Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perpajakan
a. Pengertian Pajak
Terdapat bermacam-macam definisi tentang pajak yang dikemukakan
oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut:
1. Menurut Leroy Beaulieu,
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan
oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup
belanja pemerintah.
2. Menurut P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan)
yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan
umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang
langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
3. Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra
prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya
yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak
rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan
surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama
untuk membiayai public investment'.
4. Menurut Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R

1
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor
pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan,
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat
imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber
daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan
gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah.
Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber
daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa.
Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam
penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitro
merupakan suatu perikatan yang timbul karena adanya undang-undang
yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk menyetorkan
sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai kekuatan
untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan.
Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yang
dipungut harus berdasarkan undang-undang sehingga menjamin adanya
kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib
pajak sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana
telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat''

2
Menurut UU No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan tata
cara perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. James dalam mendefinisikan pajak sebagai “ a ulsory levy made by
public authorities for which nothing is received directly in return”.
Dari berbagai definisi yang tersebut diatas, dapat disimpulkan
bahwa Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara
langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum
untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk
mencapai kesejahteraan umum. Lembaga Pemerintah yang bertugas
mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak
(DJP) yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah
naungan Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

b. Unsur pajak

Dari berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian


secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke
sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang
dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang unsur-unsur yang
terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

a) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan


perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dalam undang-undang."

3
b) Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang
dapat ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat
membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama
kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan
bermotor.

c) Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum


pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin
maupun pembangunan.

d) Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila


wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan
sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

e) Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas


Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi
dan sosial (fungsi mengatur / regulatif).

c. Jenis Pajak

Secara umum, pajak yang berlaku di Indonesia dapat dibedakan


menjadi Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah pajak-pajak
yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian dikelola
oleh Direktorat Jenderal Pajak - Departemen Keuangan. Sedangkan Pajak
Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di

4
tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Beberapa jenis pajak dapat
dibagi menjadi :

1. Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan adalah pajak langsung dari pemerintah pusat yang


dipungut pada seseorang atas pengahsilan dari semua orang yang berda
di wilayah Indonesia. Pajak Penghasilan merupakan pajak yang
dipungut setiap akhir tahun atau setelah tahun pajak berakhir. Pajak
penghasilan diatur dalam undang-undang diantaranya adalah:

a. Undang-undang nomor: 7 tahun 1991 tentangperubahan atas


undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan.

b. Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak


penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negri.

c. UUD 1945 pasal23 ayat (2): segala pajak untuk keperluan negara
berdasarkan undang-undang.

 UU No. 6 Tahun 1983 ttg KUP jo. UU No. 9/1994

 UU No. 7 Tahun 1983 ttg PPh jo. UU No. 10/1994

 UU No. 8 Tahun 1983 ttg PPN jo. UU No. 11/1994

 UU No. 12 Tahun 1985 ttg PBB sbg diubah dengan UU no. 12


Tahun 1994

 UU No. 13 Tahun 1985 ttg Bea Materai

5
 UU No. 21 Tahun 1997 ttg BPHTP sbg diubah dengan UU No.
20 tahun 2007

Dalam Undang-Unadang Pajak Penghasilan sendiri tidak


dijelaskan apa yang dimaksud dengan subjek PPh, namun secara
umum pengertian Subjek Pajak adalah siapa yang dikenakan pajak.
UU PPh menegaskan ada tiga kelompok yang menjadi Subjek PPh
yaitu:

a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu


kesatuan menggantikan yang berhak.

b. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer,


perseroan lainya, BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam
bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, Kongsi,
Koperasi Yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana
pensiun, dan Bentuk Badan Usaha lainnya.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

BUT adalah bentuk usaha yang dikenakan orang pribadi yang tidak
beretempat tinggal di Indonesia atau bertempat tinggal di Indonesia
kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang
tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas


konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah
Pabean. Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang

6
mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan
PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak
atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang
PPN.

3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM)

Selain dikenakan PPN, atas barang-barang kena pajak tertentu yang


tergolong mewah, juga dikenakan PPn BM. Yang dimaksud dengan
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah :

a. barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok.

b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

c. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status

d. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral


masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

4. Bea Meterai

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen, dengan


menggunakan benda materai atau benda lainya contohnya dengan
menggunakan mesin teraan, pemeteraian, kemudian dan surat setoran
pajak bentuk KPU 35 Kode 006.

5. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)adalah atas harta tak bergerak yang
terdiri atas tanah dan bangunan (property tax).

7
6. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan. Seperti halnya PBB, walaupun BPHTB dikelola
oleh Pemerintah Pusat namun realisasi penerimaan BPHTB seluruhnya
diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan.

Selain pajak-pajak yang dikelola pemerintah daerah diatas juga


terdapat pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota antara lain:

1. Pajak Propinsi

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air,

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Diatas Air

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

d. Pajak Pengambilan dan pemanafaatan Air bawah tanah dan air


permukaan,

2. Pajak Kabupaten Kota

a. Pajak Hotel,

b. Pajak Restoran,

c. Pajak Hiburan,

d. Pajak Reklame,

8
e. Pajak Penerangan Jalan,

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C,

g. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air


Permukaan

Selain yang dibahas diatas, dalam parktek sering dikenakan pungutan


yang disebut sumbangan wajib. Sumbangan wajib biasanya tidak memiliki
kejelasan balas jasa maupun imabalanya. Sumbangan atau sumangan wajib
yang didasarkan atas ketentuan yang sah dan hasilnya masuk ke kas negara
maka pungutan tersebut merupakan pungutan yang legal.

d. Ciri- Ciri pajak

Menurut (Erly Suandy 2011:10) ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam


berbagai definisi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke pemerintah.

2. Pajak dipungut berdasarkan/dengan kekuatan undang-undang serta


aturan pelaksanaannya, sehingga dapat dipaksakan.

3. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi


langsung secara individual yang diberikan oleh pemerintah.

4. Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun


pemerintah daerah.

9
5. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang
bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk
membiayai public investment.

6. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari
pemerintah.

7. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.

e. Fungsi pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan


bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua
pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas
maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

a) Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai


pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin
negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya.
Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak
digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja
barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan
pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan

10
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama
diharapkan dari sektor pajak.

b) Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui


kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka
melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk
yang tinggi untuk produk luar negeri.

c) Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan


kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi
dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan
mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

d) Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk


membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai
pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

f. Klasifikasi Pajak.

11
a) Pajak langsung

Pajak langsung adalah pajak yang dikenakan berdasarkan jumlah


penghasilan dan kekayaan yang dimiliki, untuk besarnya pajak sudah
diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Pembayaran pajak langsung
ini harus dibayarkan oleh wajib pajak secara langsung, tidak boleh
diwakilkan atau dibebankan kepada orang lain.

b) Pajak tidak langsung

Pajak tidak langsung adalah pajak yang dibayarkan ketika terjadi sebuah
transaksi keuangan. Bedanya pajak tidak langsung ini bisa dibebankan
atau dipindahkan kepada orang lain. Contohnya saja ketika Anda
membeli suatu produk di mall, biasanya harga sudah include dengan
pajaknya.

g. Pembukuan dalam perspektif pajak

Penjelasan Pasal 28 Ayat (5) UU No. 28 tahun 2007

Prinsip taat asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode
pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya untuk mencegah penggeseran
laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam metode pembukuan misalnya dalam
penerapan:

1. stelsel pengakuan penghasilan;

2. tahun buku;

3. metode penilaian persediaan; atau

12
4. metode penyusutan dan amortisasi.

Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan


biaya dalam arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui
pada waktu terutang. Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima
dan kapan biaya itu dibayar secara tunai.

Termasuk dalam pengertian stetsel akrual adalah pengakuan


penghasilan berdasarkan metode persentase tingkat penyelesaian pekerjaan
yang umumnya dipakai daiam bidang konstruksi dan metode lain yang
dipakai dalam bidang usaha tertentu seperti build operate and transfer
(BOT) dan real estat.

Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan


atas penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai.

Menurut stelsei kas, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan


apabila benar-benar telah diterima secara tunai dalam suatu periode tertentu
serta biaya baru dianggap sebagai biaya apabila benar-benar telah dibayar
secara tunai dalam suatu periode tertentu.

Stelsel kas biasanya digunakan oleh perusahaan kecil orang pribadi


atau perusahaan jasa, misalnya transportasi, hiburan, dan restoran yang
tenggang waktu antara penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya
tidak berlangsung lama. Dalam stetsel kas murni, penghasilan dari
penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat pembayaran dari
pelanggan diterima dan biaya-biaya ditetapkan pada saat barang, jasa, dan
biaya operasi lain dibayar.

13
Dengan cara ini, pemakaian stelsel kas dapat mengakibatkan
penghitungan yang mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya
penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur
penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu, untuk penghitungan
Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-
hal antara lain sebagai berikut:

1. Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi


seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam
menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh
pembeiian dan persediaan

2. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak- hak yang
dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan
hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.

3. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).


Dengan demikian penggunaan stelsel kas untuk tujuan perpajakan dapat
juga dinamakan stelsel campuran.

h. Tarif Pajak dan Efektivitas Stabilisasi Penghasilan


Secara garis besar, struktur tarif pajak penghasilan dapat dibedakan
menjadi dua kategori yaitu progresif dan proporsional pada struktur tarif
pajak yang bersifat progresif, terdapat kemungkinan setiap rupiah
penghasilan kena pajak dalam satu tahun pajak dan ( antara tahun pajak)
bisa dikenakan pajaka dalam jumlah yang beda sebaliknaya pada struktur
pajak yang bersifat proporsional, setiap rupiah penghasila kena pajak dalam

14
satu tahun pajak dan ( antaratahun pajak ) dikenakan pajak dalam jumlah
yang sama.
1. Tarif Pajak Progresif
Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang
naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar
pengenaan pajak, dan kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu
setiap kali naik. Di Indonesia, pajak progresif diterapkan pada pajak
penghasilan untuk wajib pajak orang pribadi, seuai dengan ketentuan
pasal-17 Undang -undang pajak penghasilan-2008 pajak penghasilan
bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri, termaksud peusahaan
perorangan dalam setiap tahun pajaknya dihitung dari kelipatan jumlah
penghasilan kena pajak PKP yakni:
a) untuk lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai dengan Rp 50
juta, tarif pajaknya 5%
b) Untuk lapisan PKP di atas Rp 50 juta hingga Rp 250 juta, tarif
pajaknya 15%
c) lapisan PKP di atas Rp 250 juta hingga Rp 500 juta, tarif pajaknya
25%
d) Untuk lapisan PKP di atas Rp 500 juta, tarif pajaknya 30%.
Contoh Tarif pajak progresif
Tarif pajak progresif yaitu pajak yang semakin naik jika
pengenaan pajaknya semakin banyak. Contoh dari pajak progresif yaitu
pajak penghasilan (PPh) yang telah ditentukan sebagai berikut:
a) Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan
selama setahun sebesar 0 sampai Rp 50.000.000 maka tariff pajak
yang dikenakan sebesar 5% jika memiliki NPWP (nomor pokok
wajib pajak) bila tidak mempunyai NPWP maka pajak yang
dikenakan 6%.

15
b) Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan
selama setahun sebesar Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 maka
tariff pajak yang dikenakan sebesar 15% bila mempunyai NPWP
(nomor pokok wajib pajak) bila tidak mempunyai NPWP maka pajak
yang dikenakan 18%.
c) Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan
selama setahun sebesar Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000
maka tariff pajak yang dikenakan sebesar 25% jika memiliki NPWP
(nomor pokok wajib pajak) jika tidak mempunyai NPWP maka pajak
yang dikenakan %.
d) Wajib pajak orang pribadi dalam negri yang mempunyai penghasilan
selama setahun sebesar Rp 500.000.000 sampai Rp … maka tariff
pajak yang dikenakan sebesar 30% jika memiliki NPWP (nomor
pokok wajib pajak) jika tidak memiliki NPWP maka pajak yang
dikenakan %.
e) Tarif pajak proporsional
Tarif pajak proporsional menurut ketentuan perundang-undangan
perpajakan hanya menghasilkan satu jumlah beban pajak, bukan saja
untuk satu tahun pajak tetapi untuk seluruh tahun pajak yang
tercakup dalam skope atau perspektif perencanaan.
Tarif Pajak Proposional Atau Sebanding Ialah Besarnya Sama
Seberapapun Besarnya PKP (Penghasilan Kena Pajak) Maksudnya Tarif
Pajak Proposional Menggunakan Persentasi Tetap Seberapapun Jumlah
Objek Pajak.
Jadi Dapat Digabarkan Bahwa Besar Pajak Proposional Berbanding
Lurus Dengan Jumlah Objek Pajak. Contohnya Saja Seperti Pajak PPn
(Pajak Pertambahan Nilai) 10% Dan PBB (Pajak Bumi Dan Bangunan)
0,5% Dari Seberapapun Jumlahnya.

16
i. pajak yang lebih dan kurang dibayar
Terhadap kewajiban pajaknya, setiap wajib pajak harus melakukan
perhitungan, dan membuat serta menyerahkan surat pemberitahuan tahunan
(SPT-Tahunan) pada setiap akhir tahun pajak. Pada dasarnya terdapat tiga
kemungkinan yang bisa terjadi dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh
wajib pajak setiap akhir tahun pajak tersebut:
1. Tidak lebih tetapi juga tidak kurang bayar (SPT-Nihil)
Sementara SPT Tahunan wajib dilaporkan tiap tahun. Ada kalanya
status SPT bisa nihil/kurang bayar. Artinya, bagi perorangan, ini terjadi
karena penghasilannya kurang dari Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Sementara bagi Pengusaha Kena Pajak, SPT Nihil terjadi
karena nilai Pajak Masukan sama dengan Pajak Keluaran. Ada tiga
pajak yang disebutkan dalam PMK No.9 /PMK.03/2018 yang
dibebaskan dari pelaporan SPT Nihil. Apa saja itu?
a. PPh Pasal 21/26
Pajak Penghasilan Pasal 21 atau 26 atau PPh Pasal 21/26
menjadi salah satu dari pajak yang terbebas dari kewajiban
pelaporan SPT Nihil. Kedua pajak ini jadi kewajiban yang mesti
dipenuhi Wajib Pajak perorangan.
Ditilik dari definisinya menurut Peraturan Direktur Jenderal
Pajak No. Per-32/PJ/205, PPh Pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan orang pribadi subjek dalam negeri.
Sementara menurut UU No. 36 Tahun 2008, PPh Pasal 26
adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia selain bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia.

17
Ada tiga sebab kenapa pada PPh Pasal 21/26 bisa terjadi SPT
Masa Nihil.
a) Karyawan yang statusnya sebagai karyawan kontrak ataupun
bukan tetap.
b) Tak adanya pembayaran gaji sekalipun terdapat karyawan.
c) Semua karyawan mendapat penghasilan yang nilainya kurang
dari PTKP.
Dengan keluarnya PMK No. 9 /PMK.03/2018, Wajib Pajak
yang kena pemotongan PPh Pasal 21/26 tidak lagi diharuskan buat
laporan SPT Masa Nihil.
2. PPh Pasal 25 (Surat Setoran Pajak/SSP)
Selanjutnya adalah PPh Pasal 25 yang bebas dari pelaporan SPT
Masa Nihil dalam Peraturan Menteri Keuangan yang baru. PPh Pasal 25
adalah pajak penghasilan yang dibayarkan dengan cara diangsur/dicicil.
Dengan cara diangsur tersebut, Wajib Pajak mendapat keringanan dalam
pembayaran pajak. SPT Masa PPh Pasal 25 bisa nihil karena empat
sebab:
• SPT Tahunan PPh sebelumnya nihil
• nihil jika dilihat dari Laporan Berkala,
• Laporan Keuangan Triwilanan, dan
• Perhitungan Wajib Pajak Tertentu.
3. Lebih bayar (SPT- Lebih bayar)
Status Lebih Bayar SPT Tahunan PPh disebabkan karena jumlah
PPh yang telah dipotong pihak lain lebih besar dari hasil hitung ulang
PPh terutang yang dilakukan saat mengisi SPT Tahunan PPh. Kondisi
tersebut sangat mungkin terjadi karena rumus untuk menghitung
pemotongan PPh dan rumus untuk menghitung PPh terutang pada SPT
Tahunan memang berbeda. Hal ini umumnya terjadi untuk penghasilan
yang bersumber dari pekerjaan bebas. Namun jika penghasilan

18
bersumber dari gaji pegawai tetap maka tidak ada perbedaan rumus saat
melakukan pemotongan PPh dengan saat hitung ulang PPh terutang
pada SPT Tahunan PPh
4. Kurang bayar (SPT- Kurang bayar).
Pernah punya kasus yang sama? Jangan bingung, status kurang
bayar bisa terjadi pada siapa saja jika dalam setahun (Januari—
Desember) kamu pindah ke beberapa perusahaan dan/atau menerima
lebih dari satu bukti potong pajak atas penghasilanmu; atau nominal
penghasilanmu di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), yaitu Rp
4.500.000 per bulan. Untuk status kurang bayar seperti ini, kamu perlu
menggunakan SPT 1770S

j. Landasan Teori Penyelenggaraan Pajak


Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara didasarkan pada
beberapa pemikiran teoritik. Ada setidaknya lima landasan teoritik yang
dijadikan dasar penyelenggaraan pemungutan pajak. Kelima landasasan
teoritik tersebut antara lain:

a. Teori Asuransi. Logika dari teori ini mirip logika dalam pembayaran premi
asuransi. Teori ini menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban melindungi
jiwa, raga, harta dan hak-hak rakyat. Oleh karenanya, rakyat harus membayar
iuran atau kontribusi dalam bentuk pajak yang diibaratkan premi asuransi atas
jaminan perlindungan yang diberikan oleh negara.
b. Teori Kepentingan. Teori ini memberikan landasan penyelenggaraan pajak
dalam konteks besarnya beban pajak yang harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam hal besarnya beban pajak, teori ini menyatakan bahwa besarnya beban
pajak yang ditanggung oleh masing-masing individu warga negara bergantung

19
pada besar kecilnya kepentingan masing-masing individu warga terhadap
negara. Makin besar kepentingan seseorang terhadap terselenggaranya
fasilitas-fasilitas yang diberikan negara, makin besar juga iuran atau kontribusi
dalam bentuk pajak yang harus dibayar oleh orang tersebut.
c. Teori Daya Pikul. Teori daya pikul memberikan landasan penyelenggaraan
pemungutan pajak dalam hal pendekatan dalam menentukan beban pajak yang
harus ditanggung oleh warga negara. Teori ini menyatakan bahwa beban pajak
harus sama berat bagi semua individu sesuai daya pikulnya. Untuk
mengimplementasikan pernyataan tersebut, teori daya pikul memberikan saran
agar beban pajak sesuai daya pikul masing-masing warga negara, pendekatan
yang digunakan dalam menghitung beban pajak harus mengandung dua unsur
yaitu a) unsur obyektif dan sekaligus b) unsur subyektif. Beban pajak yang
ditanggung warga negara ditentukan secara obyektif berdasarkan besarnya
penghasilan, sekaligus juga mempertimbangkan unsur subyektif dari masing-
masing warga negara dengan melihat besarnya kebutuhan materiil yang harus
dipenuhi setiap individu warga negara.
d. Teori Bakti. Teori ini memberikan kerangka pemikiran untuk mendorong
warga negara membayar pajak. Kerangka pemikiran yang diberikan oleh teori
ini adalah bahwa sebagai warga negara yang berbakti, maka rakyat harus sadar
bahwa pembayaran pajak adalah kewajiban setiap warga.
e. Teori Asas Daya Beli. Teori asas daya beli memberikan landasan
penyelenggaraan pemungutan pajak dari sudut daya beli dan kesejahteraan
dalam konteks pemungutan pajak. Menurut teori ini, pajak adalah penarikan
daya beli masyarakat. Artinya pemungutan pajak secara tidak langsung
menurunkan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, harus dipastikan bahwa
ujung dari pemungutan pajak harus merupakan pemeliharaan kesejahteraan
melalui redistribusi daya beli.

k. Hukum Pajak
Dalam tata hukum di Indonesia, hukum pajak termasuk dalam kelompok
hukum pidana. Perlu diketahui bahwa hukum pidana merupakan hukum pidana
mengatur hubungan anatara warga negara dengan negara, sedang hukum yang
mengatur hubungan antar individu atau kelompok warga negara yang satu dengan

20
yang lain adalah hukum perdata. Selain hukum pajak yang termasuk dalam
kelompok hukum pidana antara lain hukum tata negara, hukum tata usaha dan
hukum pidana itu sendiri.

Hukum pajak, sebagai salah satu dari hukum lain yang termasuk dalam
hukum pidana, terdiri dari dua yakni hukum pajak materiil yang memuat norma-
norma yang menerangkan keadaan perbuatan persitiwa hukum yang dikenai pajak
(obyek pajak), siapa yang dikenai pajak (subyek pajak) dan tarif pajak, dan hukum
pajak formal. Hukum pajak formal memuat tatacara pelaksanaan hukum pajak
materiil. (Hendra Poerwanto G).

B. Perencanaan Pajak
a. Konsep Manajemen Strategi dan Perencanaan Strategis
Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi (perusahaan) dan
kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi-strategi (program),
taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program), dan operasi (tindakan) yang diperlukan
untuk mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.

Perencanaan strategis dalam organisasi merupakan salah satu aspek dari


materi manajemen strategis yang selalu diperlukan oleh setiap organisasi. Setiap
perubahan lingkungan yang terjadi memerlukan respons strategis, baik dalam
perencanaan, pelaksanakan, maupun evaluasi.

Dari sebutan semula perencanaan perusahaan, berkembang menjadi strategi


perusahaan, perencanaan strategis, kebijakan bisnis, dan akhirnya menjadi
manajemen strategis, yang berisi bagaimana pimpinan puncak suatu organisasi
menanggapi perubahan lingkungan yang sangat kompleks dan dinamis tersebut.

Agar dapat mencapai tujuan, setiap perusahaan melakukan dua fungsi pokok, yaitu:

21
a) Fungsi bisnis yang meliputi bidang pemasaran, produksi, keuangan, sumber daya
manusia, penelitian dan pengembangan, dan sebagainya.
b) Fungsi Manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengawasan.

Tugas manajer perusahaan adalah mengambil keputusan yang didasarkan


pada keterpaduan antara kedua fungsi tersebut sehingga mencapai keterpaduan di
tingkat atas. Menurut Glueck dan Jauch (1980) seperti yang dikutip oleh Martani
Husaeni (1989), yang mengarah kepada perkembangan suatu strategi yang efektif
untuk membantu mencapai sasaran perusahaan.

Studi tentang manajemen strategi menekankan pada pemantauan dan


evaluasi kesempatan-kesempatan dan hambatan-hambatan lingkungan, di samping
kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan perusahaan.

b. Resiko dan Pengaruh Pajak atas Perusahaan


1. Risiko perusahaan

Beberapa risiko yang mungkin timbul karena investasi, antara lain:

a) Risiko penghasilan, timbul karena adanya ketidakpastian penerimaan operasi dari


biaya saat ini, ketidakpastian atas harga keluaran (output) perusahaan dibandingkan
dengan biaya (input) dimasa yang akan datang.
b) Risiko Modal, timbul karena ketidakpastian ekonomi atas biaya depresiasi sebab
asset yang cepat usang atau berganti mode. Akibatnya, asset yang diinvestasikan
sudah ketinggalan jaman sehingga tidak mampu bersaing lagi.
c) Risiko Keuangan, timbul karena ketidakpastian tingkat biaya bunga atas dana
pinjaman, akibatnya mungkin perusahaan tidak mampu membayar kembali pinjaman
dan bunganya.
d) Risiko Inflasi, timbul karena ketidakpastian tingkat inflasi pada masa yang akan
datang. Ia akan berpengaruh terhadap penghasilan dan biaya untuk mengganti asset
perusahaan di masa yang akan datang.
e) Risiko atas keputusan yang tidak dapat diubah, timbul karena pembelian asset atau
biaya yang sudah dikeluarkan tidak dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Oleh
karena itu, investor harus betul-betul memperhitungkan masalah waktu.

22
f) Risiko politik, timbul karena adanya perubahan kebijakan pemerintah, misalnya
kebijakan pemerintah dalam bidang perpajakan (Tax Policy) yang disesuaikan
dengan kondisi perekonomian suatu negara maupun untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.

2. Pengaruh Pajak terhadap perusahaan

Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah,


yang sebagian dipakai untuk penyediaan barang dan jasa publik. Besar pajak
dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal. Secara administratif
pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung dan pajak tidak
langsung. Bagi perusahaan, pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang
diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai biaya dan beban dalam menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan maupun distribusi laba kepada pemerintah (Smith dan
Skousen, 1987).

Secara ekonomis, pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia


untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. dalam praktik bisnis,
umumnya pengusaha mengindentikan pembayaran pajak sebagai beban sehingga
akan berusaha untuk meminimalkan beban tersebut guna mengoptimalkan laba.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan daya saing maka manajer wajib menekan
biaya seoptimal mungkin.

Pengelolaan kewajiban pajak sering diasosiasikan dengan suatu elemen


dalam manajemen dalam suatu perusahaan yang disebut manajemen pajak.
Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan. Manajemen
keuangan adalah segala aktivitas yang berhubungan dengan perolehan, pendanaan,
dan pengelolaan aset dengan beberapa tujuan secara menyeluruh. Tujuan manajemen
pajak harus sejalan dengan tujuan manajemen keuangan, yaitu memperoleh likuiditas
dan laba yang memadai.

Pada dasarnya, ada dua hal yang perlu dilakukan perusahaan berhubungan
dengan pajak. Langkah pertama yaitu mulai dengan mendaftarkan diri sebagai wajib
pajak untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan terdaftar di salah

23
satu Kantor Pelayanan Pajak, melaksanakan akuntansi perpajakan, serta membayar
dan menyampaikan SPT masa tahunan sesuai dengan jenis pajaknya pada tanggal
yang telah ditentukan. Langkah kedua adalah merencanakan pajak (tax planning)
yaitu dengan memperhitungkan pengaruh pengambilan keputusan tertentu terhadap
kewajiban pajaknya, misalnya keputusan untuk melakukan investasi.

C. Manajemen Pajak
Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan
benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk
memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Sophar Lumbantoruan,1996).

Menurut Zain (2005:5) manajemen pajak adalah merupakan suatu proses


mengorganisasikan usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa
sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada
dalam posisi seminimal mungkin, sepanjang hal ini dimungkinkan oleh ketentuan
peraturan perpajakan yang berlaku.

Tujuan manajemen pajak dapat menjadi dua, yaitu :

a) Menerapkan peraturan perpajakan secara benar


b) Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya

Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak


yang terdiri atas:

1) Perencanaan Pajak (tax planning)

Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini
dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat
diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya
penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak.

24
Perencanaan pajak merupakan tindakan legal pengendalian transaksi terkait
dengan konsekuensi potensi pajak, pajak yang dapat mengefisiensikan jumlah pajak
yang ditransfer ke pemerintah.

Tujuan Perencanaan Pajak adalah merekayasa agar beban pajak (Tax


Burden)serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada tetapi berbeda
dengan tujuan pembuatan Undang-undang maka tax planning disini sama dengan tax
avoidance karena secara hakikat ekonomis kedua-duanya berusaha untuk
memaksimalkan penghasilan setelah pajak (after tax return) karena pajak merupakan
unsur pengurang laba yang tersedia baik untuk dibagikan kepada pemegang saham
maupun diinvestasikan kembali.

Dalam buku Mohammad Zain (2006 : 67) pengertian perencanaan pajak adalah
sebagai berikut: “Perencanaan pajak merupakan tindakan penstrukturan yang terkait
dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap
transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian
tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan di transfer ke pemerintah,
melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan
penyeludupan pajak (tax evasion)yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan
di toleransi. Walaupun kedua cara tersebut kedengarannya mempunyai konotasi yang
sama sebagai tindak kriminal, namun suatu hal yang jelas berbeda disini bahwa
penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan
dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sedang
penyeludupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan illegal yang melanggar ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan”

Perencanaan perpajakan umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah


suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau fenomena tersebut terkena pajak,
apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya,
selanjutnya apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda pembayarannya, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, setip wajib pajak akan membuat rencana pengenaan pajak
atas setiap tindakan secara seksama. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa

25
perencanaan pajak adalah proses pengambilan faktor non pajak yang material untuk
menentukan:

a. Apakah
b. Kapan
c. Bagaimana, dan
d. Dengan siapa dilakukan transaksi, operasi, dan hubungan dagang yang memungkinkan
tercapainya beban pajak pada tax events yang serendah mungkin dan sejalan dengan
tercapainya tujuan perusahaan.

Untuk meminimumkan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara


baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar
peraturan perpajakan (unlawful). Ukuran yang digunakan dalam mengukur kepatuhan
perpajakan wajib pajak, adalah:

1) Tax saving, yaitu upaya wajib pajak mengelakkan hutang pajaknya dengan jalan
menahan diri untuk tidak membeli produk–produk yang ada pajak pertambahan nilainya
atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya
sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan
pajak penghasilan yang besar.
2) Tax avoidance, yaitu upaya wajib pajak untuk tidak melakukan perbuatan yang
dikenakan pajak atau upaya-upaya yang masih dalam kerangka ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terhutang.
3) Tax evasion, yaitu upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak terhutang secara illegal
dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya.

(1) Aspek formal dan administratif perencanaan pajak


a) Sanksi administrasi maupun pidana merupakan pemborosan sumber daya sehingga perlu
dihindari melalui suatu perencanaan pajak yang baik.
b) Aspek administratif dari kewajiban perpajakan meliputi kewajiban mendaftar diri untuk
memperoleh NPWP dan pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP), menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan, membayar pajak, Menyampaikan SPT, di samping
memotong atau memungut pajak.
c) Dalam sistem perpajakan selalu dipisahkan antara assessment dengan sistem
pembayaran.Assessment yang berlaku saat ini adalah self assessment yaitu kewajiban

26
untuk menghitung sendiri, membayar sendiri, dan melaporkan sendiri. Atau dengan
sistem pemotongan oleh pihak ketiga (withholding system.

(2) Aspek Material dalam perencanaan pajak

dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan, maupun
peristiwa. Basis perhitungan pajak adalah objek pajak. Maka untuk mengoptimalkan
alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak
lebih bayar (karena dapat mengurangi optimalisasi alokasi sumber daya) dan tidak
kurang (supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana).

(3) Penghindaran sanksi pajak

Sistem perpajakan menganut prinsip substansi mengalahkan bentuk formal.


Walaupun perusahaan telah memenuhi kewajiban perpajakan secara formal, tetapi kalau
ternyata substansi menunjukkan lain atau motivasi rekayasa tidak sesuai dengan jiwa
dari ketentuan perpajakan, fiskus dapat menganggap bahwa wajib pajak kurang patuh
dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Apabila terjadi perbedaan interpretasi fakta
perpajakan, lembaga peradilan pajak yang akan memutuskan.

Setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu


perencanaan pajak (tax planning) :

a) Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak
ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat WP merupakan resiko
yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut.
b) Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan, baik jangka
panjang maupun jangka pendek. Maka perencanaan pajak yang tidak masuk akan akan
memperlemah perencanaan itu sendiri.
c) Bukti-bukti pendukungnya yang memadai

2) Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)

Setelah tahap perencanaan, maka langkah selanjutnya adalah


mengimpelementasikannya baik secara formal maupun material. Harus dipastikan

27
bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang
berlaku. manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam
pelaksanaanya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktik tersebut telah
menyimpang dari tujuan manajemen pajak.

Untuk mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan
dilaksanakan, yaitu :

a) Memahami ketentuan peraturan perpajakan


b) Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat

Apabila implementasi tax planning pada perusahaan dilakukan secara baik dan
benar, hal tersebut akan memberikan beberapa manfaat bagi perusahaan yang
diantaranya, adalah:

a) Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat diminimalisasi
dalam proses operasional perusahaan.
b) Mengatur aliran kas, dengan tax planning yang dikelola secara cermat, perusahaan dapat
menyusun anggaran kas secara lebih akurat, mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak
dan menentukan waktu pembayarannya, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang
mengakibatkan denda atau sanksi.

3) Pengendalian pajak (tax contol)

Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah


dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan
formal maupun material. Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan
pembayaran pajak. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting
dalam strategi penghematan pajak.

(1) Strategi dalam Perencanaan Pajak

Ada beberapa cara yang biasanya dilakukan atau dipraktekkan wajib pajak untuk
meminimalkan pajak yang harus dibayar (Sophar Lumbantoruan, 1996), yaitu:

28
a) Pergeseran pajak, merupakan pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek
pajak kepada pihak lain, dengan demikian orang atau badan yang dikenakan pajak
mungkin sekali tidak menanggungnya.
b) Kapitalisasi, merupakan pengurangan harga objek pajak sama dengan jumlah pajak yang
akan dibayarkan kemudian oleh pembeli.
c) Transformasi, merupakan cara pengelakan pajak yang dilakukan oleh pabrikan dengan
cara menanggung beban pajak yang dikenakan terhadapnya.
d) Tax Evasion
e) Tax Avoidance

D. Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak


Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak. Ada
3 (tiga) unsur perpajakan yang memotivasi dilakukannya perencanaan pajak:

1. Kebijaksanaan Perpajakan (Tax Policy)

Kebijakan perpajakan merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak


dituju dalam sistem perpajakan.

Terdapat faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak, yaitu:

a) Pajak yang akan dipungut


b) Siapa yang akan dijadikan subjek pajak
c) Apa saja yang merupakan objek pajak
d) Berapa besarnya tarif pajak
e) Bagaimana prosedurnya

2. Undang-undang Perpajakan (Tax Law)

Kita menyadari bahwa kenyataannya di manapun tidak ada undang-undang yang


mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya selalu
diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain(Peraturan Pemerintah Keputusan Presiden,
Keputusan Menteri Keuangan dan DIrektur Jendral Pajak), maka tidak jarang
ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan Undang-undang itu sendiri
karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijaksanaan dalam mencapai
tujuan lain yang ingin dicapainya.

3. Administrasi Perpajakan j(Tax Administration)

29
Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah memaksimalkan
laba setelah pajak karena pajak itu ikut mempengaruhi dalam pengembalian
keputusan atas suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi
dengan cara menganalisis secara cermat dan memanfaatkan peluang atau kesempatan
yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah untuk
memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya
sama (karena pemerintah mempunyai tujuan lain tertentu) dengan memanfaatkan:

a) Perbedaan tarif pajak (Tax Rates)


b) Perbedaan perlakuan atas objek pajak sebagai dasar pengenaan pajak (Tax
Base)
c) Loopholes (celah) , Shelters ( berlindung) dan Havens

30

Anda mungkin juga menyukai