PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua organisasi, apapun jenis, bentuk, skala operasi dan kegiatannya memiliki risiko
terjadinya fraud atau kecurangan. Fraud atau kecurangan tersebut, selain memberi keuntungan bagi pihak
yang melakukannya, membawa dampak yang cukup fatal, seperti misalnya hancurnya reputasi organisasi,
kerugian organsisasi, kerugian keuangan Negara, rusaknya moril karyawan serta dampak-dampak negatif
lainnya.
Masalah Fenomena korupsi di dalam era reformasi banyak terjadi di Indonesia, khususya di
tingkat Pemerintah Daerah. Korupsi sebenarnya termasuk salah satu bentuk tindakan yang dilarang di
Indonesia karena merupakan tindak pidana. Hal tersebut tertera pada Undang Undang Republik Indonesia
nomor 28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme pasal 1 ayat 3 yang berbunyi, korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Melihat fenomena korupsi yang terus menjamur di Indonesia, menyebabkan semakin kecilnya
kepercayaan masyarakat akan kinerja khususnya di instansi pemerintah. Korupsi menunjukan tantangan
serius terhadap pembangunan daerah. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal.
Fenomena korupsi di daerah yang semakin terbuka, terjadi karena terdapat perbedaan atau
ketidak konsistensian peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Money politics
merupakan salah satu bentuk terjadinya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di daerah. Otonomi 2
daerah pada dasarnya di berikan kepada daerah agar pemerintah daerah dapat meningkatkan efisiensi,
efektifitas, dan akuntabilitas pemerintah daerah untuk tercapainya pemerintahan yang baik.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi kecurangan dan korupsi?
2. Apa saja bentuk-bentuk kecurangan?
3. Bagaimana dampak dari kecurangan ini terhadap public?
4. Apa saja strategi yang digunakan dalam rangka mencegah terjadinya korupsi?
C. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar kita mengetahui lebih luas lagi mengenai
kecurangan yang terjadi dalam sektor public.
BAB II
PEMBAHASAN
Kecurangan merupakan suatu hal negatif di mata masyarakat. Dimana kecurangan adalah
tindakan yang dilakukan oleh individu atau pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan dan
menghindari kewajiban, serta menyebabkan kerugian finansial atau non-finansial kepada pihak
lain.kecurangan (fraud) juga merupakan suatu tindakan yang sengaja dilakukan oleh satu orang atau lebih
untuk menggunakan sumber daya dari suatu organisasi secara tidak wajar (tindakan melawan hukum) dan
salah menyajikan fakta (menyembunyikan fakta) untuk memperoleh kepentingan pribadi. Menurut
Klynveld Peat Marwick Goerdeler/KPMG, kecurangan organisasi yang umum terkait dengan kasus
penyalahgunaan aset, keliru dalam laporan keuangan, pencurian dana, dan korupsi.Di Indonesia ada
begitu banyak kasus kecurangan yang sudah terjadi, baik di sektor swasta maupun di sektor publik yakni
pemerintahan, Kecurangan yang terjadi pada pemerintahan adalah korupsi
Korupsi merupakan bagian dari kecurangan. Korupsi terjadi diseluruh dunia bahkan di Indonesia
sudah terjadi sejak dahulu. Tindakan korupsi yang sering terjadi seperti penyalahgunaan kekuasaan, kasus
penyuapan atau gratifikasi, pungutan liar, pemberian uang pelicin untuk proyekproyek tertentu sebagai
bagian dari kolusi dan nepotisme, penyalahgunaan aset dan dana atau anggaran pemerintah (daerah
maupun negara). Tindakan-tindakan tersebut dinilai masyarakat sebagai suatu hal yang wajar dan sering
terjadi. Sudah begitu banyak langkah dan cara yang dilakukan untuk pemberantasan korupsi, tetapi
tindakan korupsi masih saja terus terjadi dan semakin bertambah banyak. Kecurangan seperti korupsi
biasanya terjadi karena tiga faktor yang dikenal dengan segitiga penipuan, yaitu: tekanan, kesempatan,
dan rasionalisasi.
B. FRAUD TRIANGEL
Fraud triangle adalah segitiga kecurangan yang menggambarkan adanya 3 kondisi penyebab terjadinya
penyalahgunaan aset dan kecurangan dalam laporan keuangan. Komponen segitiga kecurangan yang
dikembangkan oleh Donal R Cressey adalah Tekanan (Pressure), Rasionalisasi (rationalization), dan,
Kesempatan (Opportunity).
Tekanan (pressure)
Tekanan merupakan suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kecurangan
(fraud) seperti korupsi. Konsep yang paling utama dalam tekanan adalah berupa tekanan yang
menghimpit (berupa uang), bahwa hal tersebut tidak dapat dibagikan (sharing) kepada orang lain. Konsep
inilah yang disebut dengan perceived non-shareable financial need (kebutuhan keuangan yang tidak dapat
dibagikan).
Kesempatan (opportunity)
Kesempatan adalah suatu peluang yang dapat menyebabkan kecurangan atau fraud (korupsi) terjadi. Hal
ini biasanya terjadi dikarenakan adanya sistem pengendalian internal suatu organisasi yang sangat lemah,
kurangnya atau bahkan tidak ada pengawasan, dan/atau peyalahgunaan kekuasaan atau jabatan. Contonya
kurang adanya pengendalian terhadap kas atau cash opname dari atasan terhadap bendahara. Tindakan
korupsi dapat terjadi karena salah satu faktor atau elemen saja, bahkan lebih dari satu elemen yang saling
berhubungan
Rasionalisasi (rationalization)
Rasionalisasi adalah pemikiran yang menjustifikasi tindakkannya sebagai sesuatu yang wajar,
yang secara moral dapat diterima dalam suatu masyarakat yang normal (Zulkarnain, 2013). Cressey
(1950) mengemukakan bahwa rasionalisasi atau pembenaran biasanya dilakukan oleh seseorang sebelum
melakukan kejahatan, bukan sebelumnya. Artinya bahwa rasionalisasi diperlukan oleh pelaku kejahatan
untuk dapat mencerna perilaku yang melawan hukum dan untuk mempertahankan dirinya sebagai orang
yang dipercayakan. Setelah melakukan kejahtan maka rasionalisasi akan ditinggalkan karena tidak
diperlukan lagi.
C. BENTUK-BENTUK FRAUD
Penyalahgunaan Aset Perusahaan (Asset Misappropriation)
Merupakan bentuk kecurangan dengan cara menggunakan atau mengambil asset perusahaan
untuk kepentingan pribadi. Seperti mengambil uang perusahaan, barang dagang perusahaan,
menggunakan mobil dinas untuk keperluan pribadi.
D. KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa Latin corruption (Andrea, 1951) atau corruption, corrupt (Inggris),
corruption (Perancis), dan corruptie/korruptie (Belanda). Secara harafiah korupsi
adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan penyimpangan
dari kesucian (Poerwadarminta, 1976). Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk,
jahat, dan merusak. Perbuatan korupsi menyangkut sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan busuk,
menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena
pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam
kedinasan di bawah kekuasaan jabatan (Artiningrum et al., 2013). Korupsi memiliki banyak definisi,
menurut Klitgaard (1988) korupsi adalah tidak melaksanakan tugas karena lalai atau sengaja. Korupsi
bisa mencakup kegiatan yang sah dan tidak sah. Korupsi dapat terjadi di dalam tubuh organisasi
(misalnya penggelapan uang) atau di luar organisasi (misalnya pemerasan). Korupsi kadang-kadang dapat
membawa dampak positif di bidang sosial, namun pada umumnya korupsi menimbulkan inefisiensi,
ketidakadilan, dan ketimpangan. Selanjutnya Klitgaard et al., (2005) menambahkan bahwa dalam arti luas
korupsi berarti menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, sedangkan dalam arti sempit korupsi
berarti memungut uang bagi layanan yang sudah seharusnya diberikan, atau menggunakan wewenang
untuk mencapai tujuannya yang tidak sah. Korupsi merupakan penyalahgunaan jabatan di sektor
pemerintah (misuse of public office) untuk kepentingan pribadi (Tuanakotta, 2010). Korupsi merupakan
pesoalan yang banyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakkan hukumnya lemah dan masih
kurang kesadaran akan tata kelolah yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud
jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan.
Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest),
penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/ilegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi
(economic extortion).
E. BENTUK-BENTUK KORUPSI
Korupsi dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu :
Benturan kepentingan (conflict of interest)
Benturan kepentingan (conflict of interest) terjadi saat seorang pegawai, manajer, atau eksekutif
memiliki kepentingan ekonomis perorangan dalam transaksi yang bertentangan dengan kepentingan
pemberi kerjanya.
Dalam beberapa hal, kepentingan tersebut tidaklah selalu berupa kepentingannya sendiri. Terdapat
beberapa kasus dimana si pegawai melakukan tindakan yang bertentangan dengan kepentingan
perusahaan demi keuntungan kaawan atau saudaranya, walaupun dia sendiri tidak memperoleh
keuntungan finansial dari tindakannya tersebu
Pemberian Hadiah Yang Illegal (illegal gratuity)
Pemberian sesuatu yang mempunyai nilai kepada seseorang tanpa disertai dengan niat untuk
mempengaruhi keputusan bisnis tertentunya. Pemberian tersebut biasanya dilakukan setelah keputusan
bisnis yang menguntungkan orang atau pemasok tertentu telah dilakukan. Pihak-pihak yang diuntungkan
dengan adanya keputusan tersebut memberikan hadiah sesuatu kepada pegawai yang mengambil keputusa
Pemerasan (economic extortion)
Pemerasan ini dilakukan oleh orang yang memiliki kewenangan untuk memutuskan sesuatu.
Dengan kewenangan yang dimilikinya maka pelaku kecurangan meminta pihak yang terkait untuk
memberikan keuntungan keuangan. Contoh kecurangan ini, pemasok bukannya menawarkan pembayaran
suap untuk mempengaruhi pengambilan keputusan si pembeli, namun justru pegawai perusahaan
pembelilah yang meminta pemasok untuk membayar sejumlah tertentu pada dia agar membuat keputusan
yang menguntungkan si pemasok. Jika si pemasok menolak membayar, dia akan menghadapi kerugian,
seperti kehilangan kesempatan untuk menjadi pemasok perusahaan tersebut.
Penyuapan (bribery)
Suap dapat didefinisikan sebagai penawaran, pemberian, atau penerimaan segala sesuatu dengan
niat untuk mempengaruhi aktivitas pegawai. Sering dikenal juga dengan istilah commercial bribery yaitu
berkaitan dengan penerimaan uang di bawah meja sebagai imbalan atas penggunaan pengaruhnya dalam
pelaksanaan transaksi bisnis. Dalam kejahatan suap tersebut, si karyawan / pegawai menerima
pembayaran tanpa sepengetahuan si pemberi kerja.
Penyebab Terjadinya Corruption
Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberi ilham
dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang
diperlukan untuk membendung korupsi.
Kurangnya pendidikan, agama dan etika, serta banyaknya kemiskinan
Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
Struktur pemerintahan.
Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai
penyakit transisional.
Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
KASUS KORUPSI
Salah satu kasus korupsi terbesar di Indonesia yang pernah terungkap dan saat ini sedang bergulir
adalah kasus korupsi proyek pengadaan elektronik KTP (e-KTP) dengan nilai korupsi sebesar Rp 2,3
triliun. Kasus ini bermula dari proyek pengadaan e-KTP tahun 2011 oleh Kementerian Dalam Negeri
yang saat itu dipimpin oleh Gamawan Fauzi, dengan penganggaran dana sebesar Rp 5,9 triliun. Sidang
perdana kasus dugaan korupsi e-KTP digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat secara tertutup pada 9
Maret 2017. Penanganan untuk mencegah dan mendeteksi kasus korupsi yang sering dikatakan sebagai
penyakit yang mewabah perlu terus ditingkatkan dengan berbagai usul, saran, masukan, atau langkah-
langkah yang antisipatif yang perlu terus disosialisasikan secara terus menerus. Sosialisasi harus secara
lebih spesifik dilakukan kepada para pelaku kecurangan (fraud), karena pada umunya kecurangan (fraud)
dilakukan oleh mereka yang memiliki kekuasaan atau jabatan, memiliki pengalaman, dan berpendidikan
tinggi
Bidang Ekonomi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa kerugian negara akibat kasus mega
korupsi e-KTP adalah sebesar Rp 2,3 triliun. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan, pengangguran
dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya untuk rakyat justru masuk ke kantong
para pejabat dan orang - orang yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah
yang tidak optimal ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang.
Bidang Demokrasi
Beberapa ahli berpendapat bahwa korupsi e-KTP Cederai Demokrasi, hal ini dikarenakan
absennya e-KTP akan membuat warga negara kesulitan untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu,
karena setidaknya ada tiga aturan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang
menyebutkan e-KTP sebagai syarat.
Bidang Pelayanan Medis
Tanpa e-KTP warga akan kesulitan dalam mendapat pelayanan medis, khususnya untuk menjadi
peserta BPJS, dalam hal ini data peserta BPJS harus sesuai dengan e-KTP, karena tidak hanya nomor
induk kependudukan (NIK), data BPJS Kesehatan juga harus mengacu pada sidik jari dan iris mata
sebagaimana yang telah terekam dalam e-KTP.