SUMBER-SUMBER PENERIMAAN
Dosen Pengasuh: Susanti, SE.,M.Ak.
a. Hibah........................................................................................................ 5
b. Dana Darurat ........................................................................................... 5
PEMBAHASAN
1. Sumber-sumber Penerimaan
1.1 Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yag diperoleh pemerintah daerah atas
pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, serta pemanfaatan
sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah. Pendapatan ini sering kali dijadikan indicator
tingkat kemajuan suatu daerah. Derah yang dianggap maju adalah daerah yang memiliki
PAD yang tinggi. Hal ini dapat dimengerti karena dengan tingginya pad yang diterima suatu
daerah maka tingkat ketergantungan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat dalam hal
pendanaan APBDnya akan semakin berkurang. Walaupun demikian, pemerintah derah
dilarang melakukan pungutan-pungutan kepada masyarakat yang dapat berakibat biaya
ekonomi tinggi yang pada akhirnya kurang mendukung dunia usaha/investasi. Selain itu,
Pemerintah daerah juga dilarang menetapkan peraturan daerah yang menghambat mobilitas
penduduk.
Menurut Undanf-Undang No 33 tahun 2004, yang dimaksud dengan PAD adalah
Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak asli daerah, hasil retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah, yang bertujuan
untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan
otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.Sumber PAD sebagaimana
disebutkan dalam pasal 6 UU No 33 Tahun 2004 berasal dari Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan (Perusahaan Daerah), lain-lain
PAD yang sah.
Sumber-sumber yang bisa dikembangkan daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah adalah:
a. Pajak daerah, yaitu pajak-pajak yang ditentukan pemungutannya dalam Peraturan
Daerah, dan para pembayar pajak (wajib pajak) tidak menerima imbalan secara
langsung dari pemerintah daerah. Contoh dari pajak aerah adalah pajak kendaraan
bermotor, pajak hiburan, pajak rumah makan/restoran, pajak iklan, pajak kendaraan
bermotor, dan sebagainya.
b. Retribusi Daerah, yaitu pungutan yang dikenakan kepada masyarakat yang
menikmati secara langsung fasilitas tertentu yang disediakan pemerintah daerah.
Pemungutannya juga harus dituangkan dalam peraturan daerah. Contoh pendapatan
ini adalah retribusi parkir, retribusi pasar, retribusi terminal, dan sebagainya.
c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu pendapatan yang
diperolah dari pengelolaan badan-badan usaha milik darah maupun Lembaga-
lembaga lainnya yang dimiliki pemerintah daerah.
d. Lain-lain PAD yang sah, yaitu pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah selain
tiga jenis pendapatan tersebut di atas. Pendapatan ini antara lain adalah hasil
penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,
keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, serta komisi,
potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan
barang dan/atau jasa oleh daerah.
Namun dalam menjaga dan meningkatkan PAD kita perlu melakukan bebarapa
upaya, yaitu,
1. Melakukan pendataan ulang terhadap wajib pajak, dalam rangka meningkatkan
pendapatan pajak daerah;
2. Menjalin kerjasama dengan pihak swasta/LSM dalam pengelolaan maupun
pemungutan pajak daerah;
3. Melakukan pembenahan manajemen pengelolaan pajak daerah;
4. Memperluas tax-base pajak daerah;
5. Mereidentifikasi misi dan mandat organisasi;
6. Menyelenggarakan sistem komputerisasi penerimaan daerah.
Dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri atas:
a. Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) Sumberdaya Alam menurut UU nomor 33 tahun 2004 terdiri
atas enam sumber, yaitu:
1. Kehutanan,
2. Pertambangan umum,
3. Perikanan,
4. Pertambangan minyak bumi,
5. Pertambangan gas bumi, dan
6. Pertambangan panas bumi.
Penganturan DBH mempertegas bahwa sumber pembagian berasal dari APBN
berdasarkan angka persentase tertentu dengan lebih memperhatikan potensi daerah penghasil.
Jenis pendapatan dalam APBN yang dibagi hasilkan meliputi potensi pahak dan potensi
sumber daya alam yang dikelola oleh pusat. Berjalannya system transfer dalam DBH
mencerminkan adanya ekonomi yang seluas-luasnya dalam upaya meningkatkan
pertumbuhan ekonomi daerah. Tujuan utama dari Dana Bagi Hasil adalah untuk mengurangi
ketimpangan fiscal vertical antara pemerintah pusat dan daerah.
Porsi pembangian dana bagi hasil yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dibagi hasilkan kepada daerah berdasarkan persentase tertentu, pendapatan APBN yang
dibagihasilkan dengan daerah meliputi:
1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak bumi dan bangunan adalah pajak yang dikenakan terhadap objek pajak yang
berupa bumi dan/atau bangunan. Dilihat dari pemungutannya, awalnya PBB
termasuk pajak pusat. Namun, setelah ditetapkannya Undang-undang Nomor 28
tahun 2009 tentang pajak daerah dan Retribusi daerah mengalihkan Pajak Bumi dan
bangunan Perdesaan dan perkotaan menjadi jenis Pajak daerah. Bahkan paling
lambat 31 Desember 2013 Menteri keuangan Bersama Menteri Dalam Negeri harus
mengatur tahapan persiapan pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan sebagai pajak daerah. Apabila PBB telah menjadi pajak daerah maka
seluruh pelaksanaan pengelolaannya mulai dari perumusan kebijakan, perencanaan
pemungutan, penggunaan, hingga pertanggungjawabannya sepenuhnya menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah. Walaupun demikian, dalam pengelolaan tersebut
tetap berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku.
2. Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB merupakan pungutan pemerintah kepada masyarakat yang memperoleh ha
katas tanah dan bangunan. Imbalan yang diberikan negara kepada masyarakat
pembayar BPHTB adalah pengakuan ha katas tanah dan angunan yang diperolehnya.
Besarnya bagian pemerintah daerah dari BPHTB ini adalah 80% dengan rincian 16%
untuk provinsi dan 64% untuk kabupaten/kota. Setelah ditetapkannya undang-
undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah paling
lambat 1 januari 2011, Menteri Keuangan Bersama Menteri Dalam Negeri mengatur
tahapan pengaalihan pengelolaan BPHTB menjadi pajak daerah. Sama seperti halnya
PBB, BPHTB juga diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Hal ini tentu
merupakan sebua tantangan sekaligus potensi pendapatan yang mampu memperbesar
anggaran daerah.
3. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25/29 wajib pajak orang Pribadi Dalam Negeri, dan
PPh pasal 21terhadap penerimaan pajak ini, pemerintah daerah mendapatkan bagian
besar 20%. Bagian pemerintah daerah tersebut selanjutnya dibagi menjadi imbangan
60% untuk kabupaten/kota dan 40% untuk provinsi. Pembagian dana bagi hasil PPh
ini dilakukan setiap Triwulan.
4. Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam penerimaan ini meliputi
penerimaan dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak
bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
Pendapatan ini merupakan pendapatan daerah yang tidak dapat dimasukan dalam
Pendapatan Asli daerah maupun dana perimbangan. Pendapatan ini terdiri dari pendapatan
hibah dan pendapatan dana darurat.
a. Hibah
Pendapatan hibah berssumber dari pihak lain (dari dalam maupun luar negeri) yang
diberikan dengan tidak mengikat dan tidak ada kewajiban bagi daerah untuk
mengembalikannya. Dalam menerima hibah, daerah yang tidak boleh melakukan ikatan
yang secara politis dapat mempengaruhi kebijakan daerah. Khusus untuk hibah yang
bersumber dari luar negeri, pemberiannya harus dituangkan dalam naskah perjanjian
hibah yang ditandatangani oleh Pemerintah (Pusat) dan negara lembaga pemberi hibah.
Selanjutnya Pemerintah Pusat meneruskan hibah tersebut kepada Pemerintah daerah.
b. Dana Darurat
Pengalokasian dana darurat dalam APBN ditujukan untuk perluan mendessak yang
diakibatkan oleh bencana alam dan/ atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat
ditanggulangi Pemerintah daerah dengan menggunakan sumber APBD. Keadaan yang
dapat digolongkan sebagai benccana nasional dan/atau keadaan luar biasa ditetapkan oleh
presiden. Selain diperuntukan bagi bencana nasional dan keadaan luar biasa, dana darurat
juga dapat dialokasikan kepada daerah yang dinyatakan mengalami krisis solvabilitas,
yaitu krisis keuanngan berkepanjangan yang dialami daerah selama dua tahun anggaran
yang tidak dapat ditanggulangi melalui APBD. Penetapan sebagai daerah yang
mengalami krisis solvabilitas dilakukan oleh Pemerintah Pusat setelah berkonsulatasi
dengan Dewan perwakilan Rakyat.
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari
pihak lain sejumlah uang atau manfaat yang bernilai uang sehingga daerah tersebut dibebani
kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi
dalam perdagangan. Pinjaman daerah merupakan hal baru dalam keuangan daerah. Pinjaman
daerah tidak dikenal sebelum berlakunya paket undang- undang di bidang keuangan negara.
1. Pemerintah pusat
2. Pemerintah daerah lain,
3. Lembaga keuangan bank,
4. Lembaga keuangan bukan bank, dan
5. Masyarakat.
Pinjaman yang besumber dari Pemerintah Pusat dapat berasal dari dana rupiah murni
maupun dari pinjaman luar negeri yang diterus pinjamkan kepada Pemerintah Daerah.
Pemberian pinjaman ini dilakukan oleh Menteri Keuangan. Daerah tidak dapat melakukan
pinjaman secara langsung kepada pihak luar negeri. Pelanggaran terhadap hal ini dapat
dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pemotongan atas penyaluran dana perimbangan
oleh Menteri Keuangan.
Sedangkan pinjaman yang bersumber dari masyarakat (orang pribadi dan/atau badan
yang melakukan investasi di pasar modal) adalah berupa obligasi daerah yang diterbitkan
melalui pasar modal domestik. Hasil penjualan obligasi daerah digunakan untuk membiayai
investasi sektor publik yang menghasilkan penerimaan dan memberikan manfaat bagi
masyarakat. Penerimaan hasil investasi tersebut digunakan untuk membayar kembali bunga
dan pokok obligasi, sedangkan sisanya harus disetor ke rekening Kas Umum Daerah. Dalam
menerbitkan obligasi, daerah wajib mendapatkan persetujuan dari DPRD dan Pemerintah
Pusat. Sedangkan penerbitannya ditetapkan dengan peraturan daerah, Pemerintah Pusat tidak
memberikan jaminan terhadap obligasi yang diterbitkan Pemerintah Daerah.
2. Pinjaman Jangka Menengah Yaitu pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari
satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi
pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak
melebihi sisa masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Walaupun demikian,
apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang telah melakukan perjanjian
pinjaman jangka menengah berhenti sebelum masa jabatannya berakhir, maka
perjanjian pinjaman jangka menengah tersebut tetap berlaku. Pinjaman jangka
menengah tersebut diperuntukkan bagi penyelesaian kegiatan penyediaan layanan
umum yang tidak menghasilkan penerimaan. Sumber yang dapat diperoleh
Pemerintah Daerah dalam melakukan Pinjaman Jangka Menengah lebih luas daripada
sumber dalam melakukan pinjaman jangka pendek. Sumber-sumber tersebut adalah:
a. Pemerintah pusat yang dananya berasal dari pendapatan APBN dan/atau pengadaan
pinjaman Pemerintah dari dalam negeri ataupun luar negeri;
b. Pemerintah Daerah lain;
c. Lembaga keuangan bank yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat
kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia;
d. Lembaga keuangan bukan bank yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai
tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia; dan/atau
e. Masyarakat.
3. Jangka Panjang
Yaitu pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan
kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan
biaya lain harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya sesuai dengan
persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang
dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan.
Adapun sumber perolehan dari pinjaman jangka panjang ini adalah berupa Obligasi
Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal
dalam negeri.
b. Prinsip dasar pinjaman daerah
Prinsip dasar pinjaman daerah biasanya terkait dengan praktik pengelolaan keuangan pemerintah
daerah. Berikut beberapa prinsip dasar pinjaman daerah:
1. Tujuan yang Jelas:
Pemerintah daerah harus memiliki tujuan yang jelas dan rasional untuk mengambil pinjaman.
Pinjaman seharusnya digunakan untuk proyek atau program yang memberikan manfaat
jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Kemampuan Pembayaran:
Pemerintah daerah harus memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk membayar
kembali pinjaman tersebut. Analisis kelayakan keuangan harus dilakukan untuk menilai
apakah pendapatan yang diharapkan dapat menutupi biaya pinjaman dan bunga.
3. Transparansi dan Akuntabilitas:
Proses pengambilan pinjaman harus transparan dan terbuka untuk umum. Pemerintah daerah
seharusnya mempublikasikan informasi terkait pinjaman, termasuk tujuan penggunaannya,
jumlah pinjaman, dan rencana pembayaran.
4. Pemilihan Sumber Pendanaan yang Optimal:
Pemerintah daerah harus memilih sumber pendanaan yang optimal, dengan
mempertimbangkan tingkat bunga, jangka waktu, dan kondisi-kondisi lainnya. Pilihan ini
dapat memengaruhi biaya keseluruhan pinjaman.
5. Manajemen Risiko:
Pemerintah daerah perlu memiliki strategi manajemen risiko yang baik. Ini melibatkan
identifikasi dan mitigasi risiko potensial yang dapat mempengaruhi pelunasan pinjaman,
seperti fluktuasi suku bunga atau perubahan kondisi ekonomi.
6. Pengawasan dan Evaluasi:
Setelah pinjaman diterima, pemerintah daerah seharusnya melakukan pengawasan dan
evaluasi terhadap penggunaan dana tersebut. Ini penting untuk memastikan bahwa proyek
atau program yang dibiayai oleh pinjaman memberikan hasil yang diinginkan.
Prinsip-prinsip ini membantu memastikan bahwa pinjaman daerah digunakan secara
bertanggung jawab dan sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.
Contoh Soal dan Pembahasan
Dana Bagi Hasil (DBH) Sumberdaya Alam menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 terdiri
atas enam sumber, sebutkan.
1. Minyak dan gas bumi
2. Batubara
3. Mineral dan logam
4. Air
5. Hasil hutan
6. Hasil laut
8. Apa perbedaan dari dana alokasi umum dan dana alokasi khusus?
Perbedaan antara dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) terletak
pada tujuan dan distribusinya. DAU adalah dana yang disalurkan oleh pemerintah
pusat ke semua daerah tanpa terkecuali. Tujuan dari DAU adalah untuk membantu
pemerataan pendapatan antar daerah dan meminimalisir adanya rasio gini. DAU
digunakan oleh pemerintah daerah untuk membiayai kebutuhan daerahnya, termasuk
pembangunan.
Sementara itu, DAK adalah dana yang disalurkan oleh pemerintah pusat ke daerah-
daerah tertentu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Misalnya, daerah
khusus ibukota dan daerah istimewa Aceh. Tujuan dari DAK adalah untuk membantu
daerah-daerah tertentu dalam membiayai kebutuhan khusus mereka yang tidak dapat
ditanggung oleh DAU.
Dalam hal ini, pemerintah pusat memilih untuk menyalurkan DAU dan DAK melalui
pemerintah daerah karena pemerintah daerah lebih mengenal kebutuhan daerahnya.
Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mengelola dana tersebut dengan
pengawasan dari pemerintah pusat.
Secara umum, DAU dan DAK adalah bagian dari anggaran pendapatan dan belanja
daerah (APBD) yang sumber pendanaannya berasal dari pajak daerah dan alokasi dari
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). APBD dan APBN memiliki fungsi
alokasi dan distribusi, yang digunakan untuk pembangunan dan pemerataan
pendapatan.