Anda di halaman 1dari 14

Nama : Andri Pratama

NIM : 210502110078
Kelas : Perpajakan I D
Tugas Paper Perpajakan

Pengertian Pajak dan Hukum Pajak


1. Hukum Pajak
Menurut Rochmat Sumitro
Suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut
pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.

Menurut Santoso Brotodihardjo


Keseluruhan dari peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk
mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan
melalui kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik yang mengatur
hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan-badan yang
berkewajiban membayar pajak.

Menurut Bohari “2004:29”


Hukum fiskal atau hukum pajak merupakan kumpulan dari peraturan yang dimana
mengatur hubungan rakyat selaku pembayaran pajak dan pemerintah selaku pemungut dari
pajak.

Menurut Dr. Soeparman Soehamidjaja


Hukum pajak merupakan hukum yang mengatur masalah perpajakan, dimana pajak
tersebut yang akan meringankan biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai
kesejahteraan umum.

Menurut Erly Suandy “2000:13”


Hukum fiskal atau hukum pajak merupakan peraturan yang mengatur hubungan antara
rakyat selaku wajib pajak “pembayar pajak” dengan penguasa atau pemerintah selaku
pihak pemungut rakyat. Dan hukum pajak ialah bagian dari hkm publik.

Menurut Hartono Hadisoeprapto


Hukum pajak merupakan serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana pajak
itu dipungut serta atas keadaan-keadaan atau peristiwa-peristiwa apa pajak itu dikenakan
dan berapa besarnya pajak yang harus dipungut.

Menurut Prof. Dr. P.J.A. Andriani


Pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang tergantung
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang)
dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk
menyelenggarakan pemerintah.

Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.,
Pajak adalah suatu pengalihan dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat
pelanggaran hokum, namun wajib dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan
lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan dan proporsional, agar
pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalakan pemerintah. Pajak
dipungut berdasarkan undang-undang. Dasar Hukum Pajak yang tertinggi adalah Pasal 23
A Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, bahwa “pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang”.

2. Pajak
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan
pemerintahan (Adriani 1987:2 dalam Verawati, 2007).
Menurut Prof. DR. Rachmat Sumitro, SH tahun 1990, pajak adalah iuran rakyat kepada
kas negara (peralihan kekayaan dari kas rakyat ke sektor pemerintah) berdasarkan Undang-
Undang untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving
yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
Menurut Mardiasmo (2016:3) Pajak merupakan iuran yang dibayarkan oleh rakyat kepada
negara yang masuk dalam kas negara yang melaksanakan pada undang-undang serta
pelaksanaannya dapat dipaksaaan tanpa adanya balas jasa.
Pajak menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 dalah "kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat."

3. Fungsi Pajak
Fungsi pajak secara umum ada 4, yakni:
1. Fungsi anggaran (budgetair) sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi mengatur (regulerend) sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah
dalam bidang sosial ekonomi.
3. Stabilitas, pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan
kebijakan-kebijakan pemerintah.
4. Redistribusi Pendapatan, penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan
kerja dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

4. Retribusi
a. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan / atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
Berikut ini merupakan beberapa pendapat lain menurut para ahli terkait pengertian
retribusi, di antaranya:

1. Kunarjo (1996:17)
Retribusi adalah pemungutan uang dan juga sebagai pembayaran penggunaaan atau
perolehan jasa pekerjaan atau usaha milik pemerintah daerah, baik itu yang
berkepentingan atau didasari oleh peraturan umum pemerintah daerah.

2. Kaho (1997:153)
Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran penggunaan atau karena
memperoleh jasa pekerjaan milik daerah guna kepentingan umum baik itu secara
langsung maupun tidak langsung.

3. Eugenia, Muljono, & Liliawati (2001:85)


Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas izin jasa tertentu yang
khusus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan individu atau badan.

b. Subjek & Obyek Retribusi


Subyek Retribusi
Subjek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang dan/ atau Badan
yang menikmati pelayanan kesehatan di Balai.
Subjek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yaitu orang pribadi dan / atau
Badan yang menggunakan dan / atau mendapatkan manfaat atas pemakaian
kekayaan Daerah.

Obyek Retribusi
1. Obyek Retribusi Pelayanan Kesehatan adalah setiap pelayanan kesehatan di
Balai
berupa:
a. pelayanan medik;
b. pelayanan non medik; dan
c. pelayanan laboratorium.
2. Obyek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah meliputi:
a. tanah;
b. bangunan;
c. ruangan;
d. tempat penginapanj pesanggrahanj vila; dan
e. peralatan laboratorium dan pelayanan.

Dikecualikan dari objek Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah sebagaimana


dimaksud diatas, yaitu:
a. Pemakaian Kekayaan Daerah untuk pelayanan umum; dan
b. penggunaan tanah yang tidak mengubah fungsi dari tanah seperti
pemasangan tiang listrik / telepon serta penanaman / pembentangan kabel listrik
/ telepon di tepi jalan umum.
c. Perbedaan Pajak dan retribusi adalah sebagai berikut:
1. Pajak
a. Dasar Hukum
Sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 23A, disebutkan bahwa Pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan
undang-undang.
b. Balas Jasa
Pajak merupakan salah satu sarana pemerataan pendapatan warga negara. Jadi
ketika membayar pajak dalam jumlah tertentu, Anda tidak langsung menerima
manfaat pajak yang dibayar, yang akan Anda dapatkan berupa perbaikan jalan
raya di daerah Anda, fasilitas kesehatan gratis bagi keluarga, beasiswa
pendidikan bagi anak Anda, dan lain-lainnya.
c. Objek Pajak
Objek pajak bersifat umum contohnya pajak penghasilan, pajak barang mewah,
pajak kendaraan bermotor
d. Sifat Pajak
Pajak menurut Undang-undang pemungutannya dapat dipaksakan sehingga bila
tidak membayar pajak ada konsekuensi yang harus ditanggung.
e. Lembaga Pemungut
Berdasarkan lembaga yang memungutnya pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu
Pajak Negara yang pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Pajak dan Pajak
Daerah yang pemungutannya dilakukan oleh organisasi perangkat daerah yang
ditunjuk misalnya Badan Pendapatan Daerah atau Dinas Pelayanan Pajak.
f. Tujuan
Secara umum tujuan yang dapat dicapai dari diberlakukannya pajak adalah
untuk mencapai kondisi meningkatnya ekonomi suatu negara yaitu (1) untuk
membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi
ke investasi. (2) untuk mendorong tabungan dan menanam modal. (3) untuk
mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga
memungkinkan adanya investasi sumber dari tangan masyarakat ke tangan
pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah. (4) untuk
mmodifikasi pola investasi. (5) untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dan
(6) untuk memobilisasi surplus ekonomi (Nurkse, 1971) dalam (Muchlis, 2002).

2. Retribusi
a. Dasar Hukum
Retribusi dipungut berdasarkan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, atau
Peraturan Daerah.
b. Balas Jasa
Balas jasa kepada wajib retribusi dapat dirasakan langsung, contohnya retribusi
kebersihan (sampah) manfaatnya dapat dirasakan langsung dengan diangkutnya
sampah wajib retribusi oleh petugas.
c. Objek Retribusi
Orang atau Badan yang menggunakan atau mendapatkan jasa atau izin yang
diberikan oleh pemerintah.
d. Sifat Retribusi
Dapat dipaksakan dengan sifat yang ekonomis hanya kepada orang atau badan
yang menggunakan atau mendapatkan jasa atau izin yang diberikan oleh
pemerintah.
e. Lembaga Pemungut
Retribusi dipungut oleh pemerintah daerah.
F. Tujuan
Retribusi memiliki tujuan untuk memberikan jasa atau ijin kepada masyarakat
sehingga mereka dapat melaksanakan kegiatan mereka serta mendapatkan
pelayanan dari pemerintah.
Baik pajak maupun retribusi merupakan salah satu sumber pendapatan bagi
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang sangat penting untuk membiayai
pembangunan dan melaksanakan pemerintahan.
d. Karakteristik retribusi
Hal selanjutnya yang perlu Anda ketahui seputar retribusi yaitu karakteristik atau ciri-
cirinya. Berikut ini beberapa di antaranya:
- Pemungutan retribusi dilaksanakan oleh pemerintah daerah berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) yaitu Peraturan Daerah (Perda). Dinas terkait yang bertugas
memungut serta mengelola retribusi daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah
(Dispenda).
- Retribusi bersifat memaksa secara ekonomi bagi masyarakat yang telah memenuhi
syarat UU dan Perda.
- Dibebankan kepada setiap masyarakat wajib retribusi, yaitu orang atau badan yang
memakai layanan publik atau jasa dari pemerintah daerah.
- Orang pribadi atau badan memperoleh balas jasa secara langsung sesaat telah
membayar retribusi. Bahkan pada beberapa retribusi, balas jasa ini bisa dirasakan
secara individu misalnya retribusi parkir di sisi jalanan umum.

5. Sumbangan
Sumbangan berbeda dengan pajak dan retribusi, sumbangan ini bersifat tidak wajib atau
tidak ada istilah memaksa. sumbangan ini biasanya bisa diterima dari macam-macam
instansi seperti pemerintah, yayasan, lembaga kemanusian dan lain sebagainya.

6. Zakat/Sumbangan Keagamaan
a. Zakat sebagai salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat Islam dalam
menyempurnakan keislamannya. Secara umum, ada 2 (dua) jenis zakat yang wajib
ditunaikan umat Islam, zakat fitrah dan zakat mal.
b. Ketentuan Zakat Sebagai Pengurang Pajak
Dukungan pemerintah untuk kegiatan pengelolaan zakat diwujudkan dalam bentuk
zakat sebagai pengurang pendapatan kena pajak (tax deductible). Pada Pasal 3 ayat 1
huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh) menyebutkan bahwa zakat
dan sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib dikecualikan dari objek pajak dengan
syarat zakat dan sumbangan tersebut diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat dan lembaga keagamaan yang telah disahkan oleh pemerintah.
Kemudian, hal ini juga ditegaskan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
mengenai Pengelolaan Zakat. Disebutkan pada Pasal 22 bahwa zakat yang dibayarkan
oleh pemberi zakat kepada badan/lembaga amil zakat dikurangkan dari penghasilan
kena pajak. Disebutkan juga pada Pasal 23 bahwa badan/lembaga amil zakat wajib
memberikan bukti setoran zakat kepada setiap pemberi zakat, kemudian bukti setoran
tersebut digunakan oleh pemberi zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
c. Penerapan Zakat Sebagai Pengurang Pajak
Penerapan zakat sebagai pengurang pajak telah diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2011 mengenai Pelaksanaan Pembayaran dan
Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat. Pertama, pada Pasal 2 ayat 1 disampaikan
bahwa wajib pajak yang melakukan pengurangan zakat yang sifatnya wajib harus
melampirkan fotokopi bukti pembayaran zakat pada saat menyampaikan SPT Tahunan
Pajak Penghasilan (PPh). Jadi, ketika membayar zakat fitrah tahun 2021 maka bukti
pembayaran zakat tersebut disimpan untuk dilampirkan ketika melaporkan SPT
Tahunan PPh di tahun 2022.
Kedua, pada Pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa bukti pembayaran zakat yang dimaksud
adalah berupa bukti pembayaran secara langsung, melalui transfer rekening bank, atau
pembayaran lewat ATM. Adapun, bukti tersebut paling sedikit memuat nama lengkap
wajib pajak dan NPWP pembayar; total pembayaran; tanggal pembayaran; nama badan
amil zakat, lembaga amil zakat, atau lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah;
tanda tangan petugas dari lembaga pengumpul zakat pada bukti pembayaran apabila
pembayaran secara langsung; dan validasi dari petugas bank pada bukti pembayaran
apabila pembayaran melalui transfer bank.
Namun, zakat tersebut tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto jika zakat
tersebut tidak dibayarkan oleh wajib pajak kepada badan amil zakat, lembaga amil
zakat, atau lembaga keagamaan yang disahkan pemerintah; serta bukti pembayaran
zakat tersebut tidak sesuai ketentuan yang sudah ditetapkan.
Adapun, daftar badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang disahkan pemerintah
telah diatur dan dapat dilihat dalam Peraturan Direktur Jenderal pajak PER-08/PJ/2021.
Dalam aturan tersebut memuat 89 badan/lembaga amil zakat baik dari tingkat nasional,
provinsi, maupun kabupaten/kota untuk semua agama yang diakui di Indonesia.
Badan/lembaga amil zakat tersebut seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS),
Lembaga Amil Zakat Laz (LAZ), dan lain sebagainya.
d. Kendala Penerapan Zakat Sebagai Pengurang Pajak di Indonesia
- kurangnya pemahaman wajib pajak atas aturan dan syarat yang harus dipenuhi agar
zakat dapat menjadi pengurang pajak
- kurangnya informasi tentang badan/lembaga amil zakat yang disahkan pemerintah,
sehingga banyak wajib pajak membayarkan zakatnya pada badan/lembaga yang tidak
disahkan pemerintah
- keengganan wajib pajak mencatumkan besaran zakat pada SPT PPh Tahunan karena
menghindari riya.

7. Kedudukan Hukum pajak dan Tatanan Hukum Nasional


Kedudukan Hukum Pajak di Indonesia
Hukum pajak adalah bagian dari hukum publik. Hukum pajak di Indonesia menganut
paham imperative. Artinya, pelaksanaan pemungutan pajak tidak dapat ditunda. Ketika
terjadi pengajuan keberatan terhadap Pajak oleh wajib pajak yang telah ditetapkan
pemerintah, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak tentang keberatan
diterima, maka wajib pajak terlebih dahulu harus membayar pajak sesuai dengan yang telah
ditetapkan. Berikut ini adalah penjelasan kedudukan hukum perpajakan:
a. Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya
b. Hukum Publik dimana mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya. Antara
lain terdiri dari Hukum Tata Negara, Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi
Negara), Hukum Pajak, dan Hukum Pidana.
Berdasarkan dua poin di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan hukum pajak merupakan
bagian dari hukum publik. Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku
pemungut pajak dan rakyat sebagai wajib pajak.
Asas dan Yuridis Pemungutan Pajak
1. Pancasila dan Pajak
Pajak mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan, dan untuk berjalannya
suatu negara diperlukan partisipasi aktif dari warga negara dalam memajukan negara itu
sendiri. Sama halnya dengan Pancasila, dimana Pancasila sebagai ideologi negara
merupakan penuntun penyelenggaraan negara dan warga negara dalam mewujudkan
kemakmuran bangsa.
Setiap kegiatan pembangunan negara membutuhkan dana, dan sumber dana negara adalah
APBN yang berasal dari pajak. Maka dari itu, pemanfaatan pajak menjadi wujud dari nilai-
nilai Pancasila salah satunya adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Disamping itu, pajak tidak hanya untuk mewujudkan nilai-nilai sila ke-5
Pancasila, tetapi juga seluruh nilai-nilai sila dalam Pancasila.
Peran aktif dan kesadaran masyarakat dalam pembayaran pajak harus diperhatikan. Tidak
jarang terdapat berbagai perlawanan dari masyarakat terhadap pungutan pajak. Hal ini
terjadi karena pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh wajib pajak tanpa
kompensasi secara langsung yang didapatkan oleh wajib pajak.

2. Asas - Asas Pemungutan Pajak


Dalam memungut pajak, institusi pemungut pajak hendaknya memerhatikan berbagai
faktor yang selanjutnya dikenal sebagai asas pemungutan pajak. Pada uraian di bawah ini
disajikan berbagai asas pemungutan pajak menurut para ahli ekonomi.

a. Adam Smith
- Asas Equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif
terhadap wajib pajak.
- Asas Certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang
melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
- Asas Convinience of Payment, pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib
pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
- Asas Efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai
terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
b. W.J. Langen
- Asas Daya Pikul, besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya
penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang
dibebankan.
- Asas Manfaat, pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-
kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
- Asas Kesejahteraan, pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
- Asas Kesamaan, dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang
lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
- Asas Beban Yang Sekecil-kecilnya, pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya
(serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak
memberatkan para wajib pajak.
c. Adolf Wagner
- Asas Politik Finansial, pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat
membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
- Asas Ekonomi, penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak
untuk barang-barang mewah
- Asas Keadilan, pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi
yang sama diperlakukan sama pula.
- Asas Administrasi, menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus
membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya
biaya pajak.
- Asas Yuridis, segala pungutan pajak harus berdasarkan undang-undang.
Di Indonesia kita memiliki tujuh asas pemungutan pajak yang selalu dijadikan pedoman.
Baca penjelasan lengkapnya di bawah ini:
1. Asas finansial
Berdasarkan asas ini, pungutan pajak dilakukan sesuai dengan kondisi keuangan
(finansial) atau besaran pendapatan yang diterima oleh wajib pajak. Contohnya:
Pak Ahmad bekerja sebagai guru honorer dengan pendapatan sekitar Rp15.000.000
per tahun, sedangkan Bu Laila bekerja sebagai Advokat dengan pendapatan sekitar
Rp1.000 000.000 per tahun.
Berdasarkan asas finansial, besaran pajak yang harus dibayar kedua orang tersebut
tentu saja berbeda. Berdasarkan asas ini pula, penetapan pungutan pajak yang harus
dibayarkan kedua orang tersebut harus lebih kecil dari pendapatan mereka selama
setahun.

2. Asas ekonomis
Berdasarkan asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan
sesuai dengan kepentingan umum (kepentingan rakyat secara menyeluruh). Pajak
juga tidak boleh menjadi penyebab merosotnya kondisi perekonomian rakyat.
Bahkan, dengan adanya pemanfaatan hasil pajak, diharapkan pemerintah bisa
membangun negeri ini secara maksimal tanpa harus mendapatkan pembiayaan
melalui skema lain seperti utang luar negeri.
3. Asas yuridis
Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat 2 UUD 1945.
Selain itu pemungutan pajak di Indonesia juga diatur oleh beberapa undang-
undang, yaitu:
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (KUP).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh).
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa, serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Aturan dan Prosedur Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak yang Berlaku di
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

4. Asas umum
Asas pemungutan pajak yang selanjutnya adalah asas umum. Berdasarkan asas ini,
pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas keadilan umum. Artinya, baik
pemungutan maupun penggunaan pajak memang dirancang dari dan untuk
masyarakat Indonesia.

5. Asas kebangsaan
Berdasarkan asas kebangsaan, setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia,
wajib membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku di negeri ini. Berdasarkan
asas kebangsaan pula, warga asing yang tinggal atau berada di Indonesia selama
lebih dari 12 bulan tanpa pernah sekalipun meninggalkan negara ini wajib dikenai
pajak selama penghasilan yang mereka dapatkan bersumber dari Indonesia.

6. Asas sumber
Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan
berdiri atau tempat tinggal wajib pajak. Jadi, pajak yang dipungut di Indonesia
hanya diberlakukan untuk orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia.
Sebagai contoh, Pak Ahmad merupakan warga Indonesia yang tinggal dan bekerja
di Australia, meskipun secara dokumen kebangsaan Pak Ahmad adalah WNI tetapi
berdasarkan sumber pendapatannya Pak Ahmad tidak wajib membayar PPH yang
dipungut oleh pemerintah Indonesia.

7. Asas wilayah
Asas ini berlaku berdasarkan wilayah tempat tinggal wajib pajak. Contohnya, Bu
Laila merupakan WNI yang tinggal di Taiwan, maka menurut asas wilayah, baik
rumah maupun barang yang digunakan Bu Laila tidak wajib dikenai pajak oleh
pemerintah Indonesia. Sebaliknya, jika ada WNA yang tinggal di Indonesia dalam
jangka waktu tertentu, WNA tersebut wajib dikenai pajak berdasarkan hukum yang
berlaku di negeri ini.
.
3. Yuridiksi Pemungutan Pajak
Yuridiksi yang dimaksud adalah batas kewenangan yang dapat dilakukan oleh suatu negara
dalam memungut pajak terhadap warga negaranya, agar pemungutannya tidak menjadi
berulang-ulang yang bisa memberatkan orang yang dikenakan pajak.
a. Berdasarkan Asas Sumber
Berdasarkan yurisdiksi ini, pemungutan pajak tidak dapat dilepaskan dari sumber atau
tempat objek pajak itu berada. Jika objek pajak itu berada di Negara Indonesia, Negara
Indonesia berwenang memungut pajak terhadap terhjadap orang pribadi atau badan
yang memiliki objek pajak tersebut. Misalnya, terhadap objek Pajak Bumi dan
Bangunan yang berada di Indonesia, Negara Indonesia memiliki kewenangan untuk
mengenakan dan memungut pajak bagi wajib pajak yang memiliki, menguasai, atau
memperoleh manfaat atas objek pajak yang dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan.
b. Berdasarkan Asas Kewarganegaraan
Menurut asas ini, yurisdiksi pemungutan pajak dikenakan bukan berdasarkan tempat
objek pajak, melainkan berdasarkan status atau kedudukan warga Negara dari setiap
orang pribadi yang berasal dari Negara yang mengenakan pajak. Walaupun orang
pribadi yang bersangkutan tidak bertempat tinggal atau berkedudukan pada Negara
yang hendak melakukan pemungutan pajak, tetapi orang pribadi itu merupakan warga
Negara tersebut, maka tetap dapat dilakukan pemungutan pajak terhadap yang
bersangkutan. Misalnya, untuk Indonesia yang juga menganut asas kewarganegaraan,
pemungutan pajak bukan hanya dilakukan pada warga negaranya yang bertempat tiggal
atau berkedudukan di Indonesia, tetatpi termasuk juga yang bertempat tinggal atau
berkedudukan di luar Indonesia.
c. Berdasarkan Asas Tempat Tinggal
Berdasarkan yurisdiksi ini, pemungutan pajak dilakukan oleh Negara berdasarkan
tempat tinggal atau kedudukan dari wajib pajak. Negar berwenang memungut pajak
pada wajib pajak yang bertempat tinggal atau berkedudukan pada Negara yang
bersangkutan. Segala objek pajak yang dimiliki, dikuasai, atau dimanfaatkan oleh
wajib pajak yang bertempat tinggal tau berkedudukan pada Negara yang bersangkutan
dikenakan pajak. Misalnya, warga Negara Australia yang bertempat tinggal atau
berkedudukan di Indonesia memperoleh atau mendapat penghasilan di Indonesia.
Maka, atas penghasilan tersebut dikenakan Pajak Penghasilan.

Ketiga jenis asas pemungutan pajak tersebut selama ini diadopsi dalam rangka pemungutan
pajak di Indonesia, baik terhadap pajak langsung maupun pajak tidak langsung. Khusus
terhadap asas tempat tinggal, UU PPh (UU No. 36 Tahun 2008) menegaskan adanya
batasan waktu untuk bertempat tinggal atau berada di Indonesia yaitu lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. Keberadaan
lebih dari 183 hari tidaklah harus berturut-turut tetapi ditentukan oleh jumlah hari
seseorang berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 bulan sejak kedatangannya di
Indonesia.
Untuk asas kewarnegaraan dan asas sumber yaitu bahwa terhadap setiap warga Negara
Indonesia di manapun dia berada akan dikenakan pajak oleh Negara Indonesia, demikian
pula bila seseorang bukan warga Negara Indonesia namun memperoleh penghasilan dari
Indonesia, maka Negara Indonesia mempunyai hak untuk mengenakan pajak kepada setiap
orang yang memperoleh penghasilan dari sumber penghasiln tersebut berada.
DAFTAR PUSTAKA

Bantuanhukum-sbm.com. 18 mei 2021. Hukum Pajak Menurut Para Ahli. Diakses pada 5
September 2022, dari https://www.bantuanhukum-sbm.com/artikel-hukum-pajak-menurut-para-
ahli
Adriani, P.J.A, 2009 waluyo. akuntansi pajak. Jakarta penerbit: Salemba Empat.
Rochmat Soemitro, 1990, Dasar Dasar Hukum Pajak Dan Pajak Pendapatan. Eresco, Bandung.
Mardiasmo. (2016). Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2016. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Republik Indonesia. 2009. Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Perubahan ke empat
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
pada Pasal 1 Ayat (1).
Pajakku.com. 2019. Pengetahuan Umum Perpajakan. Diakses pada 5 September 2022, dari
https://www.pajakku.com/read/5dae9cb04c6a88754c088066/Pengetahuan-Umum-Perpajakan
Ocbcnisp.com. 11 Maret 2022. Retribusi: Pengertian, Contoh, dan Bedanya dari Pajak Daerah.
Diakses pada 5 September 2022, dari https://www.ocbcnisp.com/id/article/2022/03/11/retribusi-
adalah
Bapenda.jabarprov.go.id. Retribusi Daerah. Diakses pada 5 September 2022, dari
https://bapenda.jabarprov.go.id/retribusi-daerah/#tab-id-4
Bapenda.jabarprov.go.id. 22 Februari 2017. Perbedaan Pajak dan Retribusi. Diakses pada 5
September 2022, dari https://bapenda.jabarprov.go.id/2017/02/22/perbedaan-pajak-dan-retribusi/
Pajakku.com. 2021. Perbedaan Pajak, Retribusi, dan Sumbangan. Diakses pada 5 September 2022,
dari https://www.pajakku.com/read/604ec324c069d02167e95861/Perbedaan-Pajak-Retribusi-
dan-Sumbangan
Pajakku.com. 12 Agustus 2022. Apakah Zakat Dikenakan Pajak?. Diakses pada 5 September 2022,
dari https://www.pajakku.com/read/62e1ede4a9ea8709cb18b56c/Apakah-Zakat-Dikenakan-
Pajak?
Klikpajak.id. 17 Juli 2019. Ketahui Kedudukan Hukum Pajak di Indonesia. Diakses pada 5
September 2022, dari https://klikpajak.id/blog/ketahui-kedudukan-hukum-pajak-di-indonesia/
Pajakku.com. 2019. Melestarikan Nilai - nilai Pancasila Melalui Ketaatan Membayar Pajak.
Diakses pada 5 September 2022, dari
https://www.pajakku.com/read/5da00a82b01c4b456747b720/Melestarikan-Nilai-nilai-Pancasila-
Melalui-Ketaatan-Membayar-Pajak
Pajak.go.id. Asas Pemungutan Pajak Diakses pada 5 September 2022, dari
https://www.pajak.go.id/id/asas-pemungutan-pajak
Online-pajak.com. 17 September 2018. Asas Pemungutan Pajak dan Penerapannya di Indonesia
Diakses pada 5 September 2022, dari https://www.online-pajak.com/tentang-pajak-pribadi/asas-
pemungutan-pajak-dan-penerapannya-di-indonesia
Duniapengetahuan2627.blogspot.com. Yurisdiksi Pemungutan Pajak. Diakses pada 5 September
2022, dari https://duniapengetahuan2627.blogspot.com/2013/02/yurisdiksi-pemungutan-
pajak.html

Anda mungkin juga menyukai