Anda di halaman 1dari 6

TERMS OF REFERENCES (TOR) / KERANGKA ACUAN KERJA

(KAK) PEMETAAN TITIK LOKASI POTENSI PAJAK HIBURAN

KOTA METRO

Disusun:

Ridho Ahadi 23116057


Serli Nopia 23117001
Dita Mulia Pangestika 23117020
Billa Shintia Syafitri 23117022
Raka Vatiady 23117040
Badarrudin 23117073

Program Studi Teknik Geomatika


Jurusan Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan
Institut Teknologi Sumatera

2020
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Kegiatan
1. Menentukan Besaran Pajak Tahunan dari Pajak Hiburan
2. Pemetaan Titik Sebaran Lokasi Pajak Hiburan di Kota Metro

1.2 Latar Belakang


Pembentukan Kotamadya Metro berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun
1999 diharapkan mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kotamadya Metro dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan di bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam
pemanfaatan potensi daerah sebagai sumber pendapatan untuk melakukan
pembangunan.
Salah satu sumber pendapatan dari Kota Metro sendiri bersumber dari pembayaran
pajak, Keikutsertaan masyarakat dalam pembayaran pajak merupakan perwujudan
secara langsung dan bersama-sama dalam melaksanakan kewajiban perpajakan untuk
pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Undang-undang yang membahas
tentang pengertian pajak dapat dilihat dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 pasal 1 ayat
10. Sedangkan Undang-undang yang mengatur tentang pajak daerah di Negara Republik
Indonesia terdapat dalam PP RI Nomor 65 Tahun 2000.
Negara Indonesia mempunyai 2 (dua) sumber pendapatan negara yaitu,
pendapatan pajak dan pendapatan non pajak. Salah satu yang menjadi sumber
penerimaan dari dalam negeri yang cukup potensial untuk terus digali dan
dikembangkan serta sumber dana yang sangat penting dalam rangka mewujudkan
pembangunan nasional yaitu dari sektor pajak. Pajak merupakan salah satu sumber
dana terbesar sebagai penerimaan negara maupun daerah yang berasal dari masyarakat
untuk pembiayaan pembangunan. Pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat adalah
sumber penerimaan negara di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), sedangkan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah adalah sumber
penerimaan daerah di dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan Pasal 1 ayat (1)
Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara
Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat:
1. Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta
wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban
perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Pajak
mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukkan
dana secara optimal ke dalam kas negara. Dalam hal ini fungsi pajak lebih diarahkan
sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan dalam kas
negara
2. Penggolongan pajak berdasarkan Lembaga pemungutannya di Indonesia dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Pajak pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat yang dalam
hal ini sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan
atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) dan Bea Materai.
2) Pajak daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah baik di tingkat
propinsi maupun kabupaten/kota. Seperti pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame,
pajak penerangan Jalan, pajak parkir dan pajak hiburan.

Pajak hiburan merupakan salah satu jenis pajak yang berdasarkan Lembaga
pemungutnya dikategorikan sebagai pajak daerah, dengan demikian pajak daerah
merupakan pajak yang di tetapkan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah. Sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (24) dan (25) tentang Pajak dan Retribusi
Derah, “Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Sedangkan yang
dimaksud dengan hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan
atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran”.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu komponen penting dalam
pemerintahan suatu daerah karena dana yang berasal dari pendapatan asli daerah akan
digunakan oleh pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan pemerintah
maupun kebutuhan masyarakat. PAD juga digunakan untuk pembangunan
sarana dan prasarana untuk kemajuan daerah dan digunakan untuk menunjang
kegiatan positif masyarakat. Banyaknya tempat usaha hiburan yang belum terdaftar
sebagai wajib pajak menimbulkan masalah yang cukup krusial, sehingga berdampak
kepada kurangnya kontribusi penerimaan pajak hiburan terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD).
Pemungutan pajak hiburan di K ota Metro didasarkan pada dasar hukum yang
jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Dasar
hukum pemungutan pajak pajak hiburan ditetapkan sebagai berikut:
1. Tontonan film dikenakan tarif pajak hiburan sebesar 20% (dua puluh persen) dari
harga tanda masuk;
2. Pagelaran busana, kontes kecantikan dan binaraga yang berkelas lokal/tradisional
ditetapkan sebesar 0% (nol per seratus) dari harga tanda masuk;
3. Pagelaran busana, kontes kecantikan dan binaraga yang berkelas nasional
ditetapkan 30% (tiga puluh per seratus) dari harga tanda masuk;
4. Pagelaran busana, kontes kecantikan dan binaraga yang berkelas internasional
ditetapkan 35% (tiga puluh lima per seratus) dari harga tanda masuk;
5. Pengelaran musik, lari berkelas nasional ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima per
seratus) dari harga tanda masuk;
6. Pengelaran musik, lari berkelas internasional ditetapkan sebesar 30% (tiga puluh per
seratus) dari harga tanda masuk;
7. Pengelaran musik, lari berkelas nasional yang berkelas lokal/tradisional
ditetapkan sebesar 0% (nol per seratus)
8. Pameran yang bersifat non komersial ditetapkan sebesar 0% (nol per seratus)
9. Pameran yang bersifat komersial ditetapkan sebesar 20% (dua puluh per seratus.
10. Diskotik, karaoke, klub malam, dan sejenisnya sebesar 30% (tiga puluh per
seratus) dari pembayaran;
1.2. Tujuan

Tujuan dilaksanakannya kegiatan evaluasi Pajak Restoran, adalah :


1. Untuk mengetahui potensi pajak hiburan yang sesungguhnya.
2. Untuk mengetahui kesesuaian potensi pajak hiburan yang ada di data Dinas
Pendapatan Daerah Kota Metro dengan potensi pajak Hiburan yang sesungguhnya.

BAB II METODOLOGI
2.1 Pendekatan
Kegiatan ini dilaksanakan dengan mencari data secara online melalui literatur, undang-
undang, serta website. Sehingga kegiatan ini tidak mengharuskan untuk terjun ke
lapangan.
2.2 Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah pemetaan titik lokasi pajak hiburan yang berada di Kota
Metro. Berikut adalah gambaran lokasi Kota Metro

BAB III RENCANA KERJA


3.1 Tahapan Kegiatan
a. Persiapan :
dengan menyiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan, seperti Kerangka Acuan
Kerja (KAK) dan dukumen-dokumen pendukung lainnya.
b. Pelaksanan :
1. Melakukan pengunduhan data Peta Kota Metro
2. Menentukan lokasi objek pajak hiburan.
3. Memberikan koordinat lokasi objek pajak di peta.
4. Membuat peta lokasi objek pajak hiburan di Kota Metro.
3.2 Hasil Peta

Gambar berikut merupakan sebaran titik objek hiburan dari pajak hiburan di Kota Metro
yang telah dipetakan

Demikian kerangka acuan kegiatan (term of reference) kegiatan pemetaan titik lokasi

pajak hiburan bidang pajak dinas pendapatan daerah Kota Metro.

Anda mungkin juga menyukai