Anda di halaman 1dari 37

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENETAPAN

TARGET PENDAPATAN ASLI DAERAH DI BAPENDA PROVINSI NTT

PROPOSAL

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk penulisan skripsi

OLEH

YOFITA NIBA SONGGA

NIM : 33119116

PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDIRA

KUPANG 2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan muatan penting bagi
pemerintah daerah untuk melaksanakan dan memenuhi kebutuhan
pembangunan daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, pendapatan asli daerah adalah pendapatan asli daerah yang dipungut
menurut peraturan daerah yang ditetapkan dengan undang-undang.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah gambaran kemandirian suatu daerah
dalam hal mengoptimalkan dan memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada
di daerah tersebut. Semakin besar PAD suatu daerah, maka semakin tinggi
pula tingkat kemandirian daerah tersebut. Untuk mengoptimalkan penerimaan
PAD, pemerintah daerah perlu memanfaatkan potensi pengembangan sumber
daya daerah. PAD yang kurang optimal menunjukkan bahwa daerah tersebut
kurang memiliki pengelolaan terhadap perpajakan daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang
sah.
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang berasal dari dalam daerah
yang berkepentingan untuk membiayai kegiatan-kegian daerah tersebut.fungsi
dari pendapatan asli daerah yaitu sebagai sumber untuk mendanai belanja
daerah yang tertuang di dalam APBD.
Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan otonomi daerah juga diatur
berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan pada BAB VIII (delapan)
Keuangan Daerah, Paragraf Kedua tentang Pendapatan, Belanja, dan
Pembiayaan pasal 157, Sumber pendapatan daerah terdiri atas: a) Pendapatan
asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu terdiri dari: hasil pajak
daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. b) Dana perimbangan dan c) lain-lain
pendapatan daerah sah.
Pendapatan Asli Daerah bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang
sah. Pendapatan Asli Daerah ini mencerminkan tingkat kemandirian suatu
daerah. Semakin tinggi PAD nya maka semakin tinggi tingkat kemandirian
dalam suatu daerah. Untuk itu, Pemerintah Daerah harus mengoptimalkan
pengelolaan sumber pendapatan daerah yang berasal dari PAD.
Setiap pemerintah masing-masing mempunyai fungsi dan tanggung jawab
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan melaksanakan pembangunan
di segala bidang. Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan
daerah yang digali dalam daerah yang bersangkutan, yang terdiri dari: Pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain – lain pendapatan asli daerah yang dipisahkan.
Pajak daerah adalah kontribusi wajib pada daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Terdapat dua
pajak daerah yaitu pertama pajak Provinsi yang terdiri dari: Pajak Kendaraan
Bermotor (PKB), Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB),
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan dan
Pajak Rokok. Kedua pajak Kabupaten/Kota yang terdiri dari: Pajak Hotel,
Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Raklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak
Mineral Bahan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Bumi
dan Bangunan dan Bea Peroleh Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran
pemakaian atau karena memproleh jasa atau pekerjaan atau pelayanan
pemerintah daerah dan jasa usaha milik daerah bagi yang berkepentingan atas
jasa yang diberikan oleh daerah baik langsung maupun tidak langsung. Dalam
UU Pajak Daerah dab Retribusi Daerah tersebut, objek retribusi daerah diatur
dalam pasal 108 yang terdiri atas: jasa umum, jasa usaha dan perizinan
tertentu.

Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan


penerimaan daerah atas hasil penyertaan modal daerah. Sementara lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah berdasarkan ayat (4) pasal 31 tersebut terdiri
atas: hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan, hasil pemanfaatan BMD
yang tidak dipisahkan, hasil kerja sama daerah, jasa giro, hasil pengelolaan
dana bergulir, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian
keuangan daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing, pendapatan denda pajak daerah,pendapatan denda
retribusi daerah, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari
pengembalian, pendapatan dari BLUD dan penerimaan komisi, potongan,
atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar menukar, hibah, asuransi, dan
pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan lain sebagai akibat
penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang
daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah serta
pendapatan lainya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan.

Target pendapatan asli daerah adalah besara pendapatan yang diperoleh


sesuai dengan yang telah ditetapkan dari penerimaan daerah yang berasal dari
sumber-sumber didalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (UU No.33/2004 ps. 1 & KBBI, 2008).

Penetapan target PAD sangat perlu dilakukan sesuai dengan potensi


sebenarnya dan realistis agar mampu dicapai dengan berbagai pertimbangan
sarana dan prasarana yang dimiliki (Shim and Joel, 2000; Abdullah, 2009).
Terkadang, target pendapatan dalam APBD dianggarkan terlalu rendah
(underestimated) bila dibandingkan dengan potensi yang ada karena angka
tersebut menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif (Abdullah,
2013). Penetapan target yang dilakukan oleh Badan Pendapatan Asli Daerah
di provinsi NTT, merupakan langkah pengambilan keputusan yang dilakukan
oleh lembaga khususnya di bidang pendapatan.hal tersebut sesuai dengan
pendapat dari Nugroho tentang model teori rasionalisme dalam penetapan
target. Penilaian yang dilakukan mengenai kesesuaian antara teori dengan
kenyataan dilapangan menjadi acuan dalam penilaian penetapan target yang
dilaksanakan oleh lembaga.

Standar penetapan target pendapatan asli daerah dapat berjalan dengan


baik jika pendapatan asli daerah berjalan sesuai dengan fungsinya, proses
yang dilakukan untuk meningkatkan realisasi agar sesuai dengan target maka
pemerintah daerah perlu melakukan upaya untuk meningkatkan efektifitas
pemungutan pendapatan dan terus berupaya menggali sumber-sumber
pendapatan baru yang potensinya memungkinkan, sehingga dapat dipungut
pajak dan retribusinya. Kemudian,diperlukan sistem pengelolaan keuangan
daerah yang baik dalam rangka mengelola dan desentralisasi secara
transparan, ekonomis, efisien, dan efektif. Sehingga dapat memicu
keberhasilan dalam mencapai tujuan pembangunan daerah. Karena PAD
menentukan kapasitas daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan.
Baik pelayanan publik maupun pembangunan. Semakin tinggi dan besar rasio
PAD terhadap total pendapatan daerah memperlihatkan kemandirian dalam
rangka membiayai segala kewajiban terhadap pembangunan daerahnya.

Menurut Nirzawan (2001: 75) mengungkapkan bahwa strategi yang dapat


diterapkan guna peningkatan pendapatan asli daerah agar sesuai dengan target
yaitu melalui penerimaan pajak daerah dengan cara menerapkan upaya
intensifikasi dan ekstensifikasi. Demikian pula diungkapkan oleh Soemitro
(1990:8). Upaya intensifikasi dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu : (1)
penyempurnaan administrasi pajak; (2) peningkatan mutu pegawai atau
petugas pemungut; dan (3) penyempurnaan Undang-undang Pajak.
Sedangkan ekstensifikasi yaitu upaya memperluas subyek dan obyek pajak
serta penyesuaian tarif. Ekstensifikasi pajak antara lain dapat ditempuh
melalui tiga cara antara lain : (1) perluasan wajib pajak; (2) penyempurnaan
tarif; dan (3) perluasan obyek pajak.

Sebagaimana tugas dan wewenang serta tanggungjawab Bidang


Pendapatan dalam mengelola PAD yang menunjang penerimaan pendapatan
daerah. Bidang Pendapatan selaku aparat pemungut dan koordinator
pendapatan daerah, sudah sewajarnya apabila dalam pelaksanaan
operasionalnya mutlak diperlukan adanya kerjasama fungsional dengan
instansi-instansi lain dalam pengorganisasian personalnya secara efektif. Pada
tahap perencanaan di Bidang Pendapatan melakukan perencanaan dengan
penetapan target PAD. Tahap pertama yang dilakukan untuk menentukan
target PAD adalah menganalisis potensi PAD yaitu dengan meninjau ulang
apakah tarif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) masih bisa
dikembangkan lagi apa tidak dan juga menggali pemasukan PDRD yang baru
sesuai dengan peraturan yang berlaku. Yang kedua adalah analisis capaian
realisasi tahun yang lalu dengan menggunakan teori elastisitas atau
pertumbuhan yang memungkinkan pemasukan PAD provinsi NTT bisa
bertambah setiap tahunnya. Yang ketiga adalah pertukaran informasi dengan
daerah lain. Sehingga dengan pertukaran informasi tentang PAD
memungkinkan untuk meningkatkan atau menggali potensi PAD yang belum
terjamah. Dengan ada pertukaran informasi PAD ini bisa menjadi masukan
untuk Bidang Pendapatan dalam mengelola PAD.

Berdasarkan penelitian sebelunya yang membahas terkait pendapatan asli


daerah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Leonard (2021). Dalam penelitiannya faktor-faktor yang
mempengaruhi tercapainya target pendapatan asli daerah adalah penerimaan
dari beberapa sumber pajak di kabupaten Gowa . Tingginya Pendapatan
pajak didukung oleh beberapa faktor yaitu kepatuhan wajib pajak dari
masyarakat, besarnya nilai objek pajak, dan Kualitas SDM yang memadai.
Sedangkan khusus untuk pendapatan lain-lain PAD yang sah peneliti
menyimpulkan bahwa semakin optimalnya sumber-sumber pendapatan lain-
lain PAD yang sah maka semakin besar pendapatan lain-lain PAD yang sah.

Adapun penelitian terdahulu yang membahas tentang potensi sumber


pendapatan asli daerah, penetapan target pendapatan asli daerah dan
pengawasan penerimaan pendapatan asli daerah terhadap pencapaian target
pendapatan asli daerah yang dilakukan oleh Handayani, Arfan, Basri (2015).
Penelitian ini menunjukan bahwa peningkatkan pencapaian target PAD dapat
menjadi bagian dari sumber keuangan terbesar dalam APBD sehingga
pemerintah daerah akan mampu melaksanakan banyak pekerjaan secara
mandiri tanpa menunggu kucuran dana dari pemerintah pusat. Ini
menunjukkan kinerja keuangan yang positif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa potensi sumber PAD, penetapan target PAD dan pengawasan
penerimaan PAD baik secara bersama-sama maupun secara terpisah
berpengaruh terhadap pencapaian target PAD.

Menurut Mardiasmo menyatakan bahwa dalam menetapkan target


penerimaan perlu memperhitungkan enam dimensi yaitu : (1) Realisasi
anggaran tahun sebelumnya, (2) Kemungkinan pencairan tunggakan tahun
sebelumnya, (3) Data dan potensi objek pajak serta estimasi
perkembangannya, (4) Kemungkinan perubahan, penyesuaian, dan
penyempurnaan sistem pemungutan, (5) Keadaan sosial ekonomi serta
kesadaran masyarakat selaku wajib pajak, (6) Tersedianya sarana dan
prasarana serta biaya pemungutan.

Berdasarkan uraian-uraian penelitian diatas dapat pendapatan asli daerah


yang terdiri dari empat kompenen penting yaitu pajak daerah, retribusi
daerah,hasil pengelolaan kekayaan daerah yang sah dan lain-lain PAD yang
sah. Faktor-faktor penetapan target mengarah pada keempat komponen
tersebut dengan beberapa pertimbangan sehingga dapat terealisasinya
pendapatan asli daerah yang baik. Berikut adalah target dan realisasi
pendapatan daerah provinsi NTT.
Tabel 1.1

Rincian Anggaran dan Realisasi Tahun 2018-2022

Tahun Anggaran Realisasi Presentase


2018 Rp1.090.450.085.602 Rp1.095.269.978.577 100,44%
2019 Rp1.345.841.709.148 Rp1.280.122.363.490 95,12%
2020 Rp1.465.773.875.091 Rp1.166.570.596.936 79,59%
2021 Rp1.672.063.318.672 Rp1.238.032.648.889 74,04%
2022 Rp1.908.984.931.665 Rp1.363.729.389.742 87,36%
Sumber : BAPENDA Provinsi NTT

Berdasarkan tabel diatas pendapatan asli daerah provinsi NTT mengalami


fluktuatif di setiap tahunnya dengan menunjukan perkembangan yang cukup
baik. Namun meskipun secara target penerimaan PAD tahun 2018 dapat
tercapai dengan target sebesar 100,44%, tetapi terjadi ketidak stabilan dalam
realisasi PAD dari tahun ketahun. Hal tersebut terbukti dari tahun 2019
sampai tahun 2022 mengalami penurunan persentase realisasi PAD dengan
realisasi terendah pada tahun 2021 yaitu sebesar 74,04%.

Sampai pada tahun 2022, penerimaan pendapatan asli daerah bisa


dikatakan cukup optimal karena sejauh ini pemerintah provinsi NTT telah
membuat perubahan yang signifikan dalam pengelolaan pendapatan asli
daerah. Penerimaan pendapatan asli daerah yang belum mencapai target
diperkirakan kemungkinan tingginya angka target yang di tetapkan setiap
tahunnya tanpa memperhatikan potensi yang ada. Hal tersebut tidak menutupi
kemungkinan bahwa pencapaian realisasi PAD dapat dikatakan buruk atau
gagal karena realisasi yang dicapai masih diatas 50% sehingga masih bisa
dikatakan pencapaian PAD baik.

Peningkatan pendapatan yang baik disebabkan oleh kemampuan daerah


dalam membuat strategi koleksi dan memetakan potensi PAD. Teknik yang
digunakan untuk mengukur potensi juga cukup relastis dengan dasar
keinginan untuk menaikan PAD, dengan melihat aspek-aspek yang
menunjang peningkatan pendapatan sehingga realisasi yang dicapai diatas
50%. Hal tersebut dikarenakan adanya perhitungan data yang valid atas
potensi yang ada dan jumlah wajib pajak maupun wajib retribusi yang
semakin bertambah walaupun mungkin belum ada yang terdata pada tahun
anggaran tersebut serta kondisi pasar yang stabil dan potensi lainya yang
mendukung pemungutan pajak dan retribusi sesuai dengan perhitungan.

Berdasarkan tabel 1.1 penetapan target penerimaan pendapatan asli daerah


secara keseluruhan telah mencapai target namun terjadi ketidak stabilan
realisasi penerimaan pendapatan asli dari tahun ke tahun. Oleh karena itu
perlu dikaji faktor-faktor yang mendominasi atau mendukung peningkatan
nilai pendapatan asli daerah diantarnya jumlah penduduk,jumlah wisatawan
dan inflasi.

Faktor pertama yang mempengaruhi pendapatan asli daerah adalah


jumlah penduduk. Menurut Gde Bhaskara dan A.A Bagus, (2014). Jumlah
penduduk merupakan salah satu faktor penentu adanya disparitas pendapatan
asli daerah. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan, dan
bukan satu masalah, melainkan sebagai unsur penting yang dapat merangsang
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini didukung oleh Syuhada
Sofian dalam penelitiannya membuktikan pengaruh jumlah penduduk
terhadap penerimaan pendapatan asli daerah. Penduduk dianggap sebagai
faktor yang positif bagi perturnbuhan ekonomi. Hal itu berarti dengan
semakin banyaknya jumlah penduduk maka PAD akan meningkat.

Faktor kedua yang mempengaruhi pendapatan asli daerah adalah jumlah


wisatawan. Pemerintah daerah dituntut untuk dapat menghidupi dirinya
sendiri dengan mengadakan pengelolaan terhadap potensi yang dimiliki, salah
satunya dengan adanya kemajuan industri pariwisata daerah dimana semakin
maju dan berkembangnya industri pariwisata daerah maka semakin banyak
pula jumlah wisatawan yang datang dengan begitu pendapatan asli daerah
juga semakin meningkat. Menurut Nasrul, (2010) semakin banyaknya
wisatawan yang berkunjung maka akan memberikan dampak yang positif
bagi Daerah Tujuan Wisata (DTW) terutama bagi sumber pendapatan daerah.

Faktor ketiga yang mempengaruhi pendapatan asli daerah adalah inflasi.


Inflasi adalah suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu
perekonomian. Inflasi menimbulkan beberapa efek buruk pada perekonomian
salah satunya mengurangi pendapatan riil (Sukirno, 2016 : 334). Tetapi
dengan adanya inflasi maka upah atau gaji juga naik, karena upah rill
tergantung pada produktivitas marjinal tenaga kerja. Kesejahteraan ekonomi
tergantung pada harga relatif, bukan pada seluruh tingkat harga. Penelitian
Simanjuntak dalam Halim mengemukakan bahwa inflasi akan meningkatkan
PAD yang penetapannya didasarkan pada omzet penjualan, misalnya pajak
hotel dan pajak restoran. Hal ini karena jika inflasi melambat, pengusaha akan
cenderung menaikkan sedikit harga tetapi upah yang dibayarkan tetap.

Berdasarkan Penelitian Sebelumnya yang dilakukan oleh Rusita dan


Supriatna, (2020), yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penetapan Target Penerimaan Pajak Reklame di Kota Bandung. Hasil
penelitian ini menunjukan penerimaan pajak reklame masih jauh dari target
yang ditetapkan karena masih banyak yang tidak berizin atau ilegal papan
reklame yang tidak dapat dikenakan pajak. Populasi ,industri, dan pendapatan
perkapita pada penargetan pendapatan pajak iklan. Jumlah penduduk, jumlah
industri dan pendapatan perkapita tidak terbukti berpengaruh positif terhadap
penetapan target penerimaan pajak reklame.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik


untuk meneliti lebih jauh tentang “ Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penetapan Target Pendapatan Asli Daerah Di Badan
Pendapatan Dan Aset Daerah Provinsi NTT ”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas yang telah diuraikan diatas,
maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah
1. Apakah jumlah penduduk berpengaruh pada penetapan target PAD
Provinsi NTT pada tahun 2018-2022.
2. Apakah jumlah wisatawan berpengaruh pada penetapan target PAD
Provinsi NTT pada tahun 2018-2022.
3. Apakah inflasi berpengaruh pada penetapan target PAD Provinsi NTT
pada tahun 2018-2022.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap penetapan target
Pendapatan Asli Daerah Provinsi NTT
2. Mengetahui pengaruh jumlah wisatawan terhadap penetapan target
Pendapatan Asli Daerah Provinsi NTT
3. Mengetahui pengaruh inflasi terhadap penetapan target PAD Provinsi NTT
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak yang berkepentingan diantaranya
1. Bagi Pemerintah Daerah
Dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah dan diharapkan menjadi bahan
masukan dan pertimbangan dalam mengambil kebijakan mengenai
faktor- faktor penetapan target PAD yang akan berpengaruh terhadap
realisasi pendapatan di provinsi NTT
2. Bagi peneliti selanjutnya dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dapat dan menjadi bahan referensi dan informasi bagi pihak
pihak yang ingin melakukan penelitian selanjutrnya.
BAB II

TINJUAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pendapatan Asli Daerah

Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Pendapatan Asli Daerah
(PAD) adalah pendapatan yang diperoleh dan dipungut daerah berdasarkan
peraturan daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD
bertujuan untuk memungkinkan pemerintah daerah menggali potensi daerahnya
sebagai wujud desentralisasi untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah.Halim
(2004: 96) menyatakan bahwa Pendapatn Asli Daerah (PAD) merupakan semua
penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sektor pendapatan daerah memegang peranan yang
sangat penting, karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah
dapat membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan daerah.

Menurut Herlina Rahman (2005: 38), Pendapatan asli daerah merupakan


pendapatan daerah yang bersumber dari pajak daerah, hasil retribusi, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah
sebagai perwujudan asas desentralisasi.

Menurut Mulyani (2016) dalam Puspitasari et al. (2019), Pendapatan Asli


Daerah (PAD) adalah sumber pendapatan yang masih perlu didorong untuk
tumbuh. Oleh sebab itu, dalam proses pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah
daerah dituntut untuk mewujudkan dan memajukan pembangunan daerah dan
secara mandiri mengoptimalkan pelayanan kepada masyarakat.

Salah satu upaya untuk melihat kemampuan daerah dari segi keuangan
daerah dalam rangka mengurangi ketergantungan tehadap pemerintah pusat,
adalah dengan melihat komposisi dari penerimaan daerah yang ada.Semakin besar
komposisi pendapatan asli daerah, maka semakin pula kemampuan pemerintah
daerah untyk memikul tanggungjawab yang lebih besar. Tetapi semakin kecil
komposisi pendapatan asli daerah terhadap penerimaan daerah maka
ketergantungan terhadap pusat semakin besar.Sedangkan dampak yang dirasakan
masyarakaat dengan adanya peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah
adalah kelancaran pembangunan.Pembangunan meliputi berbagai sektor
diantaranya adalah pembangunan jalan, pembangunan fasilitas umum dan fasilitas
lainnya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah sumber pendapatan daerah yang


dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan bersumber dari pajak daerah, hasil retribusi, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah
yang dipisahkan yang ditujukan untuk pelaksanaan pembangunan dan dikelola
oleh pemerintah daerah. Hasil pembangunan ini diharapkan dapat dinikmati oleh
seluruh masyarakat.Semakin besar penerimaan PAD suatu daerah, maka
berbanding lurus dengan laju pembangunan di daerah tersebut. Pendapatan asli
daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi
asli daerah. Dari sumber tersebut pemerintah melakukan pengecekan yang sangat
detail untuk menentukan serta menetapkan mana yang sesungguhnya yang
menjadi sumber pendapatan asli daerah, agar dari pengecekan tersebut pemerintah
daerah mengetahui sumber-sumber tersbut dapat memberikan hasi yang maksimal
untuk meningkatkan PAD Daerah. (Terhadap et al., 2013)

2.1.2 Penetapan Target Pendapatan Asli Daerah

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) (2008:1404), target


adalah sasaran atau batas ketentuan yang telah ditetapkan untuk dicapai. Dengan
kata lain, target yaitu sebagai kegiatan untuk menentukan sasaran, memilih satu
atau lebih kegiatan yang akan dicapai pada suatu organisasi atau pemerintahan.
Target pendapatan asli daerah dapat didefenisiskan sebagai besarah pendapatan
yang diperoleh sesuai dengan yang telah ditetapkan dari penerimaan daerah yang
berasal dari sumber-sumber didalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(UU No.33/2004 ps. 1 & KBBI, 2008).

Perencanaan pemerintah daerah dalam menetapkan target PAD yang


realistis merupakan suatu keniscayaan agar target tersebut dapat dicapai (Shim
and Joel, 2000). Bila pencapaian target PAD menunjukkan progres yang
diharapkan, maka PAD mampu mendukung kemampuan keuangan daerah
sehingga secara perlahan dapat mengurangi ketergantungan pada pemerintah
pusat dan menjadi pemerintah daerah yang mandiri secara fiskal (UU 28/2009,
Bab Penjelasan & Sriyana, 2009). Hasil penelitian Syafrul dan Lena (2013)
menggambarkan bahwa adanya pengaruh penetapan target PAD terhadap
pencapaian target PAD. Sejalan dengan hasil penelitian Arnovan (2013) bahwa
penetapan target yang belum sesuai dengan potensi menjadi kendala dan belum
mampu memberikan kontribusi yang lebih untuk peningkatan PAD.

Dalam penetapan target PAD ada beberapa hal yang dapat dijadikan
pedoman oleh dispenda sebagai dinas yang mengolah penerimaan daerah,yakni:

1. Mempertimbangkan kondisi perekonomian daerah yang bersangkutan


pada tahun-tahun sebelumnya.
2. Memperkirakan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut pada tahun
berikutnya.
3. Realisasi penerimaan PAD tahun sebelumnya.

2.1.3 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah

Sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan


antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa Pendapatan
Asli Daerah (PAD) bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah.
Pendapatan daerah ini seluruhnya adalah hak daerah dan diakui sebagai penambah
nilai kekayaan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan otonomi daerah juga diatur
berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan pada BAB VIII (delapan)
Keuangan Daerah, Paragraf Kedua tentang Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan
pasal 157, Sumber pendapatan daerah terdiri atas :

a. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:


1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan
4. Lain-lain PAD yang sah
b. Dan perimbangan dan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang


digali dalam daerah yang bersangkutan yang terdiri dari :
1. Pajak Daerah
Dalam ketentuan umum peraturan pemerintah No. 65 Tahun 2001
tentang pajak daerah menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pajak
daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan pembangunan didaerah.
Pengertian Pajak Daerah berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022
tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah adalah kontribusi wajib oleh orang pribadi atau badan kepada
daerah yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung serta digunakan untuk keperluan
daerah bagi kemakmuran rakyat.
Menurut Soelarno dalam Lutfi (2006:7), pengertian pajak daerah
yaitu pajak asli daerah maupun pajak negara yang diserahkan kepada
daerah, yang pemungutannya diselenggarakan oleh daerah di dalam
wilayah kekuasaannya, yang gunanya untuk membiayai pengeluaran
daerah sehubungan dengan tugas dan kewajibannya untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, dalam ikatan Negara Kesatuan
republik Indonesia sesuai dengan peraturan.
Tujuan mendasar pemerintah daerah memungut pajak daerah dari
masyarakat adalah untuk membiayai penyelenggaraan tugas-tugas
pemerintahan, pembangunan, dan pembinaan kemasyarakatan secara
efektif dan sukses dalam upaya meningkatkan taraf hidup masyarakat
(Anggoro, 2017). Sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 2022, pajak daerah
dibagi menjadi dua jenis yaitu Pajak Provinsi dan Pajak kabupaten/kota.
Pemerintah Provinsi diberi wewenang untuk memungut 5 (lima) jenis
pajak, yaitu:
a) PajakKendaraan Bermotor (PKB)
b) Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB)
c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)
d) Pajak Penerimaan Air Bawah Tanah/Air Permukaan (PP
ABT/AP) dan
e) Pajak Rokok
Sedangkan pajak Kabupaten/Kota terdiri dari yaitu:
a) Pajak Hotel
b) Pajak Restoran
c) Pajak Hiburan
d) Pajak Reklame
e) Pajak Penerangan Jalan
f) Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Bahan Galian
Golongan C
g) dan Pajak Parkir.
2. Retribusi Daerah
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Retribusi
Daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
Terdapat tiga jenis retribusi berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022
Pasal 87, yang terdiri atas:
a) Retribusi Jasa Umum
Retribusi jasa umum adalah pungutan jasa yang disediakan atau
diberikan oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan
untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum.
b) Retribusi Jasa Usaha
Retribusi jasa usaha merupakan pungutan atas jasa yang diberikan
pemerintah daerah dan dapat bersifat mencari keuntungan karena pada
dasarnya sektor swasta juga dapat menyediakan jasa tersebut.
c) Retribusi Perizinan Tertentu
Retribusi perizinan tertentu adalah pungutan atas kegiatan tertentu
pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi
atau badan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pemantauan atas kegiatan, penggunaan ruang, serta penggunaan
sumber daya alam, barang, infrastruktur atau fasilitas tertentu guna
melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
Berdasarkan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik
Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan adalah
kekayaan daerah yang bersumber dari APBD untuk penyertaan modal
daerah pada BUMD. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
ditetapkan dengan peraturan daerah, sebagaimana disyaratkan oleh
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Di sisi lain, Anggoro (2017)
dalam bukunya mengemukakan bahwa hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan adalah pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan badan
usaha milik daerah dan lembaga lainnya yang dimiliki pemerintah daerah.
Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup
(Apriani et al., 2017):
a) Laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD
b) Laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN
c) Laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta/kelompok
Dalam hal ini hasil laba perusahaan daerah merupakan salah satu
dari pendapatan daerah yang seluruh atau sebagian modalnya merupakan
kekayaan daerah yang dipisahkan. Daerah dapat mendirikan perusahaan
untuk menambah pendapatan daerah yang usahanya mengarah ke
pembangunan daerah khususnya pembangunan ekonomi nasional menuju
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.
4. Lain-lain PAD yang Sah
Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan semua
pendapatan daerah selain pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer,
termasuk hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Jenis pendapatan ini meliputi
objek pendapatan sebagai berikut (Apriani et al., 2017):
a) Penerimaan atas hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan
b) Pendapatan dari jasa giro
c) Pendapatan bunga
d) Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah
e) Penerimaan atas komisi, potongan, ataupun bentuk lain yang dikenakan
sebagai akibat dari penjualan dan pembelian barang dan jasa oleh daerah
f) Pendapatan keuangan dari selisih kurs rupiah Indonesia terhadap mata
uang asing
g) Pendapatan denda atas pelaksanaan pekerjaan yang terlambat

2.1.3 faktor-faktor yang mendominasi atau mendukung peningkatan nilai


pendapatan asli daerah
Pertumbuhan ekonomi salah satu faktor adanya pembangunan ekonomi
di suatu negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh
mana aktivitas ekonomi yang akan menghasilkan tambahan pendapatan
daerah pada periode tertentu. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka
diharapkan adanya pendapatan daerah yang meningkat dan dapat
menunjang pembangunan daerah. Teori pertumbuhan ekonomi mengatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi suatau daerah dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti inflansi,pengeluaran pemerintah/belanja daerah, akumulasi modal,
jumlah wisatawan dan tenaga kerja.
Santo dan Rahayu (2005) dan (Karomy, 2021) membuktikan Pendapatan
Asli Daerah di pengaruhi oleh, Pengeluaran Pemerintah, PDRB dan Jumlah
Penduduk. Pengeluaran pemerintah, PDRB dan Jumlah Penduduk
merupakan hubungan fungsional Pendapatan Asli daerah (PAD).
1. Jumlah penduduk
Berdasarkan Undang-Undang No. 24 tahun 2013 menyatakan bahwa,
penduduk adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa
lain yang bertempat tinggal di Indonesia. Jumlah penduduk merupakan
faktor penentu adanya disparitas pendapatan asli antar daerah.
Jumlah penduduk merupakan individu maupun kelompok yang
menempati wilayah atau daerah tertentu minimal dalam jangka waktu
satu tahun pada saat dilaksanakan pendataan atau sensus penduduk
dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi tinggal didaerah
tersebut. menurut Said, yang di maksud dengan penduduk adalah
jumlah orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah pada waktu
tertentu dan merupakan hasil dari proses-proses demografi seperti
fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Sedangkan menurut Menurut Badan
Pusat Statistik (2016) Pengertian Jumlah Penduduk adalah semua orang
yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6
bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan
tetapi bertujuan untuk menetap.
 Hubungan jumlah penduduk dengan PAD
Adam Smith (dikutip oleh Santosa dan Rahayu, 2005)
Menjelaskan bahwa, dengan didukung bukti empiris,
pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output
melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar
dalam negeri maupun luar negeri. Santosa dan Rahayu (2005)
mengatakan, penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan
perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga
penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan
penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu
masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat memacu
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan
dapat mempengaruhi penduduk. Jika jtunlah penduduk
meningkat mica pendapatan yang dapat ditarik jugs meningkat.
2. Jumlah Wisatawan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2009 Tentang Kepariwisataan,wisata adalah kegiatan pejalanan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi
tempat terentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau
mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka
waktu sementara. Sedangkan, wisatawan adalah orang yang melakukan
wisata. Menurut Soekadijo (2000), wisatawan merupakan orang atau
individu yang melakukan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa
menetap di tempat yang didatanginya atau hanya tinggal untuk
sementara waktu di tempat yang dikunjunginya. Wisatawan asing
(foreign tourist) merupakan seseorang atau individu yang datang ke
negara lain dengan tujuan untuk melakukan perjalanan wisata.
Wisatawan domestik merupakan seseorang yang melakukan perjalanan
wisata di negaranya sendiri.
 Hubungan Jumlah Wisatawan dengan PAD
Jumlah wisatawan yang berkunjung akan berpengaruh
terhadap penerimaan pendapatan daerah. Menurut Yoeti (2008)
kedatangan wisatawan mancanegara atau nusantara merupakan
sumber penerimaan bagi daerah atau negara, baik dalam bentuk
devisa atau penerimaan pajak dan retrisbusi lainnya, selain itu
juga dapat meningkatkan kesempatan kerja. Semakin banyak
jumlah wisatawan yang berkunjung, maka akan semakin banyak
pula uang yang dibelanjakan di tempat wisata tersebut misalnya
pengeluaran untuk konsumsi, untuk membeli produk-produk
yang tersedia di daerah wisata, untuk membayar jasa
penginapan atau hotel, atau pengeluaran yang digunakan untuk
membayar retribusi di wilayah objek wisata tersebut. Maka
semakin banyak jumlah wisatawan yang berkunjung di suatu
daerah, maka akan mendorong adanya kegiatan ekonomi
sehingga akan meningkatkan jumlah pendapatan yang diperoleh
oleh masyarakat maupun pendapatan yang diperoleh oleh daerah
itu sendiri.
3. Inflasi
Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku
dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda-beda dalam suatu
periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari satu negara ke negara
lain. Perubahan tersebut biasanya berupa kenaikkan harga-harga atau
dalam istilah ekonomi lebih sering disebut sebagai inflasi. Kenaikan
harga-harga yang berlaku ke atas berbagai barang tidak mempunyai
kelajuan yang sama. Ada yang mengalami perkembangan pesat, ada
yang lambat dan mungkin ada pula yang mengalami kemerosotan harga.
Dalam membicarakan mengenai inflasi, yang diperhatikan bukanlah
perubahan harga-harga dari berbagai barang, melainkan perubahan rata-
rata yang berlaku. Apabila seseorang mengatakan tingkat inflasi adalah
5% maksudnya adalah dalam satu tahun tertentu secara rata-rata
kenaikan harga dalam perekonomian adalah sebanyak 5% (Sukirno,
2012 : 15).
Menurut Badan Pusat Statistik menjelaskan bahwa inflasi adalah
kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang
berlangsung secara terus menerus. Jika harga barang dan jasa didalam
negeri meningkat maka infkasi mengalami kenaikan. Naiknya harga
barang dan jasa tersebut menyebabkan turunnya nilai uang.
Secara garis besar ada kelompok teori mengenai inflasi, masing-
masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-
masing bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek
pentig dari proses kenaikan harga diantaranya:
a) Teori Kuantitas Teori kuantitas adalah teori yang paling tua
mengenai inflasi, teori ini menyoroti peran dalam proses inflasi
dan jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga (expenctations). Inti dari teori
ini adalah Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan
volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang
kartal atau penambahan uang giral) dan Laju inflasi ditentukan
oleh laju penambahan jumlah uang beredar dan oleh psikologi
(harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga dimasa
mendatang.
b) Teori Klasik
Teori ini berpendapat bahwa tingkat harga terutama
ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan
melalui hubungan antara nilai uang dan harga. Bila jumlah uang
bertambah lebih cepat dari pertambahan barang maka nilai uang
akan merosot dan ini sama dengan kenaikan harga. Jadi menurut
klasik, inflasi berarti terlalu banyak uang beredar atau terlalu
banak kredit dibandingkan dengan volume transaksi maka
obatnya adalah membatasi jumlah uang beredar dan kredit.
c) Teori Keynes
Teori keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena
masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Teori ini
menyoroti bagaimana perebutanrezki antara golongan-golongan
masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih
besar daripada jumlah barang yang tersedia (yaitu, apabila timbul
Inflationary Gap). Selama inflationary gap tidak ada selama itu
pula proses inflasi berkelanjutan. Teori ini menarik karena
menyoroti peran system distribusi pendapatan dalam proses
inflasi dan menyarankan hubungan anatar inflasi dan faktor-
faktor non ekonomis (Boediono, 2014 ).
d) Teori Strukturalis
Menurut (Boediono, 2014 : 166), teori strukturalis adalah
teori inflasi jangka panjang, karena menyoroti sebab-sebab
inflasi yang berasal dari kekuatan struktur ekonomi, khususnya
ketegaran suplai bahan makanan dan barang-barang eskpor.
Karena sebab struktural pertambahan produksi barang-barang ini
terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya,
sehingga menaikkan harga bahan makanan dari kelangkaan
devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga lain
sehingga terjadi inflasi. Inflasi seperti ini hanya dapat diobati
dengan cara mengurangi jumlah uang beredar, tetapi harus
diobati dengan pembangunan sektor bahan makanan dan eskpor.
 Hubungan inflasi dengan PAD
Mankiw (2006 : 87), inflasi akan mempengaruhi
pendapatan pemerintah daerah serta pengeluaran pemerintah
daerah. Seluruh pemerintah pusat ataupun daerah mengeluarkan
uang sebagian dari pengeluaran ini yaitu untuk membeli barang
dan jasa (untuk pekerja pemerintah, kepentingan publik) dan
sebagian untuk menyediakan pembayaran transfer (untuk orang
miskin dan kaum lansia). Pemerintah bisa mendanai
pengeluarannya dalam tiga cara. Pertama, pemerintah bisa
meningkatkan penerimaan lewat pajak, seperti pajak
penghasilan perorangan dan pajak pendapatan perusahaan.
Kedua, pemerintah bisa meminjam dari masyarakat dengan
menjual obligasi pemerintah. Ketiga, pemerintah bisa dengan
mudah mencetak uang. Dari itulah pemerintah dapat
memperoleh besaran dana anggaran dibutuhkan untuk
membiayai pengeluaran pemerintah daerah. Maka hubungan
adanya inflasi yang tinggi akan menyebabkan kendala yang
besar terhadap perolehan pendapatan daerah, selain itu akan
mempengaruhi tingkat produktivitas perekonomian di dalam
masyarakat, akan tetapi inflasi yang rendah akan memberikan
dampak positif terhadap penerimaan PAD.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai pembanding dan acuan dalam
mengerjakan proposal serta dapat memberikan gambaran tentang
pendapatan asli daerah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berikut
beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini :
Tabel 2.1
Penelitian terdahulu

NO Judul dan penelitian Metode Variabel Hasil


1 Analisis faktor-faktor Analisis -jumlah -Jumlah
yang mempengaruhi regresi penduduk penduduk,
penetapan target linier -jumlah jumlah industri,
penerimaan pajak berganda industri dan pendapatan
raklame di kota -pendapatan perkapita secara
Bandung Perkapita parsial tidak
Rusita Pratama & terbukti ada
Iyeh Supriatna pengaruh positif
terhadap
penetapan target
penerimaan
pajak raklame di
kota Bandung
-jumlah
penduduk,jumlah
industri, dan
pendapatan
perkapita secra
parsial tidak
terbuktiada
pengaruh positif
terhadap
penetapan target
pajak raklame di
kota Bandung.

2. Faktor-faktor yang Analisis -variabel -Secara parsial


mempengaruhi PAD regresi dependen : variabel PDRB
di provinsi DIY data PAD dan jumlah
tahun 2010-2015 panel Variabel wisatawan
Independen: berpengaruh
Nida Syarafina -PDRB negatif dan tidak
(2018) -Kepadatan signifikan
Penduduk terhadap PAD
-Investasi -Secara parsial
-Jumlah variabel
Wisatawan kepadatan
penduduk dan
investasi
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap PAD
3. Analisis faktor-faktor Analisis Variabel Jumlah
yang berpengaruh regresi dependen: wisatawan
terhadap Pendapatan linear -PAD berpengaruh
Asli Daerah (PAD) berganda Varibel terhadap
kota Denpasar indenpenden PAD,PDRB
Jaya&Widanta(2014) -jumlah berpengaruh
wisatawan positif dan
-PDRB signifikan
-Jumlah terhadap
penduduk PAD,dan jumlah
penduduk
berpengaruh
negative dan
4. Analisis faktor-faktor Analisis - koefisien
yang mempengaruhi regresi pengeluaran determinasi
pendapatan asli linear pemerintah diperoleh nilai
daerah (PAD) (studi berganda -jumlah sebesar 0,759
kasus pada penduduk yang berarti
DPPKAD,BAPPEDA -inflasi bahwa 75,9%
dan BPS kabupaten pendapatan asli
Boyolali tahun 2006- daerah
2018) dipengaruhi
Pengeluaran
Pemerintah,
Jumlah
Penduduk, dan
Inflasi,
sedangkan
24,1% dijelaskan
oleh variabel lain
diluar model
penelitian ini.
2.3 Kerangka Berpikir
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian “ analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi penetapan target pendapatan asli daerah (PAD) di
BAPENDA provinsi NTT ” adalah antar lain variabel PAD, jumlah penduduk,
jumlah wisatawan dan inflasi dapat dijabarkan sebagai berikut
Gambar 2.1
Kerangka pemikiran

JUMLAH PENDUDUK
(X1) PENDAPATAN
ASLI DAERAH
JUMLAH WISATAWAN
(PAD)
(X2)
(Y)

INFLASI (X3)

Sumber : Santosa dan Rahayu (2005)

2.4 Hipotesis
Menurut Darwin et al. (2021), hipotesis diartikan sebagai prediksi
atas kemungkinan hasil dari suatu penelitian. Dalam usaha pemecahan masalah
yang telah dikemukakan diatas, maka penulis membuat hipotesis dengan data
empiris dan normatif yang digunakan dalam penelitian ini. Teori normatif
adalah teori yang berlandaskan hukum atau perundang-undangan dan ketetapan
sedangkan Teori empiris ialah teori yang berlandaskan pada pengelaman
seseorang atau penelitian terdahulu.Untuk mengetahui signifikanya dari
pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen maka hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sangat erat kaitannya dengan julah


penduduk, artinya jika semkin bertamabh penduduk dalam suatu daerah maka
9PAD
tingkat masyarakat yang sudah bekerja juga akan meningkat, hal itu dapat
mempengaruhi PAD. Faktor penduduk dapat mejadi salah satu indikator yang
sangat penting dalam mempersiapakan pelaksanaan pembangunan daerah.
Artinya, semakin bertambahnya penduduk maka jumlah tenaga kerja akan
mengalami peningkatan sehingga menyebabkan jumlah produksi bertambah.
Sehingga pertumbuhan penduduk sangat berdampak dalam memastikan
tingkatan produksi terhadap PAD. Hal ini berdasarkan riset yang telah
dilakukan oleh peneliti Febri Doni (2018); Reno Tama (2019); Togu, Raja &
Tunggah (2018) yang menunjukan hasil peneltian bahwa jumlah penduduk
berpengaruh positif terhadap PAD.

H1 Di duga ada pengaruh antara Jumlah Penduduk terhadap penetapan


target Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dengan bertambahnya penduduk disuatu daerah, maka permintaan barang


dan jasa juga akan meningkat. Bertambahnya jumlah penduduk akan membuat
kegiatan perekonomian semakin berkembang. Dalam rangka memenuhi
kebutuhannya, penduduk akan melakukan kegiatan konsumsi, sehingga muncul
kegiatan produktif dalam perekonomian. Selanjutnya, penduduk tersebut
akan mendapatkan pendapatan yang nantinya digunakan untuk konsumsi,
sehingga pajak, retribusi dan lainnya dari barang dan jasa yang diproduksi
tersebut menjadi pemasukan daerah/kota/kabupaten (Rokhmanasari 2018).
Artinya, semakin meningkat jumlah penduduk, maka semakin tinggi pula
tingkat realisasi PAD yang diterima. Hal ini serupa dengan penelitian
Gitaningtyas et al (2014)di Provinsi Jawa Timur bahwa jumlah penduduk
memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap PAD. Hasil serupa
juga ditemukan oleh Adriani dan Handayani (2008),Asmuruf et al.,(2015),
Santosa &Rahayu (2005)danSusanto (2014), bahwa terdapat hubungan yang
positif dan signifikan antara jumlah penduduk dengan PAD.

H2 Di duga ada pengaruh antara Jumlah wisatawan terhadap penetapan


target Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Jumlah wisatawan yang berkunjung akan meningkatkan pendapatan asli
daerah. Masuknya wisatawan tersebut akan mengarah pada pembelian akan
barang dan jasa di sektor wisata yang menjadi sektor pajak dan retribusi,
sebagai contoh pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan.Dalam penelitian
Pertiwi (2014)dan Suastika & Yasa (2017), jumlah wisatawan berdampak
positif terhadap PAD karena jumlah wisata yang berkunjung setiap tahunnya
mengonsumsi barang dan jasa yang merupakan sektor pajak dan retribusi
pemerintah kota/kabupaten seperti penginapan, rumah makan, jasa biro dan
penjual cinderamata

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwanti dan Dewi (2014)
bahwa jumlah wisatawan tidak berpengaruh terhadap PAD. Hal ini
dikarenakan, jumlah pengeluaran konsumsi dari wisatawan di Sektor
Pariwisata hanya berkontribusi sedikit pada komponen PAD, oleh karena
itu perubahan jumlah wisatawan yang masuk ke daerah tersebut tidak
terlalu mempengaruhi PAD.

H3 Di duga ada pengaruh antara inflasi terhadap penetapan target


Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Dengan adanya inflasi tidak hanya akan berpengaruh pada kenaikan harga
tetapi akan berimbas pada kondisi ekonomi lainya. Perkembangan inflasi
mempengaruhi laju perekonomian suatu negara. Setipa negara akan berusaha
agar keuangannya stabil sehingga keuangan perekonomian masyarakat dapat
berkembang. Adanya inflasi berarti harga semua barang mengalami kenaikan
dan ini akan menimbulkan efek substitusi antara pengeluaran konsumsi dan
tabungan. Kenaikan tingkat harga umum tidaklah berarti bahwa kenaikan harga
barang terjadi secara proporsional. Hal ini mendorong konsumen untuk
mengalihkan konsumsinya dari barang yang satu kepada barang lainnya. Inflasi
yang tinggiakan melemahkan daya beli masyarakat terutama terhadap produksi
dalam negeri yang akan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap nilai
mata uang nasional. Hal tersebut dapat berpengaruh positif terhadap
pendapatan asli daerah. Berdasarkan hasil penelitian dari Muchtholifah (2010)
di Kota Mojokerto yang menyatakan inflasi memiliki hubungan negatif
dengan PAD akibat perubahan pola konsumsi masyarakat yang sensitif
terhadap perubahan harga. Pengurangan konsumsi ini berdampak pula pada
pengurangan penerimaan pajak dan retribusi atas barang dan jasa tersebut
yang merupakan obyek pajak dan retribusi kota/kabupaten.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penetapan target pendapatan ali daerah (PAD) di BAPPENDA provinsi
NTT.
Dalam penelitian ini menggunakan satu variabel dependen dan 3
variabel independen. Variabel dependen yang diguanakan dalam
penelitian ini yaitu Pendapatan Asli Daerah, varaibel independen yaitu,
Jumlah Penduduk, Jumlah Wisatawan dan inflasi.
Penelitian ini bersifat kuantitaif yaitu penelitian yang ditekankan
pada angka-angka dan diolah data statistk yang kemudian hasil dari
regresinya akan diinterpretasikan secara ekonomi. Ruang lingkup
penelitian ini dengan menggunakan metode regresi linear berganda
yang mencakup time series dengan periode waktu tahun 2018-2022.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
dimana diperoleh dari instansi terkait yang mempublikasikanya
berdasarkan fakta yang ada. Penelitian ini menggunkan data yang
bersumber dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara timur, dan
Badan Pendapatan dan Asli daerah provinsi NTT.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis data primer. Data
primer merupakan data atau informasi yang diperoleh secara langsung
dari tempat penelitian untuk mendapatkan data konkrit sesuai dengan
permasalahan. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari BPS (Badan Pusat Statistik ) dan Badan Pendapatan dan Asli
Daerah provinsi NTT.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel dependen dan data
jumlah penduduk, Jumlah Wisatawan dan inflasi sebagai variabel
independen . Penulis menggunakan metode data time series dalam
menyusun penelitian ini. Data time series merupakan data yang disusun
dan diurutkan berdasarkan kurun waktu tertentu.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer. Pengumpulan data
diperoleh dari Badan pendapatan dan asli daerah provinsi NTT dan
Badan Pusat Statistik (BPS) provinsi NTT.
3.4 Populasi Dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah di Badan Pendapatan dan Asli
Daerah provinsi NTT dan data-data yang diambil dari Badan Pusat
Statistik (BPS) provinsi NTT. Pada penelitian ini sampel yang
digunakan yaitu data Laporan Realisasi Anggaran pada Badan
Pendapatan dan Aset Daerah (BAPENDA), data inflasi pada Badan
Pendapatan dan Asli Daerah (BAPENDA) dan data jumlah penduduk
pada Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTT dalam 5 tahun terakhir
mulai dari tahun 2018-2022. Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel
menggunakan kriteria tertentu. Teknis analisis data yang digunakan
adalah regresi berganda.
3.5 Varibel Penelitian
Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah sebagai berikut :
1. Variabel Dependen (variabel terkait)
Pendapatan Asli Daerah (Y) adalah penerimaan yang diperoleh
daerah yang bersumber dari sumber-sumber pendapatan daerah yang
terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan lain-lain
daerah yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Variabel pendapatan asli daerah dinyatakan dalam satuan rupiah
pertahun
2. Variabel Indenpenden (variabel bebas)
a. Jumlah penduduk (X1)
Jumlah penduduk adalah selruh penduduk yang tinggal dan
berdomisili di suatau wilayah. Variabel ini dinyatakan dengan
satuan orang pertahun.
b. Jumlah wisatawan (X2)
Jumlah wisatawan adalah banyaknya orang atau individu
yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang
berkunjung ke suatu daerah dengan tujuan untuk melakukan
perjalanan wisata. Satuan yang digunakan adalah ribu jiwa.
c. Inflasi (X3)
Inflasi menurut BPS adalah kecenderungan naiknya harga
barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus
menerus. Jika inflasi meningkat, maka harga barang dan jasa di
dalam negeri mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa
tersebut menyebabkan turunnya nilai mata uang. Dengan demikian,
inflasi dapat juga diartikan sebagai penurunan nilai mata uang
terhadap nilai barang dan jasa secara umum.
Tabel 3.1
Variabel Penelitian

Variabel Satuan Sumber Data


PAD Rupiah BPS dan BAPENDA
Jumlah Penduduk Jiwa BPS dan BAPENDA
Jumlah wisatawan Jiwa BPS dan BAPENDA
Inflasi Rupiah BPS dan BAPENDA
Sumber : Santosa dan Rahayu (2005)

3.6 Metode Analisis Data


3.6.1 Analisis deskriptif
Analisis deskriptif adalah metode penelitian yang digunakan
dengan cara mengmpulkan data-data yang sesuai dengan yang
sebenarnya kemudian data-data tersebut disusun,diolah dan dianalisis
guna untuk mendapatkan dan memberikan gambaran mengenai
masalah yang ada. Pada analisis deskriptif ini data biasanya
ditampilkan dalam bentuk tabel biasa atau tabel frekuensi, grafik,
diagram batang, diagram garis, diagram lingkaran, ukuran pemusatan
data, ukuran penyebaran data dan lainnya (SUGYONO, 2010).
3.6.2 Motede analisis
Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi
berganda. Karena dalam analisis regresi, selain mengukur kekuatan
hitungan antara dua variabel atau lebih, juga menunjukkan arah
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen
(Ghozali, 2006). Analisis regresi berganda dalam penelitian ini
digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen yaitu jumlah
penduduk, jumlah wisatawan dan inflasi terhadap variabel dependennya
yaitu pendapatan asli daerah.
Model regresi yang dikembangkan untuk menguji hipotesis-
hipotesis yang telah dirumuskan dalam penelitian ini adalah:
PAD = β0 + β1X1+ β2X2 + β3X3+ µi

Keterangan :
PAD = Pendapatan Asli Daerah
β0 = Intersep
β1, β2, β3, β4 = Koefisien Regresi
X1 = jumlah penduduk
X2= Jumlah wisatawan
X3 = InflasI
µi = error
Hasil estimasi yang dilakukan benar-benarmemenuhi uji asumsi
normalitas danterbebas dari gejala multikolinearitas, autokolerasi,
dan heteroskedastisitas maka dilakukan suatu pengujian yang
disebut sebagai uji asumsi k.
a. Uji Hipotesis
Dalam peneltian ini pengujian hipotesis yang digunakan ada 3
yakni uji Koefesien Regresi parsial (Uji t), dan Uji Koefesien
Regresi secara bersama-sama (Uji F) dan uji koefesien
determinasi (Uji R2).
1. Uji t – statistik Uji ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh masing-masing variabel independen dalam model
terhadap variabel independen. Untuk itu keputusan
signifikansi ditentukan dengan melihat probabilitas t-
statistik hasil regresi berdasarkan tingkat signifikansi yang
disyaratkan.
a. Jumlah Penduduk
HO : β1 = 0, artinya variabel Jumlah Penduduk
tidak memiliki pengaruh terhadap variabel
pendapatan asli daerah.
H1 : β1 > 0, artinya variabel Jumlah Penduduk
memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan asli
daerah.
b. Jumlah wisatawan
HO : β1 = 0, artinya variabel jumlah wisatawan
tidak memiliki pengaruh terhadap variabel
pendapatan asli daerah.
H1 : β1 > 0, artinya variabel jumlah wisatawan
memiliki pengaruh positif terhadap pendapatan asli
daerah.
c. Inflasi
HO : β1 = 0, artinya variabel inflasi tidak memiliki
pengaruh terhadap variabel pendapatan asli daerah.
H1 : β1 > 0, artinya variabel inflasi pengaruh positif
terhadap variabel pendapatan asli daerah.
2. Uji F – statistik Pengujian ini dilakukan pada model regresi
berganda dimana terdiri lebih dari satu variabel bebas. Uji
ini untuk melihat pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen. Diamana F hitung lebih besar
dari nilai F Kritis (F hitung > F Kritis) maka HO ditolak,
artinya semua variabel indenpenden memiliki pengaruh
terhadap variabel dependen (Widjarno 2013).
3. Uji F – statistik Pengujian ini dilakukan pada model regresi
berganda dimana terdiri lebih dari satu variabel bebas. Uji
ini untuk melihat pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen. Diamana F hitung lebih besar
dari nilai F Kritis (F hitung > F Kritis) maka HO ditolak,
artinya semua variabel indenpenden memiliki pengaruh
terhadap variabel dependen (Widjarno 2013).
Hipotesis yang digunakan:

H0 : β1= β2= β3= 0

Ha: β1≠ β2 ≠ β3≠ 0

Apabila hasil nilai pro f-stat lebih besar dengan α 5%


artinya variabel indenependen secara bersama-sama tidak
mempengaruhi variabel indenpenden. Sebaliknya jika nilai
prob f-stat lebih kecil dari α 5% variabel indenpenden
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

4. Uji koefisien determinasi (adjusted R2 ) Untuk mengetahui


seberapa baik besar proporsi variabel dependen dijelaskan
oleh variabel independen.
Koefesien determinan ii juga menjelaskan seberaopa besar
presentase keberagaman pada variabel terikat yang
dijelaskan oleh variabel bebasnya.R2 memiliki nilai yang
berkisar dari 0-1 semakin besar nilai R2-nya maka semakin
baik pula kualtias model, karena semakin dapat
menjelaskan engaruh variabel dependen dan variabel
independen (Gujarati 2013)

Anda mungkin juga menyukai