Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan tujuan yang harus dicapai oleh tiap

daerah guna meningkatkan mutu pelayanan yang baik serta kemakmuran bagi

daerah tersebut. Dalam mencapai tujuan tersebut, perlu adanya dukungan dari

sumber – sumber pendapatan keuangan daerah untuk dapat dimanfaatkan dalam

proses pembangunan menuju peningkatan pembangunan daerah. Keuangan daerah

sangat berhubungan dengan pembangunan ekonomi daerah. Pembangunan

ekonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-

hasilnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan

prakarsa dan peran serta aktif masyarakat serta meningkatkan pendayagunaan

potensi daerah secara optimal.

Pemerintah Pusat saat ini sudah memberikan kebijakan berupa otonomi

daerah dimana masing – masing daerah diberi kewenangan untuk meningkatkan

pendapatannya, sehingga daerah dapat mengatur strategi sendiri agar

pembangunan daerah dapat terwujud. Peningkatan pendapatan daerah sangat

menunjang bagi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau disingkat APBD

karena mampu memberikan pedoman bagi kegiatan pembangunan ekonomi di

daerah. Adapun dengan adanya APBD, pemerintah daerah memiliki pedoman

yang jelas dalam melaksanakan pembangunan daerah sehingga semua kegiatan

dapat terarah dan perekonomian daerah diharapkan bisa meningkat. Hal tersebut

sesuai dengan ketentuan umum di UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian


1
2

diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Widjaja ( 2004) menegaskan bahwa di

dalam otonomi daerah tersebut, Pemerintah Pusat menghendaki masing - masing

daerah untuk berupaya meningkatkan potensi sumber -sumber Pendapatan Asli

Daerah (PAD) demi kemandirian daerah membiayai operasional pemerintahan

daerah, dan menyelenggarakan pemerintahan daerah yang ideal, serta dapat

menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang antara lain: meningkatkan

pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan

meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang

Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang

perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, maka

penyelenggaraan pemerintah daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan

yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Pelaksanaan

penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu menekankan prinsip-prinsip

demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan dan akuntabilitas

serta memperkuat potensi dan keanekaragaman daerah. Bentuk dan jenis PAD

yang dipungut daerah harus diartikan sebagai upaya untuk peningkatan

kesejahteraan masyarakat dan untuk itu pemerintah daerah harus mampu

memberdayakan masyarakat dan sebaliknya masyarakat secara aktif berperan

serta dalam upaya peningkatan PAD. Faktor keuangan merupakan faktor yang

mempengaruhi tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi.


3

Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan daerah ini Pamudji dalam Kaho

(2007:138-139) menegaskan: “Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan

fungsinya dengan efektif dan efisien tanpa biaya yang cukup untuk memberikan

pelayanan dan pembangunan...... Dan keuangan inilah merupakan dalam satu

dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus

rumah tangganya sendiri”

Sumber pendapatan keuangan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah,

Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, Kekayaan Daerah Lainnya, dan penjualan

saham milik daerah, dan Lain – lain pendapatan yang sah yaitu hibah, dana

darurat dan pendapatan lainnya. Salah satu sumber pendapatan keuangan daerah

adalah PAD. PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari pendapatan

pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-lain yang sah.

Davey (1998) merumuskan pajak daerah adalah :

a. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah daerah dengan pengaturan dari


daerah sendiri;
b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan
tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah;
c. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah.

Sumber PAD merupakan sumber pendapatan keuangan daerah yang digali

dari dalam wilayah daerah yang bersangkutan. Menurut Halim (2001:110) yaitu :

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dari

sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan

daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. PAD terdiri

dari Pendapatan Pajak Daerah, Pendapatan Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan


4

Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain – lain Pendapatan Asli Daerah yang

sah.

Salah satu bentuk pendapatan daerah yaitu Pendapatan Pajak Daerah.

Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 1 angka 10 Undang -

Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah).

Pajak Daerah merupakan sarana untuk memaksimalkan potensi sumber – sumber

pendapatan yang belum maksimal dan merupakan salah satu pendapatan yang

didapatkan di masing-masing daerah dalam menunjang otonomi daerah. 

Adapun jenis Pajak Daerah yang dikelola kota/kabupaten menurut Undang

- Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu

terdiri dari : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak

Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak

Air Tanah, Pajak sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan

perkotaan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan. Menurut

Mardiasmo (2003:1) “Pajak Daerah adalah Pajak yang dipungut daerah

berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan

pembiayaan rumah tangga pemerintah tersebut”. Melihat banyaknya sumber -

sumber pendapatan dari pajak daerah di tingkat kota/kabupaten, maka sangat

penting bagi tiap kota/kabupaten menjadikan pajak daerah sebagai masalah yang
5

patut diperhitungkan karena ditetapkannya UU nomor 28 tahun 2009 maka tiap –

tiap kota/kabupaten dituntut merancang Peraturan Daerah sebagai acuan untuk

memperjelas pelaksanaan pemungutan Pajak Daerah. Adanya tuntutan bagi daerah

untuk merancang Peraturan Daerah tersebut, maka Kota Probolinggo selaku objek

penelitian telah membuat Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2011 tentang Pajak

Daerah, Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum,

Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha, dan

Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2011 tentang Retribusi Perijinan Tertentu.

Pada Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah salah

satunya mengatur tentang jumlah Pajak Daerah yang diberlakukan di kota

Probolinggo. Di dalam Peraturan Daerah tersebut mengatur tentang sembilan jenis

Pajak Daerah antara lain yaitu semua jenis Pajak Daerah yang ada di Undang –

Undang Nomor 28 tahun 2009 kecuali Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan

dan Pajak Sarang Burung Walet karena pajak tersebut tidak dipungut karena

potensinya hampir tidak ada. Tingkat kontribusi pajak daerah terhadap

Pendapatan Asli Daerah dapat dihitung dengan cara menganalisis pendapatan

daerah melalui laporan realisasinya. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan

Aset Kota Probolinggo khususnya di bidang pendapatan daerah berfungsi untuk

memungut dan mengelola Pajak Daerah Kota Probolinggo. Semua pungutan

tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah terhadap kekayaan rakyat, yang akan

digunakan untuk pembiayaan penyelenggaraan daerah yang hasilnya langsung dan

tidak langsung dapat dirasakan oleh rakyat.


6

Sebagai salah satu sumber pendapatan maka Pajak Daerah berperan

penting terhadap PAD, karena Pajak Daerah dapat dijadikan jaminan pendapatan

daerah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan PAD di kota Probolinggo.

Berikut data Pendapatan PAD di Probolinggo Tahun 2011 – 2013 disajikan pada

tabel 1.1 .

Tabel 1.1 : Rincian Target dan Realisasi PAD Tahun 2011 - 2013

2011 2012 2013


NO URAIAN
Target Realisasi % Target Realisasi % Target Realisasi %
1 Pajak Daerah 10.680.723.250,00 11.713.781.859,00 109.67 11.343.450.000,00 13.933.502.844,00 122.83 18.373.571.400,00 20.951.122.357,00 114.03
2 Retribusi Daerah 10.479.286.817,00 10.584.456.372,00 101.00 10.130.535.067,00 11.006.288.148,30 108.64 12.015.603.880,00 11.870.773.952,09 98.79
3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 1.953.354.158,29 1.653.391.416,40 84.64 1.033.356.966,66 1.027.155.168,01 99.40 1.033.356.966,66 739.526.618,98 71.57
4 Lain - Lain PAD yang Sah 38.375.322.000,00 33.503.406.038,71 87.30 43.161.494.120,26 43.294.542.550,45 100.31 46.308.801.520,26 48.641.674.558,49 105.04
JUMLAH 61.488.686.225,29 57.455.035.686,11 93.48 65.668.836.153,92 69.261.488.710,76 105.47 77.731.333.766,92 82.203.097.486,56 105.75
Sumber: Bidang Pendapatan DPPKA Kota Probolinggo (4 Juli 2014)

Berdasarkan tabel tersebut, perkembangan pendapatan Pajak Daerah dari

tahun ke tahun paling tinggi mengalami peningkatan dapat dilihat dengan

prosentase tertinggi dari PAD lainnya. Adapun dengan terjadinya peningkatan

tersebut maka Pajak Daerah turut aktif dalam meningkatkan pendapatan PAD di

Kota Probolinggo karena dalam pencapaian realisasi selalu melebihi target dari

tahun ke tahun. Pajak Daerah juga dapat dijadikan sebagai simbol kemandirian

suatu daerah karena pendapatan Pajak Daerah tersebut berasal dari daerah itu

sendiri. Konsekuensi bagi pemerintah daerah Kota Probolinggo adalah

kewenangan sekaligus pertanggungjawaban terlaksananya pembangunan di


7

daerah yang harus menimbulkan manfaat bagi masyarakat setempat. Dari sisi

pembiayaan, pemerintah daerah harus cermat dalam menentukan urusan-urusan

prioritas, di samping tetap melakukan fungsi pelayanan pokok masyarakat seperti

pendidikan, kesehatan, lingkungan, transportasi, dan lain - lain. Besarnya

pendapatan pemerintah daerah tersebut akan berfungsi sebagai stimulan dan

percepatan kegiatan pembangunan daerah.

Kota Probolinggo selaku tempat penelitian merupakan kota yang

mendapatkan prestasi yang memuaskan di bidang Lingkungan Hidup dan telah

menerima Piala Adipura beberapa kali serta telah menerima pengakuan di bidang

keuangan publik yaitu Wajar Tanpa Pengecualian. Kota Probolinggo juga telah

menunjukkan kinerja baik di bidang pajak daerah melalui seminar “Gelar Sadar

Pajak” terhadap masyarakat akan sadar pajak dan terlihat dari realisasi

pemungutan pajak daerah yang selalu melebihi target selama 3 tahun. Bidang

kerja di wilayah Kota tersebut menganut sistim terpusat dengan menempatkan

kantor – kantor instansi Pemerintah di satu tempat. Mengingat besarnya peranan

pajak daerah dalam rangka peningkatan pendapatan daerah di kota Probolinggo,

maka peneliti tertarik untuk mengambil judul “Analisis Peranan Pajak Daerah

Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Daerah (Studi Pada Dinas

Pendapatan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Kota Probolinggo)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ditulis pada latar belakang, maka penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:


8

1. Apa saja upaya - upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Probolinggo

untuk mendorong peningkatan realisasi Pajak Daerah Kota Probolinggo

dan kendala yang dihadapi dari tahun 2011 - 2013?

2. Seberapa besar kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD Kota

Probolinggo dari tahun 2011 - 2013?

3. Bagaimana peranan Pajak Daerah dalam rangka peningkatan

pendapatan daerah Kota Probolinggo dari tahun 2011 - 2013?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan upaya – upaya yang dilakukan

Pemerintah Kota Probolinggo untuk mendorong peningkatan realisasi

Pajak Daerah Kota Probolinggo dan kendala yang dihadapi dari tahun

2011 - 2013.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan besarnya kontribusi Pajak Daerah

terhadap PAD Kota Probolinggo dari tahun 2011 - 2013.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan Pajak Daerah dalam

rangka peningkatan Pendapatan Daerah Kota Probolinggo dari tahun

2011 - 2013.

D. Kontribusi Penelitian

1. Akademis

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan penulis dari penelitian

yang dilakukan penulis dengan cara mengaplikasikan teori-teori yang


9

didapat selama perkuliahan dalam pembahasan masalah mengenai

Peranan Pajak Daerah Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Daerah

Kota Probolinggo.

2. Praktis

Penelitian ini bermanfaat bagi Pemerintah Kota Probolinggo untuk

mengevaluasi kegiatan pengelolaan pajak untuk menyusun strategi yang

lebih terfokus di masa mendatang dan sebagai bahan informasi atau

pengetahuan tambahan di bidang ilmu administrasi khususnya

mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Peranan Pajak Daerah

Dalam Rangka Peningkatan Pendapatan Daerah Kota Probolinggo.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih mengetahui rincian dari penelitian, maka berikut ini

dilampirkan sistematika pembahasan, yaitu:

BAB I: PENDAHULUAN

Menjelaskan mengenai latar belakang yang berupa alasan peneliti

dalam memilih topik, rumusan masalah yang akan dikaji, tujuan dari

kegiatan yang dilakukan, kontribusi penelitian serta sistematika

pembahasan.

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

Mengemukakan teori-teori yang berkaitan dengan permasalahan yang

diteliti, sebagai acuan dalam membahas dan memecahkan permasalahan

yang ada. Topik yang dibicarakan pada bab ini adalah Pajak Daerah,
10

Peraturan Pajak Daerah, Pendapatan Asli Daerah dan Pendapatan Pajak

Daerah.

BAB III: METODE PENELITIAN

Penjelasan dalam bab ini adalah uraian mengenai: jenis penelitian,

fokus penelitian, lokasi dan situs penelitian, sumber data, teknik

pengumpulan data, dan analisis data.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang penyajian data yang terdiri dari gambaran

umum instansi, penyajian data penelitian dan pembahasan data.

BAB V: PENUTUP

Bab terakhir ini berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang

telah dikemukakan secara singkat beserta saran-saran yang mendukung

bagi instansi dan pihak lain.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peranan dan Kontribusi

1. Peranan

Menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto, sebagai

berikut:

“Peranan adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang
dikembangkan  dengan  posisi  atau  tempat  seseorang  dalam  masyarakat,
peranan  dalam  arti  ini  merupakan  rangkaian  peraturan-peraturan  yang
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.”

Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan, yaitu seorang yang

melaksanakan hak hak dan kewajibannya. Artinya, apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia

telah menjalankan suatu peranan. Suatu peranan paling tidak mencakup tiga hal

berikut :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

tempat seseorang dalam masyarakat.

2. Peranan merupakan suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan

oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting

bagi struktur sosial.

Peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi

dalam pergaulan masyarakat. Posisi seseorang dalam masyarakat (social

position) merupakanunsur statis yang menunjukkan tempat individu dalam


11
masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian

diri, dan sebagai suatu proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi

dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan

2. Kontribusi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Kontribusi adalah

sumbangan. Kontribusi bisa diartikan sebagai sumbangan yang diberikan Pajak

Daerah terhadap besarnya Pendapatan Daerah.

B. Keuangan Daerah

1. Definisi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana

keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Peraturan

Daerah yang berlaku saat ini di daerah Kota Probolinggo adalah Peraturan Daerah

Nomor 7 Tahun 2013. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai

dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Fungsi dan Tujuan APBD

Fungsi APBD adalah sebagai berikut:

a) Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk

merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa

dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan

untuk dilaksanakan.

12
13

b) Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun

yang bersangkutan.

c) Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun

yang bersangkutan.

d) Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah

menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan

penyelenggaraan pemerintah daerah.

e) Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus

diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi

pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan

efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.

f) Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam

penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan

kepatutan.

g) Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat

untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental

perekonomian daerah.

Tujuan APBD adalah sebagai pedoman pendapatan dan pengeluaran

negara dalam melaksanakan tugas kenegaraan untuk meningkatkan produksi,


14

memberi kesempatan kerja, dan menumbuhkan perekonomian, untuk mencapai

kemakmuran masyarakat.

APBD memang dirancang oleh pemerintah, namun harus mendapat

persetujuan DPR. Proses penyusunan APBD terjadi di tingkat eksekutif dan

legislatif, sebagai berikut:

1. Proses yang terjadi di Eksekutif

Proses penyusunan APBD secara keseluruhan berada di tangan

Sekretaris Daerah yang bertanggungjawab mengkoordinasikan seluruh

kegiatan penyusunan APBD, sedangkan proses penyusunan belanja

rutin disusun oleh bagian keuangan Pemerintah Daerah. Proses

penyusunan pendapatan dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah dan

proses penyusunan belanja pembangunan disusun oleh Bappeda (bagian

penyusunan program dan bagian keuangan).

2. Proses di legislative

Proses penyusunan APBD di tingkat legislatif dilakukan

berdasarkan Tatib DPRD yang bersangkutan.

2. Sumber – Sumber Pendapatan Daerah

Sesuai dengan Pasal 79 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 Tentang

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, pendapatan daerah

adalah semua pendapatan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu.
15

Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan

yang terukur secara rasional yang dapat dicapai. sebagaimana dimaksud dalam

terdiri atas:

a) Pendapatan Asli Daerah (PAD);

b) Dana Perimbangan;

c) Pinjaman Daerah; dan

d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Bratakusumah dan Solihin (2003) menyatakan bahwa penyelenggaraan

tugas daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dibiayai atas beban APBD.

Adapun yang menjadi sumber-sumber pendapatan daerah dalam pelaksanaan

desentralisasi fiskal adalah sebagai berikut :

1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dari

sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

2. Dana Perimbangan, yaitu sumber pendapatan daerah yang berasal dari

APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah

dalam mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama

peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin

baik. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi

Umum, dan Dana alokasi Khusus.


16

3. Pinjaman Daerah, yaitu pelengkap dari sumber-sumber pendapatan

daerah yang ada dan ditujukan untuk membiayai pengadaan prasarana

daerah atau harta tetap lain yang berkaitan dengan kegiatan yang

bersifat meningkatkan pendapatan yang dapat digunakan untuk

mengembalikan pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan

masyarakat.

4. Jenis pendapatan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah

lainnya yang dipisahkan, antara lain, bagian laba, dividen, dan

penjualan saham milik daerah.

5. Lain-lain pendapatan yang sah, antara lain, hibah, Dana Darurat, dan

pendapatan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana perimbangan

adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada

daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi. Dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 dinyatakan

bahwa dana perimbangan terdiri atas sebagai berikut :

1. Dana Bagi Hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh)

perorangan, dan pendapatan dari sumber daya alam.


17

2. Dana Alokasi Umum (DAU) atau sering disebut juga dengan block

grant yang besarnya didasarkan atas formula.

3. Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK identik dengan special grant yang

ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental

dan mempunyai fungsi yang sangat khusus, namun prosesnya tetap dari

bawah (bottom-up).

Selain itu, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan bahwa

pinjaman daerah adalah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam

rangka pelaksanaan desentralisasi yang dicatat dan dikelola dalam APBD.

Pinjaman daerah dapat bersumber dari dalam dan luar negeri.

3. Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan daerah

yang dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur bagi kinerja perekonomian

suatu daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Pendapatan Asli

Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut

berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,

meliputi :

1. Pajak Daerah;
18

2. Retribusi Daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum

(BLU) daerah;

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain bagian

laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga; dan

4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.

Salamm (2002) menyatakan bahwa bagi daerah, PAD ini jelas sumber

dana yang diperoleh berdasarkan inovasi dan kreasi pemerintah daerah untuk

menciptakan sumber pendapatan baru. Oleh karena itu, banyak pemerintah daerah

yang ”rajin” bersama DPRD mencari peluang-peluang baru sebagai sumber

pemasukan kas daerah.

4. Definisi Pajak Secara Umum

Pajak merupakan iuran yang dipungut oleh negara baik oleh pemerintah

pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan

pelaksanaan pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana dari sektor

swasta (wajib pajak yang membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak

pemerintah) dan diperuntukan bagi keperluan pembiyaan umum pemerintah

dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun

pembangunan. Pentingnya sebagai bahan pembanding, penulis akan memberikan

beberapa definisi mengenai pajak. Definisi pajak menurut para ahli dibidang

perpajakan bermacam-macam, namun definisi tersebut memiliki inti dan tujuan

yang sama. Dibawah ini definisi pajak menurut beberapa ahli perpajakan.
19

Pengertian pajak menurut Soemitro, seperti dikutip oleh Waluyo dan

B.Ilyas (2007:2) yaitu:

“ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari

sektor partikulir ke sektor pemerintahan berdasarkan undang-undang (dapat

dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat

ditunjukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.”.

Suandy (2005:5) menyatakan bahwa:

“Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah,

yang sebagian dipakai untuk penyediaan barang dan jasa publik.”

Definisi pajak yang dikemukakan oleh Adriani (2002:2), dalam bukunya

berjudul Perpajakan Indonesia menyatakan bahwa:

“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang


terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan
tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas
negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.”

Dengan demikian, dapat dikatakan pajak hanya dapat dipungut oleh

pemerintah, dan pemerintah baru dapat memungut pajak jika sudah ada Undang-

Undangnya serta Peraturan Pelaksanaannya, sehingga pajak merupakan kewajiban

bagi masyarakat yang bila diabaikan akan terkena sanksi sesuai dengan Undang-

Undang pajak tersebut.

Berdasarkan ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat

unsur-unsur pokok pajak, sehingga batasan pengertian tersebut mempunyai

kesamaan unsur dengan ciri-ciri pajak adalah yaitu:


20

1. iuran atau pungutan,

2. dipungut berdasarkan undang-undang,

3. pajak dapat dipaksakan,

4. tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi, dan

5. untuk membiayai pengeluaran umum Pemerintah.

Menurut Soemitro (2007), pembenaran pemungutan pajak oleh pemerintah

berdasarkan beberapa teori antara lain :

a) Teori Asuransi, yang mengatakan bahwa pajak itu diibaratkan suatu

premi asuransi yang harus dibayar oleh setiap orang karena orang

mendapatkan perlindungan atas haknya dari pemerintah.

b) Teori daya beli, merupakan teori yang menyedot uang dari rakyat dan

dikembalikan kepada rakyat.

c) Teori kewajiban mutlak, teori ini berdasarkan pada organ teori yang

menyatakan bahwa negara merupakan suatu kesatuan dalam arti, negara

memberi hidup kepada warganya maka membebani kewajiban.

Teori yang berkaitan dengan dasar keadilan pembagian beban pajak oleh

negara didasarkan atas teori-teori sebagai berikut :

a) Teori daya pikul, setiap wajib pajak membayar pajak sesuai dengan

daya pikul masing-masing.

b) Teori kepentingan, teori ini mengukur sesuai dengan besarnya

kepentingan wajib pajak yang dilindungi. Makin besar kepentingan

yang dilindungi maka makin besar pajak yang harus dibayar.


21

5. Sistem Perpajakan

Sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yakni Tax Policy,

Tax Law, dan Tax Administration. Ketiga unsur tersebut saling menunjang satu

sama lain dan tak bisa dipisahkan. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai

metoda atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh wajib

pajak dapat mengalir ke kas negara.

Menurut Devano dan Siti Kurnia Rahayu (2006:25), sistem perpajakan

terdiri dari:

1. Official Assesment System

2. Semi Self Assesment System

3. Full Self Assesment System

4. With Holding System

Penjelasan dari kutipan diatas adalah sebagai berikut:

1) Official Assesment System, adalah dimana wewenang pemungutan pajak

pada fiskus. Utang pajak timbul kalau ada Surat Ketetapan Pajak (SKP),

dilaksanakan sampai tahun 1967.

2) Semi Self Assesment System, adalah wewenang pemngutan ada pada

wajib ajak dan fiskus. Pada awal tahun pajak wajib pajak menaksirkan

dahulu berapa pajak yang akan terutang untuk satu tahun pajak,

kemudian mengangsurnya. Akhir tahun pajak, pajak terutang

sesungguhnya ditentukan fiskus. Dilaksanakan di Indonesia pada

periode 1968-1983.
22

3) Full Self Assesment System, adalah wewenang sepenuhnya untuk

menentukan besar pajak ada pada wajib pajak. Wajib pajak aktif

menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendirir

pajaknya. Fiskus tidak campur tangan dalam penentuan besarnya pajak

terutang selama wajib pajak tidak menyalahi peraturan yang berlaku.

Dilaksanakan secara efektif pada tahun 1984 atas dasar perombakan

perundang-undangan perpajakan pada tahun 1983.

4) With Holding System, adalah wewenang pemungutan ada pada pihak

ketiga. Dilaksanakan secara efektif sejak 1984.

6. Pajak Daerah

Pajak daerah merupakan pajak yang dipungut oleh daerah seperti

provinsi, kabupaten maupun kotamadya berdasarkan peraturan daerah masing-

masing dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga daerah masing-

masing“(Tjahyono, 2009:8). Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan

oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang

seimbang, yang dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku

yang digunakan untuk pembiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan

pembangunan daerah (Pasal 1 ayat 10 Undang - Undang No. 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah)

Menurut Soelarno (1999: 87) Pajak Daerah merupakan Pendapatan Asli

Daerah atau Pajak Negara yang diserahkan kepada daerah, yang pemungutannya

diselenggarakan oleh daerah di dalam kekuasaannya, yang digunakan untuk


23

membiayai pengeluaran daerah terhubung dengan tugas dan kewajiban mengatur

dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik

Indonesia sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang sangat potensial

terutama bagi daerah Tingkat II oleh karenanya, dalam pengelolaannya telah

diatur secara nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009

tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam hal ini penerbitan pengaturan

perundang-undangan tersebut dimaksudkan untuk menggali secara optimal pajak

daerah dan retribusi daerah yang merupakan sumber pendapatan daerah yang

penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah

yang nyata, dinamis serasi dan bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah

Tingkat II.

Dasar hukum pajak Pajak Daerah diatur dalam Undang-undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak Daerah adalah

pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah untuk berdasarkan peraturan pajak

yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga

Pemerintah Daerah tersebut. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak iuran

wajib yang dilakukan oleh Objek Pajak atau Badan kepada Daerah tanpa imbalan

langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan Peraturan Daerah

dan Pembangunan Daerah.

Pengertian Pajak Daerah pada hakikatnya tidak terdapat perbedaan dengan

Asas Pajak Negara yaitu pungutan yang dilakukan oleh Pemerintah berdasarkan
24

peraturan perundang-undangan yang hasilnya dipergunakan bagi pembiayaan

umum pengeluaran pemerintah yang balas jasanya tidak langsung diberikan,

sedangkan pungutannya dilaksanakan secara paksa.

Berdasarkan definisi tersebut ciri-ciri yang melekat pada pajak daerah

adalah :

1. Pajak daerah berasal dari iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau

badan kepada pemerintah;

2. Penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang;

3. Hasil pemungutan pajak daerah digunakan untuk membiayai

penyelenggaraan urusan rumah tangganya atau untuk membiayai

pengeluaran daerah sebagai badan hukum publik.

Pengertian pajak negara dan pajak daerah tersebut, menunjukan bahwa

subyek pajaknya sama-sama penduduk, sehingga memungkinkan terjadinya

pemungutan pajak secara ganda . Oleh karenanya pemungutan pajak di daerah

perlu ditetapkan bahwa lapangan pajak daerah adalah pajak yang belum

diusahakan atau dipungut oleh negara (pemerintah pusat) sebagai pajak pusat

(Pasal 2 angka (3) Undang – Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah)

7. Fungsi Pajak Daerah

Pajak daerah adalah bentuk pungutan yang dipungut oleh negara yang

pelaksanaan pemungutannya diserahkan kepada daerah. Sebagai pungutan yang

dilakukan oleh negara, maka pajak daerah seperti yang telah dikemukakan diatas
25

merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah dalam konteks

Negara Kesatuan Republik Indonesia, oleh karena itu pelaksanaannya tetap diatur

dalam peraturan perundangan-undangan.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang

Pemerintahan Daerah, di antara pasal-pasalnya menentukan antara lain :

1. Pasal 157 yang menyatakan bahwa Sumber Pendapatan Daerah terdiri

dari:

a) Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD,

yaitu:

1) Hasil Pajak Daerah;

2) Hasil Retribusi Daerah;

3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang

dipisahkan; dan

4) Lain-Lain PAD yang sah.

b) Dana Perimbangan ; dan

c) Lain-Lain Pendapatan Daerah yang sah.

2. Pasal 158 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pajak daerah ditetapkan

dengan Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Daerah (Perda).

Menurut Syaukani (2002. Hal. 176 – 177), pada dasarnya

dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang


26

Pemerintahan Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah

dan pembangunan daerah, maka dalam hal ini fungsi pemungutan pajak

daerah adalah sebagai berikut:

1. Tumbuhnya kemandirian dan keberanian mengambil peran, yaitu:

bahwa pemungutan pajak daerah sebagai bentuk kesiapan

masyarakat mengambil peranan juga sebagai kesiapan pemerintah

mengambil keputusan yang tepat disertai rasa tanggung jawab.

2. Adanya komitmen rasa persatuan yaitu: bahwa dengan adanya

komitmen pengurusan rumah tangga sendiri terutama dalam

pemungutan pajak daerah yang selama ini pemungutannya

diserahkan kepada daerah, tetapi hasil pemungutannya tersebut

diserahkan kepada pusat dengan prinsip perimbangan keuangan

daerah. Dengan diberlakukannya otonomi daerah segala kebijakan

tentang pemungutan pajak daerah dilimpahkan wewenangnya

kepada daerah, begitu juga mengenai hasil pungutan diserahkan

kepada pemerintah daerah.

3. Adanya masyarakat yang Egaliter, yaitu dengan adanya persamaan

hak dan kewajiban dalam masyarakat terutama hak dan kewajiban

yang dipunyai oleh pemerintah daerah, maka fungsi pemungutan

pajak daerah menjadi tolok ukur suatu azas kebersamaan

(Egaliterian) yang merupakan salah satu instrumen dari otonomi

daerah.
27

4. Meningkatnya kemampuan pemberdayaan masyarakat yaitu bahwa

fungsi pemungutan pajak daerah merupakan suatu indikator dari

suatu daerah mengenai kemampuan pemberdayaan masyarakat dan

tingkat kemajuan suatu daerah dengan indikator meningkatnya hasil

pendapatan daerah melalui pajak daerah.

Dengan demikian pelaksanaan dan penyelenggaraan

otonomi daerah dan pembangunan daerah menggunakan prinsip-

prinsip sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan otonomi daerah dan pembangunan daerah

dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,

pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

2. Pelaksanaan otonomi daerah dan pembangunan daerah didasarkan

pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada

daerah kabupaten dan daerah kota, sedangkan daerah provinsi

merupakan otonomi yang terbatas.

4. Pelaksanaan otonomi daerah dan pembangunan daerah harus

sesuai dengan konstitusi negara sehingga terjamin hubungan

serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.

5. Pelaksanaan otonomi daerah dan pembangunan daerah harus lebih

meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam


28

daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah

administrasi.

6. Pelaksanaan otonomi daerah dan pembangunan daerah harus lebih

meningkatkan peranan dan fungsi Badan Legislatif Daerah.

7. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi

dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi.

8. Pelaksanaan tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari

pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah

kepada desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan

prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban

melaporkan pelaksanaan dan pertanggung jawaban kepada yang

menugaskan.

8. Dasar Hukum tentang Pajak Daerah Kota Probolinggo

Dasar Hukum yang mengatur tentang Pajak Daerah Kota Probolinggo

adalah sebagai berikut:

1. UUD 1945 pasal 23 A (sesudah diamandemen) yang berbunyi:

pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan

negara diatur dengan undang-undang.

2. Undang – Undang nomor 18 tahun 1997 dan Undang – Undang 34

tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

3. Undang – Undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah


29

4. Undang – Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah

5. Peraturan Daerah Kota Probolinggo nomor 2 tahun 2011 tentang

Pajak Daerah

6. Peraturan Wali Kota Probolinggo nomor 25 tahun 2012 tentang

Petunjuk Pelaksanaan Teknis Peraturan Daerah Kota Probolinggo

nomor 2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah

9. Jenis-jenis Pajak Daerah dan Tarif Pajak Daerah

Peraturan Daerah yang mengatur tentang Pajak Daerah Kota

Probolinggo adalah Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota Probolinggo

Tentang Pajak Daerah serta didukung Peraturan Walikota nomor 25 tahun 2012

tentang petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo Tentang Pajak Daerah yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah Tingkat 2 beserta Kepala Daerah. Peraturan Daerah yang

selanjutnya disingkat Perda ialah merupakan salah satu pedoman dan instrumen

bagi pemerintah dalam menjalankan administrasi perpajakan daerah.

Melalui Perda dan Perwali, Pemerintah daerah dapat memberikan

arahan kepada pegawai pajak daerah maupun wajib pajak dalam melaksanakan

pemungutan pajak daerah dengan lebih jelas dan mudah karena di dalamnya

sudah tertuang peraturan tentang prosedur pemungutan.

Jenis-jenis pajak daerah yang diatur dalam Undang – Undang nomor 28

tahun 2009 adalah jenis pajak daerah untuk daerah propinsi dan jenis pajak
30

daerah untuk daerah kabupaten dan kota. Dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat

(1), Pasal 2A ayat (1) disebutkan jenis pajak daerah dan besarnya tarif pajak

daerah dan pembagian hasil kepada daerah kabupaten dan kota.

Dalam Pasal 2 Undang – Undang Nomor 28 tahun 2009, diatur

mengenai jenis-jenis pajak propinsi dan besarnya tarif paling tinggi, yaitu :

a) Pajak kendaraan bermotor

dan kendaraan di atas air, tarif paling tinggi adalah 1 % (diatur dalam

Pasal 6 Undang – Undang Nomor 28 2009).

b) Bea balik nama kendaraan

bermotor dan kendaraan di atas air, paling tinggi adalah 20 % (diatur

dalam Pasal 12 Undang – Undang Nomor 28 2009).

c) Pajak bahan bakar kendaraan

bermotor , tarif paling tinggi adalah 10 %. (diatur dalam Pasal 19

Undang – Undang Nomor 28 2009).

d) Pajak air permukaan tanah,

tarif paling tinggi adalah 10 %.(diatur dalam Pasal 24 Undang –

Undang Nomor 28 2009).

e) Pajak rokok, tarif paling

tinggi adalah 10% (diatur dalam Pasal 29 Undang – Undang Nomor

28 2009).

Jenis pajak daerah untuk kabupaten dan kota dan besarnya tarif, serta

pembagian hasil dari kabupaten kepada desa di wilayahnya, diatur dalam Pasal
31

2 ayat (2), Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Dalam Pasal 2 ayat (2)

disebutkan jenis pajak kabupaten kota dan tarif paling tinggi yang dikenakan.

Berikut adalah perbandingan jenis – jenis Pajak Daerah tingkat II antara

Undang – Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah dengan Peraturan Daerah Kota Probolinggo nomor 2 tahun 2011 tentang

Pajak Daerah:

Tabel 2.1 Perbandingan PERDA Probolinggo no 2 th 2011 dengan UU no 28 th 2009

Peraturan Daerah Kota Probolinggo Nomor 2 Undang – Undang


tahun 2011 nomor 28 tahun 2009

1. Pajak Hotel 1. Pajak Hotel


2. Pajak Restoran 2. Pajak Restoran
3. Pajak Hiburan 3. Pajak Hiburan
4. Pajak Reklame 4. Pajak Reklame
5. Pajak Penerangan Jalan 5. Pajak Penerangan Jalan
6. Pajak Parkir 6. Pajak Parkir
7. Pajak Air Tanah 7. Pajak Mineral Bukan Logam dan
8. PBB Pedesaan & Perkotaan (baru) Batuan (perubahan nomenklatur)
9. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan 8. Pajak Air Tanah (pengalihan dari
Bangunan (baru) Prov)
9. Pajak Sarang Burung Walet (baru)
- Keterangan: untuk Pajak mineral bukan 10. PBB Pedesaan & Perkotaan (baru)
logam dan batuan serta Pajak Sarang 11. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan 
Burung Walet ditiadakan karena tidak Bangunan (baru)
ada sumber potensialnya. (sesuai dalam
Pasal 2 angka (4) Undang – Undang
nomor 28 tahun 2009)

Sumber: Bidang Pendapatan DPPKA Kota Probolinggo Juli 2014 (data diolah)

Jenis - jenis pajak daerah tingkat II (kab/kota) saat ini:


32

1. Pajak Hotel.

2. Pajak Restoran.

3. Pajak Hiburan.

4. Pajak Reklame.

5. Pajak Penerangan Jalan.

6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.

7. Pajak Parkir.

8. Pajak Air Tanah.

9. Pajak Sarang Burung Walet.

10.Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.

11.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

PENJELASAN:

a) Pajak Hotel

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan retribusi Daerah, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang

disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut

bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma

pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah

kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Tarif Pajak Hotel

ditetapkan paling tinggi sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak (Pasal 35

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).


33

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, Pajak Hotel dibagi menjadi dua yaitu Pajak Hotel dan Pajak

Rumah Kos. Tarif yang berlaku untuk Pajak Hotel adalah sebesar 10%

dari dasar pengenaan pajak, dan yang berlaku untuk Pajak Rumah Kos

sebesar 5% dari dasar pengenaan pajak. (Pasal 7 Peraturan Daerah nomor

2 tahun 2011 Kota Probolinggo)

b) Pajak Restoran;

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan

yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan

dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah

makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa

boga/katering. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(Pasal 40 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, Pajak Restoran dibagi menjadi 4 yaitu restoran atau rumah

makan, cafe, warung makan dan catering. Tarif yang berlaku untuk

restoran atau rumah makan sebesar 10%, untuk cafe sebesar 7%, untuk

warung makan sebesar 5%, dan untuk catering sebesar 5% dari dasar

pengenaan pajak (Pasal 15 Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo).

c) Pajak Hiburan
34

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

dan Retribusi Daerah, Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan

hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan,

dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. Tarif Pajak

Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).

Khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan,

diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan

mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar

75% (tujuh puluh lima persen). Khusus hiburan kesenian rakyat/tradisional

dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (Pasal

45 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, Pajak Hiburan dibagi menjadi 13 jenis sesuai pasal 24

Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2011 Kota Probolinggo, antara lain:

1) Tontonan Film ditetapkan sebesar 10 %;

2) Untuk Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana ditetapkan

sebesar 5 %;

3) Untuk kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya ditetapkan sebesar

15%;

4) Untuk pameran ditetapkan sebesar 15%;

5) Untuk diskotik ditetapkan sebesar 35%;

6) Untuk karaoke ditetapkan sebesar 25%;


35

7) Untuk klab malam ditetapkan sebesar 35%;

8) Untuk sirkus, akrobat dan sulap ditetapkan sebesar 15%;

9) Untuk permainan bilyar ditetapkan sebesar 15%;

10) Untuk pacuan atau kerapan Kambing dan/atau Sapi, kendaraan

bermotor dan permainan ketangkasan ditetapkan sebesar 10%;

11) Untuk panti pijat, refleksi, mandi uap / spa sebesar 35%;

12) Untuk pusat kebugaran (fitnes center) ditetapkan sebesar 10%;

13) Untuk pertandingan olahraga ditetapkan sebesar 10%.

d) Pajak Reklame

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Reklame adalah pajak atas

penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau

media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial

memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik

perhatian umum terhadap barang, jasa, orang, atau badan, yang dapat

dilihat, dibaca, didengar, dirasakan, dan/atau dinikmati oleh umum. Tarif

Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 50 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, tarif untuk Pajak Reklame diberlakukan sama yaitu sebesar

20% (Pasal 33 Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2011 Kota Probolinggo).

e) Pajak Penerangan Jalan


36

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas

penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh

dari sumber lain. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi

sebesar 10% (sepuluh persen). Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain

oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak

Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3% (tiga persen).

Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak Penerangan

Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5% (Pasal 55 Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009).

Namun menurut Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, tarif yang berlaku untuk Pajak Penerangan Jalan dibagi

menjadi 3 sesuai Pasal 43 Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2011 yaitu

antara lain:

1) Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%

(sepuluh persen)

2) Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri,

pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif Pajak Penerangan

Jalan ditetapkan sebesar 3% (tiga persen)

3) Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif Pajak

Penerangan Jalan ditetapkan sebesar 1,5% (satu koma lima persen).

f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan


37

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan,

baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk

dimanfaatkan. Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah mineral bukan

logam dan batuan sebagaimana dimaksud di dalam peraturan perundang-

undangan di bidang mineral dan batubara. Tarif Pajak Mineral Bukan

Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% (Pasal 60

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan tidak diatur

pengenaan pajaknya karena sumber potensi nya tidak ada.

g) Pajak Parkir

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Parkir adalah pajak atas

penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan

berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu

usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. Parkir

adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat

sementara. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (Pasal

65 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).


38

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 Tahun 2011 Kota

Probolinggo, tarif yang berlaku untuk Pajak Parkir sebesar 30% dari dasar

pengenaan pajak (Pasal 51 Peraturan Daerah nomor 2 Tahun 2011 Kota

Probolinggo)

h) Pajak Air Tanah

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Air Tanah adalah pajak atas

pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Air Tanah adalah air yang

terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Tarif

Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% (Pasal 70 Undang-

Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, tarif yang berlaku untuk Pajak Air Tanah adalah sebesar 20%

dari dasar Pengenaan Pajak (Pasal 59 Peraturan Daerah nomor 2 tahun

2011 Kota Probolinggo)

i) Pajak Sarang Burung Walet

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak

atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

Burung walet adalah satwa yang termasuk marga collocalia, yaitu

collocalia fuchliap haga, collocalia maxina, collocalia esculanta, dan


39

collocalia linchi. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling

tinggi sebesar 10% (Pasal 75 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, tarif untuk Pajak Sarang Burung Walet sebesar 7% dari dasar

Pengenaan Pajak (Pasal 67 Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo)

j) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan

Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki,

dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali

kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan,

dan pertambangan.

Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan

pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota. Bangunan adalah konstruksi

teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau

perairan pedalaman dan/atau laut. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% dari dasar

pengenaan pajak yaitu Nilai Jual Objek Pajak atau disingkat NJOP (Pasal

80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).


40

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, tarif yang berlaku untuk Pajak Bumi dan Bangunan

Perdesaan dan Perkotaan sesuai Pasal 75 yaitu terbagi 2, antara lain:

1) sebesar 0,2 % (nol koma dua persen) untuk NJOP Rp. 1.000.000.000,00

(satu milyar)

2) sebesar 0,1 % (nol koma satu persen) untuk NJOP kurang dari Rp.

1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas

perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah

dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang

mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang

pribadi atau Badan. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (Pasal 88 Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009).

Namun menurut Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo, tarif yang berlaku untuk Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan sebesar 5% dari dasar Pengenaan Pajak ( Pasal 85 Peraturan

Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota Probolinggo)

C. Kerangka Konsep

PAJAK Pendapatan PENINGKATA


N
DAERAH
Asli
PENDAPATAN
DAERAH
Daerah
41

Tolak ukur daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri yaitu

seberapa besar pemerintah daerah mampu mengolah dan memanfaatkan sumber –

sumber potensi keuangan yang ada di suatu daerah. Salah satu sumber pendapatan

daerah yang dapat dijadikan tolak ukur bagi kinerja perekonomian adalah

Pendapatan Asli Daerah (PAD). PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah

dari pendapatan pajak daerah, retribusi daerah, laba perusahaan daerah, dan lain-

lain yang sah.

Pengertian pajak menurut Soemitro, seperti dikutip oleh Waluyo dan

B.Ilyas (2007:2) yaitu: “ Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan

kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintahan berdasarkan undang-

undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal yang langsung

dapat ditujukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum. Dalam hal

ini ciri-ciri dari pajak daerah meliputi (Kaho, 1995) dalam (Imam Mukhlis, 2010:

2); pajak daerah berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai

pajak daerah, penyerahan dilakukan berdasarkan undang-undang, pajak daerah

dipungut oleh daerah berdasarkan kekuatan undang-undang dan atau peraturan

hukum lainnya, hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai

penyelenggaraan urusan-urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai

pengeluaran daerah.
42

Sebagaimana diketahui bahwa pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor

swasta ke sektor pemerintah (untuk membiayai pengeluaran negara) tanpa ada

jasa timbal balik yang langsung ditunjuk, Jadi pajak disini adalah merupakan

kekayaan rakyat yang diserahkan kepada negara.

Berdasarkan teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pajak daerah

merupakan sumber pendapatan yang hanya dapat dipungut oleh pemerintah, dan

pemerintah baru dapat memungut pajak jika sudah ada Undang-Undangnya serta

Peraturan Pelaksanaannya, sehingga pajak merupakan kewajiban bagi masyarakat

yang bila diabaikan akan terkena sanksi sesuai dengan Undang-Undang pajak

tersebut dan hasilnya tidak dapat dirasakan secara langsung serta bersifat

berkelanjutan dari tahun ke tahun untuk membiayai penyelenggaraan urusan-

urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah.

Dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui pelaksanaan

otonomi daerah selalu dikaitkan dengan kemampuan pemerintah daerah untuk

menggali sumber daya keuangan terutama pada sektor pajak, maka dapat

dikatakan pajak daerah mempunyai peranan yang sangat besar dalam pelaksanaan

peningkatan pendapatan daerah terlebih PAD.

Pajak daerah dapat dikatakan merupakan jiwa di daerah, oleh karena itu

tanpa adanya pajak daerah, maka daerah tersebut tidak akan berkembang, kecuali

apabila daerah tersebut mempunyai pendapatan dari sumber-sumber alam yang

tinggi atau perdagangan / industri-industrinya. Maka dari itu sangat perlu

memperhatikan kendala dan upaya - upaya yang mendukung dalam meningkatkan


43

pendapatan Pajak Daerah untuk menjaga stabilitas keuangan daerah. Pada

hakikatnya pajak merupakan kebutuhan daerah secara ekonomis, sehingga pajak

daerah dapat membantu kelangsungan hidup organ-organ daerah dan mampu

melaksanakan fungsinya masing-masing, dan banyak sedikitnya uang yang

diperlukan tergantung kepada tingkatan ekonomi suatu daerah. Semakin besar

pendapatan suatu daerah maka daerah tersebut dapat melaksanakan kegiatan

pembangunan daerah menjadi lebih baik.


44
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah tata cara bagaimana suatu penelitian

dilaksanakan, (Hasan, 2002: 21). Dengan metode penelitian, objek yang diteliti

dapat dirumuskan dengan objektif dan rasional. Metode Penelitian membicarakan

bagaimana secara berurut suatu penelitian dilakukan, yaitu dengan alat apa dan

prosedur bagaimana suatu penelitian dilakukan (Nazir, 2003: 51-52). Hal ini

menunjukkan arti penting penggunaan metode penelitian untuk mendapatkan data

dengan tujuan yang dilandasi oleh metode keilmuan.

A. Jenis Penelitian

Peneliti menentukan jenis penelitian deskriptif. Pengertian penelitian

deskriptif menurut Faisal (1999:20) adalah “penelitian yang ditujukan untuk

eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial

dengan jalan mendeskriptifkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan

masalah dan unit yang diteliti”,.

Menurut Neuman (2000:30), metode deskriptif adalah suatu metode

dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta - fakta, sifat serta hubungan antar

fenomena yang diselidiki dalam penelitian.

Prasetyo dan Jannah (2008:45) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif

merupakan penelitian yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih

detail mengenai suatu fenomena.

46
Pendekatan yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak

dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta – fakta yang ditemukan pada saat

penelitian di lapangan. Oleh karena itu, analisis data yang dilakukan bersifat

induktif berdasarkan fakta – fakta yang ditemukan pada saat penelitian di

lapangan (Sugiyono, 2007:3 ).

Menurut Creswell, pengertian penelitian kualitatif didefinisikan sebagai

berikut (Cresswell, 2002: 1-2):

“an aquiry process of understanding a social or human problem, based on

building a complex, holistic picture, formed with words, reporting detailed

views of informants and conducted in a natural setting”

Menurut Basrowi dan Suwandi dalam bukunya yang dikaji dari berbagai

definisi dapat disintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah (Basrowi &

Suwandi, 2008: 22) :

“penelitian yang berangkat dari inkuiri naturalistic yang temuan-temuannya

tidak diperoleh dari prosedur penghitungan secara statistic. Metode kualitatif

dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena

yang sama sekali belum diketahui.”

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif

karena dilihat dari asumsi dasar hakikat dasar ilmu pengetahuan (epistemologi)

bahwa penelitian ini bersifat idiografik atau secara holistik menyeluruh. Selain

itu dari asumsi dasar tujuan penelitian (aksiologi) adalah menemukan arti

47
48

pemahaman mengenai peranan Pajak Daerah Dalam Rangka Peningkatan

Pendapatan Daerah Kota Probolinggo.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena

peneliti ingin mengemukakan penjelasan yang mendalam mengenai upaya –

upaya yang dilakukan Bidang Pendapatan DPPKA Kota Probolinggo dan

kendala yang dihadapi, serta mengetahui Peranan Pajak Daerah selama 3 tahun

dari tahun 2011 – 2013 dalam Peningkatan Pendapatan Daerah melalui data

target dan realisasi Pajak Daerah. Penelitian kualitatif lebih banyak

mementingkan segi “proses” daripada “hasil”. Hal ini disebabkan hubungan

bagian-bagian yang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses

(Moleong, 2006:11). Pilihan pendekatan kualitatif dimaksudkan agar penelitian

ini dapat memberikan penjelasan dan pemahaman yang menyeluruh atas proses

atau pemanfaatan Pajak Daerah di Kota Probolinggo.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini mengarah kepada apa saja upaya – upaya yang

dilakukan Bidang Pendapatan DPPKA Kota Probolinggo dan kendala yang

dihadapi dalam rangka Peningkatan Pendapatan Pajak Daerah, serta mengetahui

dan menjelaskan mendalam tentang Peranan Pajak Daerah terhadap Pendapatan

Daerah melalui Tabel Kontribusi Pajak Daerah terhadap Pendapatan Daerah

berdasarkan data sekunder yang di dapat dari lokasi penelitian sehingga

memudahkan Peneliti menganalisis dan memberikan kesimpulan dan saran atas

keseluruhan data yang diperoleh


49

C. Lokasi Penelitian

Peneliti menentukan Situs Penelitian di Kota Probolinggo. Kota

Probolinggo merupakan salah satu Kota yang mendapatkan Prestasi yang

memuaskan di bidang Lingkungan Hidup dan telah menerima Piala Adipura

beberapa kali. Bidang administrasi di wilayah Kota tersebut menganut sistim

terpusat dengan menempatkan kantor – kantor kepentingan Pemerintah di satu

tempat yaitu di Jl. Panglima Sudirman no 19, Kota Probolinggo. Maka dari itu

peneliti ingin meneliti bagaimana perkembangan pendapatan keuangan daerah

yang terjadi di Kota Probolinggo khususnya tentang pendapatan Pajak Daerah

dari tahun 2011 - 2013. Tempat penelitian yang dipilih oleh peneliti adalah

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Probolinggo atau

disingkat DPPKA. DPPKA adalah badan pemerintah daerah Kota Probolinggo

yang bertugas untuk menangani bidang keuangan termasuk pajak daerah yang

berlokasi di Jalan Panglima Sudirman no 19, Kota Probolinggo.

D. Pengumpulan Data

1. Sumber data

a. Data Primer

Data Primer yang diperlukan berupa informasi yang terkait

dengan Pajak Daerah. Oleh karena itu perlu adanya informan dalam

mencari informasi tentang data penelitian.


50

Syarat dan ketentuan menjadi informan menurut Neuman

(2003:394) adalah sebagai berikut:

1.The informant is totally familiar with the culture and is in


position witness significant events makes a good informant.
2.The individual is currently involved in the field.
3.The person can spend time with the researcher.
4.Nonanalytic individuals make better informants.

Berdasarkan kategori yang ditentukan oleh Neuman dalam

memilih Informan, maka yang ditentukan menjadi narasumber dalam

penelitian ini adalah:

1) Bapak Sugito Prasetyo, S.STP. MM. selaku

Kepala Bidang Pendapatan DPPKA Kota Probolinggo

2) Ibu Kholifa, SE, MM, selaku Kepala Seksi

Bidang Pendapatan Pajak Daerah DPPKA Kota Probolinggo

3) Bapak Sugiarto selaku Koordinator Anggota

Bidang Pendapatan Pajak Daerah DPPKA Kota Probolinggo

4) Bapak Joko Susilo selaku Anggota Bidang

Pendapatan Pajak Daerah DPPKA Kota Probolinggo

5) Bapak Farid selaku Anggota Bidang Pendapatan

PBB dan BPHTB DPPKA Kota Probolinggo

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang bersumber dari realisasi

Pendapatan Asli Daerah, publikasi dari Pemerintah Daerah,


51

Peraturan Perundang – undangan, dan Peraturan Daerah Kota

Probolinggo.

2. Teknik Pengumpulan Data

a. Dokumentasi

Penelitian untuk mengumpulkan data sekunder dilakukan dengan

studi dokumentasi, khususnya peraturan perundang-undangan

serta data tentang target dan realisasi PAD yang berkaitan dengan

pajak daerah.

b. Wawancara

Melakukan observasi secara terus menerus dan sungguh -

sungguh, sehingga peneliti semakin mendalami fenomena sosial

yang diteliti seperti apa adanya, (Bungin, 2003).

Fungsi wawancara dalam penelitian adalah mendapatkan

informasi langsung dari responden, mendapatkan informasi

langsung ketika metode lain tidak dapat dipakai, menguji

kebenaran dari metode kuesioner atau observasi (Santoso, 2007).

Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan mengumpulkan

keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat

serta pendirian - pendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu

utama dari metode observasi, (Koentjaraningrat, 1991).

3. Instrumen Penelitian
52

Instrumen penelitian adalah alat bantu bagi peneliti dalam

melakukan penelitian yang berguna untuk mengumpulkan suatu bukti

dan data secara terencana serta mendapatkan infromasi yang terkait

dengan objek penelitian. Adapun untuk lebih terarah maka peneliti

membuat suatu pedoman wawancara. Pedoman wawancara yang

digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a) Bagaimana struktur organisasi dan tugas pokok dan fungsi Dinas

Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Probolinggo?

b) Bagaimana tatacara pendataan Pajak Daerah dengan sistem Self

Assesment pada Dinas Pendapatan Kota Probolinggo?

c) Bagaimana tatacara pendataan Pajak Daerah dengan sistem

Official Assesment pada Dinas Pendapatan Kota Probolinggo?

d) Bagaimana tatacara penghitungan, penagihan, pelaporan Pajak

Daerah pada Dinas Pendapatan Kota Probolinggo?

e) Bagaimana perkembangan pendapatan Pajak Daerah di Kota

Probolinggo dari tahun 2011 sampai tahun 2013?

f) Peraturan apa saja yang mendasari tentang penentuan target

pendapatan Pajak Daerah?

g) Bagaimana gambaran rencana dan realisasi Pajak Daerah di Kota

Probolinggo dari tahun 2011 sampai tahun 2013?


53

h) Apa saja upaya – upaya yang dilakukan dalam intensifikasi dan

ekstensifikasi Pajak Daerah di Kota Probolinggo dan kendala yang

dihadapi dari tahun 2011 sampai tahun 2013?

i) Bagaimana data rincian APBD Kota Probolinggo?

j) Bagaimana peranan pendapatan Pajak Daerah dalam rangka

peningkatan Pendapatan Asli Daerah dari tahun 2011 sampai

tahun 2013?

E. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan peneliti yaitu analisis data

kualitatif. Dari keseluruhan data yang telah diolah dari hasil studi lapangan,

maka kegiatan terakhir yang perlu dilakukan adalah menganalisis data. Adapun

analisis data yang penulis gunakan yaitu

1. Menguraikan data dari hasil di lapangan yaitu dengan mencari tahu

dan mengumpulkan data baik yang berasal dari wawancara tentang

apa saja kendala yang terjadi dan upaya yang dilakukan Pemerintah

Kota Probolinggo dalam rangka peningkatan Pendapatan Pajak

Daerah serta garis besar peranan Pajak Daerah dalam peningkatan

Pendapatan Daerah.

2. Mengolah data sekunder yang berasal dari dokumentasi tentang

Target dan Realisasi Pajak Daerah untuk mengetahui laju

pertumbuhan Pendapatan Pajak Daerah serta mengetahui dan

menjelaskan kontribusi Pajak Daerah dalam rangka peningkatan


54

pendapatan daerah dari tahun 2011 hingga tahun 2013 yang

selanjutnya diadakan pembahasan dan penafsiran data terhadap

masalah yang diteliti.

3. Menentukan kesimpulan dan saran dari keseluruhan pembahasan

penelitian ini.

Sebagaimana dikutip Moleong, analisis data kualitatif merupakan

(Moleong, 2006: 7):

“Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,


mengorganisasikan data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.”

F. Batasan Penelitian

Diberlakukannya Undang – Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah nomor 2 tahun 2011 Kota

Probolinggo tentang Pajak Daerah, maka Pemerintah Daerah Kota Probolinggo

dapat lebih leluasa melaksanakan pemungutan pajak daerah dengan lebih

terarah. Maka dari itu, penulis sekaligus berperan sebagai peneliti dalam

penelitian ini hanya sebatas ingin mencari tahu Peranan Pajak Daerah dalam

rangka peningkatan Pendapatan Daerah Kota Probolinggo selama tahun 2011 –

2013.

Anda mungkin juga menyukai