Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

Disusun Dalam Rangka Memenuhi


tugas Stase Kegawat Daruratan

DISUSUN OLEH :
NAMA : ERWIN SILAS ARIFYANDA
NIM : 14420221040

Preceptor :
1. Preceptor Klinik
Badollahi, S.Kep.,Ns (……………………….)

2. Preceptor Institusi
Ernasari, S.Kep.,Ns., M.Biomed (……………………….)

DEPERTEMEN PERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


NURSING PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2023
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, baik
bersifat total maupun sebagian yang ditentukan berdasarkan jenis dan
luasnya. Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dari kekuatan tersebut, keadaan tulang
itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar akan menentukan kondisi faktor
tersebut (Suriya & Zuriati, 2019).
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian biasanya total maupun
sebagian biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Helmi, 2012
dalam (Adrianto et al., 2019).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsi (Suriya & Zuriati, 2019).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut daritenaga tersebut, keadaan
tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Price & Willson,2006 dalam
(Risnawati, 2021).
Fraktur Tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus
oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan. (APPTI, 2021)

2
2. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut (Price dan Wilson 2015 dalam
(Suriya & Zuriati, 2019)) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan terjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur patologik
Fraktur patogenik terjadi pada derah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru
diterima dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai
latihan lari.
3. Klasifikasi
Klasifikasi patah tulang terbuka berdasarkan Gustilo-Anderson
telah secara luas digunakan sejaktahun 1976. Klasifikasi ini membedakan
derajat keparahan fraktur terbuka menjadi 3 kategori berdasarkan ukuran
luka, derajat kontaminasi,cedera jaringan lunaknya, konfigurasi
frakturnya, dan kondisi vaskularnya.
a. Grade I
Grade I adalah fraktur terbuka dengan lukakulitkurang dari
1cm dan bersih. Konfigurasi fraktur sederhana, transvery atau oblik
sederhana.

3
b. Grade II
Grade II adalah fraktur terbuka dengan luka lebih dari 1 cm
tanpa ada kerusakan jaringan lunak, kontusio, ataupun avulsi yang
luas. Konfigurasi fraktur berupa kominutif sedang dengan kotaminasi
sedang.
c. Grade III
1) Tipe III A
Fraktur segmental atau dangat kominutif penutupan tulang dengan
jaringan lunak cukup adekuat.
2) Tipe III B
Fraktur dengan trauma sangat berat atau kehilangan jaringan lunak
yang cukup luas, terkelupasnya daerah periosteum dan tulang
tampakterbuka, serta adanya kontaminasiyang cukp berat.
3) Tipe III C
Fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah
tanpa memperhatikan derajat kerusakan jaringan lunak. (APPTI,
2021)
4. Manifetasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut (smelzter & Bare, 2012) dalam
(Suriya & Zuriati, 2019).
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilosasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah bukannya tetap rigid seperti
normalnya, pergeseran fragmen pada tulang fraktur menyebabkan
deformitas, ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.

4
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat
fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang menamakan kreptus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
5. Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kenal medula bawah periostorium dengan
jaringan tulang yang mengatasi fraktur (Suriya & Zuriati, 2019).
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik
ditandai dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi
kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang (Suriya & Zuriati, 2019).
Fraktur juga dapat terjadi akibat trauma langsung dan tidak
langsung serta kondisi patologis, setelah terjadi fraktur dapat
mengakibatkan diskontinuitas tulang dan pergeseran fragmen tulang.
Pergeseran fragmen tulang otomatis menimbulkan adanya nyeri.
Diskontinuitas tulang dapat berakibat perubahan jaringan sekitar lalu
terjadi pergeseran fragmen tulang kemudian terjadi deformitas dan
gangguan fungsi yang berujung gangguan mobilitas fisik. Perubahan
jaringan sekitar juga dapat menyebabkan laserasi kulit dimana terjadi
kerusakan integritas kulit jika sampai menyebabkan putus vena/arteri akan
terjadi perdarahan lalu kehilangan volume cairan yang berujung pada syok
hipovolemik.

5
Selain itu laserasi kulit juga berakibat ke spasme otot yang
meningkatkan tekanan kapiler terjadi pelepasan histamine protein plasma
hilang maka terjadi edema yang menyebabkan penekanan pembuluh darah
dan dapat terjadi penurunan perfusi jaringan. Diskotinuitas
akibatterjadinya fraktur mengakibatkan terjadinya kerusakan fragmen
tulang yang selanjurnya dapat mengakibatkan tekanan sesama tulang lebih
tinggi daripada kapiler kemudian terjadi reaksi stress pasien dimana terjadi
perlepasan katekolamin yang memobilisasi asam lemak bergabung dengan
trombosit maka terjadilah emboli yang akan menyumbat pembuluh darah.
Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk ke dalam pembuluh darah yang suplay
organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler di otot,sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik
dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan
ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan sindrom
compartement (Suriya & Zuriati, 2019).
6. Komplikasi
a. Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah kejadian syok, dan
berakibat fatal hanya dalam beberapa jam setelah kejadian, kemudian
emboli lemak yang dapat terjadi dalam 48 jam, serta sindrom
kompartemen yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas secara
permanen jika terlambat ditangani.
b. Komplikasi lambat
Komplikasi lambat dalam kasus fraktur adalah penyatuan
tulang yang mengalami patah terlambat, bahkan tidak ada penyatuan.
hal ini terjadi jika penyembuhan tidak terjadi dalam dengan waktu
normal untuk jenis dan fraktur tertentu. Penyatuan tulang yang

6
terlambat atau lebih lama dari perkiraan berhubungan dengan adanya
proses infeksi sistemik dan tarikan jauh pada fragmen tulang titik
sedangkan tidak terjadinya penyatuan diakibatkan an1 karena
kegagalan penyatuan pada ujung-ujung tulang yang mengalami
patahan (Suriya & Zuriati, 2019)
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur: menentukan lokasi serta
luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal
e. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak (Suriya & Zuriati, 2019).
8. Penatalaksanaan Medis & Farmakologi
Prinsip penatalaksanaan fraktur meliputi (Nurarif, 2015) dalam
(Suriya & Zuriati, 2019):
a. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejarahannya dari rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Alat-alat yang digunakan
biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan
pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pen, kawat,
sekrup, sekrup, plat dan paku.
b. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan
internal. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status
neurovaskuler selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri,
perabaan dan gerakan. perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan
untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

7
c. Cara pembedahan yaitu pemasangan screw dan plate atau dikenal
dengan pen merupakan salah satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang
dikenal dengan open reduction and internal fixation (ORIF).
Pengobatan pada fraktur atau patah tulang terbuka bukan hanya
pada pengobatan tulangnya, tetapi juga terhadap lukanya. Tulang harus
dianggap sebagai jaringan organik yang bereaksi mirip dengan jaringan
lain sehinggga fraktur bisa dianggap sebagai luka pada tulang. Pengobatan
pada luka adalah bagian utama dari pengobatan pada fraktur terbuka.
Selama ini, pengobatan fraktur terbuka menikberatkan pada dua tujuan
besar, yaitu untuk mengindari atau mengatasi infeksi lokal maupun umum
dan memperoleh reduksi fragmen sebaik mungkin serta dengan imobilisasi
untuk mengamankan konsolidasi fraktur tanpa cacat. (APPTI, 2021)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Penting untuk mengetahui bagaimana pasien bisa mengalami
cedera/biomekanik, sehingga menyebabkan pasien mengalami fraktur.
Pemeriksaan yang pertama kali dilakukan selain memperhatikan aman
penolong, aman lingkungan serta aman pasien adalah dengan
memperhatikan atau memeriksa adanya gangguan pada ABC (airway,
breathing, circulation) dan mengatasinya.
Anamnesa ini penting dilakukan karena beberapa jenis
mekanisme trauma dapat menyebabkan fraktur yang tidak jelas pada
pemeriksaan awal. Setiap fraktur yang terjadi harus dilakukan
pemeriksaan dengan cermat dengan melihat adanya kondisi kehilangan
banyak darah sehingga memperbesar kemungkinan tejadinya syok dan
membantu untuk menentukan terapi yang harus segera diberikan.
(Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2018)
b. Pengkajian Sekunder
Dalam melakukan pengkajian harus menggerakan semua indra
dan tenaga untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui

8
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik untuk menggali data akurat
meliputi (Kasiati & Rosmalawati, 2016). Adapun pengkajian yang
dilakukan menurut (Yanuar, 2018)
1) Identitas pasien
Identitas pasien meliputi: nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat,
bangsa, pendidikan, pekerjaan tanggal masuk ruamah sakit,
diagnose medis, dan nomor registrasi
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang dialami pasien atau dapat dikatakan masalah
utama yang dirasakan oleh pasien dalam kasus fraktur biasanya
pasien mengeluhkan nyeri (nyeri akut ataupun kronik tergantung
dari lamanya serangan yang dirasakan) pengkajian yang lengkap
untuk mengetahui malah pada nyeri pasien digunakan pengkajian
PQRST yaitu:
a) Provoking inciden: Apa ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: Bagaimana adanya rasa nyeri saat dirasakan
pasien (apakah panas, berdenyut ataupun menusuk)
c) Region Radiation, Relief: Apakah sakit bisa reda dalam
sekejap, apakah rasa sakit menjalar dan dimana posisi rasa
sakitnya.
d) Saverity / scale of pain: Seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien berdasarkan scala nyeri.
e) Time: Berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah
buruk pada malam hari atau pada pagi hari.
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien fraktur kaji penyebab dari fraktur dapa secara
degenerative atau pathologic yang disebabkan awalnya oleh
kerusakan jaringan sekitar tulang. Selain itu pengumpulan data ini
dilakukan untuk membantu dalam membuat rencana tindakan pada
pasien. Pengkajian ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit

9
tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yan terjadi dan
bgian tubuh mana yang terkena. Dengan mengetahui mekanisme
terjadinya juga dapat diketahui luka kecelakaan yang lain.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Mengkaji apakah pasien memiliki penyakit patah tulang dahulu
atau apakah pasien pernah mengalami penyakit osteoporosis
ataupun osteoatritis yang dapat menyebabkan patah tulang. Pada
pengkajian ini dapat memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan kembali menyambung, selain itu akan mendeteksi apakah ada
penyakit seperti diabetes yang sangat berisiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang yang kemungkinan menjadi factor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang terjadi pada beberapa
generasi keturunan ataupun penyakit kronik yang cenderung
diturunkan secara genetic.
6) Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial diperlukan untuk mengetahui respons emosi
pasien tehadap kondisi yang dialami dan peran dalam keluarga,
masyarakat atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.
7) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien fraktur akan memungkinkan terjadinya kecacatan
pada diri pasien dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu
dengan keterbatasan dari kondisi yang dialami, pasien juga
perlu dilihan apakah terjadi perubahan pada perubahan
personal haygine seperti mandi dan kebersihan diri lainnya.
b) Pola nutrisi dan metabolisme

10
Kaji apa kah terjadi penurunan nafsu makan akibat fraktur yang
dialaminya. Pasien dengan kondisi fraktu dianjurkan untuk
mengkonsumsi nutrisi yang melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin dan lainnya. Nutrisi
yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dapat
menjadi factor predisposisi masalah muskoloskeletal, terutama
pada pasien yang berusia lanjut.
c) Pola eliminasi
Kaji apakah terdapat perubahan pola BAK ataupun BAB dalam
sehari-hari akibat dari fraktur yang dialaminya.
d) Pola istirahat
Kaji apakah terjadi kesulitan untuk tidur akibat nyeri,
keterbatasan gerak yang dialami pasien.
e) Pola aktifitas dan latihan
Kaji apakah kebutuhan pasien perlu dibantu akibat dari fraktur
yang dialaminya.
f) Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien fraktur mengalami gangguan diri seperti rasa takut,
cemas dan rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, serta pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body image) sebab tubuhnya mengalami perubahan
akibat fraktur.
g) Pola kognitif
Apakah terjadi perubahan pada pola berfikir atau kognitif yang
disebabkan karena fraktur.
h) Pola hubungan dan peran
Kaji apakah terjadi perubahan hubungan peran ataukah pasien
merasa tidak berguna dan akhirnya menarik diri akibat
penyakitnya, selain itu kaji apakah kehilangan peran dalam
keluarga dan dalam masyarakat karena harus menjalani rawat
inap.

11
i) Pola penanggulangan stress
Penting untuk ditanyakan apakah pasien merasa depresi akibat
penyakit yang dialaminya, seringkali pasien akan mengalami
gangguan mekanisme koping yang tidak efektif, dengan
melakukan pengkajian akan membantu dalam menentukan
tindakan keperawatan selanjutnya.
j) Pola reproduksi seksual
Pada pasien yang telah berkeluarga biasanya akan mengalami
perubahan pola seksual dan reproduksi akibat penyakit yang
dialaminya
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pasien akan lebih mendekatkan diri pada Tuhan untuk
mengurangi kecemasan atau stress yang dialaminya. Pasien
juga kemungkinan tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah terutama frekuensi dan konsentrasi yang biasanya
disebabkan oleh nyeri dan keterbatasan gerak.
8) Pemeriksaaan fisik secara umum
a) Keadan umum
(1) Kesadaran pasien apakah apatis, koma, gelisah,
komposmentis yang bergantung pada klien
(2) Kedaan penyakit apakah akut, kronik, ringan, sedang,
ataupun berat
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena adanya gangguan,
baik fisik mapun bentuk.
b) Keadaan sistemik
(1) Sistem Integumen
Kaji apakah terdapat erythema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan
(2) Kepala
Kaji ada tidaknya gangguan yaitu normo cephalic,
simetris, adanya benjolan, lesi, warna rambut.

12
(3) Leher
Kaji adanya gangguan, simetris, adanya benjolan, reflek
menelan
(4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, kaji adanya lesi, simetris,
dan oedema
(5) Mata
Kaji gangguan pada konjungtiva, pupil dan palpebral,
benjolan, lesi
(6) Telinga
Kaji kemampuan mendengar, kaji adanya lesi, simetris
atau nyeri tekan
(7) Hidung
Kaji ada doformitas, pernafasan cuping hidung, simetris.
(8) Mulut
Kaji pembesaran tonsil, gusi, mukosa dan gangguan mulut
lainnya
(9) Thorax dan Paru
Kaji pergerakan intracostae, gerakan dada, simetris,
pernapasan, vocal fremitus, perkusi suara tambahan
(10) Jantung
Kaji peningkatan nadi, suara S1 dan S2 serta suara
tambahan lainnya
(11) Abdomen
Kaji simetris, adanya benjolan, hernia, turgor kulit, suara
tambaha lainnya
(12) Genetalia
Kaji kesulitan buang air dan gangguan lainnya. (Yanuar,
2018)
c) Keadaan local pemeriksaan pada system musculoskeletal yaitu:

13
(1) Inspeksi (look) pada inspeksi dapat diperhatikan wajah
pasien kemudian, perdarahan jika terjadi fraktur terbuka,
warna kulit hematom yang di curigai terjadi fraktur di
bagian yang tidak terlihat, inspeksi saraf, tendon,
ligament, dan jaringan lemak, otot, kelenjar limfe, tulang
dan sendi, apakah ada jaringan parut, warna kemerahan,
ataupun kebiruan, amati apakah terjadi hiperpigmentasi,
apakah ada benjolan dan pembengkakan dan bigan yang
tidak normal dari pasien.
(2) Palpasi (feel), palapasi suhu pada kulit, apakah teraba
denyut arteri, raba apakah terjadi pembengkakan, palapasi
derajat jaringan lunak agar dapat mengetahui apakah
terdapat spasme otot, apakah ada penebalan jaringan
senovia, apakah terdapat cairan didalam ataupun diluar
sendi.
(3) Pergerakan (move) perhatikan pergerakan pada sendi baik
secara aktif ataupun pasif, apakah pergerakan sendi diikuti
krepitasi, lakukan pemeriksaan stabilitas sendi, apakah
pergerakan menimbulakan rasa nyeri, pemeriksaan ROM
(Rage Of Motion), dan pemeriksaan batas gerakan sedi
aktif ataupun pasif. (Kasiati & Rosmalawati, 2016)
2. Diagnosis keperawatan
a. Nyeri Akut
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dab bersintesitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis
b) Agen pencedera kimiawi

14
c) Agen pencedera fisik
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif: Mengeluh nyeri
Objektif:
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
4) Gejala dan tanda minor
Subjektif: -
Objektif
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nagfsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diafronesis
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
b. Gangguan mobilitas fisik
1) Definisi
Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
2) Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Perubahan metabolisme
c) Ketidakbugaran fisik
d) Penentuan kendali otot
e) Penurunan massa otot
f) Penurunan kekuatan otot

15
g) Keterlambatan perkembangan
h) Kekuatan sendi
i) Kontraktur
j) Malnutrisi
k) Gangguan muskuloskeletal
l) Gangguan neuromuskuler
m) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
n) Efek agen farmakologis
o) Program pembatasan gerak
p) Nyeri
q) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r) Kecemasan
s) Gangguan kognitif
t) Keengganan melakukan pergerakan
u) Gangguan sensoripersepsi
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif : Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b) Objektif :
1)) Kekuatan otot menurun
2)) Rentan gerak (ROM) menurun
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif :
(1) Nyeri saat bergerak
(2) Enggan melakukan pergerakan
(3) Merasa cemas saat bergerak
b) Objektif :
(1) Sendi kaku
(2) Gerakan tidak terkordinasi
(3) Gerakan terbatas
(4) Fisik lemah.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

16
c. Gangguan integritas kulit
1) Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, Fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan atau ligamen).
2) Penyebab
a) Perubahan sirkulasi
b) Perubahan status nutrisi
c) Kekurangan atau kelebihan volume cairan garis baru
penurunan mobilitas
d) Bahan kimia iritatif
e) Suhu lingkungan yang ekstrem
f) faktor mekanis
g) Faktor elektris
h) Efek samping terapi radiasi
i) Kelembaban
j) Proses penuaan
k) Neuropati perifer
l) Perubahan pigmentasi
m) Perubahan hormonal
n) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan atau
melindungi integritas jaringan.
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif-
b) Objektif: kerusakan jaringan atau lapisan kulit
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif:-

17
b) Objektif
(1) Nyeri
(2) Perdarahan
(3) Kemerahan
(4) Hematoma.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
d. Perfusi perifer tidak efektif
1) Definisi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
menggangu metabolisme.
2) Penyebab
a) Hiperglikemia
b) Penurunan konsentrasi haemoglobin
c) Peningkatan tekanan darah
d) Kekurangan volume cairan
e) Penurun penurunan aliran arteri dan atau vena
f) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat
g) Kuran terpapar informasi tentang proses penyakit
h) Kurang aktivitas fisik
3) Gejala dan Tanda
a) Mayor
Subjektif : -
Objektif :
(1) Pengisian kapiler > 3 detik
(2) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
(3) Akral teraba dingin
(4) Warna kulit pucat
(5) Turgor kulit menurun
b) Minor
Subjektif :
(1) Parestesia

18
(2) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
Objektif :
(1) Edema
(2) Penyembuhan luka lambat
(3) Indeks ankle-brachial <0,90
(4) Bruit femoral.
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
e. Resiko Syok
1) Definisi
Risiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan
tubuh yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa.
2) Faktor risiko
a) Hipoksemia
b) Hipoksia
c) Hipotensi
d) Kekurangan Volume Cairan
e) Sepsis
f) Sindrom Respons Inflamasi Sistemik.
f. Risiko infeksi
1) Definisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
2) Faktor risiko
a) Penyakit kronis
b) Efek prosedur invasive
c) Malnutrisi
d) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
e) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
f) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder

19
g. Ansietas
1) Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan indifidu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman
2) Penyebab
a) Krisi situasional
b) Kebutuhan tidak terpenuhi
c) Krisi maturasional
d) Ancaman terhadap konsep diri
e) Ancaman terhadap kematian
f) Kekhawatiran mengalami kegagalan
g) Disfungsi sistem keluarga
h) Hubungan orang tua – anak-anak tidak memuaskan
i) Faktor ketutunan
j) Penyalagunaan zat
k) Terpapar bahaya lingkungan
l) Kurang terpapar informasi
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

20
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
No Rasional
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
keperawatan, maka tingkat Observasi Observasi
nyeri menurun dengan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mempermudah perawat
kriteria hasil : karakteristik, durasi, dalam untuk memberikan
1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas intervensi yang cocok dan
2. Meringis menurun intensitas nyeri dapat dievaluasi secara
3. Gelisah menurun 2. Identifikasi skala nyeri cepat
4. Kesulitan tidur menurun 3. Identifikasi faktor yang 2. Mengukur tingkat nyeri
5. Frekuensi nadi membaik memperberat dan 3. Mengetahui kondisi
6. Pola napas membaik memperingati nyeri memperburuk dan
Terapeutik mengurangi rasa nyeri
4. Berikan teknik Terapeutik
nonfarmakologis untuk 4. Meminimalkan terjadinya
mnegurangi rasa nyeri efek samping yang
5. Kontrol lingkungan yang merugikan manusia
memperberat rasa nyeri 5. Rangsangan yang

21
berlebihan dari lingkunagn
dapat memperberat nyeri.
Edukasi Edukasi
6. Jelaskan penyebab, 6. Agar pasien mengetahui
periode dan pemicu nyeri faktor penyebab, periode
7. Jelaskan strategi dan pemicu nyeri
meredakan nyeri 7. Pasien mampu melakukan
meredakan nyeri secara
mandiri.

Pemberian Analgesik Pemberian Analgesik


Observasi Observasi
1. Identifikasi karakteristik 1. Mempermudah dalam
nyeri pemberian analgesic yang
2. Identifikasi kesesuaian tepat diberikan
jenis analgesic 2. Memberikan analgesic
3. Monitor tanda-tanda vital sesuai dengan kondisi
sebelum dan seudah 3. Memantau perubahan
pemberian analgesik (membaik/memburuk)

22
Terapeutik kondisi pasien.
4. Menetapkan target Terapeutik
efektivitas analgesic 4. Melihat efektivitas
untuk mengoptimalkan analgesic
respon pasien 5. Sebaagai data dalam
5. Dokumentasikan respons menentukan tindakan
terhadap efek samping keperawatan selanjutnya
yang tidak diinginkan. Kolaborasi
Kolaborasi 6. Menhindari kesalahan
6. Kolaborasi pemberian pemberian obat yang tidak
dosis dan jenis sesuai indikasi
analgetsik, sesuai indikasi

2. Gangguan Mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi Dukungan Mobilisasi


Fisik keperawatan, maka Observasi Observasi
mobilitas fisik meningkat 1. Identifikasi adanya nyeri 1. Untuk mengetahui lokasi
dengan kriteria hasil : ataukeluhan fisik lainnya serta skala nyeri atau
1. Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi toleransi keluhan fisik dari pasien.

23
meningkat fisiki melakukan 2. Mengidentifikasi
2. Kekuatan otot pergerakan kekuatan/kelemahan dan
meningkat 3. Monitor kondisi umum dapat memberikan
3. ROM meningkat selama melakukan informasi mengenai
4. Nyeri menurun mobilisasi pemulihan.
5. Kelemahan menurun Terapeutik 3. Mengidentifikasi
4. Fasilitasi aktivitas kekuatan/kelemahan dan
mobilisasi dengan alat dapat memberikan
bantu informasi mengenai
5. Fasilitasi melakukan pemulihan.
pergerakan Terapeutik
6. Libatkan keluarga untuk 4. Membantu dalam
membantu pasien dalam peningkatan aktifitas
meningkatkan dengan menggunkan alat
pergerakan bantu.
Edukasi 5. Meminimalkan atrofi otot,
7. Jelaskan tujuan dan meningkatkan sirkulasi,
prosedur ambulasi mencegah terjadinya
kontraktur.

24
6. Meminimalkan atrofi otot,
meningkatkan sirkulasi,
mencegah terjadinya
kontraktur.
Edukasi
7. Meminimalkan atrofi otot,
meningkatkan sirkulasi,
mencegah terjadinya
kontraktur.
3. Gangguan Integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit Perawatan Integritas Kulit
Kulit keperawatan, maka Observasi Observasi
gangguan integritas kulit 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
meningkat dengan kriteria gangguan integritas kulit terjadinya kerusakan
hasil : Terapeutik integritas
1. Nyeri menurun 2. Ubah posisi tiap 2 jam Terapeutik
2. Perdarahan menurun jika tirah baring 2. Mencegah terjadinya trofi
3. Kemerahan menurun 3. Gunakan produk dan kelemahan otot
4. Hematoma menurun berbahan ringan/alami 3. Menurunkan risiko alergi
dan hipoalergik pada Edukasi

25
kulit sensitif 4. Memenuhi kebutuhan air
Edukasi pada tubuh
4. Anjurkan minum air yang 5. Memenuhi kebutuhan
cukup nutrisi dan membantu
5. Anjurkan meningkatkan mempercepat masa
asupan nutrisi pemulihan

4. Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi Perfusi Perifer Tidak Efektif
Efektif tindakan keperawatan Observasi Observasi
selama 2x24 jam, maka 1. Periksa sirkulasi perifer 1. Mengetahui tingkat
perfusi perifer meningkat (mis. Nadi perifer, gangguan sirkulasi yang
dengan kriteria hasil : edema, pengisian kapiler, terjadi
1. Denyut nadi perifer warna, suhu) Terapeutik
menigkat Terapeutik 2. Pemasangan infus di area
2. Penyembuhan luka 2. Hindari pemasangan keterbatasan perfusi tidak
meningkat infus atau pengambilan akan efektif
3. Warna kulit pucat darah dia area 3. Menghindari hasil
menurun keterbatasan perfusi pengukuran tekanan darah
4. Nyeri ekstremitas 3. Hindari pengukuran yang tidak sesuai

26
menurun tekanan darah pada area 4. Memenuhi kebutuhan
keterbatasan perfusi cairan
4. Lakukan hidrasi

Pemantauan Tanda Vital Pemantauan Tanda Vital


Observasi Observasi
1. Monitor tekanan darah 1. Memantau TD pasien dan
2. Monitor nadi (frekuensi,
mengetahui
kekuatan, irama)
3. Monitor pernapasan membaik/memburuknya
4. Monitor suhu
kondisi
5. Monitor oksimetri nadi
6. Identifikasi penyebab 2. Memantau nadi pasien dan
perubahan tanda vital
mengetahui
Terapeutik
membaik/memburuknya
7. Atur interval pemantauan
kondisi
sesuai kondisi
3. Memantau pernapasan
8. Dokumentasi hasil
pasien dan mengetahui
pemantauan
membaik/memburuknya
Edukasi
kondisi pasien
9. Informasikan hasil
4. Memantau suhu pasien

27
pemantauan dan mengetahui
membaik/memburuknya
kondisi pasien
5. Mengetahui saturasi
oksigen pasien
6. Mengetahu penyebab
perubahan tanda vital
Terapeutik
7. Memberikan rasa nyaman
dan mengontrol perubahan
kondisi pasien
8. Sebagai data untuk
melakukan tindakan
keperawatan selanjutnya
Edukasi
9. Menginformasikan
kondisi pasien.

28
5. Risiko Syok Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Syok Pencegahan Syok
keperawatan, maka tingkat Observasi Observasi
syok menurun dengan 1. Monitor status cairan 1. Memantau pemenuhan
kriteria hasil : (masukan dan keluaran, kebutuhan cairan
1. Tingkat kesadaran turgor kulit) 2. Memantau respon
meningkat 2. Monitor tingkat (kesadaran) serta
2. Akral dingin menurun kesadaran dan respon mencagah perburukan
3. Pucat menurun pupil kondisi pasien.
4. Tekanan nadi Terapeutik Terapeutik
membaik 3. Berikan oksigen untuk 3. Memenuhi kebutuhan
5. Frekuensi nafas mempertahankan saturasi oksigen dan mencegah
membaik oksigen >94% hipoksia
4. Pasang jalur IV, jika 4. Jalur memberikan terapi
perlu pemenuhan cairan dan
5. Pasang kateter urin untuk obat
menilai produksi urin, 5. Memantau kekurangan
jika perlu cairan dan membantu
6. Lakukan skin test untuk mengosongkan vesika
mencegah reaksi alergi urinaria dengan

29
Edukasi keterbatasan pasien
7. Jelaskan penyebab dan 6. Mencegah terjadinya
faktor risiko syok perburukan kondisi karena
8. Jelaskan tanda dan gejala reaksi alergi
awal syok Edukasi
9. Anjurkan melapor jika 7. Mengenal mencegah
menemukan/merasakan terjadinya risiko syok
tanda dan gejala awal 8. Mengenal tanda dan gejala
syok syok
Kolaborasi 9. Mencegah perburukan
10. Kolaborasi pemberian IV kondisi dan memberikan
11. Kolaborasi pemberian tindakan terjadinya gejala
transfusi darah, jika perlu awal syok
Kolaborasi
10. Memenuhi kebutuhan
cairan pasien
11. Mengurangi risiko syok
hipovolemia

30
Pemantauan Cairan Pemantauan Cairan
Observasi Observasi
1. Monitor frekuensi dan 1. Memamantau kecepatan
kekuatan nadi dan kekuatan nadi serta
2. Monitor frekuensi napas mengenali gejala awal
3. Monitor tekanan darah memburuknya kondisi
4. Monitor waktu pengisian 2. Memamantau terjadinya
kapiler risiko takipnea serta
5. Identifikasi tanda-tanda mengenali gejala awal
hipovolemia memburuknya kondisi
6. Identifikasi faktor risiko 3. Memamantau TD serta
ketidkseimbangan cairan mengenali gejala awal
Terapeutik memburuknya kondisi
7. Atur interval waktu 4. Mengetahui gangguan
pemantauan sesuai sirkulasi yang terjadi
dengan kondisi pasien 5. Mengetahui tanda syok
8. Dokumentasikan hasil hipovolemia
pemantauan 6. Mengenali risiko
gangguan pemeuhan

31
cairan
Terapeutik
7. Memberikan rasa nyaman
dan mengontrol perubahan
kondisi pasien
8. Sebagai data untuk
melakukan tindakan
keperawatan selanjutnya

Manajemen Perdarahan Manajemen Perdarahan


Observasi Observasi
1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
perdarahan perdarahan, mencegah
2. Monitor terjadinya risiko terjadinya syok
perdarahan (sifat dan hipovolemia
jumlah) 2. Memantau sifat
3. Monitor tekanan darah perdarahan
4. Monitor input dan output 3. Memantau terjadinya
cairan hipotensi akibat

32
5. Monitor tanda dan gejala perdarahan
perdarahan masif 4. Menjaga pemenuhan
Terapeutik kebutuhan cairan
6. Istirahatkan area yang 5. Mengenali gejala awal
mengalami perdarahan syok hipovolemia
7. Lakukan penekanan atau Terapeutik
balut tekan, jika perlu 6. Mengurangi perdarahan
8. Tinggikan ekstremitas 7. Mencegah kehilangan
yang mengalami cairan (darah) berlebih
perdarahan 8. Menjaga sirkulasi
9. Pertahankan akses IV 9. Mempertahankan jalur
Edukasi pemenuhan cairan dan
10. Anjurkan membatasi obat.
aktivitas Edukasi
Kolaborasi 10. Mengurangi perdarahan
11. Kolaborasi pemberian Kolaborasi
cairan, jika perlu 11. Menjaga pemenuhan
12. Kolaborasi pemberian kebutuhan cairan elektrolit
transfusi darah, jika perlu 12. Menjaga pemenuhan

33
kebutuhan darah dan
mencegah hipotensi dan
anemia.

6 Risiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi


faktor risiko keperawatan, diharapkan Observasi
peningkatan paparan tingkat infeksi menurun Monitor tanda dan gejala
organisme pathogen dengan kriteria hasil: infeksi lokal dan sistemik
lingkungan 1. Kebersihan badan Terapeutik
meningkat 1. Batasi jumlah
2. Demam menurun pengunjung
3. Kemrahan menurun 2. Berikan perawatan
4. Nyeri menurun kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik
aseptik pada pasien

34
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan yang baik dan
benar
3. Ajarkan cara
memeriksa luka atau
luka operasi
4. Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
5. Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

35
7 Ansietas Setelah dilakukan Reduksi Ansietas
berhubungan intervensi keperawatan Observasi
dengan diharapkan tingkat 1. Monitor tanda-tanda
krisis situasional ansietas menurun dengan ansietas
kriteria: Terapeutik
1. Khawatir dengan 1. Gunakan pendekatan
kondisi yang dialami yang tenang dan
menurun meyakinkan
2. Perilaku tegang 2. Pahami situasi yang
menurun membuat ansietas
3. Sulit tidur membaik Edukasi
1. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
2. Latih teknik relaksasi

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018) dan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)

36
C. Kajian Islami Tentang Penyakit
Islam sebagai sebuah ajaran yang tidak hanya mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur bagaiamana hubungan manusia
dengan sesama manusia yang mencakup segala aspek kehidupan termasuk
penyakit ataupun permasalahan kesehatan. Kitab pengobatan dalam Shahib al-
Bukhari merefleksikan pandangan imam al-Bukhari tentang kesehatan dan
pengobatan dalam islam.
Pada abad IX Hijriah ilmu dan sistem medis diperkenalkan dan
dikembangkan secara luas oleh umat islam, dimulai dari hadis Nabi
Muhammad SAW terkait kesehatan dan perobatan dalam cakupan dan
wawasan yang lebih luas dan mendalam dengan mencermati perkembangan
kemajuan ilmu kesehatan dan kedokteran pada waktu itu.
Imam al-Bukhari menyadari bahwa dalam kesehatan terdapat tiga gris
besar, yaitu promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan langkah-langkah
pencegahan penyakit. Pelestarian kesehatan harus menjadi tujuan utama
semua petugas dan pelayan kesehatan. Sepanjang sejarah peradaban islam,
tuga utama sistem medis adalah mempertahankan kesehatan ketimbang
menyembuhkan penyakit atau pemulihan kesehatan.
Ini sejalan dengan tujuan hukum islam yang menyatakan bahwa
menjaga kesehatan lebih baik daripada menanggulangi penyakit. Peringatan
dan kehati-hatian terhadap penyakit juga telah dikenal luas sejak masa hidup
Nabiullah Muhammad SAW. Rasulullah menasehati masyarakat agar
menghindari penyakit (mis. Lepra) sebagaiamana mereka merakian diri daro
singa.
Dizaman Nabi, para sahabat sukses menyembuhkan berbagai penyakit
tanpa menguasi pengetahuan dan teknologi medis seperti hari ini karena
semata-mata mengamalkan arahan Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan upaya seperti mengonsumsi madu, berbekam (hijamah),
memberikan ramuan herbal untuk menghentikan perdarahan dan mencegah
infeksi. (Nurhayati, 2016)

37
D. Terapi Keperawatan Holistik / Komplementer
1. Campuran Kunyit dan Jahe
Pemberian ramuan campuran kunyit dan jahe dapat menurunkan
tingkat nyeri yang dirasakan pasien dengan fraktur. Campuran kedua
bahan alami ini mengandung zat anti inflamasi dan mengandung anti
oksidan kuat yang melawan radikal bebas yang dapat merusak membrane
sel tubuh sehingga dapat diberikan kepada pasien dengan fraktur/patah
tulang. (Fitria et al., 2016)

38
E. Penyimpangan KDM

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patogen

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen Nyeri akut


tulang

Perub jaringan sekitar Kerusakan fragmen


tulang

Pergeseran fragmen Spasme otot


tulang
Tek. Sumsung tulang
Tekanan kapiler lebih dari kapiler
Deformitas
Pelepasan histamin Melepaskan
Gang. Fungsi ketekolamin
ekstremitas
Protein plasma hilang
Metabolisme asam lemak
Gang. Mobilitas fisik
Edema
Bergabung dgn trombosit
Laserasi kulit
Penekanan pemb. darah
Emboli

Menyumbat pemb. darah

Putus vena/arteri Kerusakan integritas Perfusi jaringan


kulit Risiko infeksi perifer tidakefektif

Perdarahan Kehilangan vol cairan Resiki syok


(hipovolemik)

39
Fraktur terbuka adalah patah tulang dimana terdapat hubungan fragmen
tulang yang patah dengan dunia luar baik fragmen tulang tersebut yang
menembus dari dalam hingga ke permukaan kulit atau permukaan yang
mengalami penetrasi suatu objek yang tajam dari luar hingga ke dalam.
FRAKTUR
F. Mind Mapping TERBUKA
Fraktur dapat mengakibatkan diskontinuitas tulang dan pergeseran fragmen tulang
yang otomatis menimbulkan nyeri. Diskontinuitas juga berakibat perubahan
Cedera atau benturan Etiologi Pengertian jaringan sekitar sehinggat terjadi deformitas yang berujung gangguan mobilitas
- Cedera langsung fisik. Perubahan jaringan sekitarmenyebabkan laserasi kulitsehingga terjadi
kerusakn integritas kulit jika vena/arteri putus mengakibatkan kehilangan volume
- Cedera tidak Pemeriksaan Patofisiologi cairan berujung pada syok hipovolemik. Selain itu laserasi juga berakibat ke
langsung Penunjang spasme otot yang meningkatkan tekanan kapiler sehingga terjadi penurunan perfusi

Fraktur patologik KONSEP


Rontegen
MEDIS
Nyeri Penatalaksaan Klasifikasi
Fraktur beban
Arteriografi
Pemendekan
Scan tulang Manfestas Reduksi Grade I
Deformitas
i Klinis
Darah lengkap Pembengkakan Imobilisasi Grade II

Pembedahan Grade III


Perubahan warna
KONSEP
KEPERAWATAN
Pengkajian Pengkajian primer, Pengkajian
sekunder meliputi identitas,keluhan
utama, riwayat, pola fungsi, pemfis.
Diagnosis
Manajemen nyeri Keperawatan
Nyeri akut
Sumber : (APPTI, 2021), (Suriya & Zuriati, 2019),
Dukungan mobilisasi
(Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118, 2018), Intervensi Gangguan mobilitas fisik
Keperawatan
(Kasiati & Rosmalawati, 2016), (Yanuar, 2018), Perawatan integritas kulit
Gangguan integritas kulit
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), (Tim Pokja
Implementasi
SIKI DPP PPNI, 2018), (Tim Pokja SLKI DPP Perawatan sirkulasi Perfusi perifer tidak efektif
PPNI, 2019), (Nurhayati, 2016), (Fitria et al., 2016) Risiko syok (hipovolemik) 40
Pencegahan syok Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, H., Irawan, D., Subadi, L. C., Fajar, J. taruna T., & Hasana, R. S.
(2019). Modul Workshop Biologi Abdimas. CV Jejak.
APPTI, I. &. (2021). Casting, Traction & Splinting (Buku Ajar Ortopedi &
Traumatologi) (S. Bayusentono (ed.)). Airlangga University Press.
Fitria, N., Hasballah, K., & Mutiawati, E. (2016). Pemberian Campuran Kunyit
dan Jahe Dengan Tingkat Nyeri Pada Pasien Fraktur. Jurnal Ilmu
Keperawatan, Volume 4(1), 16–24.
Kasiati, & Rosmalawati, N. W. D. (2016). Kebutuhan Dasar Manusia 1.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Nurhayati. (2016). Kesehatan Dan Perobatan Dalam tradisi Islam : Kajian kitab
Shahih Al-Bukhari. Jurnal Ilmu Syariah, 14(2), 223–228.
https://doi.org/10.15408/ajis.v16i2.4452
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.
Suriya, M., & Zuriati. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan pada Muskuloskeletal Aplikasi NANDA NIC & NOC. Pustaka
Galeri Mendiri.
Yanuar, C. T. S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Pre Op Close Fraktur
Femur Dengan Masalah Ketidak Efektifan Perfusi Jarinagn Perifer Di
Ruangan Melati Rsud Bangil Pasuruan. Stikes Insan Cendekia Medika
Medika Jombang.

Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118. (2018). BT & CLS (Basic Trauma &
Cardiac Life Support) (A. D. Puspanegoro, S. Soedarmo, R. Suhartono, & Z.
A. Isma (eds.); Edisi 7). Ambulans Gawat Darurat 118.

41

Anda mungkin juga menyukai