Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN PENDAPATAN DAERAH

MAKALAH INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS


MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH

KELOMPOK
NAMA NIM
1. M. NUR CHANIAGO 15043059
2. ANUGERAH AKBAR A.P 15043069
3. RIFANDRA ADWITIYA 15043099

DOSEN MATA KULIAH :


VITA FITRI SARI, S.E,M.Si.

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT., Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang kami haturkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Manajemen Pendapatan Daerah.
Adapun makalah tentang Manajemen Pendapatan Daerah ini telah kami
usahakan semaksimal mungkin dengan bantuan berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini, untuk itu kami tidak lupa menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu kami sadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun dari segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya
bagi pembaca yang ingin memberikan saran dan kritik kepada kami sehingga kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah tentang Manajemen
Pendapatan Daerah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Padang, 12 Februari 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Dalam menjalankan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk
menjalankan roda pemerintahan yang efektif dan efisien, sehingga mampu
mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam melaksanakan pembangunan.
Pemerintah Daerah juga dituntut untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan,
sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing
daerah. Dalam pemerintahan daerah, terdapat penerimaan daerah yang menjadi
sumber untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah. Dengan berlakunya
otonomi daerah atau dengan diberlakukannya sistem desentralisasi fiskal,
pemerintah daerah dituntut untuk dapat mengoptimalkan pedapatannya agar dapat
membiayai belanjanya untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakatnya yang
telah membayar pajak kepada pemerintah. Dimana pajak ini merupakan penghasilan
pali utama unutk pemerintahan, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Siklus Manajemen Pendapatan Daerah?
2. Apa Sumber-Sumber Pendapatan Daerah?
3. Bagaimana Prinsip Dasar Manajemen Penerimaan Daerah?
4. Apa yang Dimaksud dengan Manajemen Pendapatan Asli Daerah?
5. Apa yang Dimaksud dengan Manajemen Dana Peimbangan?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui Siklus Manajemen Pendapatan Daerah.
2. Mengetahui Sumber-Sumber Pendapatan Daerah.
3. Memahami Prinsip Dasar Manajemen Penerimaan Daerah.
4. Mengetahui dan Memahami Manajemen Pendapatan Asli Daerah.
5. Mengetahui dan Memahami Manajamen Dana Perimbangan.
BAB II
PEMBAHASAN

Ada 3 Hal utama yang menopang keberhasilan manajemen keuangan public, yaitu :
manajemen pendapatan, manajemen belanja dan manajemen pembiayaan.
Pengetahuan dan keahlian tentang manajemen pendapatan bagi para manajer public
sangat penting karena besar kecilnya pendapatan akan menentukan tingkat kualitas
pelaksanaan pemerintahan, tingkat kemampuan pemerintah dalam penyediaan
pelayanan public serta keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan.

A. Siklus Manajemen Pendapatan Daerah

Tahapan siklus manajemen pendapatan daerah adalah identifikasi sumber,


administrasi, koleksi, pencatatan/ akuntansi dan alokasi pendapatan.

Identifikasi Sumber Pendapatan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan berupa pendataan sumber-sumber


pendapatan termasuk menghitung potensi pendapatan. Identifikasi pendapatan
pemerintah meliputi :

Pendataan objek pajak, subjek pajak, dan wajib pajak;

Pendataan objek retribusi, subjek retribusi, dan wajib retribusi;

Pendataan sumber penerimaan bukan pajak;

Pendataan lain-lain pendapatan yang sah;

Pendataan potensi pendapatan untuk masing-masing jenis pendapatan.


Administrasi Pendapatan

Administrasi pendapatan sangat penting dalam siklus mamnajemen pendapatan


karena pada ahap ini akan menjadi dasar untuk tahapan koleksi pendapatan.
Kegiatan yang akan dilakukan meliputi :

Penetapan wajib pajak dan retribusi;

Penentuan jumlah pajak dan retribusi;

Penetapan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah dan Nomor Pokok


Wajib Retribusi;

Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah dan Surat Ketetapan


Retribusi.

Koleksi Pendapatan

Koleksi pendapatan meliputi penarikan, pemungutan, penagihan dan pengumpulan


pendapatan baik yang berasal dari wajib pajak daerah dan retribusi daerah, dana
perimbangan dari pemerintah pusat ataupun sumber lainnya. Khusus untuk
pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dapat digunakan beberapa sistem,
diantaranya :

1. Self assessment system : ialah sistem pemungutan pajak daerah yang


dihitung, dilaporkan dan dibayarkan sendiri oleh wajib pajak daerah.
Dengan sistem ini wajib pajak mengisi Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD) dan membayarkan pajak terutangnya ke Kantor
Pelayanan Pajak Daerah (KPPD)/ unit kerja yang ditetapkan pemerintah
daerah.

2. Official assessment system : ialah sistem pemungutan pajak yang nilai


pajaknya ditetapkan oleh pemerintah. Dalam hal ini ditetapkan oleh
gubernur/bupati/walikota melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Daerah dan Surat Ketetapan retribusi yang menunjukan jumlah pajak/
retribusi daerah terutang.

3. Joint collection : ialah sistem pemunguan pajak daerah yang dipungut


oleh pemungut pajak yang ditunjuk pemerintah daerah.

Pencatatan (Akuntansi) Pendapatan

Setiap penerimaan pendapatan harus segera disetor ke rekening kas umum daerah
pada hari itu juga/ paling lambat sehari setelah diterimanya pendapatan tersebut.
Untuk menampung seluruh sumber pendapatan perlu dibuat satu rekening tunggal
(treasury single account), dalam hal ini rekening kas umum daerah.

Tujuan pembuatan satu pintu untuk pemasukan pendapatan adalah untuk


memudahkan pengendalian dan pengawasan pendapatan. Penerimaan pendapatan
tersebut dibukukan dalam buku akuntansi, berupa jurnal kas, buku pembantu, buku
besar penerimaan per rincian objek pendapatan. Kemudian buku catatan akuntansi
tersebut akan diringkas dan dilaporkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah,
yaitu Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas.

Alokasi Pendapatan

Alokasi Pendapatan merupakan tahapan terakhir dari siklus manajemen pendapatan

ini, yaitu pengambilan keputusan untuk menggunakan dana yang ada untuk
membiayai pengeluaran daerah yang dilakukan. Pengeluaran daerah meliputi
pengeluaran belanja, yaitu, belanja operasi dan belanja modal, maupun untuk
pembiayaan pengeluaran yang meliputi pembentukan dana cadangan, penyertaan
modal daerah, pembayaran utang dan pemberian pinjaman daerah.
B. Mengenali Sumber-sumber Pendapatan Daerah

Sumber pendapatan pemerintah daerah relative terprediksi dan lebih stabil sebab
pendapat tersebut diatur oleh undang- undang dan peraturan daerah yang bersifat
mengikat dan dapat dipaksakan. Pemerintah daerah dengan paying hokum peraturan
perundangan berhak memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Pemerintah dapat
memaksa wajib pajak untuk membayar pajak dan memberikan sanksi apabila tidak
patuh pajak. Dengan demikian pendapatan di pemerintah daerah relative stabil.

Sumber pendapatan daerah dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

Sumber Pendapatan Daerah menurut Ketentuan Perundangan

Meskipun pemerintah daerah telah diberi otonomi secara luas dan desentralisasi
fiscal, namun pelaksanaan otonomi tersebut harus tetap berada dalam koridor
hokum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal sumber penerimaan yang
menjadi hak pemerintah daerah, Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah; dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah telah menetapkan sumber-sumber
penerimaan daerah, sbb:

1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

a. Pajak Daerah

b. Reribusi Daerah

c. Bagian Laba Pengelolaan Aset Daerah yang dipisahkan

d. Lain-lain PAD yang sah

2. TRANSFER PEMERINTAH PUSAT

a. Bagi Hasil Pajak


b. Bagi Hasil Sumbeer Daya Alam

c. Dana Alokasi Umum

d. Dana Alokasi Khusus

e. Dana Otonami Khusus

f. Dana Penyesuaian

3. TRANSFER PEMERINTAH PROVINSI

a. Bagi Hasil Pajak

b. Bagi Hasil Sumber Daya Alam

c. Bagi Hasil Lainnya

4. LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH

Sumber pendapatan di masa datang yang masih potensial/ tersembunyi


Pemerintah juga perlu menciptakan sumber-sumber pendapatan baru, sumber
pendapatan baru ini bias diperoleh misalnya melalui inovasi program ekonomi
daerah, program kemitraan pemerintah daerah dengan pihak swasta dan sebagainya.

C. Prinsip Dasar Manajemen Penerimaan Daerah

Pada dasarnya terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan pemerintah
daerah dalam membangun sistem manajemen penerimaan daerah, yaitu :

Perluasan Basis Penerimaan


Perluasan Basis Penerimaan yaitu memperluas sumber penerimaan.
Untuk memperluas basis penerimaan, maka pemerintah daerah dapat melakukannya
dengan cara berikut.

a. Mengidentifikasi pembayar pajak/ retribusi dan menjaring wajib


pajak/ retribusi baru;

b. Mengevalusi tarif pajak/ retribusi;

c. Meningkatkan basis data objek pajak/ retribusi;

d. Melakukan penilaian kembali (appraisal) atas objek pajak/ retribusi.

Pengendalian atas Kebocoran Pendapatan

Kebocoran pendapatan bias disebabkan karena penghindaran pajak (tax avoidance),


Penggelapan pajak (tax evasion), pungutan liar/ korupsi petugas. Untuk mengurangi
kebocoran pendapatan ada beberapa langkah yang dapat dilakukan, diantaranya :

a. Melakukan audit, baik rutin maupun incidental;

b. Memperbaiki sistem akuntansi penerimaan daerah;

c. Memberikan penghargaan yang memadai bagi masyarakat yang taat


pajak dan hukuman (sanksi) yang berat bagi yang tidak
mematuhinya;

d. Meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam


pemungutan pendapatan.

Peningkatan Efisiensi Administrasi Pajak


Efisiensi administrasi pajak sangat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja
penerimaan daerah. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah daerah
untuk meningkatkan efisiensi adminitrasi pajak, yaitu :

a. Memperbaiki prosedur administrasi pajak sehingga lebih mudah dan


sederhana.

b. Mengurangi biaya pemungutan pendapatan.

c. Menjalin kerjasama dengan berbagi pihak, seperti bank, kantor pos,


koperasi dan pihak ketiga lainnya untuk memberikan kemudahan
dan kenyamanan dalam membayar pajak.

Transparasi dan Akuntabilitas

Dengan adanya transparasi dan akuntabilitas maka pengawasan dan pengendalian


manajemen pendapatan daerah akan semakin baik. Selain itu, kebocoran pendapatan
juga dapat lebih ditekan. Untuk melaksanakan prisip transparasi dan akuntabilitas
ini memang membutuhkan beberapa persyaratan. Diantaranya :

a. Adanya dukungan Teknologi (TI) untuk membangun Sistem Informasi


Manajemen Pendapatan Daerah.

b. Adanya staf yang memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai.

c. Tidak adanya korupsi sistematik di lingkungan entitas pengelola


pendapatan daerah.

D. Manajemen Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah


dalam mengelola Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi kemampuan
daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk
menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan dan prioritas
pembangunan daerah. Walaupun pelakanaan otonomi daerah sudah dilaksanan sejak
1 Januari 2001, namun hingga tahun 2009 baru sedikit pemerintah daerah yang
mengalami penigkatan kemandirian keuangan daerah secara signifikan.

Memang berdasarkan data yang dikeluarkan Departemen Keuangan, secara umum


penerimaan PAD pada era otonomi daerah mengalami penigkatan yang cukup
signifikan dibandingkan dengan era sebelumnya. Penting bagi pemerintah daerah
untuk menaruh perhatian yang lebih besar terhadap manajemen Pendapatan Asli
Daerah. Manajemen PAD tidak berarti eksploitsai PAD, tetapi bagaimana
pemerintah daerah mampu mengoptimalkan penerimaan PAD sesuai dengan potensi
yang dimiliki. Bahkan lebih dari itu bagaimana pemerintah daerah mampu
meningkatkan potensi PAD di masa datang.

Manajemen Pajak Daerah

Pajak daerah memberikan kontribusi terbesar pada penerimaan Pendapatan Asli


Daerah. Kontribusi pajak daerah pada total penerimaan daerah juga terus mengalami
peningkatan. Pemerintah daerah juga masih akan menerima bagi hasil PPh Wajib
Pribadi, PBB dan BPHTB yang jumlahnya cukup besar bagi daerah.

Peraturan perundangan mengenai pajak daerah mengalami beberapa kali perubahan.


Peraturan perundangan di bidang pajak daerah antara lain UU No. 11 Drt Thn 1957
tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah, UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU
No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Kemudian pada
Tahun 2009 pemerintah pusat mengeluarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
dan Retribusi Daerah menggantikan UU No. 34 Tahun 2000.
Prinsip Pajak Daerah

Manajemen pajak daerah juga terkait dengan pemenuhan prinsip-prinsip umum


perpajakan daerah yang baik. Prinsip pajak daerah tersebut adalah (Devas, 1989) :

1. Prinsip Elastisitas.

Pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya
mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat.

2. Prinsip Keadilan.

Implikasi prinsip keadilan terhadap manajemen pajak daerah adalah perlunya


pemerintah daerah menerapkan tarif pajak yang progresif untuk jenis pajak tertentu
dan menerapkan perlakuan hukum yang sama bagi seluruh wajib pajak sehingga
tidak ada yang kebal pajak.

3. Prinsip Kemudahan Administrasi.

Administrasi pajak daerah harus fleksibel, sederhana, mudah dihitung dan


memberikan pelayanan yang memusakan bagi wajib pajak.

4. Prinsip Keterterimaan Politis.

Implikasi prinsip ini terhadap manajemen pajak daerah perlunya pemerintah


bekerjasama dengan DPRD dan melibatkan kelompok kelompok masyarakat
dalam menetapkan kebijakan pajak daerah dan sosialisasi pajak daerah. Dan jika
dimungkinkan, melibatkan masyarakat dalam pemungutan pajak tertentu.

5. Prinsip Nonditorsi Terhadap Perekonomian.


Pajak daerah tidak boleh menimbulkan dampak negative terhadap
perekonomian. Diusahakan jangan sampai suatu pajak/ pungutan menimbulkan
beban tambahan yang berlebihan sehingga merugikan masyarakat dan
perekonomian daerah.

Manajemen perpajakan daerah harus mampu menciptakan sistem pemungutan yang


ekonomis, efisien dan efektis. Pemda harus memastikan bahwa penerimaan pajak
lebih besar dari biaya pemungutannya dan Pemda perlu menjaga stabilitas
penerimaan pajak terebut.

Fluktuasi penerimaan pajak hendaknya dijaga tidak terlalu besar sebab jika sangat
fluktuatif juga kurang baik untuk perencanaan keuangan daerah.

E. Manajemen Dana Perimbangan

Dana perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari


dana APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi kepala daerah, yaitu terutama peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002).
Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan transfer
dana kepada pemerintah daerah adalah:
1.Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian "kue
nasional", baik vertikal maupun horizontal.
2.Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan
menyerahkan sebagian kewenangan di bidang pengelolaan keuangan negara dan
agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang
bersangkutan.
Secara umum Dana Perimbangan merupakan pendanaan Daerah yang bersumber
dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU),
dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk
membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk
mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah
serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-Daerah. Dana
Perimbangan juga adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.
Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia mencerminkan
ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah pusat (Sumiyarti
dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga menyatakan bahwa
ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara pemerintah pusat
dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan pemerintah
daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70 persen
kecuali Propinsi DKI Jakarta.
Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah untuk
rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan pendapatan
asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan daerah.

Pembagian Dana Perimbangan


1. Dana Bagi Hasil (yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA)
Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Sumber-sumber penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan meliputi Pajak


Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25/29 orang pribadi, Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), serta Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Sementara itu, sumber-sumber penerimaan SDA yang dibagihasilkan adalah minyak
bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000, bagian daerah dari PPh, baik PPh
pasal 21 maupun PPh pasal 25/29 orang pribadi, ditetapkan masing-masing sebesar
20 persen dari penerimaannya. Dua puluh persen bagian daerah tersebut terdiri dari
8 persen bagian Propinsi dan 12 persen bagian Kabupaten/Kota. Pengalokasian
bagian penerimaan pemerintah daerah kepada masing-masing daerah
Kabupaten/Kota diatur berdasarkan usulan gubernur dengan mempertimbangkan
faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, serta faktor lainnya yang
relevan dalam rangka pemerataan. Sementara itu, sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000, bagian daerah dari PBB ditetapkan 90 persen,
sedangkan sisanya sebesar 10 persen yang merupakan bagian pemerintah pusat, juga
seluruhnya sudah dikembalikan kepada daerah. Dari bagian daerah sebesar 90
persen tersebut, 10 persennya merupakan upah pungut, yang sebagian merupakan
bagian pemerintah pusat.
Sementara itu, bagian daerah dari penerimaan BPHTB berdasarkan UU No. 33
Tahun 2004 ditetapkan sebesar 80 persen, sedangkan sisanya 20 persen merupakan
bagian pemerintah pusat. Dalam UU tersebut juga diatur mengenai besarnya bagian
daerah dari penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas), yang masing-
masing ditetapkan 15 persen dan 30 persen. Sementara itu, penerimaan SDA
pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan, ditetapkan masing-masing sebesar
80 persen.

2. Dana Alokasi Umum (DAU)


Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah, yang dimaksud dengan dana alokasi umum yaitu dana
yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. Pada Pasal 7 UU No. 33 Tahun 2004, besarnya DAU
ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang
ditetapkan dalam APBN. DAU untuk daerah Propinsi dan untuk daerah
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10 persen dan 90 persen dari DAU. Dana
Alokasi Umum (DAU) bersifat Block Grant yang berarti penggunaannya
diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk
peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi
daerah. Dana Alokasi Umum terdiri dari:
1. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Provinsi
2. Dana Alokasi Umum untuk Daerah Kabupaten/Kota
Penerapan Pengalokasian Besarnya Dana Alokasi Umum diterapkan sekurang -
kurangnya 25% dari penerimaan dalam negeri yang dterapkan dalam APBN. DAU
ini merupakan seluruh alokasi umum Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
Kenaikan Dana Alokasi Umum akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan
kewenangan Pemerintah Pusat kepada Daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Jumlah Dana Alokasi Umum bagi semua Daerah Provinsi dan Jumlah
dana Alokasi Umum bagi semua Daerah Kabupaten/Kota masing-masing ditetapkan
setiap tahun dalam APBN. Dana Alokasi Umum untuk suatu Daerah Provinsi
tertentu ditetapkan berdasarkan jumlah Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah
provinsi yang ditetapkan dalam APBN dikalikan dengan rasio bobot daerah provinsi
yang bersangkutan, terhadap jumlah bobot seluruh provinsi. Porsi Daerah Provinsi
ini merupakan persentase bobot daerah provinsi yang bersangkutan terhadap jumlah
bobot semua daerah provinsi di seluruh Indonesia. Dana Alokasi Umum untuk
suatu daerah Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah
Dana Alokasi Umum untuk seluruh daerah Kabupaten/kota yang ditetapkan dalam
APBN dengan porsi daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. Berdasarkan
tentang dana perimbangan, maka kebutuhan wilayah otonomi daerah merupakan
perkalian dari total pengeluaran daerah rata-rata dengan penjumlahan dari indeks:
penduduk, luas daerah, kemiskinan relatif dan kenaikan harga setelah dikalikan
dengan bobot masing-masing indeks.
a) Indeks Penduduk
b) Indeks Luas Wilayah
c) Indeks Kemiskinan Relatif
d) Indeks Harga.
Potensi ekonomi daerah dihitung berdasarkan perkiraan penjumlahan penerimaan
daerah yang berasal dari PAD, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan, Pajak Penghasilan dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam, yang
dituliskan sebagai berikut: PAD + PBB + BPHTB + BHSDA + PPH Bobot daerah
adalah proporsi kebutuhan dana alokasi umum suatu daerah dengan total kebutuhan
dana alokasi umum suatu daerah. Hasil Perhitungan Dana Alokasi Umum untuk
masing-masing Daerah ditetapkan dengan Keputusan Presiden berdasarkan usulan
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah.
Tata Cara Penyaluran DAU Hasil perhitungan Dana Alokasi Umum untuk masing-
masing daerah ditetapkan dengan keputusan Presiden berdasarkan usulan Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah. Usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah
setelah mempertimbangkan faktor penyeimbang. Faktor Penyeimbang adalah suatu
mekanisme untuk memperhitungkan dari kemungkinan penurunan kemampuan
daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab
daerah. Usulan Dewan Alokasi Umum untuk masing-masing daerah disampaikan
oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Penyaluran Dana Alokasi Umum
kepada masing-masing kas daerah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan secara
berkala. Pelaporan Penggunaan DAU Gubernur melaporkan penggunaan DAU
untuk Provinsi setiap triwulan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam
Negeri, paling lambat satu bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan.
Ketentuan ini juga berlaku kepada Bupati/Walikota dengan tambahan berupa
tembusan pada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di daerah.

3. Dana Alokasi Khusus (DAK)


Pengertian dana alokasi khusus menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah dana
yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu
membiayai kebutuhan khusus, termasuklah yang berasal dari dana reboisasi.
Kebutuhan khusus yang dimaksud yaitu: 1).Kebutuhan yang tidak dapat
diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dan/atau 2).Kebutuhan
yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Penerimaan negara yang berasal
dari dana reboisasi sebesar 40 persen disediakan kepada daerah penghasil sebagai
DAK. Dana Alokasi Khusus (DAK) digunakan untuk membiayai investasi
pengadaan dan atau peningkatan prasarana dan sarana fisik secara ekonomis untuk
jangka panjang. Dalam keadaan tertentu, Dana Alokasi Khusus dapat membantu
biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu untuk periode
terbatas, tidak melebihi 3 (tiga) tahun. Bentuk Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi
Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu berdasarkan usulan daerah yang berisi
usulan-usulan kegiatan dan sumber-sumber pembiayaannya yang diajukan kepada
Menteri Teknis oleh daerah tersebut. Bentuknya dapat berupa rencana suatu proyek
atau kegiatan tertentu atau dapat berbentuk dokumen program rencana pengeluaran
tahunan dan multi tahunan untuk sektor-sektor serta sumber-sumber
pembiayaannya. Bentuk usulan daerah tersebut berpedoman pada kebijakan instansi
teknik terkait. Kecuali usulan tentang proyek/kegiatan reboisasi yang dibiayai dari
bagian dana reboisasi. Dalam sektor/kegiatan yang disusulkan oleh daerah termasuk
dalam kebutuhan yang tidak dapat diperhitungkan (tidak dapat diperkirakan secara
umum dengan menggunakan rumus alokasi umum) maka daerah perlu
membuktikan bahwa daerah kurang mampu membiayai seluruh pengeluaran usulan
kegiatan tersebut dari Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan
Bangunan, Bagian Daerah dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
Bagian Daerah dari Penerimaan Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum,
Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah, yang penggunaannya dapat
ditentukan sepenuhnya oleh Daerah. Pengalokasian Dana Alokasi Khusus kepada
Daerah ditetapkan oleh Menteri Keuangan Setelah memperhatikan pertimbangan
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Menteri Teknis terkait dan Instansi
yang membidangi perencanaan pembangunan nasional. Penggunaan Dana Alokasi
Khusus Pengalaman praktis penggunaan DAK sebagai instrumen kebijakan
misalnya:
1. Pertama, dipakai dalam kebijakan trasfer fiscal untuk mendorong suatu
kegiatan agar sungguh-sungguh dilaksanakan oleh daerah.
2. Kedua, penyediaan biaya pelayanan dasar (basic services) oleh daerah
cenderung minimal atau dibawah standar. Dalam alokasi DAK tersebut Pusat
menghendaki adanya benefit spillover effect sehingga meningkatkan standar
umum.
3. Ketiga, alokasi dana melalui DAK biasanya memerlukan kontribusi dana dari
daerah yang bersangkutan, semacam matching grant. Penyaluran Dana Alokasi
Khusus Ketentuan tentang penyaluran Dana Alokasi Khusus kepada Daerah
ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Ketentuan pelaksanaan penyaluran Dana
Alokasi Khusus ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan,
yaitu Keputusan Menteri Keuangan Nomor 553/KMK.03/2000 tentang Tata
Cara Penyaluran Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sebagaimana
telah diubah dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 655/KMK.02/2000
tanggal 27 Desember 2001 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 553/KMK.03/2000 tentang Tata Cara Penyaluran Dana
Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

Prinsip Dana Perimbangan


a. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah
mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah.
b. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah
merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian
tugas antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
c. Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintahan Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh
Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas
dan keseimbangan fiskal.
d. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah
merupakan suatu sistem yang menyeluruh dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas
Pembantuan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Siklus manajemen pendapatan daerah terdiri dari :


a. Identifikasi sumber-sumber pendapatan daerah

b. Administrasi Pendapatan daerah

c. Koleksi/ pemungutan pendapatan daerah

d. Pencatatan akuntansi pendapatan daerah

e. Alokasi pendapatan daerah

2. Prinsip dasar dalam membangun sistem manajemen penerimaan daerah yang baik
:

a. Perluasan basis penerimaan

b. Pengendalian atas kebocoran pendapatan

c. Peningkatan efisiensi administrasi pendapatan

d. Peningkatan transparasi dan akuntabilitas manajemen pendapatan daerah.

3. Untuk memperluas basis penerimaan, pemerintah daerah perlu melakukan


identifikasi pembayar pajak/retribusi dan menjaring wajib pajak/ retribusi baru,
mengevaluasi tariff pajak/retribusi, meningkatkan basis data objek pajak/ retribusi
dan meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam pemungutan
pendapatan.

4. Untuk mengurangi kebocoran pendapatan, pemerintah daerah perlu melakukan


audit pendapatan, memperbaiki sistem akuntansi penerimaan daerah, membangun
sistem penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) yang memadai dan
meningkatkan disiplin dan moralitas pegawai yang terlibat dalam pemungutan
pendapatan.

5. Untuk mengoptimalisasi penerimaan daerah, selain melakukan optimalisasi PAD,


pemerintah daerah perlu mengoptimalkan penerimaan dari dana perimbangan,
khususnya dana bagi hasil.
Daftar Pustaka

http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2007/03~PMK.07~2007Per.HTM
Mahmudi (2009) Manajemen Keuangan Daerah Buku Seri Membudayakan
Akuntabilitas Publik, Yogyakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai