Oleh :
AGIL MUHAMMAD SYAHRUL.,S.Kep
14420212108
…………………………………. ………………………………….
A. Konsep Medis
1. Definisi
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, baik
bersifat total maupun sebagian yang ditentukan berdasarkan jenis dan
luasnya. Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dari kekuatan tersebut, keadaan tulang
itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar akan menentukan kondisi faktor
tersebut (Suriya & Zuriati, 2019).
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian biasanya total maupun
sebagian biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Helmi, 2012
dalam (Adrianto, Irawan, Subadi, Fajar, & Hasana, 2019).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsi (Suriya & Zuriati, 2019).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut daritenaga tersebut, keadaan
tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Price & Willson,2006 dalam
(Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut (Price dan Wilson 2015 dalam (Suriya &
Zuriati, 2019)) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
1) Cedera langsung berarti pukulan langgsung terhadap tulang
sehingga tulang patah spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan terjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur patologik
Fraktur patogenik terjadi pada derah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima
dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan
lari.
3. Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kenal medula bawah periostorium dengan
jaringan tulang yang mengatasi fraktur (Suriya & Zuriati, 2019).
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik
ditandai dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi
kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang (Suriya & Zuriati, 2019).
Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk ke dalam pembuluh darah yang suplay
organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler di otot,sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik
dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan
ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan sindrom
compartement (Suriya & Zuriati, 2019).
4. Patway/penyimpangan KDM
Keterbatasan Gerak
Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen
tulang Intoleransi Aktivitas
d. Perawatan sirkulasi
1) Observasi
a) Periksa sirkulasi perifer
Rasional : untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit
b) Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi
Rasional :
2) Teraupetik
a) hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi
b) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
c) Lakukan pencegahan infeksi
d) Lakukan hidrasi
3) Edukasi
a) Anjurkan berhenti merokok
b) Anjurkan olahraga rutin
c) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
e. Pencegahan Syok
1) Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi nafas , tekanan darah)
Rasional : untuk mengeahui/memantau kondisi pasien
b) monitor status oksigenasi
Rasional : berujuan unuk memasikan kadar oksigen pasien
masih baik
c) Monitor status cairan masukan dan haluaran
Rasional : untuk menget’ahui pemasukan dan engel’uaran
pasien
d) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil berikan oksigen
untuk mempertahankan saluran oksigen lebih 94%
Rasional :untuk mengetahui tingkat kesadaran klien
e) Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Rasional: untuk mengetahui obat yang diberikan cocok atau
tidak untuk pasien.
2) Edukasi
a) Jelaskan penyebab atau faktor resiko syok
Rasional: agar pasien dan keluarga pasien mengeahui penyebab
resiko syok
b) Jelaskan tanda dan gejala awal
Rasional : agar pasien memahami t’anda dan gejala syok
c) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Rasional : agar pasien tidak mengalami dehidrasi
3) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian transfusi darah
Rasional : untuk mempertahankan daya tahan tubuh pasien
terhadap infeksi.
b) Kolaborasi pemberian anti inflamasi
rasional : untuk anti peradangan dan meredakan nyeri.
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2019)
f. Intoleransi Aktivitas
1) Observasi
a) Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
b) Monitor adanya indicator tidak rileks (mis. Adanya gerakan,
pernapasan yang berat)
2) Terapeutik
a) Berikan posisi bersandar pada kursi atau tempat tidur dengan
nyaman
b) Hentikan sesi relaksasi secara bertahap
3) Edukasi
a) Anjurkan memakai baju yang nyaman dan tidak sempit
b) Anjurkan menegangkan selama 5-1- detik, kemudian
lanjutkan dengan merilekskan otot 20 – 30 detik masing-
masing 8 – 16 kali
c) Anjurkan menegangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk
menghindari kram
d) Anjurkan untuk fokus pada sensasi otot yang menegang
e) Anjurkan untuk fokus pada sensasi otot yang relaks.
4. Evaluasi
a) Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
4) Kesulitan tidur menurun
5) Frekuensi nadi membaik
6) Pola napas membaik
b) Gangguan mobilitas fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :
1) Pergerakan ekstremitas meningkat
2) Kekuatan otot meningkat
3) ROM meningkat
4) Nyeri menurun
5) Kelemahan menurun
c) Gangguan integritas kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
gangguan integritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :
1) Nyeri menurun
2) Perdarahan menurun
3) Kemerahan menurun
4) Hematoma menurun
d) Perfusi perifer tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil :
1) Denyut nadi perifer menigkat
2) Penyembuhan luka meningkat
3) Warna kulit pucat menurun
4) Nyeri ekstremitas menurun
e) Resiko syok
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
gangguan integritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :
1) Tingkat kesadaran meningkat
2) Akral dingin menurun
3) Pucat menurun
4) Tekanan nadi membaik
5) Frekuensi nafas membaik
f) Dukungan Ambulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :
3) Pergerakan ekstremitas meningkat
4) Kekuatan otot meningkat
5) ROM meningkat
6) Nyeri menurun
g) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, nyeri
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Tekanan darah membaik
2) Keluhan lelah menurun
3) Perasaan lemah menurun
4) Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat