratKeputusanPembetulan,Surat
KeputusanKeberatandanPutusanBandingyang menyebabkanjumlahpajakyangharus dibayarbe
rtambah.Penagihanpajakdilakukandenganterlebih
dahulumemberikanSurat Teguran atauSurat PeringatanatauSurat lain yang
sejenis sebgaiawal tindakanpenagihanpajak. Suratteguran atau surat
peringatandikeluarkantujuhhari sejak saat jatuh tempo pembayaran pajak
dandikeluarkanolehGubernurProvinsiDKI Jakarta. Selanjutnya,bila
jumlah pajakterutang yang masih harus dibayar tidak  dilunasidalam jangkawaktu yang ditent
ukandalam surat teguranatau suratperingatanmakaakanditagihdenganSuratPaksa.

27 | P a g e
2.2.11 Pembetulan, Pembatalan,Pengurangan, Ketetapan, danPenghapusanatauPengurangann
SanksiAdministrasi.

Karena  jabatan  atau  atas  permohonan  wajibpajak dapat melakukan:
1. PembetulanSKPD,SKPDKB,SKPDKBTatauSTPDyangdalampenerbitannyaterdap
atkesalahantulis,kesalahan hitung,dankekeliruandalampenerapanperaturanperunda
ng–undanganperpajakandaerah.
2. Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.
3. Penguranganataupenghapusansanksiadministrasiberupabunga,denda, dankenaikan
pajakyangterutangjikasanksitersebutdikenakankarenakekhilafandanbukankarenake
salannya.

2.2.12 Keberatan dan Banding.

1. Keberatan

Bila wajibPajakReklametidakpuasataspenetapanpajakyangdilakukan,makadapatmenga
jukankeberatanhanyakepadaGubernuratau pejabatyangmenerbitkan suratketetapanpajakterseb
ut.Keberatandilakukansesuaidengan ketentuan yangdiaturdalamperaturan daerah tentang Paja
k Reklame. Setelahmelakukanpemeriksaandalamjangka waktutertentumakaGubernur atau
kepala daerahakanmengeluarkankeputusanataspengajuankeberatantersebut.Gubernuratau
kepala daerah harus
memberikankeputusanataskeberatandalamjangkawaktupalinglama12bulansejaktanggal surat k
eberatan diterima.

2. Banding

Apabila keputusan keberatan tidak memuaskan wajib pajak maka, wajib Pajak


Reklame berhak mengajukan permohonan banding kepada pengadilan  pajak, permohonan
banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas
dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak keputusan keberatan diterima dan dilampiri
salinan dari surat keputusan keberatan tersebut. Pengajuan permohonan banding  tidak
menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

28 | P a g e
2.2.13 Pemeriksaan Pajak Reklame

Bupati/.walikota atau pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan untuk


menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan tujuan lain dalam rangka
melaksanakan peraturan daerah tentang Pajak Reklame.
Pelaksanaan pemeriksaan dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh bupati /
walikota atau pejabat yang berwenang. Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa
harus dilengkapi dengan tanda pengenal pemeriksa dan surat perintah pemeriksaan serta harus
memperlihatkannya kepada WP yang diperiksa. Ketentuan tentang pemeriksaan dalam pajak
reklame mengacu pada ketentuan yang telah dibahas pada ketentuan umum pajak daerah.

2.2.14 Keringanan dan Pembebasan Pajak Reklame

Berdasarkan permohonan wajib pajak, bipati/walikota dapat memberikan


pengurangan, keringanan, dan pembebasan Pajak Reklame. Tata cara pemberian
pengurangan, keringanan, dan pembebasan Pajak Reklame ditetapkan dengan keputusan
bupati/walikota. Ketentuanmengenai hal ini diatur pada Ketentuan Umum Pajak Daerah.

2.2.15 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Reklame

Proses pengenaan dan pemungutan pajak daerah memungkinkan terjadi kelebihan


pembayaran Pajak Reklame, apabila ternyata wajib pajak membayar pajak, tetapi sebenarnya
tidak ada pajak yang terutang, dikabulkannya permohonan keberatan atau banding wajib
pajak sementara WP telah melunasi utang pajak tersebut, ataupun sebab lainnya. Atas
kelebihan pembayaran Pajak Relame, WP dapat mengajukan permohonan pengembalian
kepada bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota. Pembahan tentang
tata cara pengajuan dan penyelesain pengembalian kelebihan pajak adalah sebagaimana yang
telah dibahas pada Ketentuan Umum Pajak Daerah.

2.2.16 Bagi Hasil dan Biaya Pemungutan Pajak Reklame

1. Bagi Hasil Pajak Hiburan


29 | P a g e
Hasil penerimaan Pajak Reklame merupakan pendapatan daerah yang harus
disetorkan seluruhnya kepada kas daerah kabupaten/kota. Khusus Pajak Reklame yang
dipungut oleh pemerintah kabupaten sebagian diperuntukan bagi desa di wilayah daerah
kabupaten tempat pemungutan Pajak Hiburan. Hasil penerimaan pajak reklame tersebut
diperuntukan paling sedikit 10% bagi desa di wilayah daerah kabupaten yang bersangkutan.
Bagian desa yang berasal dari pajak kabupaten ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten
dengan memperhatikan aspek dan potensi antardesa.

2. Biaya Pemungutan Pajak Reklame

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pemungutan dan pengelolaan Pajak Reklame,


diberikan biaya pemungutan sebesar 5% dari hasil penerimaan pajak yang telah disetorkan ke
kas daerah kabupaten/kota. Biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat
pelaksana pemungutan dan aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan. Alokasi
biaya pemungutan Pajak Reklame ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota.

2.2.17 Kadaluwarsa Penagihan Pajak Relame dan Penghapusan Piutang Pajak Reklame

1. Kadaluwarsa Penagihan Pajak Reklame

Hak bupati/walikota untuk melakukan penagihan Pajak Reklame kadaluwarsa telah


melampaui jangka waktu 5 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali wajib pajak
melakukan tindak pidana dibidang perpajakan daerah. Walaupun demikian, dalam keadaan
tertentu kadakuwarsa penagihan Pajak Reklame dapat ditangguhkan, yaitu apabila kepada
wajib pajak diterbitkan surat teguran dan Surat Paksa atau ada pengakuan utang pajak dari
wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung,.

2. Penghapusan Piutang Pajak Reklame

Piutang Pajak Reklame yang penagihannya sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan.


Penghapusan piutang pajak dilakukan oleh bupati/walikota berdasarkan permohonan
penghapusan piutang pajak dari Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota.
Berdasarkan permohonan tersebut bupati/walikota menetapkan penghapusan piutang pajak
reklame dengan terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari tim yang dibentuk
30 | P a g e
olehbupati/walikota . Ketentuan lebih lanjut mengenai penghapusan piutang pajak diatur pada
Ketentuan Umum Pajak Daerah.
2.2.18 Kewajiban Pejabat, Ketentuan Pidana, dan Penyidikan Pajak Reklame.

1. Kewajiban Pejabat

Setiap Pejabat yang ditunjuk oleh bupati/walikota untuk mengelola Pajak Relame
dilarang memberitahu pihak lain tentang segala sesuatu yang diketahui/diberitahukan oleh
WP kepadanya dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Selain untuk petugas pajak, ketentuan ini
berlaku juga bagi mereka yang melakukan tugas dibidang perpajakan daerah. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan kepastian akan hak WP bahwa setiap keterangan dan
dokumen yang disampaikannya kepada kepala daerah atau pejabat pajak yang ditunjuk hanya
untuk kepentingan pengenaan dan pemungutan Pajak Reklame.

2. Ketentuan Pidana

Wajib Pajak Reklame yang karena sengaja atau karena kealpaannya tidak
menyampaikan SPTPD atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah, dapat dipidana dengan
pidana penjara/kurungan dan atau denda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindak
pidana di bidang perpajakan daerah tidak dituntut setelah melampaui jangka waktu lima tahun
sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak
yang bersangkutan. Sanksi pidana kurungan atau penjara dan atau denda juga dikenakan
terhadap pejabat yang terkena kealpaan ataupun dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
merahasiakan keterangan tentang wajib pajak yang disampaikan kepadanya. Ketentuan
pidana ini dimaksudkan agar WP dan pejabat (fiskus) menjalankan hak dan kewajibannya
dengan benar.

3. Penyidikan Pajak Reklame

Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan daerah


kabupaten/kota diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
tindak pidana dibidang Pajak Reklame, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang hukum
acara pidana yang berlaku. Penyidikan tindak pidana di bidang pajak reklame dialaksanakan

31 | P a g e
menurut ketentuan yang diatur dalam undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku..
Ketentuan ini mengacu pada ketentuan yang telah dibahas pada Ketentuan Umum Pajak
Daerah.

BAB III
32 | P a g e
PEMBAHASAN

3.1 Undang – Undang Pajak Daerah Pemerintah Kota Bandung PERATURAN


DAERAHKOTA BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK
DAERAH
(Kajian Perda Kota Bandung Perihal Pajak Hiburan dan Pajak Reklame)

3.1.1 Pajak Hiburan


Bagian Ketiga Pajak Hiburan Pasal 13, sebagai berikut :
(1) Dengan nama pajak hiburan dipungut pajak atas penyelenggaraan hiburan.
(2) Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.
(3) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
d. pameran bersifat komersil;
e. diskotik, karaoke, klab malam, pub dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf driving, golf lapangan, dan boling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness centre); dan
j. pertandingan olah raga.
(4) Tidak termasuk obyek Pajak Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah:

a. penyelenggaraan hiburan kesenian rakyat/tradisional Indonesia, musik dan tari


tradisional Indonesia;
b. penyelenggaraan hiburan dalam pernikahan, khitanan, upacara keagamaan dan di
lingkungan pendidikan;
c. pertandingan olah raga atau jenis hiburan lain yang diselenggarakan untuk kegiatan
amal;
d. momen khusus yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
e. penyelenggaraan pameran karya pendidikan, produk kerajinan tradisional, budaya
daerah, dan industri kreatif.

33 | P a g e
Pasal 14
(1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.
(2) Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

Pasal 15
(1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya
diterima oleh penyelenggara hiburan.
(2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk
potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan.

Pasal 16
(1) Tarif pajak ditetapkan sebesar:
a. tontonan film:

1. harga tiket masuk dengan harga di atas Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah)
ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen);
2. harga tiket masuk mulai harga Rp.10.000,- (sepuluh ribu rupiah) sampai dengan
Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen); dan
3. harga tiket masuk di bawah Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) ditetapkan sebesar
7,5% (tujuh koma lima persen).

b. pagelaran kesenian, musik, tari modern dan/atau busana ditetapkan sebesar 10% (sepuluh
persen) dari harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
c. binaraga dan sejenisnya ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari harga tiket
masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
d. pameran yang bersifat komersil ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen) dari harga tiket
masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
e. diskotik, karaoke, klab malam, pub, dan sejenisnya ditetapkan sebesar 35% (tigapuluh lima
persen) dari jumlah pembayaran atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
f. sirkus, akrobat, dan sulap ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga tiket masuk
atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
g. permainan bilyar dan boling ditetapkan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah uang
yang seharusnya diterima;

34 | P a g e
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan dewasa ditetapkan sebesar
25% (dua puluh lima persen) dari harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya
diterima;
i. panti pijat, refleksi dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
jumlah uang yang seharusnya diterima;
j. Khusus pusat kebugaran (fitness centre) ditetapkan sebesar 10% (Sepuluh persen) dari
jumlah uang yang seharusnya diterima;
k. pertandingan olah raga ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari harga tiket masuk
atau jumlah uang yang seharusnya diterima.

(2) Khusus untuk kontes kecantikan ditetapkan sebesar 35% (tigapuluh lima persen) dari
harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;
(3) Khusus untuk golf, baik golf driving maupun golf lapangan ditetapkan sebesar 10%
(sepuluh persen).
(4) Khusus untuk permainan ketangkasan anak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen) dari
harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;

Pasal 17
Besaran pokok Pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15.

3.1.2 Pajak Reklame

Pajak ReklamePasal 18, sebagai berikut :


(1)   Dengan   nama   pajak   reklame   dipungut   pajak   atas   setiappenyelenggaraan reklame.
(2)   Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
(3)   Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah sebagaiberikut:
a.   reklamepapan/billboard/videotron/megatrondansejenisnya;
b.reklame kain;
c.reklame melekat atau stiker;
d.reklame selebaran;
e. reklame berjalan termasuk  pada kendaraan;
f.reklame udara;

35 | P a g e
g.reklame film/slide;
h.reklame peragaan; dan
i.reklame tembok/dinding.

(4)   Tidak  termasuk  sebagai  objek  Pajak  Reklame  adalah  sebagaiberikut:
a.   penyelenggaraan  reklame  melalui  internet,  televisi,  radio,wartaharian,wartamingguan,wart
abulanan,dansejenisnya;
b.   label/merek produk yang melekat pada barang, yangdiperdagangkan,yangberfungsiuntukme
mbedakan  dariproduk sejenis lainnya;
c.nama  pengenal  profesi,  perusahaan,  produk  usaha  yangdihasilkanyangdipasangmelekatpad
abangunanataudiatas tanahdalampersil dan diselenggarakan sesuaidengan
ketentuanyang mengatur nama pengenal tersebut,
denganketentuantidakmelebihi2 m2(dua meter persegi);
d.reklameyangdiselenggarakanolehPemerintahatauPemerintah Daerah; dan
e.reklame yang dipasang untuk kegiatan-kegiatan amal dansosialpadalokasiyangdiperbolehkan.

Pasal 19, sebagai berikut :


(1)   Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yangmenggunakan reklame.
(2)   Wajib  Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yangmenyelenggarakan reklame.
(3)   Dalam  hal  reklame  diselenggarakan  sendiri  secara  langsungoleh orangpribadiataubadan,
wajib Pajak Reklame adalahorang pribadi atau badan tersebut.
(4)  Dalam hal reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihakketigatersebutmenjadiWajibPa
jakReklame.

Pasal 20, sebagai berikut :


(1)  Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah NSR.
(2)  NSR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan atasNJOR dan NSPR.
(3)  Terhadap NSR di dalam ruangan (indoor) ditetapkan sebesar75%dariNilaiSewaReklamedi 
luar ruangan (outdoor).
(4)  Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, NSRsebagaimanadimaksudpadaay
at(1)ditetapkanberdasarkan nilai kontrak Reklame.
(5)  DalamhalReklamediselenggarakansendiri,NSRsebagaimanadimaksud padaayat(1)ditetapk
andenganmemperhatikanfaktor jenis, bahan yang digunakan, lokasipenempatan,waktu,jan
gkawaktupenyelenggaraan,jumlah, danukuranmediaReklame.

36 | P a g e
(6)  Dalam hal  NSR sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidakdiketahuidan/ataudianggaptida
kwajar,NSR  ditetapkandengan  menggunakan  faktor-faktorsebagaimanadimaksudpada a
yat (5).
(7)  PerhitunganNSRsebagaimanadimaksudpadaayat(5)dengancaramenambahkanNilaiJualObj
ekReklamedenganNilaiStrategisPemasanganReklame.
(8)  HasilPerhitunganNSRsebagaimanadimaksuddalamayat(7)ditetapkan
denganPeraturanWalikota.

Pasal 21, sebagai berikut :

(1)  NJOR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2),dihitungberdasarkanukuranreklame
,hargadasarukuranreklame, ketinggian, dan harga dasar ketinggian reklame.
(2)  Harga dasarukuran dan harga dasar ketinggian seluruhjenisreklamesertacaraperhitunganny
adiaturdenganPeraturanWalikotadan khusus untuk naskah reklamerokokditetapkanlebihb
esar dibandingkan harga dasarnaskah reklame lainnya.

Pasal 22, sebagai berikut :

(1)  NSPR   sebagaimana   dimaksud   dalam   Pasal   20   ayat   (2)dihitungberdasarkanNilaiF
ungsiRuang(NFR)pada lokasipemasangan,Nilai SudutPandang(NSP)danNilai FungsiJalan
(NFJ).
(2)  Ketentuan lebih lanjut tentang harga dasar NSPR serta tatacaraperhitungannyadiaturdenga
nPeraturanWalikota.

Pasal 23, sebagai berikut :


Tarif   Pajak   Reklame   ditetapkan   sebesar   25%   (dua   puluh   limapersen).

Pasal 24, sebagai berikut :

37 | P a g e
BesaranpokokPajakReklameyangterhutangdihitungdengancaramengalikantarif
sebagaimanadimaksuddalam Pasal23dengandasarpengenaanpajaksebagaimanadimaksuddalamP
asal 20

Pasal 25, sebagai berikut :

(1)   Dengan nama pajak  penerangan jalan dipungut  pajak atas setiappenggunaantenagalistrik,baik
yangdihasilkan sendiri maupunyang diperoleh dari sumber lain.
(2)   Objek   Pajak   Penerangan   Jalan   adalah   penggunaan   tenagalistrik,baikyangdihasilkanse
ndirimaupunyangdiperoleh darisumber lain.
(3)   Listrik  yang  dihasilkan  sendiri  sebagaimana  dimaksud  padaayat(2)meliputiseluruhPemba
ngkitlistrik.
(4)   Dikecualikan dari obyek Pajak Penerangan Jalan sebagaimanadimaksudpadaayat(2)adalahse
bagai berikut:
a.  penggunaan  tenaga  listrik  oleh  instansi  Pemerintah  atauPemerintah Daerah;
b.  penggunaantenagalistrikpadatempat-
tempatyangdigunakanolehkedutaan,konsulat,danperwakilanasingdengan asas timbal bali
k;
c.  penggunaan tenaga   listrik   yang dihasilkan sendiri dengankapasitastertentuyangtidakme
merlukanizindariinstansiteknis terkait;
d.  penggunaan  tenaga  listrik  yang  berasal  dari  bukan  PLNdengankapasitastidakmelebih
i200(dua ratus) kVA;
e.  penggunaan tenaga listrik untuk kepentingan sosial dengandayalistriksampaidengan200(d
ua ratus)kVA;
f.   penggunaan tenaga listrik untuk kepentingan rumah tanggadengandayalistriksampaideng
an450  (empat  ratus  limapuluh) VA.

Pasal 26, sebagai berikut :

(1)   SubjekPajakPeneranganJalanadalah orangpribadi ataubadanyangdapatmenggunakantenagal
istrik.
(2)   Wajib Pajak Penerangan Jalan adalah orang pribadi atau badanyangmenggunakantenagalist
rikbaikyangdihasilkansendirimaupun yang diperoleh dari sumber lain.

38 | P a g e
(3)   Dalam  hal  tenaga  listrik  disediakan  oleh  sumber  lain,  WajibPajakPeneranganJalanadala
hpenyediatenagalistrik.

Pasal 27, sebagai berikut :

(1)   Dasar  pengenaan  Pajak  Penerangan  Jalan  adalah  Nilai  JualTenaga Listrik.
(2)   Nilai Jual Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan:
a.Dalam  hal  tenaga  listrik  berasal  dari  sumber  lain  denganpembayaran,
NilaiJualTenagaListrikadalah jumlahtagihanbiayabeban/tetapditambahdenganbiayapema
kaiankWh/variabelyangditagihkan dalamrekeninglistrik;
b.dalam hal tenaga listrik dihasilkan sendiri, Nilai Jual TenagaListrikdihitungberdasarkankep
asitastersedia,tingkatpenggunaanlistrik, jangka  waktu  pemakaian  listrik,  danharga satua
n listrik yang berlaku di Daerah.

Pasal 28, sebagai berikut :

(1)   Tarif  Pajak Penerangan Jalan ditetapkan untuk penggunaan:
a.  Penggunaan  tenaga  listrik  yang  berasal  dari  PLN  untukgolonganS3ditetapkansebe
sar3%(tiga persen);
b.  Penggunaan  tenaga  listrik  yang  berasal  dari  PLN  untukgolongan R1dengandaya 9
00(sembilan  ratus)VA keatas sertagolongan R2dan R3ditetapkansebesar6%(enam pers
en);
c.  Penggunaan  tenaga  listrik  yang  berasal  dari  PLN  untukgolonganB1sampaidengan
B2ditetapkansebesar6%(enam persen);
d.  Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untukgolonganB3ditetapkansebesar6
% (enam persen);
e.  Penggunaan  tenaga  listrik  yang  berasal  dari  PLN  untukgolonganI.1ditetapkansebe
sar2,5%(dua  koma  limapersen); dan
f.   Penggunaan tenaga listrik yang berasal dari PLN untukgolonganI.2sampaidenganI.4di
tetapkansebesar3%(tiga persen).

(2)   Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif PajakPeneranganjalanditetapkansebes
ar1,5%  (satu koma limapersen).

39 | P a g e
Pasal 29, sebagai berikut :

(1)   Besaran pokok Pajak Penerangan Jalan yang terutang dihitungdengancaramengalikantarif s
ebagaimanadimaksuddalamPasal28dengandasarpengenaanpajaksebagaimanadimaksuddala
m Pasal 27.
(2)   Hasil penerimaan Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikanUntukpenyediaanpeneranga
njalan.

3.1.3 Kajian atas Pajak Hiburan

Undang- Undang No. 28 Tahun 2009 Pasal 45 ayat 2 :

40 | P a g e
“Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik,
karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif
Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).”

Perda Kota Bandung No. 20 Tahun 2011 Pasal 16 ayat (1) e, dan i dan ayat (2) :

(1) “ e. diskotik, karaoke, klab malam, pub, dan sejenisnya ditetapkan sebesar 35%
(tigapuluh lima persen) dari jumlah pembayaran atau jumlah uang yang seharusnya
diterima;”
“ i. panti pijat, refleksi dan mandi uap/spa ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen)
dari jumlah uang yang seharusnya diterima;”

(2)“ Khusus untuk kontes kecantikan ditetapkan sebesar 35% (tigapuluh lima persen) dari
harga tiket masuk atau jumlah uang yang seharusnya diterima;”

APBD 2014 Kota Bandung Ditetapkan Rp 5,16 Triliun


41 | P a g e
 Peraturan Daerah (Perda) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota
Bandung sudah ditetapkan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
sudah menyetujui APBD ini.
 Dalam putusannya, pemerintah menganggarkan pendapatan sekira Rp 4,732 triliun
dan belanja sekira Rp 5,16 triliun. Artinya, pemerintah memperkirakan terjadi defisit
sebesar Rp 427,4 miliar. Namun, defisit ini akan tertutupi melalui sisa lebih
perhitungan anggaran (silpa) tahun anggaran sebelumnya.
 Ketua Pansus APBD Eko Sesotyo di Kota Bandung (25/12/2013) mengatakan
pendapatan dalam anggaran ini terdiri dari pendapatan asli daerah (PAD) Rp 1,7
triliun, dana perimbangan Rp 1,9 triliun, dan pendapatan daerah lainnya yang sah Rp
1,02 triliun. Sementara itu, belanja terdiri dari belanja tidak langsung Rp 2,5 triliun
dan belanja langsung Rp 2,6 triliun.
 Dalam pembahasan, dewan meminta pemerintah eksekutif memaksimalkan potensi
yang ada. Meski ada prediksi peningkatan PAD, menurut Eko masih ada potensi yang
bisa dioptimalkan.
 Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengapresiasi persetujuan dewan atas perda
APBD. Dia juga berharap bisa segera realisasikan APBD sesuai kerja yang sudah
direncanakan. (A-199/A-88)***
(Sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/node/263695)

3.1.3 Pertanyaan :

Kenapa pajak hiburan di Perda Kota Bandung berupa pagelaran busana, kontes
kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi
uap/spa, tarif Pajak Hiburan ditetapkan sebesar 35%, padahal Undang – Undang PDRD
memberikan tarif setinggi tingginya 75% ? Padahal APBD Kota Bandung untuk tahun 2014
mengalami defisit, kenapa Pemkot Bandung tidak menaikan tarif sehingga menggunakan tarif
maksimal untuk Pajak Hiburan?

Jawaban menurut kami :

42 | P a g e
No Aspek yang dikaji Keterangan
( diposisikan sebagai tax planner kota Bandung)

1. Economics/Ekonomi - Untuk menghindari pekerja di sektor ini akan dibayar lebih rendah
karena perusahaan dibebani pajak hiburan yang relatif tinggi
- Untuk menghindari penurunan pendapatan pengusaha diskotik,
karoke dan sejenisnya, yang pada akhirnya akan menurunkan
pendapatan pajak untuk Pemkot Bandung.
- Sebagai stimulus kepada investor untuk menanamkan investasi di
Kota Bandung dibidang usaha diskotik, karoke dan sejenisnya.
- Pengusaha diskotik,karoke dan sejenisnya yang telah ada (exsting)
dapat mengembangkan usahanya dengan membuka cabang –
cabang baru di Kota Bandung, dan dapat menyerap tenaga
kerja,

2. Environmental/ -
Lingkungan

3. Social and Cultural/ -


Sosial dan Budaya

4. Crowding and -
Congestion
/Keramaian dan
Kemacetan

5. Services/ Pelayanan Menghindari meningkatnya biaya pelayanan

6. Taxes/ Perpajakan - Menghindari penggelapan pajak oleh Wajib Pajak.


- Optimalisasi pajak daerah lainnya.
- Pajak diskotik, karoke dan sejenisnya di Kota besar lainnya
seperti Surabaya 35%, Yogyakarta 25%, Jakarta 20% (berita
terkini akan naik 10% sd. 35%), dan Denpasar 10%.

No Aspek yang dikaji Keterangan


( diposisikan sebagai tax planner kota Bandung)

7. Community Masyarakat kota Bandung dapat menikmati sarana hiburan


Attitude/ Perilaku diskotik, karoke dan sejenisnya yang pada akhirnya dapat

43 | P a g e
Masyarakat mengurangi tingkat strees masyarakat Kota Bandung.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

44 | P a g e
Kesimpulan dan saran dapat kami berikan Rekomendasi atas tarif pajak
diskotik , karoke dan sejenisnya :
 Pajak diskotik dan sejenisnya dapat dinaikan dengan sistim cluster berdasarkan usia
pengunjung sebagai berikut :

No Usia Tarif Pajak


.

1. Usia 17thn- usia 30thn 75%

2. Usia 31thn- usia 40thn 50%

3. Usia 41thn- usia 55thn 40%

4. Usia 56thn keatas 35%

Sistim cluster tarif pajak dilakukan untuk menekan pengunjung usia muda menikmati
hiburan jenis ini, dikarenakan pengunjung usia muda belum dapat menyaring dengan baik
dampak negatif dari hiburan jenis ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. 2008. Perpajakan edisi Revisi. Andi Penerbit. Yogyakarta.

Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor. 20 Tahun 2011.


45 | P a g e
Republik Indonesia. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 28 tahun 2009.

Undang – Undang Nomor 22 tahun 2011 pasal 79 Tentang Pajak Asli Daerah.

Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 42, Tentang Pajak Hiburan.

M.P. Siahaan. 2013. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Rajawali Pers Penerbit. Jakarta.

http://www.pikiran-rakyat.com/node/263695.

.
.
 

46 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai