Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah


Otonomi daerah adalah kewenangan dan kewajiban setiap daerah otonom dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan selanjutnya direvisi kembali menjadi Undang-Undang Nomor
28Tahun 2009 tentang pemerintahan daerah. Konsekuensi dari penerapan otonomi daerah
yaitu setiap daerah dituntut untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) guna
membiayai urusan rumah tangganya sendiri.Peningkatan ini ditujukan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik sehingga dapat menciptakan tata pemerintahan yang lebih baik
(good governance).Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan
penerimaan dari sumbersumber penerimaan daerah, salah satunya dengan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah beberapa
pos pendapatan asli daerah harus ditingkatkan antara lain pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah.
Komponen pendapatan asli daerah yang mempunyai peranan penting terhadap
kontribusi penerimaan adalah pajak daerah.Pemerintah daerah hendaknya mempunyai
pengetahuan dan dapat mengidentifikasi tentang sumber-sumber pendapatan asli daerah
yang potensial terutama dari pajak daerah. Apabila tidak memperhatikan dan mengelola
pajak daerah yang potensial maka pengelolaan tidak akan efektif, efisien dan ekonomis.
Pada akhirnya akan merugikan masyarakat dan pemerintah daerah sebagai pemungut,
karena pajak daerah tidak mengenai sasaran dan realisasi terhadap penerimaan daerah yang
optimal.
Pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber pendapatan (budgetary
function) yang utama dan juga sebagai alat pengatur (regulatory function).Pajak sebagai
salah satu sumber pendapatan daerah digunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran pemerintah. Melihat dari fenomena tersebut dapat diketahui pentingnya pajak
bagi suatu daerah, terutama dalam menyokong pembangunan daerah itu sendiri dan
merupakan pemasukan dana yang sangat potensial karena besarnya penerimaan pajak akan
meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk, perekonomian dan stabilitas politik.
1

Pengelolaan keuangan daerah di Kota Surabaya memasuki paradigm baru


dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah dan Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2008 tentang
pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah, dimana daerah diberikan kewenangan untuk
mengelola sendiri kegiatannya yang meliputiperencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Atau dengan kata lain,
daerah berhak mengatur sumber daya daerahnyauntuk pencapaian perencanaan yang
diharapkan. Dimana otonomi daerah memiliki peran sebagai upaya pemberdayaan daerah
untuk mengambil keputusan sesuai dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri.
Persoalan reklame di Kota Surabaya saat ini masih terus mendapat sorotan.
Selain persoalan penataan reklame yang masih sangat kompleks dan semrawut, jumlah
penunggak pajak reklame masih banyak.Bahkan, pada akhir tahun lalu, pemkot sempat
rugi karena tunggakan mencapai Rp 20 miliar.Rata-rata yang menunggak pajak itu adalah
papan pariwara jenis reklame permanen(JawaPos.com/tgl 23/03/15). Berdasarkan data
yang dihimpun dari surat kabar Surabaya Pagi, bahwa perolehan pajak asli daerah (PAD)
reklame dalam tujuh tahun terakhir, sebenarnya meningkat. Tahun 2007 tercatat Rp 45,8
miliar, tahun 2008 Rp 51,9 miliar, tahun 2009 Rp 75,6 miliar, tahun 2010 Rp 98,7 miliar,
tahun 2011 Rp 90,2 miliar dan tahun 2012 mencapai Rp 117,6 miliar. Sayangnya, pada
tahun 2013 justru melorot menjadi Rp 114,6 miliar (SurabayaPagi.com/Selasa, 18 Feb
2014).
I.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana kontribusi pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah Kota Surabaya?
b. Bagaimana efektivitas penerimaan pendapatan asli daerah dari pajak reklame?

II.

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Pajak


Pajak dalam istilah asing disebut: tax (Inggris); import contribution, taxe, droit
(Perancis); Steuer, Abgabe, Gebuhr (Jerman); impuesto contribution, tributo, gravemen,
tasa (Spanyol) dan belasting (Belanda) (Safri, 2003:12). Pengertian pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakanuntuk membayar pengeluaran (Soemitro; dalam waluyo, 2009:1).
II.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Secara garis besar pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu hasil yang
diperoleh dari Pemerintah Pusat yang dapat diukur dengan uang karena wewenangnya
diberikan kepada masyarakat yang berupa hasil Pajak Daerah dan retribusi daerah, hasil
Perusahaan Milik Daerah dan pengelolaan kekayaan daerah serta pendapatan daerah lainlainyang sah.Semakin tinggi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) semakin baik pula
kemampuan dalam melaksanakan pembangunan. Dan semakin tinggi kontribusi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total penerimaan daerah maka semakin mandiri
suatu daerah tersebut. Karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan tolok ukur
kemampuan dari suatu daerah dalam mengatur penerimaan dana dari masyarakat untuk
kegiatan pembangunan daerah.
II.3. Pajak Daerah
Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah UndangundangNo. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah
diatur terakhir dengan Undang-undang No. 28 Tahun 2009. Menurut Undang-Undang No.
28 Tahun 2009, Peraturan Daerah Kota SurabayaNomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah dan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010, yang dimaksud dengan
Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
3

keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Adapun jenis-jenis pajak


daerah yaitu: Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan;Pajak Reklame; Pajak
Penerangan Jalan; Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C;Pajak Parkir; Pajak Air
Tanah; Pajak Sarang Burung Walet; Pajak Bumi dan BangunanPerdesaan dan Perkotaan;
dan Bea Pelolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
II.4. Pajak Reklame
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 tahun
2010 Tentang Perhitungan Nilai Sewa Reklame, yang dimaksud Pajak Reklame adalah
pajak atas penyelenggaraan reklame. Dan yang dimaksud dengan reklame yaitu benda, alat
perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial
memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum
terhadap barang, jasa, otang atau badan, yang dapat dilihat, dibaca, didengar, dirasakan,
dan /atau dinikmati oleh umum. Dasar hukum pajak reklame adalah Nilai Sewa Reklame.
II.5. Subjek dan Objek Pajak Reklame
Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 Tahun 2010 tentang
Perhitungan Nilai Sewa Reklame, yang disebut sebagai subjek pajak reklame adalah orang
pribadi atau badan hukum yang menyelanggarakan atau memesan reklame. Sedangkan
objek pajak reklame adalah semua penyelanggaraan reklame, yang meliputi: Reklame
papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya; Reklame kain; Reklame melekat,
stiker; Reklame selebaran; Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan; Reklame udara;
Reklame apung; Reklame suara; Reklame film/slide; dan Reklame peragaan. Menurut
penyelenggaraannya, reklame dibagi menjadi: reklame permanen yaitureklame megatron
dan reklame papan dengan luas bidang 8 m (delapan meter persegi) kebawah yang
diselenggarakan di persil atau reklame berjalan; reklame terbatas yaitu reklame megatron
dan papan dengan luas bidang lebih dari 8 m (delapan meter persegi) yang
diselenggarakan di lokasi persil atau reklame megatron dan reklame papan yang
diselenggarakan di lokasi bukan persil; dan reklame insidentil yaitu baliho, kain, reklame

peragaan, reklame selebaran, reklame melekat, reklame film, reklame udara, reklame
apung, dan reklame suara.
II.6. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Reklame
Menurut Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 tahun 2010 Tentang
PerhitunganNilai Sewa Reklame, dasar pengenaan pajak reklame adalah sebesar Nilai
Sewa Reklame, yang dihitung berdasarkan penjumlahan nilai jual objek pajak reklame
yang meliputi, nilai perolehan harga/biaya pembuatan reklame; biaya pemasangan reklame;
dan biaya pemeliharaan reklame terhadap nilai strategis penyelenggaraan reklame yang
meliputi, gunalahan; ukuran reklame; sudut pandang; kelas jalan; dan harga titik/lokasi
pemasangan reklame. Tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25% dari nilai sewa reklame.
Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 70 tahun 2010 Tentang Perhitungan
Nilai

Sewa

Reklame,

adapun

Rumus

Nilai

Sewa

Reklame

(NSR)

adalah

denganmenjumlahkan NJOR (Nilai Jual Objek Pajak Reklame) yaitu seluruh pembayaran
atau pengeluaran biaya-biaya oleh pemilik dan/atau penyelenggara reklame dengan NSPR
(NilaiStrategis Pemasangan Reklame) yaitu ukuran nilai yag ditetapkan pada titik lokasi
pemasangan reklame. Adapun cara perhitungan besarnya pajak reklame yang terutang yaitu
dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan dasar pengenaan pajak reklame yang
dirumuskan sebagai berikut:
Pajak Reklame = Tarif Pajak Reklame x Dasar Pengenaan Pajak
Pajak Reklame = 25% x (NJOR + NSPR)
Untuk mengetahui tinggi rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor
pajakreklame dapat dilihat dari hasil jumlah keseluruhan realisasi pendapatan pajak
reklame dari masing-masing tahun. Sedangkan untuk mengetahui besarnya kontribusi
pajak reklameterhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya selama satu tahun,
dapat dihitung dengan mengunakan rumus (Abdul Halim:2001, dalam Agus dan
Suhartiningsih: 2008):

pajak daerah dikatakan efektif jika 100 %. Efektifitas dapat diukur dengan menggunakan
rumus (Abdul Halim:2001, dalam Agus dan Suhartiningsih: 2008):

II.7. Tata

Cara

Pembayaran Pajak Reklame


Tanggal jatuh tempo pembayaran SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat
Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding ditetapkan 30
(tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkan. Bagi penyelenggaraan reklame insidentil,
pembayaran dilakukan pada saat proses pengajuan izin. Pembayaran pajak dilakukan di
Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjukoleh Kepala Daerah, sesuai waktu yang
ditentukan dalam SKPD,SPTPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan dan Putusan Banding. Apabila pembayaran pajak
dilakukan di tempat lain yang ditunjuk hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah
paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam. Pembayaran pajak dilakukan dengan
menggunakan SSPD. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran pajak jatuh pada hari libur
maka pembayaran pajakdapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran pajak
harus dilakukan sekaligus atau lunas. Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan
kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktutertentu, setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan.Angsuran pembayaran harus dilakukan secara
teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan
darijumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Kepala Daerah dapat memberikan
persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu
6

yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga
2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yangbelum atau kurang dibayar. Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta
tata cara pembayaran angsuran dan menunda pembayaran pajak diatur dengan Peraturan
Kepala Daerah.
II.8. Sanksi Atas Penyelenggaraan Pajak Reklame
Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keteranagan yang tidak benar
sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurung paling lama 1
(satu) tahun danatau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. WP
yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah di ancam
pidana kurungan paling lama 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang
di bayar. Dalam penyelenggaraan reklame sendiri ada beberapa sanksiyang akan diberikan
pada badan atau orang pribadi jika melanggaraturan. Pemberian sanksi tidak hanya di
berikan untuk pelanggaran penggunaan tapi juga pada badan atau orang pribadi yang izin
reklamenya telah di cabut dan tidak berlaku lagi.Izin penyelenggaraan reklame di cabut
dan di nyatakan tidak berlaku lagi apabila pada reklame tersebut terdapat perubahan jenis,
ukuran, ketinggian, titikdan konstruksi sehingga tidak sesuai dengan izin yang diberikan.
Penyelenggara reklame tidak mengasuransikan reklame sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 ayat (7), 3 (tiga) bulan setelah izin diterbitkan. Sebelum pencabutan izin, Kepala
Daerah terlebih dahulu menerbitkan Surat Peringatan kepada penyelenggara reklame.
Terhadap pencabutan izin maka atas pajak dan retribusi yangsudah dibayar tidak boleh
dilakukan kompensasi atau restitusi. Apabila izin telah dicabut maka perizinan lainnya
yang berkaitan dengan penyelenggaraan reklame dinyatakan tidak berlaku.Kepala Daerah
berwenang untuk memberikan sanksi berupa pemberian tanda silang pada materi reklame
dan/atau mempublikasikan di media massa bagi :
a. penyelenggaraan reklame yang telah dicabut izinnya;
b. penyelenggaraan reklame yang tidak memiliki izin atautelah berakhir masa izinnya.
Kepala Daerah dapat melimpahkan kewenangan pencabutan izin, pemberian
sanksi tanda silang dan publikasi kepada Pimpinan UnitKerja terkait. Reklame yang telah

dicabut izinnya atau yang telahberakhir masa izinnya harus sudah dibongkar oleh
penyelenggara dalam jangka waku 7 (tujuh) hari setelah izin dicabut atau setelah masa
izinnya

berakhir. Jika

dalam

hal

penyelenggara

reklame

tidak

melaksanakan

pembongkaran sedangkan izinnya sudah berakhirmaka Kepala Daerah berwenang untuk


melakukan pembongkaran yang dimaksud. Kepala Daerah juga berwenang untuk
membongkar reklame yang tidak memiliki izin. Pembongkaran reklame karena telah
dicabut izinnya atau karena masa izinnya, berakhir dilakukan oleh Kepala Daerah dengan
menggunakan Biaya Jaminan Bongkar. Reklame yang dibongkar oleh Kepala Daerah harus
diambil oleh penyelenggara reklame paling lambat dalam jangka waktu 3 x 24 jam sejak
tanggal pembongkaran. Apabila batas waktu, telah terlampaui, maka reklame tersebut
menjadi milik Pemerintah Daerah.
II.9. Kadaluarsa Penagihan Pajak
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah melampaui jangka
waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila WP melakukan
tindak pidana dibidang perpajakan daerah. Kadaluarsa pajak tertangguh apabila :
a. Diterbitkan surat tungguh atau surat paksa, atau;
b. Ada pengakuan utang pajak dari WP baik langsug maupuntidak langsung. Pengakuan
utang pajak secara langsungadalah WP dengan kesadarannya menyatakan masih
mempunyai utang pajak dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
Pengakuan utang secara tudak langsung dapat diketahui dari pengajuuan prmohonan
angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh WP. Hak untuk
melakukan penagihan retribusi, kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga)
tahun terhitung sejak saat terhutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi
melakukan tindak pidana di bidang retribusi.
Kadaluarsa penagihan retribusi tertangguh apabila :
a. Diterbitkan surat teguran, atau;
b. Ada pengakuan retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.
II.10.

Pembukuan Dan Pemeriksaan


WP yang memenuhi kreteria tertentu wajib menyelenggarakan pembukuan.

KrIteria WP yang wajib menyelenggarakan pembukuandan tata cara pembukuan diatur

oleh Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, nilai peredaran Rp.300.000.000 menjadi batas
wajib pembukuan. Kepala daerah berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan kewajiban retribusi yang di
periksa wajib:
a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak atau objek retribusi
yang terutang;
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atauruang yang di anggap perlu dan
memberi bantuan guna memberi kelancaran pemeriksaan;
c. Memberikan keterangan yang diperlukan.

III.
II.11.

PEMBAHASAN

Efektifitas Pajak Reklame


Berikut ini adalah tabel target dan realisasi Pajak Reklame Kota Surabaya tahun

2009 2013:

Dari tabel di atas, bisa diketahui tingkat efektifitas pajak reklame terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya pada tahun 2009 sebesar 88,71%, pada tahun 2010
tingkat efektifitasnya sebesar 82,95%, pada tahun 2011 tingkat efektifitasnya sebesar
71,61%. Dengan kriteria belum efektif untuk kurun waktu tahun 2009 2011. Sementara
tingkat efektifitas pada tahun 2012 sebesar 104,07%, dan pada tahun 2013 tingkat
efektifitasnya sebesar 100,44%. Dengan kriteria Sangat efektif untuk kurun waktu tahun
2012 2013. Perhitungan efektivitas berdasarkan target dilakukan dengan cara
membandingkan realisasi pemungutan Pajak Reklame dengan target pemungutan Pajak
Reklame. Pertumbuhan Pajak Reklame di Kota Surabaya dapat fluktuatif jika dilihat dari
tabel di atas. Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2009 sampai
dengan tahun 2013 target tertinggi didapatkan pada tahun 2012 yaitu 104,07% dengan
kategori sangat efektif. Sedangkan pencapaian minimum pada tahun 2011 yaitu 71,61%
dengan kategori belum efektif. Untuk rata-rata efektivitas Reklame yaitu sebesar 89,13%
yang menurut kriteria berarti belum efektif pemungutannya.

II.12.

Kontribusi Pajak Reklame


10

Pajak

reklame

dapat

pula

diartikan

sebagai

pungutan

daerah

atas

penyelenggaraan reklame. Dimana penyelenggaraan reklame tersebut meliputi reklame


papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya, reklame kain, reklame melekat
(sticker), reklame selebaran, reklame berjalan (termasuk pada kendaraan), reklame udara,
reklame apung, reklame suara, reklame film/slide dan reklame peragaan. Dan yang tidak
termasuk objek pajak reklame adalah (a) penyelenggaraan reklame melalui internet,
televisi, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya, (b) label/ produk yang melekat
pada barang yang diperdagangkan, yang berfungi untuk membedakan dari produk sejenis
lainnya,(c) nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan
tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama
pengenal usaha atau profesi tersebut, (d) reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah, (e) penyelenggaraan Reklame lainnya yang ditetapkan dengan
peraturan daerah. Berikut ini adalah tabel target dan realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota
Surabaya tahun 2009 - 2013.

Berdasarkan tabel di atas, bisa diketahui kontribusi pajak reklame terhadap


Pendapatan Asli Daerah Kota Surabaya pada tahun 2009 sebesar 7,86%, pada tahun 2010
kontribusinya sebesar 9,19%, pada tahun 2011 kontribusinya sebesar 6,06%, pada tahun
2012 kontribusinya sebesar 6,34%, dan pada tahun 2013 kontribusinya sebesar 5,22%.
Dengan kriteria sangat kurang untuk kurun waktu tahun 2009 2013.Berdasarkan analisis
kontribusi Pajak Reklame terhadap Pendapatan Daerah menunjukkan angka yang sangat
kurang yaitu kurang dari 10%. Dari hasil perhitungan ini dapat diketahui bahwa kontribusi

11

terbesar terjadi pada tahun 2010 yakni sebesar 9.19% dan terendah pada tahun 2013 yakni
sebesar 5.22%. Sedangkan rata-rata kontribusi pajak reklame adalah sebesar 6.56% yang
menurut kriteria berarti sangat kurang atau rendah. Hal ini dikarenakan dalam kurun waktu
2011 sampai dengan tahun 2013 terjadi peningkatan signifikan dalam penerimaan pajak
BPHTB yang disebabkan oleh pengalihan BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Daerah/ Pemerintahan Kota berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, yang mulai
diberlakukan sejak 1 Januari 2011.
II.13.

Rekomendasi
Dilihat dari potensinya, seharusnya pajak reklame dapat memberikan kontribusi

yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya. Namun karena masih
banyak Wajib Pajak yang belum memiliki kesadaran untuk membayar pajak reklame
menyebabkan penerimaan dari pajak reklame tersebut kurang maksimal, atau tidak sesuai
dengan yang ditargetkan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak
daerah dari sektor pajak reklame yaitu adanya penataan kembali ruang milik jalan (jalur
hijau) yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya sehingga mengakibatkan
penerimaan pajak reklame turun pada tahun 2011. Penataan kembali ruang milik jalan
tersebut bertujuan untuk mengurangi reklame-reklame yang tidak memiliki ijin ataupun
reklame yang sudah habis masa pajaknya.
Kebijakan pungutan pajak atas penyelenggaraan reklame di Kota Surabaya pada
dasarnya telah memberikan kontribusi terhadap Penerimaaan Asli Daerah walaupun masih
rendah. Penerimaan pajak reklame dalam kurun waktu tahun 2009 sd. 2013 terjadi trend
penurunan dari 7-9 % menjadi 5-6 %. Walapun dari sisi nilai rupiah yang diterima
Pemerintah Kota Surabaya terjadi kenaikan hampir 2 kali lipat sejak tahun 2009. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan kontribusi pajak reklame terhadap pendapatan asli daerah
kota Surabaya, maka efektivitas penerimaan pajak reklame melalui kebijakan pungutan
pajak dari reklame ini sebaiknya tetap dilaksanakan dan ditingkatkan pelaksanaannya.

12

Kendala-Kendala Dalam Pembayaran Pajak Reklame. Dalam masalah ini, untuk


mencari tahu kendala-kendala apa yang ditemui dalam pembayaran Pajak Reklame, penulis
mencari informasi dari berbagai sumber. Kendala-kendala yang dijumpai yaitu :
1. Tingkat Pengetahuan Wajib Pajak Reklame yang masih rendah
Dalam masalah ini, penulis melihat bahwa Wajib Pajak Reklame dalam bidang
pengetahuan tentang Pajak Reklame masih kurang, kekurangannya dapat dilihat dari
banyaknya Wajib Pajak Reklame yang tidak mengetahui dasar hukum dari Pajak
Reklame. Dilihat dari dasar hukum Pajak Reklame, Wajib Pajak Reklame hanya
mengetahui segelintir dari undang-undang ataupun peraturan pemerintah yang mengatur
tentang Pajak Reklame. Jadi dalam kasus ini dapat dilihat bahwa, Wajib Pajak Reklame
hanya terfokus pada proses pembayaran Pajak Reklame saja.
2. Tingkat Kesadaran Wajib Pajak Reklame masih kurang
Sebagaimana pengertian Pajak itu sendiri adalah iuran yang tanpa imbalan langsung
yang dapat ditunjuk, menyebabkan Wajib Pajak mempunyai pandangan negatif terhadap
pajak. Hal ini sangat merugikan karena dalam jangka pendek, strategi Pemerintah
Daerah dalam meningkatkan penerimaan pajak adalah meningkatkan jumlah Wajib
Pajak tidak terkecuali pada Pajak Reklame. Sangat disesalkan seandainya Wajib Pajak
yang kian bertambah tersebut ternyata memiliki pandangan negatif terhadap pajak
(dalam hal ini Pajak Reklame). Wajib Pajak Reklame tidak sepenuhnya menyadari
bahwa, dengan membayar Pajak Reklame maka pemasukan ke kas daerah berjalan
lancar, otomatis segala program rencana pembangunan oleh pemerintah daerah dapat
terealisasi. Dengan begitu Wajib Pajak Reklame telah merasakan hasil dari pembayaran
pajaknya sendiri.
3. Tingkat Kesadaran Wajib Pajak Dalam hal izin Perpanjangan Masa
Penyelenggaraan Reklame bila ditelusuri lebih jauh wilayah Kota Surabaya, dapat
dilihat masih banyak penyelenggaraan reklame yang sebenarnya masa berlakunya telah
habis, tetapi masih tetap berdiri atau masih terpampang penyelenggaraan reklamenya,
contoh Reklame Papan Billboard yang masih berdiri, spanduk-spanduk yang masih
bergantungan, stiker-stiker yang masih melekat pada tembok-tembok atau tiang-tiang
listrik dan telepon sehingga merusak pandangan. Dari kasus ini dapat dilihat bahwa
Wajib Pajak Reklame yang penyelenggaraan reklamenya telah habis masa berlakunya
13

tidak ingin memperpanjang waktu penyelenggaraan reklamenya, tetapi ingin


penyelenggaraan reklamenya tetap berdiri. Mungkin dari kasus ini harus ada ketegasan
dari pihak Pemerintah Kota Surabaya, yaitu bila ada penyelenggaraan reklame yang
masa berlakunya telah habis, dan diikuti tidak ada perpanjangan reklame oleh
perusahaan penyelenggaraan reklame tersebut, maka Pemerintah Kota Surabaya berhak
untuk membongkar atau mencabut penyelenggaraan reklame tersebut.
4. Kurang Aktifnya Petugas Pendataan, Penagihan ataupun petugas yang berhubungan
langsung dengan Pajak Reklame.
Petugas sebagai pendata dilapangan tidak begitu memperhatikan data yang diberikan
oleh Wajib Pajak Reklame. Hal ini dapat diakibatkan kelalaian ataupun tidak disiplinnya
petugas untuk meninjau atas kebenaran data. Pajak yang disetor oleh Wajib Pajak
Reklame tidak sesuai dengan keadaan dilapangan yang sesungguhnya. Sedangkan
petugas penagihan hanya menunggu Wajib Pajak dalam membayar pajaknya, mereka
tidak langsung turun menagih terhadap Wajib Pajak yang telah lama menunggak
pajaknya.
5. Tidak mengetahui sebagian alamat Perusahaan yang menyelenggarakan reklame
Khusus Pajak Reklame dari berbagai Perusahaan, baik Perusahaan makanan, minuman,
rokok yang menyelenggarakan reklame sebagian tidak diketahui alamatnya. Jadi, untuk
penagihan Pajak Reklame dilapangan petugas mengalami kesulitan.
6. Kurang jelasnya tata letak lokasi penyelenggaraan reklame.
Hal ini disebabkan karena koordinasi antara Biro Periklanan dan Pemerintah Kota
Surabaya sangat kurang. Dimana Periklanan berkedudukan sebagai agen, perantara atau
wakil dari Wajib Pajak Reklame itu sendiri, sedangkan Pemerintah Kota Surabaya
merupakan perpanjangan tangan dari DISPENDA, yang bertugas untuk mengatur tata
letak tempat penyelenggaraan reklame. Kurang jelasnya tata letak lokasi tempat
penyelenggaraan reklame, membuat tempat-tempat penyelenggaraan reklame tidak
teratur dan pihak DISPENDA mengalami kesulitan dalam pendataan penyelenggaraan
Pajak Reklame. Biro Periklanan sepertinya tidak menyadari bahwa letak lokasi juga
berpengaruh pada jumlah pajak yang akandibayar. Mereka hanya terfokus dalam hal
pembayaran serta merasa bahwa dengan mendapat surat izin penyelenggaraan reklame
saja itu sudah cukup.
14

7. Serta hambatan-hambatan intern antara lain: masih kurangnya sumber daya manusia,
kurang optimalnya koordinasi dengan dinas yang saling terkait, kurangnya sarana dan
prasarana yang menunjang pelaksanaan pemungutan pajak reklame, belum semua titiktitik reklame yang dilelangkan berhasil terjual, masih banyaknya tingkat kebocoran
akibat pemasangan reklame ilegal.
Untuk memenuhi target yang diharapkan dan menghadapi kendala-kendala
diatas, pemerintah Kota Surabaya harus terus berusaha untuk menggali potensi-potensi
yang bisa dijadikan sebagai objek pajak reklame, selain itu pemerintah harus lebih bersikap
proaktif dalam usaha pemungutannya. Upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak
reklame, antara lain sebagai berikut :
1. DPPK kota Surabaya lebih intensif melakukan pengawasan dan secara berkala
melakukan pendataan objek-objek reklame serta menindaklanjuti hasil pendataan
dengan memberikan surat pemberitahuan atas reklame yang sudah habis masa pajaknya
atau yang terutang.
2. Memberikan pemberitahuan baik melalui surat tertulis atau melalui surat eletronik
(SMS, Email) untuk reklame permanen maupun terbatas yang akan habis masa
berlakunya (expired) dalam jangka waktu tertentu misalnya 3 (tiga) bulan sebelum
reklame habis berlaku (reminder) sebagai upaya meminimalisir wajib pajak lupa akan
kewajibannya.
3. Melakukan peninjauan kembali atas ukuran reklame yang didaftarkan dengan realitas
reklame yang sesungguhnya. Serta memberikan sanksi atau peringatan terhadap reklame
yang telah habis masa pajaknya, tidak memiliki ijin serta tidak membayar pajak.
Apabila surat pemberitahuan/peringatan tersebut tidak ada tanggapan dari wajib pajak,
maka akan diberikan surat teguran sebanyak tiga kali kemudian bisa dilakukan upaya
penyitaan terhadap WP.
4. Masih kurangnya petugas atau tenaga dari DPPK untuk melakukan pengawasan
dibanding jumlah reklame yang tersebar di Kota Surabaya maka perlu melakukan
koordinasi dengan dinas- dinas terkait seperti Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang
(DKCTR), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perhubungan, dan Dinas
Kebersihan dan Pertamanan (DKP) dengan melakukan survey bersama-sama (joint

15

survey) untuk penertiban reklame (khususnya reklame terbatas) dan mengecek


keberadaan reklame ynag diindikasikan bermasalah.
5. Melakukan kegiatan program jemput bola misalnya melakukan tagihan secara langsung
(door to door), pengenaan pajak terhadap reklame indoor di beberapa mall atau plaza.
Adapun upaya-upaya tersebut yang telah dilakukan oleh DPPK kota Surabaya
merupakan bentuk pengawasan terhadap reklame yang seharusnya memberikan potensi
yang besar sebagai salah satu penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih kurang
optimal apabila tidak dibarengi dengan peran serta masyrakat yang sadar akan kewajiban
pajaknya. Oleh karena itu, kesadaran wajib pajak serta pengetahuan wajib pajak akan pajak
reklame harus diperhatikan dan ditingkatkan.

16

IV.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan di atas, maka dapat diambil


kesimpulan yaitu sebagai berikut bahwa pemungutan pajak reklame tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Kota Surabaya,
akan tetapi penerimaan pajak reklame pada Kota Surabaya memiliki hubungan yang kuat
dan positif atau searah. Kecilnya kontribusi yang diberikan oleh pajak reklame terhitung
kecil akan tetapi memiliki potensi yang besar dilihat dari banyaknya jumlah reklame yang
tersebar di Kota Surabaya. Namun penerimaan pajak reklame dinilai tidak signifikan
dikarenakan faktor pembentuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya tidak hanya
dari pajak reklame saja sebagai salah satu pembentuk penerimaan dari pajak daerah
melainkan juga dari hasil retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.
Adapun saran yang dapat disampaikan kepada pihak yaitu Dinas Pendapatan dan
Pengelolaan Keuangan Kota Surabaya agar:
1. Meningkatkan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat, untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya peran serta masyarakat
dalam meningkatkan pajak reklame.
2. Menyederhanaan prosedur administrasi penyelenggaraan reklame, sehingga dapat
mempermudah masyarakat untuk membayar pajak, sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan membayar pajak. Serta mengembangkan aplikasi pajak online untuk
mempermudah wajib pajak.
3. Menambah petugas atau tenaga pengawas untuk melakukan peninjauan di lapangan,
peningkatkan kualitas dan profesionalisme sumber daya aparatur pengelola pajak
reklame, seperti misalnya dengan mengikutsertakan aparatnya dalam program-program
pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan daerah.
4. Memberikan sanksi yang tegas di bidang perpajakan bagi pelanggar pajak baik bagi
wajib pajak atau petugas pajaknya sendiri, sehingga segala bentuk kecurangan bisa
diminimalkan dan pemungutan pajak bisa dilaksanakan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA

17

Arditia, R. Analisis Kontribusi Dan Efektivitas Pajak Daerah Sebagai Sumber Pendapatan Asli
Daerahkota Surabaya. Universitas Negeri Surabaya
Gunawan, AM. 2015. Studi Deskriptif Tentang Efektifitas Pengawasan Perizinan Reklame di
Kota Surabaya. Universitas Airlangga. Surabaya
Rinawati, R. Analisis Pengaruh Pemungutan Pajak Reklame Terhadap Upaya Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya. Universitas Negeri Surabaya
Triantoro, A. 2010. Efektifitas Pemungutan Pajak Reklame Dan Kontribusinya Terhadap
Penerimaan Pajak Daerah Di Kota Bandung. Bandung

18

Anda mungkin juga menyukai