Anda di halaman 1dari 27

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS PENGARUH EFEKTIVITAS DAN


KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK HOTEL
TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH (PAD) DI KOTA PALOPO

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Metodologi Penelitian

NIRMAH PUTRI SARI

210901602011

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2024
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU


No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang terfokus pada Otonomi
Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No. 33 Tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka
Pemerintah Daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah tangganya
sendiri dengan sesedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat. Pemerintah
daerah mempunyai hak dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-
sumber keuangan yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang berkembang di daerah. Otonomi Daerah tersebut harus dilakukan
secara nyata, luas dan bertanggungjawab.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah Daerah perlu meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), agar mampu membiayai dirinya sendiri. Menurut
UU No. 33 Tahun 2004, PAD terdiri dari : (1)Hasil pajak daerah, (2) Hasil retribusi
daerah, (3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan, dan (4) Pendapatan asli daerah yang lainnya. Dalam era otonomi
daerah, PAD menjadi indikator keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah.
Semakin tinggi PAD maka semakin tinggi pula kemampuan pemerintah daerah
untuk membiayai kebutuhannya sendiri. Hal ini berarti pula bahwa pemerintah
daerah tersebut telah berhasil dalam menyelenggarakan otonomi daerah.
Pajak daerah merupakan salah satu Pendapatan Asli Daerah yang dipungut
dari masyarakat tanpa mendapat imbalan secara langsung. Hal ini sesuai dengan UU
No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah yang mengungkapkan bahwa Pajak Daerah adalah
iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan daerah dan pembangunan daerah. Dengan menggali potensi pajak
daerah yang ada maka Pendapatan Asli Daerah dapat meningkatkan kesejahteraan
3

masyarakat. Jenis-jenis pajak yang dipungut di daerah sangat beragam. Pemungutan


pajak daerah ini harus mengindahkan ketentuan bahwa lapangan pajak yang akan
dipungut belum diusahakan oleh tingkatan pemerintahan yang ada diatasnya.
Ada perbedaan lapangan pajak antara daerah propinsi dan daerah
kabupaten/kota. Menurut UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No.
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Daerah propinsi
memiliki 4 jenis pajak daerah, yaitu : (1) Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan
di Atas Air, (2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air,
(3) Pajak atas Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, dan (4) Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Dan untuk Kabupaten/Kota,
pajak daerah yang dipungut berjumlah 7 buah, yaitu : (1) Pajak Hotel, (2) Pajak
Restoran, (3) Pajak Hiburan, (4) Pajak Reklame, (5) Pajak Penerangan Jalan, (6)
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan (7) Pajak Parkir.
Seperti halnya Kota palopo sebagai kota berkembang, perkembangannya
mendapat banyak pengaruh. Kosentrasi penduduk yang di tinggal dalam suatu
perkotaan, yang ditunjuk berbagai kegiatan dan menawarkan berbagai kesempatan
memicu urbanisasi. Kota memiliki arti dan klarifikasi yang mempengaruhi
perkembangan kota itu sendiri. Bukan hanya peningkatan kualitas kehidupan yang
ditimbukan oleh adanya proses perkembangan kota, tetapi seringkali dampak negatif
juga muncul akibat peningkatan kegiatan dan pertumbuhan kota.
Keterbatasan Sumber Daya yang ada di Kota Palopo, seperti banyak kota
lainnya di Indonesia, menghadapi yaitu keterbatasan sumber daya dalam
menyediakan layanan publik yang memadai dan membiayai pembangunan
infrastruktur yang salah satunya nya adalah seperti pajak hotel
Pajak Hotel sebagai Potensi Pendapatan asli yang ada di kota palopo, Pajak
hotel merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat berpotensial bagi
pemerintah daerah, terutama di daerah wisata atau perkotaan yang memiliki banyak
hotel, yang bisa menjadi sumber pendapatan asli di kota palopo ini
Kota berkembang itu penyediaan jasa secara garis besar, konsep jasa atau
pelayanan (servis) mengacu pada tiga lingkup definisi utama, istilah yaitu industri,
output penawaran, dan proses. Dalam konteks industri, istilah jasa digunakan untuk
menggambarkan berbagai subsektor dalam kategorisasi aktivitas ekonomi, seperti
transportasi, finansial, perdagangan ritel, personal servis, kesehatan, pendidikan, dan
layanan publik. Dalam lingkup penawaran, jasa dipandang sebagai produk intangible
4

yang outputnya lebih berupa aktivitas ketimbang obyek fisik. Sebagai proses, jasa
mencerminkan penyampaian jasa inti, interaksi personal, kinerja (performance)
dalam arti luas, serta pengalaman layanan.
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dan gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas
negara yang menyelenggarakan pemerintahan (Adrian 1987:2 dalam Verawati,
2007).
Menurut Prof. DR. Rachman Sumitro, SH tahun 1990, pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sector pemerintah)
berdasarkan Undang-Undang untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya
digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai
public investment. Pendapatan asli daerah yang potensial harus digali secara
maksimal sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, termasuk diantaranya
adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang menjadi unsur utama Pendapatan Asli
Daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu komponen
penyumbang terbesar dalam struktur Pendapatan Asli Daerah. Hasil dari pajak itu
sendiri akan dikembalikan kepada masyarakan dalam bentuk pembangunan di
daerah yang dilaksanakan demi kesejahtraan masyarakat.
Adapun Kebutuhan akan Pendapatan Tambahan yang Dalam konteks ini,
penting untuk mengevaluasi seberapa efektif pajak hotel dalam menghasilkan
pendapatan tambahan yang lebih efisien bagi Kota Palopo, serta sejauh mana
kontribusinya terhadap peningkatan PAD di kota palopo.
Tabel 1.1

Tahun Pajak Hotel Pertumbuhan Pajak Daerah Pertumbuhan


(Rp) Pajak Hotel (Rp) Pajak Daerah
(%) (%)
2016 350.884.859 101,11 21.272.225.975. 108,86
.00 70
2017 364.811.039 102,19 27.317.777.187. 106,89
.00 00
5

2018 419.036.605 104,50 31.505.802.321. 106,92


.00 00
2019 574.413.665 108,38 34.860.944.165. 100,39
.00 02
2020 357.996.317 79,55 34.031.809.461. 103,04
.00 00
Data Realisasi Penerimaan Pajak Hotel dan pajak Daerah Pemerintah Kota
Palopo Tahun 2016-2020

Studi saya ini tentang "Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Hotel
terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota Palopo" merupakan upaya
untuk memahami seberapa efektifnya pajak hotel sebagai salah satu sumber
pendapatan asli daerah di Kota Palopo dan sejauh mana kontribusi aktif terhadap
peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Seperti yang di ketahuu bahwa "Pendapatan Asli Daerah" Atau yang biasa
di sebut (PAD) merupakan salah satu sumber utama dalam pendapatan asli bagi
pemerintah daerah, baik dalam menjalankan berbagai program pembangunan, dan
pelayanan masyarakat. Di Indonesia, salah satu sumber PAD yang potensial adalah
pajak hotel, terutama di kota-kota yang memiliki industri pariwisata yang
berkembang. Seperti yang ada di Kota Palopo, yang terletak di Provinsi Sulawesi
Selatan, juga tidak terkecuali dari fenomena ini.
Namun, efektivitas dan kontribusi pajak hotel terhadap peningkatan PAD
Kota Palopo memerlukan tinjauan yang mendalam seperti.
Analisis Efektivitas Administrasi Perpajakan yang dimana, Penelitian akan
memeriksa seberapa efektif administrasi perpajakan di Kota Palopo dalam
mengumpulkan pajak hotel. Hal ini mencakup evaluasi terhadap kepatuhan
perhotelan terhadap kewajiban pajak, proses pemungutan, penegakan hukum, dan
upaya-upaya untuk mengurangi kebocoran pajak di kota palopo.
Analisis Kontribusi aktif terhadap PAD. Data historis mengenai
penerimaan pajak hotel akan dianalisis untuk menentukan kontribusinya terhadap
total PAD Kota Palopo. Hal ini akan memberikan pemahaman tentang seberapa
signifikan pajak hotel dalam menyumbang pendapatan daerah.
Ada pun beberapa Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat. Studi akan
6

mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dan kontribusi pajak


hotel, termasuk regulasi perpajakan, kondisi ekonomi, promosi pariwisata, dan aspek
lain yang memengaruhi industri perhotelan.
Temuan dari studi ini akan menjadi dasar untuk menyusun rekomendasi
kebijakan kepada pemerintah Kota Palopo dalam meningkatkan efektivitas dan
kontribusi pajak hotel, serta memaksimalkan potensi pendapatan asli daerah atau
(PAD) di kota palopo
Salah satu alasan kenapa pajak hotel patut di jadikan proyek penelitian.
Keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah pertumbuhan ekonomi yang
menunjukkan dampak nyata bagi kenaikan taraf hidup suatu daerah sehingga dari
pemaparan diatas, penulis tertarik untuk melakukan proyek penelitian dengan judul
“ANALISIS PENGARUH EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PENERIMAAN
PAJAK HOTEL TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
(PAD) DI KOTA PALOPO”

1.2 Rumusan Masalah

1. Seberapa besar kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah


Kota Palopo.
2. Bagaimana efektivitas penerimaan pajak hotel di Kota Palopo?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bersarnya kontribusi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli


Daerah Kota Palopo
2. Mengetahui efektivitas penerimaan pajak hotel di Kota Palopo?

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca. Manfaat


yang diharapkan dapat dicapai adalah :
1. Bagi Pemerintah Kota Palopo

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi


7

Pemerintah Kota Palopo dalam evaluasi untuk mengembangkan pajak hotel


Kota Palopo
2. Bagi Universitas Negeri Makassar
Penelitian ini diharapkan menambah referensi bagi perpustakaan Universitas
Negeri Makassar dan sebagai tolak ukur peneliti yang ingin melanjutkan
penelitian mengenai pajak hotel
3. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengembangkan teori yang di
dapat mengenai pajak hotel serta menambah pengetahuan bagi penulis.
8

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.1.1 Pengertian PAD

PAD adalah salah satu sumber penerimaan daerah. PAD bertujuan


memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai
pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai
perwujudan desentralisasi. Sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 25
tahun 1999 yang diperbaharui dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, PAD adalah
pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan
Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Halim
(2004), Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah ”semua penerimaan daerah
yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”.
Pendapatan Asli Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui
sebagai penambah nilai kekayaan bersih yang diperoleh dari Pajak Daerah,
Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
serta Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, sebagaimana yang
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah pada Pasal 285 ayat 1, Peraturan Pemerintah Nomor
58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal
21 ayat 1 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 26 ayat 1.
Sumber Pendapatan Asli Daerah tidak dapat dipisahkan dari
pendaptan daerah secara kesuluruhan. Menurut Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keungan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah, sumber pendapatan daerah terdiri atas :
a. Hasil pajak daerah
1. Pajak Propinsi/Daerah Tingkat I
a. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air.
b. Beabalik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
9

c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.


d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
2. Pajak Kabupaten/Daerah Tingkat II
a. Pajak Restoran
b. Pajak hiburan
c. Pajak reklame
d. Pajak penerangan jalan
e. Pajak pengambilan galian Golongan C
f. Pajak Parkir
g. Pajak Hotel
b. Hasil retribusi daerah
1. Retribusi jasa umum
a. Pelayanan kesehatan
b. Pelayanan persampahan/kebersihan
c. Penggantian daya cetak kartu tanda penduduk/akta catatan sipil
d. Pelayanan pemakaman dan penguburan mayat
e. Pelayanan parkir di tepi jalan umum
f. Pelayanan pasar
g. Pengujian kendaraan bermotor
h. Pemeriksaan alat pemadaman kebakaran
i. Penggantian daya cetak peta
j. Pengujian kapal perikanan
2. Retribusi Jasa usaha
a. Pemakaian kekayaan daerah
b. Pasar grosir dan/atau pertokoan
c. Tempat pelelangan
d. Terminal
e. Tempat Khusus parkir
f. Tempat penginapan/persanggrahan/vila
g. Penyedokan kakus
h. Rumah potong hewan
i. Pelayanan pelabuhan kapal
j. Tempat rekreasi dan olahraga
k. Penyebrangan diatas air
1
0
l. Pengelolahan limbah cair
m. Penjualan produksi usaha daerah
c. Hasil perusahan, hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan.
1. pembagian laba
2. Deviden
3. Dan penjualan saham milik daerah
d. Lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah
1. Hasil penjualan asset tetap daerah
2. Jasa giro
3. Hibah
2.1.2 Kendala Peningkatan PAD
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah
daerah diharapkan memiliki kemandirian yang lebih besar. Akan tetapi, saat ini
masih banyak permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah terlait dengan upaya
peningkatan penerimaan daerah, antara lain (Mardiasmo,2002) :
1) Tingginya tingkat kebutuhan daerah (fiscal need) yang tidak seimbang dengan
kapasitas fiskal (fiscal capacity) yang dimiliki daerah, sehingga menimbulkan
fiscal gap
2) Kualitas layanan publik yang masih memprihatinkan menyebabkan produk
layanan publik yang sebenarnya dapat dijual ke masyarakat direspon secara
negatif. Keadaan tersebut juga menyebabkan keengganan masyarakat untuk taat
membayar pajak dan retribusi daerah.
3) Lemahnya infrastruktur prasarana dan sarana umum.
4) Berkurangnya dana bantuan dari pusat (DAU dari pusat yang tidak mencukupi)
5) Belum diketahui potensi PAD yang mendekati kondisi riil.

2.1.3 Pajak
2.1.3 Pengertian Pajak Daerah
Menurut UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU Nomor
18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Daerah
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada
Pemerintah Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yang
1
1
hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemerintah Daerah
dan pembangunan daerah.
Adapun menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan
Umumdan Tata Cara Perpajakan yang sebagaiamana diubah dengan Undang-
undang Nomor 28 tahun 2007, pajakadalah “kontribusi wajib kepada
Negarayang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Pajak ialah bagian PAD yang paling besar, selanjutnya disusul dengan
pendapatan yang sumbernya dari retribusi daerah. Selain itu, pajak merupakan iran
rakyat kepada pemerintah untuk kas negara yang dipergunakan dalam
membayarkan berbagai pengeluaran umum yang sifatnya bisa dipaksakan dan
diwajibkan tanpa memperoleh timbal balik sesuai dengan UU yang berlaku. Bagi
negara pajak merupakan penerimaan yang strategis untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran negara dan sekaligus sebagai kebersamaan sosial (asas gotong-royong)
untuk ikut bersama-sama memikul pembiayaan negara.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum. (Djojohardikusuma, 2006:1)
Pengertian pajak yang lain adalah prestasiyang dipaksakan sepihak oleh dan
terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secaraumum),
tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran umum. (Siti Resmi, 2003:1) Selain itu, ada pengertian
yang berbeda yang disebutkan pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa-
timbal (kontra-prestasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.” (Rochmat Soemitro, S.H. dalam buku Wirawan B
Ilyas dan Richard Burton, 2013:6)
Ciri-ciri yang melekat pada definisi pajak,yaitu : 1. Pajak dipungut berdasarkan
atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Dalam
pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individu oleh
pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah. 4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran
pemerintah yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk
1
2
membiayai public investment.

2.1.3 Jenis Pajak Daerah


Jenis pajak daerah berdasar wilayah pemungutannya dibagi menjadi dua :
a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi)

1) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (PKB), adalah pajak atas
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas
air.
2) Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air (BBNKB),
adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan
di atas air sebagai akibat dari perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak
atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan,
atau pemasukan ke dalam badan usaha.
3) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PPKB),adalah pajak atas bahan
bakar yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan
bermotor,termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air.
4) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan,
adalah pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau
air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk
keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat.
b. Pajak Daerah Tingkat II (Kota/Kabupaten)
1) Pajak Hotel, adalah pajak atas pelayanan hotel.
2) Pajak Restoran, yaitu pajak atas pelayanan restoran.
3) Pajak Hiburan, yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan.
4) Pajak Reklame, yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame.
5) Pajak Penerangan Jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa di daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang
rekeningnya dibayar oleh Pemerintah Daerah.
6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C, yaitu pajak atas kegiatan
pengambilan bahan galian golongan C sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
7) Pajak Parkir, yaitu pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang
disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai
1
3
suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan
garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

2.1.5 Tarif Pajak Daerah

Tarif maksimal yang ditetapkan oleh UU No. 34 Tahun 2000 adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.1
Tarif maksimal atas pajak propinsi dan pajak kota/kabupaten
Jenis Tarif
Pajak 1. Pajak Kendaraan Bermotor 5%
Propins 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 10 %
i 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5%
4. Pajak Air Permukaan 20 %
Pajak 1. Pajak Hotel 10 %
Kabupaten 2. Pajak Restoran 10 %
/ Kota 3. Pajak Hiburan 35 %
4. Pajak Reklame 25 %
5. Pajak Penerangan Jalan 10 %
6. Pajak Pengambilan Bahan Galian C 20 %
7. Pajak Parkir 20 %
Sumber : UU No.34 Tahun 2000
Pemerintah daerah baik propinsi dan kabupaten/kota wajib menaati ketentuan

tarif maksimal pajak seperti yang tertera diatas. Selanjutnya untuk pelaksanaannya,

Pemerintah Daerah perlu mengaturnya dalam Peraturan Daerah, berapa tarif

minimum dan maksimum untuk masing-masing objek pajak. Besarnya tarif yang

berlaku definitif untuk pajak ditetapkan dengan Peraturan Daerah, namun tidak

boleh lebih tinggi dari tarif maksimum yang telah ditentukan dalam UU tersebut.

Asumsi yang digunakan untuk meningkatkan Pendapatan Asli

Daerah khususnya pajak daerah adalah sebagai berikut (Harun Hamrolie,

1990 dalam Asmuri Asmy,2006) :

1) Potensi Wajib Pajak,

2) Potensi besarnya pajak yang ditetapkan,

3) Efektivitas pemungutan,

4) Tarif pajak,
1
4

5) Dasar pajak (tax base)

2.1.6 Sistem Pemungutan Pajak Pada Pajak Daerah


Dalam pemungutan pajak daerah, ketiga sistem pemungutan pajak juga diterapkan.
Penerapan ketiga jenis sistem pemungutan pajak dikaitkan dengan karakteristik setiap
jenis pajak daerah yang tidak sama. Ketiga jenis system
pemungutan pajak daerah adalah
1. Dibayar sendiri oleh wajib pajak. Sistem ini merupakan perwujudan dari
sistem self assessment, yaitu sistem pengenaan pajak yang memberi
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang teutang dengan menggunakan
SPTPD.
2. Ditetapkan oleh kepala daerah. Sistem ini merupakan perwujudan dari sistem
official assessment, yaitu sistem pengenaan pajak yang dibayar oleh wajib
pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh kepala daerah atau pejabat yang
ditunjuk melalui surat ketetapan pajak daerah atau dokumen lain yang
dipersamakan.
3. Dipungut oleh pemungut pajak. Sistem ini merupakan perwujudan dari sistem
with holding, yaitu sistem pengenaan pajak yang dipungut oleh pemungut
pajak, antara lain Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang telah ditetapkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak
Daerah, sebagai pemungut Pajak Penerangan Jalan atas pengunaan tenaga
listrik yang disediakan oleh PLN.
2.1.7 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan daerah adalah hak dari pemerintah daerah yang diakui sebagai nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun yang bersangkutan (UU No. 32 Tahun 2004).
Pendapatan Asli Daerah bertujuan memberikan kewenangan kepada
pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah untuk
mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah.
Semakin tinggi sumber PAD akan semakin tinggi kemampuan daerah dalam
menyelenggarakan otonomi daerah. Pendapatan asli daerah adalah
penerimaan yang diperoleh dari sumber- sumber dalam wilayahnya sendiri
yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut pasal 6 Undang-
Undang No. 33 Tahun 2004 sumber-sumber pendapatan asli daerah adalah
1. Hasil pajak daerah,
1
5
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan daerah lainnya
yang dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
PAD diharapkan menjadi salah satu sumber APBD yang paling dominan
karena kemampuan suatu daerah demi membiayai urusan rumah tangganya
dapat dilihat dari besar/kecilnya PAD tersebut. Untuk mencapai kemandirian
daerah, pemerintah daerah harus memiliki kemampuan untuk menggali
potensi daerahnya.
Potensi pendapatan asli daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah
untuk menghasilkan sejumlah penerimaan PAD. Untuk mengetahui potensi
sumber-sumber PAD dibutuhkan pengetahuan tentang analisis
perkembangan berapa variabel yang dapat dikendalikan yang dapat
mempengaruhi kekuatan sumber-sumber penerimaan PAD. Beberapa
variabel yang perlub dianalisa untuk mengetahui potensi sumber-sumber
PAD adalah sebagai berikut :
1. Kondisi awal suatu daerah (keadaan ekonomi dan sosial suatu daerah)
2. Perkembangan PDRB perkapita rill
3. Pertambahan penduduk
4. Tingkat inflasi
5. Perubahan peraturan
6. Peningkatan cakupan/ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan
PAD
7. Penyesuaian tarif
8. Pembangunan baru
9. Sumber pendapatan baru

2.1.8 Landasan teori tentangPajak Hotel

2.1.8.1 Pajak Hotel


1. Pengertian

Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa
terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen,
gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan, dan
1
6
sejenisnya. (Marihot Pahala Siahaan, 2010:15)

Dalam pemungutan Pajak Hotel terdapat beberapa terminologi yang


perlu diketahui yaitu sebagai berikut: (Marihot Pahala Siahaan, 2010:300)

a. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat

menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya

dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu,

dikelola, dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan dan

perkantoran.

b. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi apa

pun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan

untuk umum.

c. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun

yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha

di bidang jasa penginapan.

d. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima

sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai


pembayaran kepada pemilik hotel.

e. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran, yang sekaligus sebagai

bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat
mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat

penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subjek pajak.

2. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Hotel

Pemungutan Pajak Hotel di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum
yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang
terkait. Dasar hukum pemungutan Pajak Hotel pada suatu kabupaten atau kota
adalah sebagaimana di bawah ini. (Marihot Pahala Siahaan, 2010:301)

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan


Retribusi Daerah.

b. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan


atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
1
7
Retribusi Daerah.

c. Peraturan Pemerintahan Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.

d. Peraturan daerah kabupaten/kota yang mengatur tentang Pajak Hotel.

e. Keputusan bupati/walikota yang mengatur tentang Pajak Hotel sebagai

aturan pelaksanaan Peraturan Daerah tentang Pajak Hotel pada

kabupaten/kota dimaksud.

3. Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Pada Pajak Hotel

a. Objek Pajak Hotel Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh
hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan
hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk
fasilitas olahraga dan hiburan. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa
penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut
bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. Jasa penunjang sebagai
kelengkapan hotel adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet,
fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya
yang disediakan atau dikelola hotel.

b. Bukan Objek Pajak Hotel Pada Pajak Hotel tidak semua pelayanan yang
diberikan oleh penginapan dikenakan pajak. Ada beberapa pengecualian yang
tidak termasuk objek pajak, yaitu hal-hal di bawah ini:

1) Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat


atau pemerintah daerah.

2) Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya. Pengecualian


apartemen, kondominium, dan sejenisnya didasarkan atas izin usahanya.

3) Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan.

4) Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti
asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis.

5) Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh


hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
4. Subjek dan Wajib Pajak PadaPajak Hotel
1
8
Pada Pajak Hotel yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang
mengusahakan hotel. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah
konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh
pengusaha hotel. Sedangkan yang menjadi wajib pajak adalah pengusaha
hotel, yaitu orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel, yaitu
orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa hotel.
Dengan demikian pada Pajak Hotel subjek pajak dan wajib pajak tidak
sama, dimana konsumen yang menikmati pelayanan hotel merupakan
subjek pajak yang membayar (menanggung) pajak sementara orang
probadi atau badan yang mengusahakan hotel bertindak sebagai wajib
pajak yang diberi kewenangan untuk memungut pajak dari konsumen
(subjek pajak) dalam melaksanakan kewajiban perpajakan lainnya.

5. Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Hotel

a. Dasar Pengenaan Pajak Hotel

Dasar pengenaan pajak hoteladalah jumlah pembayaran atau yang


seharusnya dibayar kepada hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh
hubungan istimewa harga jual atau penggantian dihitung atas dasar
harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel.Contoh
hubungan istimewa adalah apabila orang pribadi atau badan yang
menggunakan jasa hotel dengan pengusaha hotel, baik langsung atau
tidak langsung, berada di bawah pemilikan atau penguasaan orang
pribadi atau badan yang sama.

Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek


pajak kepada wajib pajak untuk harga jual baik jumlah uang yang
dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak
sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas
penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga
dilakukan berkaitan dengan usaha hotel. Contoh pembayaran, misalnya
seseorang menginap di hotel “ABC” dan melakukan pembayaran atas:

Jasa sewa kamar Rp 2.500.000,00 J


asa binatu Rp 200.000,00
1
9
Jasa telepon Rp 100.000,00

Jumlah Rp 2.800.000,00

Servis Charge 10% Rp 280.000,00

Jumlah Pembayaran Rp 3.080.00,00

b. Tarif Pajak Hotel

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 33


besaran tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar
10%. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Dalam hal ini dimaksudkan untuk memberikan keluasaan kepada
pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang
dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah
kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi
kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin
berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari
sepuluh persen. c. Perhitungan Pajak Hotel Terutang yaitu:

Pajak Terutang : Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

: Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang Dibayar


atau yang Seharusnya Dibayar Kepada Hotel.

6. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak, dan Wilayah


PemungutanPajak Hotel
Masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan
satu bulan takwin atau jangka waktu yang lain yang ditetapkan dengan
keputusan bupati/walikota. Dalam pengertian masa pajak bagian dari
bulan dihitung satu bulan penuh. Tahun pajak adalah jangka waktu yang
lamanya satu tahun takwim, kecuali wajib pajak menggunakan tahun
buka yang tidak sama dengan tahun takwim. (Marihot Pahala Siahaan,
2010:306)
Pajak yang terutang merupakan pajak hotel yang dibayar oleh wajib
pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak
menurut ketentuan peraturan daerah tentang Pajak Hotel yang
2
0
ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat. Saat pajak
terutang dalam masa pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu pada saat
terjadi pembayaran atau pelayanan jasa penginapan di hotel atau
penginapan.
Pajak hotel yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota
tempat hotel berlokasi. Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah
kabupaten/kota yang hanya terbatas atas setiap hotel yang berlokasi dan
terdaftar dalam lingkup wilayah administrasinya.
Setiap pengusaha hotel yang menjadi wajib pajak dalam memungut
pembayaran Pajak Hotel dari konsumen yang menggunakan jasa hotel
harus menggunakan bon penjualan atau nota pesanan (bill), kecuali
ditetapkan lain oleh bupati/walikota. Termasuk pengertian penggunaan
bon penjualan adalah penggunaan mesin cash register sebagai bukti
pembayaran. Dalam bon penjualan sekurang-kurangnya harus
mencatumkan catatan tentang jenis kamar yang ditempati, lama
penginapan, dan fasilitas hotel yang digunakan. Bon penjualan harus
mencatumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan diberi nomor seri,
dan digunakan sesuai dengan nomor urut.
Bon penjualan harus diserahkan kepada subjek pajak sebagai bukti
pemungutan pajak pada saat wajib pajak mengajukan jumlah yang harus
dibayar oleh subjek pajak. Kewajiban wajib pajak untuk menerbitkan
dan menyerahkan bon penjualan kepada subjek pajak, selain untuk
kepentingan pengawasan terhadap peredaran usaha wajib pajak juga
dimaksudkan sebagai bagian untuk memasyaratkan kesadaran tentang
Pajak Hotel kepada masyarakat selaku subjek pajak. Salinan nota
pesanan yang sudah digunakan harus disimpan oleh wajib pajak dalam
jangka waktu tertentu sesuai peraturan daerah atau keputusan
bupati/walikota, misalnya dalam waktu setahun, sebagai bukti dalam
pembuatan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah.
Wajib pajak yang wajib menggunakan bon penjualan, tetapi tidak
menggunakan bon penjualan dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar dua persen dari dasar pengenaan pajak.
7. Cara Pemungutan Pajak Hotel
Pemungutan Pajak Hotel tidak dapat diborongkan. Artinya seluruh
2
1
proses kegiatan pemungutan Pajak Hotel tidak dapat diserahkan kepada
pihak ketiga. Walaupun demikian, dimungkinkan adanya kerja sama
dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain:
pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib
pajak, atau penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang
tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah ketiga
perhitungan besarnya pajak yang terutang, pengawasan, penyetoran
pajak, danpenagihan pajak.
8. Pembayaran Pajak Hotel
Pajak Hotel terutang dilunasi dalam jangka waktu yang ditentukan
dalam peraturan daerah, misalnya selambat-lambatnya pada tanggal 15
bulan berikutnya dari masa pajak yang terutang setelah berakhirnya
masa pajak. Penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
Pajak Hotel ditetapkan oleh bupati/walikota. Apabila kepada wajib
pajak diterbitkan SKPDKB, SKPDBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, Pajak Hotel
harus dilunasi paling lambat satu bulan sejak tanggal diterbitkan.
Pembayaran Pajak Hotel yang terutang yang dilakukan ke kas
daerah, bank, atau tempat lain yang ditunjuk oleh bupati/walikota sesuai
waktu yang ditentukan dalam SKPD, SKPDKB, dan STPD. Apabila
pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk hasil
penerimaan pajak harus disetor ke kas daerah paling lambat 1X24 jam
atau dalam waktu yang ditentukan oleh bupati/walikota. Apabila tanggal
jatuh tempo pembayaran pada hari libur, pembayaran dilakukan pada
hari kerja berikutnya.
Pembayaran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak (SSPD). Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus/lunas.
Kepada wajib pajak yang melakukan pembayaran pajak diberikan tanda
bukti pembayaran pajak dan dicatat dalam buku penerimaan. Hal ini
harus dilakukan oleh petugas tempat pembayaran pajak untuk tertib
administrasi dan pengawasan penerimaan pajak. Dengan demikian,
pembayaran pajak akan mudah terpantau oleh petugas Dinas
Pendapatan Daerah. Bentuk,isi,ukuran, penerimaan, dan tanda bukti
2
2
pembayaran pajak ditetapkan oleh keputusan bupati/walikota.
Dalam keadaan tertentu, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk
dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur
pembayaran Pajak Hotel terutang dalam kurun waktu tertentu setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pemberian persetujuan untuk
mengangsur pembayaran pajak diberikan atas permohonan wajib pajak.
Angsuran pembayaran pajak yang terutang harus dilakukan secara
teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar dua persen
sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
2.2 Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini menjabarkan klasifikasi permasalahan untuk melihat
seberapa besar pertumbuhan, efektivitas dan kontribusi pajak hotel tersebut
terhadap PAD di Kota Palopo.
Efektivitas adalah suatu keadaan yang terjadi sebagai akibat yang
dikehendaki. Bila konsep efektivitas dikaitkan dengan pemungutan pajak,
terutama penerimaan pajak hotel, maka efektivitas yang dimaksudkan adalah
seberapa besar realisasi penerimaan pajak hotel berhasil mencapai target yang
seharusnya dicapai pada suatu periode tertentu. Perhitungan efektivitas pajak
hotel dapat dilihat dari perbandingan data berupa realisasi dengan target
penerimaan pajak hotel .Target pajak hotel dan restoran dihitung dari tarif
pajak dikalikan total pendapatan hotel selama satu tahun dengan tingkat hunian
(accoupancy) hotel mencapai 45% (sesuai ketetapan PHRI). Rasio efektivitas
pajak hotel dianggap baik apabila rasio ini mencapai angka minimal 1 atau
100%. Dari perhitungan tersebut dilakukan intepretasi dengan menggunakan
kriteria efektivitas pajak.
Kontribusi merupakan sumbangan. Untuk mengetahui berapa besar
sumbangan yang didapat pajak hotel terhadap PAD Palopo selama 5 tahun
(2016-2020), peneliti menggunakan persentase perbandingan antara realisasi
penerimaan pajak hotel dan restoran dengan realisasi penerimaan PAD Palopo
dari tahun 2016 hingga tahun 2020.
Hasil dari perhitungan efektivitas dan kontribusi, kemudian dapat
menggambarkan bagaimana efektivitas pajak hotel kontribusinya terhadap
PAD Kota Palopo pada tahun 2016-2020. Selanjutnya, alur penelitian
merupakan proses bagaimana penelitian ini merumuskan masalah, perolehan
data dan menentukan perhitungan analisis data untuk menghasilkan
kesimpulan sebagaimana gambar berikut ini.
2
3
Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Pendapatan Asli Daerah

Pajak Daerah Retribusi Daerah

Pajak Provinsi Pajak


Kabupaten/Kota

Penerimaan

Realisasi Pemerinaan
Pajak Hotel

Efektifitas dan Kontribusi


Penerimaan Pajak Hotel
terhadap Pendapatan Hasil
Daerah
2
4
2.3 Hipotesis

Pajak Hotel
X1
Pendapatan Asli Daerah
Y
Pajak Restoran
X2

Berdasarkan dari uraian latar belakang, tinjauan teori dari kerangka konseptual, berikut
hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini :
a. Diduga pajak Hotel berkontribusi secara signifikan tehadap Pendapatan Asli
Daerah Kota Palopo
b. Diduga pajak Restoran berkontribusi secara signifikan terhdadap Pendapatan
Asli Daerah Kota Palopo
2
5
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektivitas dan


kontribusi penerimaan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah
wilayah Kota Palopo. Objek pada penelitian ini adalah Dinas Pelayanan
Pajak.

Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk


mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. (Sugiyono,
2013:1)

3.2 Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2013:59). Untuk memahami penggunaan variabel dan
menentukan data apa yang diperlukan untuk memudahkan dalam
pengukuran variabel maka penelitian ini diperolehya operasional variabel.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa variabel yang


terkait, antara lain sebagai berikut:

1. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.
Sedangkan yang dimaksud dengan hotel adalah fasilitas penyedia
jasapenginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata,
wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta
rumash kos dengan jumlah kamar lebih dari sepuluh. Variabel ini diukur
dalam satuan rupiah.
2. Efektivitas merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau
sasaran yang harus dicapai. Dikatakan efektif apabila proses kegiatan
mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely). Semakin
besar output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran
yang ditentukan, maka efektif proses kerja suatu unit organisasi.
3. Kontribusi digunakan untuk mengetahui sejauh mana pajak daerah
memberikan sumbangan dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah.
Dalam mengetahui kontribusi dilakukan dengan membandingkan
penerimaan pajak daerah (khususnya pajak hotel) periode tertentu dengan
penerimaan Pendapatan Asli Daerah periode tertentu pula. Semakin besar
hasilnya berarti semakin besar pula peranan pajak daerah terhadap
Pendapatan Asli Daerah, begitupun pula sebaliknya.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas: objek/subyek


yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
2
6
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono,
2013:115)

Sampel yang digunakan digunakan dalam penelitian ini adalah


laporan penerimaan pajak hotel serta laporan penerimaan Pendapatan Asli
Daerah selama 5 tahun yaitu tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 di
Dinas Pelayanan Pajak Kota Palopo.

3.4 Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar merupakan data
kuantitatifberupa Daftar Rincian Penerimaan Pendapatan Daerah Kota
Palopo (2016-2020). Di sisi lain, data kualitatifberupa wawancara, struktur
organisasi, tugas, visi, misi, tujuan, saran dan kepegawaian dari Dinas
Pelayanan Pajak Kota Palopo .

2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder,
berupa target dan realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah mulai tahun
2016- 2020 yang dapat diperoleh pada Dinas Pelayanan PajakKota Palopo.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan oleh dokumentasi adalah suatu


usaha untuk mengumpulkan catatan-catatan atau data-data yang dilakukan
dari dinas/kantor/instansi atau lembaga terkait (Arikunto,2002:123).
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
beberapan pendekatan teknik yang diperlukan, diantaranya:

1. Studi Lapangan (Field research)


Studi lapangan adalah melakukan peninjauan secara langsung untuk

memperoleh data-data yang dilakukan dalam penyusunan tugas akhir.


Penelitian dilakukan terhadap kegiatan dari seluruh objek penelitian yang
meliputi dokumentasi. Dokumentasi yaitu mengumpulkan bahan-bahan yang
tertulis berupa data yang diperoleh dari perpustakaan maupun dari Dinas
Pelayanan Pajak Kota Palopo

2. Studi Kepustakaan (Library reseacrh)


Peneiltian kepustakaan adalah penelitian yang dimaksudkan untuk
mempelajari serta mengumpulkan teori-teori yang relevan dengan materi
pembahasan guna dijadikan dasar dalam melakukan penilaian dan
perbandingan dari penelitian yang telah dilakukan perusahaan yang
bersangkutan. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan penelaahan
terhadap buku-buku literature, buku teks, dan catatan kuliah. Dengan metode
ini akan diperoleh gambaran mengenai analisis efektivitas penerimaan pajak
hotel serta kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah.
2
7
3.6 Metode Analisis
3.6.1 Analisis laju Pertumbuhan Pajak Hotel

Laju pertumbuhan yaitu proses yang digunakan untuk


mengukurperkembangan Pajak Hotel dari tahun ke tahun.Setiap tahunnya
penerimaan Pajak Daerah akan mengalami naik turun dan terkadang tidak
sesuai dengan target yang ditetapkan. Berikut ini adalah langkah- langkah
untuk menghitung pertumbuhan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli
Daerah:

1. Realisasi penerimaan tahun sekarang dikurangi dengan realisasi penerimaan


tahun sebelumnya setelah itu dibagi dengan realisasi penerimaan tahun
sebelumnya.
2. Setelah itu didapatkan hasil kali dengan dikalikan 100%
Untuk menghitung laju pertumbuhan Pajak Hotel

Anda mungkin juga menyukai