TINJAUAN PUSTAKA
A. Perpajakan
a. Pengertian Pajak
Terdapat bermacam-macam definisi tentang pajak yang dikemukakan
oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut:
1. Menurut Leroy Beaulieu,
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan
oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup
belanja pemerintah.
2. Menurut P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
3. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya
yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama
untuk membiayai public investment'.
4. Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R
1
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber
daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan
gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.
Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber
daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.
Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam
penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro
merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang
yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan
sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan
untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan.
Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang
dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya
kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib
pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat''
2
Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. James dalam mendefinisikan pajak sebagai “ a ulsory levy made by
public authorities for which nothing is received directly in return”.
Dari berbagai definisi yang tersebut diatas, dapat disimpulkan
bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara
langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum
untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang bertugas
mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah
naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
b. Unsur pajak
3
b) Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang
dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat
membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama
kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan
bermotor.
c. Jenis Pajak
4
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat
dibagi menjadi :
1. Pajak Penghasilan
c. UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang.
5
UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No.
20 tahun 2007
BUT adalah bentuk usaha yang dikenakan orang pribadi yang tidak
beretempat tinggal di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia
kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang
tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
6
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan
PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang
PPN.
4. Bea Meterai
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)adalah atas harta tak bergerak yang
terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).
7
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola
oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Hotel,
b. Pajak Restoran,
c. Pajak Hiburan,
d. Pajak Reklame,
8
e. Pajak Penerangan Jalan,
9
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.
6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari
pemerintah.
e. Fungsi pajak
10
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.
c) Fungsi stabilitas
f. Klasifikasi Pajak.
11
a) Pajak langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang dibayarkan ketika terjadi sebuah
transaksi keuangan. Bedanya pajak tidak langsung ini bisa dibebankan
atau dipindahkan kepada orang lain. Contohnya saja ketika Anda
membeli suatu produk di mall, biasanya harga sudah include dengan
pajaknya.
Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode
pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran
laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam
penerapan:
2. tahun buku;
12
4. metode penyusutan dan amortisasi.
13
Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan
penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya
penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur
penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan
Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-
hal antara lain sebagai berikut:
2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak- hak yang
dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan
hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
14
satu tahun pajak dan ( antaratahun pajak ) dikenakan pajak dalam jumlah
yang sama.
1. Tarif Pajak Progresif
Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang
naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar
pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu
setiap kali naik. Di Indonesia, pajak progresif diterapkan pada pajak
penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi, seuai dengan ketentuan
pasal-17 Undang -undang pajak penghasilan-2008 pajak penghasilan
bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri, termaksud peusahaan
perorangan dalam setiap tahun pajaknya dihitung dari kelipatan jumlah
penghasilan kena pajak PKP yakni:
a) untuk lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai dengan Rp 50
juta, tarif pajaknya 5%
b) Untuk lapisan PKP di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta, tarif
pajaknya 15%
c) lapisan PKP di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta, tarif pajaknya
25%
d) Untuk lapisan PKP di atas Rp 500 juta, tarif pajaknya 30%.
Contoh Tarif pajak progresif
Tarif pajak progresif yaitu pajak yang semakin naik jika
pengenaan pajaknya semakin banyak. Contoh dari pajak progresif yaitu
pajak penghasilan (PPh) yang telah ditentukan sebagai berikut:
a) Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan
selama setahun sebesar 0 sampai Rp 50.000.000 maka tariff pajak
yang dikenakan sebesar 5% jika memiliki NPWP (nomor pokok
wajib pajak) bila tidak mempunyai NPWP maka pajak yang
dikenakan 6%.
15
b) Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan
selama setahun sebesar Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 maka
tariff pajak yang dikenakan sebesar 15% bila mempunyai NPWP
(nomor pokok wajib pajak) bila tidak mempunyai NPWP maka pajak
yang dikenakan 18%.
c) Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan
selama setahun sebesar Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000
maka tariff pajak yang dikenakan sebesar 25% jika memiliki NPWP
(nomor pokok wajib pajak) jika tidak mempunyai NPWP maka pajak
yang dikenakan %.
d) Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan
selama setahun sebesar Rp 500.000.000 sampai Rp … maka tariff
pajak yang dikenakan sebesar 30% jika memiliki NPWP (nomor
pokok wajib pajak) jika tidak memiliki NPWP maka pajak yang
dikenakan %.
e) Tarif pajak proporsional
Tarif pajak proporsional menurut ketentuan perundang-undangan
perpajakan hanya menghasilkan satu jumlah beban pajak, bukan saja
untuk satu tahun pajak tetapi untuk seluruh tahun pajak yang
tercakup dalam skope atau perspektif perencanaan.
Tarif Pajak Proposional Atau Sebanding Ialah Besarnya Sama
Seberapapun Besarnya PKP (Penghasilan Kena Pajak) Maksudnya Tarif
Pajak Proposional Menggunakan Persentasi Tetap Seberapapun Jumlah
Objek Pajak.
Jadi Dapat Digabarkan Bahwa Besar Pajak Proposional Berbanding
Lurus Dengan Jumlah Objek Pajak. Contohnya Saja Seperti Pajak PPn
(Pajak Pertambahan Nilai) 10% Dan PBB (Pajak Bumi Dan Bangunan)
0,5% Dari Seberapapun Jumlahnya.
16
i. pajak yang lebih dan kurang dibayar
Terhadap kewajiban pajaknya, setiap wajib pajak harus melakukan
perhitungan, dan membuat serta menyerahkan surat pemberitahuan tahunan
(SPT-Tahunan) pada setiap akhir tahun pajak. Pada dasarnya terdapat tiga
kemungkinan yang bisa terjadi dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh
wajib pajak setiap akhir tahun pajak tersebut:
1. Tidak lebih tetapi juga tidak kurang bayar (SPT-Nihil)
Sementara SPT Tahunan wajib dilaporkan tiap tahun. Ada kalanya
status SPT bisa nihil/kurang bayar. Artinya, bagi perorangan, ini terjadi
karena penghasilannya kurang dari Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Sementara bagi Pengusaha Kena Pajak, SPT Nihil terjadi
karena nilai Pajak Masukan sama dengan Pajak Keluaran. Ada tiga
pajak yang disebutkan dalam PMK No.9 /PMK.03/2018 yang
dibebaskan dari pelaporan SPT Nihil. Apa saja itu?
a. PPh Pasal 21/26
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau 26 atau PPh Pasal 21/26
menjadi salah satu dari pajak yang terbebas dari kewajiban
pelaporan SPT Nihil. Kedua pajak ini jadi kewajiban yang mesti
dipenuhi Wajib Pajak perorangan.
Ditilik dari definisinya menurut Peraturan Direktur Jenderal
Pajak No. Per-32/PJ/205, PPh Pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan orang pribadi subjek dalam negeri.
Sementara menurut UU No. 36 Tahun 2008, PPh Pasal 26
adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia selain bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia.
17
Ada tiga sebab kenapa pada PPh Pasal 21/26 bisa terjadi SPT
Masa Nihil.
a) Karyawan yang statusnya sebagai karyawan kontrak ataupun
bukan tetap.
b) Tak adanya pembayaran gaji sekalipun terdapat karyawan.
c) Semua karyawan mendapat penghasilan yang nilainya kurang
dari PTKP.
Dengan keluarnya PMK No. 9 /PMK.03/2018, Wajib Pajak
yang kena pemotongan PPh Pasal 21/26 tidak lagi diharuskan buat
laporan SPT Masa Nihil.
2. PPh Pasal 25 (Surat Setoran Pajak/SSP)
Selanjutnya adalah PPh Pasal 25 yang bebas dari pelaporan SPT
Masa Nihil dalam Peraturan Menteri Keuangan yang baru. PPh Pasal 25
adalah pajak penghasilan yang dibayarkan dengan cara diangsur/dicicil.
Dengan cara diangsur tersebut, Wajib Pajak mendapat keringanan dalam
pembayaran pajak. SPT Masa PPh Pasal 25 bisa nihil karena empat
sebab:
• SPT Tahunan PPh sebelumnya nihil
• nihil jika dilihat dari Laporan Berkala,
• Laporan Keuangan Triwilanan, dan
• Perhitungan Wajib Pajak Tertentu.
3. Lebih bayar (SPT- Lebih bayar)
Status Lebih Bayar SPT Tahunan PPh disebabkan karena jumlah
PPh yang telah dipotong pihak lain lebih besar dari hasil hitung ulang
PPh terutang yang dilakukan saat mengisi SPT Tahunan PPh. Kondisi
tersebut sangat mungkin terjadi karena rumus untuk menghitung
pemotongan PPh dan rumus untuk menghitung PPh terutang pada SPT
Tahunan memang berbeda. Hal ini umumnya terjadi untuk penghasilan
yang bersumber dari pekerjaan bebas. Namun jika penghasilan
18
bersumber dari gaji pegawai tetap maka tidak ada perbedaan rumus saat
melakukan pemotongan PPh dengan saat hitung ulang PPh terutang
pada SPT Tahunan PPh
4. Kurang bayar (SPT- Kurang bayar).
Pernah punya kasus yang sama? Jangan bingung, status kurang
bayar bisa terjadi pada siapa saja jika dalam setahun (Januari—
Desember) kamu pindah ke beberapa perusahaan dan/atau menerima
lebih dari satu bukti potong pajak atas penghasilanmu; atau nominal
penghasilanmu di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu Rp
4.500.000 per bulan. Untuk status kurang bayar seperti ini, kamu perlu
menggunakan SPT 1770S
a. Teori Asuransi. Logika dari teori ini mirip logika dalam pembayaran premi
asuransi. Teori ini menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban melindungi
jiwa, raga, harta dan hak-hak rakyat. Oleh karenanya, rakyat harus membayar
iuran atau kontribusi dalam bentuk pajak yang diibaratkan premi asuransi atas
jaminan perlindungan yang diberikan oleh negara.
b. Teori Kepentingan. Teori ini memberikan landasan penyelenggaraan pajak
dalam konteks besarnya beban pajak yang harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam hal besarnya beban pajak, teori ini menyatakan bahwa besarnya beban
pajak yang ditanggung oleh masing-masing individu warga negara bergantung
19
pada besar kecilnya kepentingan masing-masing individu warga terhadap
negara. Makin besar kepentingan seseorang terhadap terselenggaranya
fasilitas-fasilitas yang diberikan negara, makin besar juga iuran atau kontribusi
dalam bentuk pajak yang harus dibayar oleh orang tersebut.
c. Teori Daya Pikul. Teori daya pikul memberikan landasan penyelenggaraan
pemungutan pajak dalam hal pendekatan dalam menentukan beban pajak yang
harus ditanggung oleh warga negara. Teori ini menyatakan bahwa beban pajak
harus sama berat bagi semua individu sesuai daya pikulnya. Untuk
mengimplementasikan pernyataan tersebut, teori daya pikul memberikan saran
agar beban pajak sesuai daya pikul masing-masing warga negara, pendekatan
yang digunakan dalam menghitung beban pajak harus mengandung dua unsur
yaitu a) unsur obyektif dan sekaligus b) unsur subyektif. Beban pajak yang
ditanggung warga negara ditentukan secara obyektif berdasarkan besarnya
penghasilan, sekaligus juga mempertimbangkan unsur subyektif dari masing-
masing warga negara dengan melihat besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi setiap individu warga negara.
d. Teori Bakti. Teori ini memberikan kerangka pemikiran untuk mendorong
warga negara membayar pajak. Kerangka pemikiran yang diberikan oleh teori
ini adalah bahwa sebagai warga negara yang berbakti, maka rakyat harus sadar
bahwa pembayaran pajak adalah kewajiban setiap warga.
e. Teori Asas Daya Beli. Teori asas daya beli memberikan landasan
penyelenggaraan pemungutan pajak dari sudut daya beli dan kesejahteraan
dalam konteks pemungutan pajak. Menurut teori ini, pajak adalah penarikan
daya beli masyarakat. Artinya pemungutan pajak secara tidak langsung
menurunkan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa
ujung dari pemungutan pajak harus merupakan pemeliharaan kesejahteraan
melalui redistribusi daya beli.
k. Hukum Pajak
Dalam tata hukum di Indonesia, hukum pajak termasuk dalam kelompok
hukum pidana. Perlu diketahui bahwa hukum pidana merupakan hukum pidana
mengatur hubungan anatara warga negara dengan negara, sedang hukum yang
mengatur hubungan antar individu atau kelompok warga negara yang satu dengan
20
yang lain adalah hukum perdata. Selain hukum pajak yang termasuk dalam
kelompok hukum pidana antara lain hukum tata negara, hukum tata usaha dan
hukum pidana itu sendiri.
Hukum pajak, sebagai salah satu dari hukum lain yang termasuk dalam
hukum pidana, terdiri dari dua yakni hukum pajak materiil yang memuat norma-
norma yang menerangkan keadaan perbuatan persitiwa hukum yang dikenai pajak
(obyek pajak), siapa yang dikenai pajak (subyek pajak) dan tarif pajak, dan hukum
pajak formal. Hukum pajak formal memuat tatacara pelaksanaan hukum pajak
materiil. (Hendra Poerwanto G).
B. Perencanaan Pajak
a. Konsep Manajemen Strategi dan Perencanaan Strategis
Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan) dan
kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi-strategi (program),
taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program), dan operasi (tindakan) yang diperlukan
untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Agar dapat mencapai tujuan, setiap perusahaan melakukan dua fungsi pokok, yaitu:
21
a) Fungsi bisnis yang meliputi bidang pemasaran, produksi, keuangan, sumber daya
manusia, penelitian dan pengembangan, dan sebagainya.
b) Fungsi Manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan.
22
f) Risiko politik, timbul karena adanya perubahan kebijakan pemerintah, misalnya
kebijakan pemerintah dalam bidang perpajakan (Tax Policy) yang disesuaikan
dengan kondisi perekonomian suatu negara maupun untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Pada dasarnya, ada dua hal yang perlu dilakukan perusahaan berhubungan
dengan pajak. Langkah pertama yaitu mulai dengan mendaftarkan diri sebagai wajib
pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan terdaftar di salah
23
satu Kantor Pelayanan Pajak, melaksanakan akuntansi perpajakan, serta membayar
dan menyampaikan SPT masa tahunan sesuai dengan jenis pajaknya pada tanggal
yang telah ditentukan. Langkah kedua adalah merencanakan pajak (tax planning)
yaitu dengan memperhitungkan pengaruh pengambilan keputusan tertentu terhadap
kewajiban pajaknya, misalnya keputusan untuk melakukan investasi.
C. Manajemen Pajak
Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan
benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Sophar Lumbantoruan,1996).
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat
diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya
penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.
24
Perencanaan pajak merupakan tindakan legal pengendalian transaksi terkait
dengan konsekuensi potensi pajak, pajak yang dapat mengefisiensikan jumlah pajak
yang ditransfer ke pemerintah.
Dalam buku Mohammad Zain (2006 : 67) pengertian perencanaan pajak adalah
sebagai berikut: “Perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang terkait
dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap
transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian
tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan di transfer ke pemerintah,
melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan
penyeludupan pajak (tax evasion)yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan
di toleransi. Walaupun kedua cara tersebut kedengarannya mempunyai konotasi yang
sama sebagai tindak kriminal, namun suatu hal yang jelas berbeda disini bahwa
penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan
dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sedang
penyeludupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan illegal yang melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan”
25
perencanaan pajak adalah proses pengambilan faktor non pajak yang material untuk
menentukan:
a. Apakah
b. Kapan
c. Bagaimana, dan
d. Dengan siapa dilakukan transaksi, operasi, dan hubungan dagang yang memungkinkan
tercapainya beban pajak pada tax events yang serendah mungkin dan sejalan dengan
tercapainya tujuan perusahaan.
1) Tax saving, yaitu upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan jalan
menahan diri untuk tidak membeli produk–produk yang ada pajak pertambahan nilainya
atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya
sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan
pajak penghasilan yang besar.
2) Tax avoidance, yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang
dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang.
3) Tax evasion, yaitu upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak terhutang secara illegal
dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya.
26
untuk menghitung sendiri, membayar sendiri, dan melaporkan sendiri. Atau dengan
sistem pemotongan oleh pihak ketiga (withholding system.
dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan, maupun
peristiwa. Basis perhitungan pajak adalah objek pajak. Maka untuk mengoptimalkan
alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak
lebih bayar (karena dapat mengurangi optimalisasi alokasi sumber daya) dan tidak
kurang (supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana).
a) Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak
ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat WP merupakan resiko
yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
b) Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan, baik jangka
panjang maupun jangka pendek. Maka perencanaan pajak yang tidak masuk akan akan
memperlemah perencanaan itu sendiri.
c) Bukti-bukti pendukungnya yang memadai
27
bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang
berlaku. manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam
pelaksanaanya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktik tersebut telah
menyimpang dari tujuan manajemen pajak.
Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan
dilaksanakan, yaitu :
Apabila implementasi tax planning pada perusahaan dilakukan secara baik dan
benar, hal tersebut akan memberikan beberapa manfaat bagi perusahaan yang
diantaranya, adalah:
a) Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat diminimalisasi
dalam proses operasional perusahaan.
b) Mengatur aliran kas, dengan tax planning yang dikelola secara cermat, perusahaan dapat
menyusun anggaran kas secara lebih akurat, mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak
dan menentukan waktu pembayarannya, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang
mengakibatkan denda atau sanksi.
Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak untuk
meminimalkan pajak yang harus dibayar (Sophar Lumbantoruan, 1996), yaitu:
28
a) Pergeseran pajak, merupakan pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek
pajak kepada pihak lain, dengan demikian orang atau badan yang dikenakan pajak
mungkin sekali tidak menanggungnya.
b) Kapitalisasi, merupakan pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang
akan dibayarkan kemudian oleh pembeli.
c) Transformasi, merupakan cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan dengan
cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.
d) Tax Evasion
e) Tax Avoidance
29
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah memaksimalkan
laba setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam pengembalian
keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi
dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan
yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk
memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya
sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan:
30