Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

Oleh :
AGIL MUHAMMAD SYAHRUL.,S.Kep
14420212108

Preceptor Institusi Preceptor Lahan

…………………………………. ………………………………….

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2022

A. Konsep Medis
1. Definisi
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, baik
bersifat total maupun sebagian yang ditentukan berdasarkan jenis dan
luasnya. Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dari kekuatan tersebut, keadaan tulang
itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar akan menentukan kondisi faktor
tersebut (Suriya & Zuriati, 2019).
Fraktur merupakan istilah hilangnya kontinuitas tulang, tulang
rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian biasanya total maupun
sebagian biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Helmi, 2012
dalam (Adrianto, Irawan, Subadi, Fajar, & Hasana, 2019).
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang dapat disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsi (Suriya & Zuriati, 2019).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut daritenaga tersebut, keadaan
tulang dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Price & Willson,2006 dalam
(Nurarif & Kusuma, 2015).
2. Etiologi
Etiologi dari fraktur menurut (Price dan Wilson 2015 dalam (Suriya &
Zuriati, 2019)) ada 3 yaitu:
a. Cidera atau benturan
1) Cedera langsung berarti pukulan langgsung terhadap tulang
sehingga tulang patah spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan terjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur patologik
Fraktur patogenik terjadi pada derah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh tumor, kanker dan osteoporosis.
c. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima
dalam angkatan bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan
lari.
3. Patofisiologi
Ketika patah tulang, terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah,
sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut terjadi
perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini
menimbulkan hematom pada kenal medula bawah periostorium dengan
jaringan tulang yang mengatasi fraktur (Suriya & Zuriati, 2019).
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik
ditandai dengan fase vasodilatasi dari plasma dan leukosit, ketika terjadi
kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cedera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang (Suriya & Zuriati, 2019).
Hematom yang terbentuk biasa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk ke dalam pembuluh darah yang suplay
organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler di otot,sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskemik
dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini
menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan
ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa menyebabkan sindrom
compartement (Suriya & Zuriati, 2019).
4. Patway/penyimpangan KDM

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patogen

Fraktur Nyeri akut

Keterbatasan Gerak
Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen
tulang Intoleransi Aktivitas

Perub jaringan sekitar Kerusakan fragmen


tulang
Pergeseran fragmen Spasme otot
tulang
Tek. Sumsung tulang
Tekanan kapiler lebih dari kapiler
Deformitas

Pelepasan histamin Melepaskan


Gang. Fungsi ketekolamin
ekstremitas
Protein plasma hilang
Metabolisme asam lemak
Gang. Mobilitas fisik
Edema
Bergabung dgn trombosit
Laserasi kulit
Penekanan pemb. darah
Emboli

Menyumbat pemb. darah

Putus vena/arteri Kerusakan integritas Perfusi jaringan


kulit Risiko infeksi perifer tidak efektif

Perdarahan Kehilangan vol cairan Resiki syok


(hipovolemik)
5. Manifestasi klinik
Manifestasi klinis fraktur menurut (smelzter & Bare, 2012) dalam (Suriya
& Zuriati, 2019).
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilosasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara aalamiah bukannya tetap rigid seperti
normalnya, pergeseran fragmen pada tulang fraktur menyebabkan
deformitas, ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat
fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang menamakan kreptus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
6. Komplikasi
a. Komplikasi awal
Komplikasi awal setelah fraktur adalah kejadian syok, dan berakibat
fatal hanya dalam beberapa jam setelah kejadian, kemudian emboli
lemak yang dapat terjadi dalam 48 jam, serta sindrom kompartemen
yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas secara permanen jika
terlambat ditangani.
b. Komplikasi lambat
Komplikasi lambat dalam kasus fraktur adalah penyatuan tulang
yang mengalami patah terlambat, bahkan tidak ada penyatuan. hal ini
terjadi jika penyembuhan tidak terjadi dalam dengan waktu normal
untuk jenis dan fraktur tertentu. Penyatuan tulang yang terlambat atau
lebih lama dari perkiraan berhubungan dengan adanya proses infeksi
sistemik dan tarikan jauh pada fragmen tulang titik sedangkan tidak
terjadinya penyatuan diakibatkan an1 karena kegagalan penyatuan
pada ujung-ujung tulang yang mengalami patahan (Suriya & Zuriati,
2019).
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur: menentukan lokasi serta
luasnya
b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal
Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak (Suriya & Zuriati, 2019).
8. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fraktur meliputi (Nurarif, 2015) dalam (Suriya
& Zuriati, 2019):
a. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejarahannya dari rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan)
dengan manipulasi dan traksi manual. Alat-alat yang digunakan
biasanya traksi, bidai dan alat yang lainnya. Reduksi terbuka, dengan
pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam bentuk pen, kawat,
sekrup, sekrup, plat dan paku.
b. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler
selalu dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan.
perkiraan waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang
yang mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
c. Cara pembedahan yaitu pemasangan screw dan plate atau dikenal
dengan pen merupakan salah satu bentuk reduksi dan imobilisasi yang
dikenal dengan open reduction and internal fixation (ORIF).
9. Prognosis
Prognosis pada fraktur bergantung pada tingkat keparahan serta tata
laksana dari tim medis terhadap pasien fraktur. Jika penanganannya cepat,
maka prognosisinya akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkatan
dari tingkat keparahan, jika fraktur yang dialami ringan, maka proses
penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis yang baik.
Tapi jika pada kasus yang berat prognosis juga akan buruk. Bahkan jika
parah, tindakan yang dapat diambil adalah cacat fisik hingga amputasi.
Selain itu usia lebih muda akan lebih bagus prognosisnya dibanding
penderita dengan usia lanjut.
B. Konsep keperawatan
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian harus menggerakan semua indra dan
tenaga untuk melakukan pengkajian secara cermat baik melalui
wawancara, observasi, pemeriksaan fisik untuk menggali data akurat
meliputi (Kasiati & Rosmalawati, 2016). Adapun pengkajian yang
dilakukan menurut (Yanuar, 2018)
a. Idengtitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat,
bangsa, pendidikan, pekerjaan tanggal masuk ruamah sakit, diagnose
medis, dan nomor registrasi
b. Keluhan utama yang dialami pasien atau dapat dikatakan masalah
utama yang dirasakan oleh pasien dalam kasus fraktur biasanya pasien
mengeluhkan nyeri (nyeri akut ataupun kronik tergantung dari lamanya
serangan yang dirasakan) pengkajian yang lengkap untuk mengetahui
malah pada nyeri pasien digunakan pengkajian PQRST yaitu :
1) Provoking inciden : Apa ada peristiwa yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Quality of pain : Bagaimana adanya rasa nyeri saat dirasakan
pasien (apakah : panas, berdenyut ataupun menusuk)
3) Region Radiation, Relief : Apakah sakit bisa reda dalam sekejap,
apakah rasa sakit menjalar dan dimana posisi rasa sakitnya.
4) Saverity / scale of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
pasien berdasarkan scala nyeri.
5) Time : Berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk
pada malam hari atau pada pagi hari.
c. Riwayat penyakit sekarang pada pasien fraktur kaji penyebab dari
fraktur dapa secara degenerative atau pathologic yang disebabkan
awalnya oleh kerusakan jaringan sekitar tulang.
d. Riwayat kesehatan dahulu kaji apakah pasien memiliki pnyakit patah
tulang dahulu atau apakah pasien pernah mengalami peyakit
osteoporosis ataupun osteoatritis yang dapat menyebabkan patah
tulang
e. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi hidup sehat
pada pasien fraktur apakah terjadi perubahan pada perubahan
personal haygine seperti mandi
2) Pola nutrisi dan metabolism
Kaji apa kah terjadi penurunan nafsu makan akibat fraktur yang
dialaminya
3) Pola eliminasi
Kaji apakah terdapat perubahan pola BAK ataupun BAB dalam
sehari-hari akibat dari fraktur yang dialaminya
4) Pola istirahat
Kaji apakah terjadi kesulitan untuk tidur akibat nyeri yang dialami
pasien
5) Pola aktifitas dan latihan
Kaji apakah kebutuhan pasien perlu dibantu akibat dari fraktur
yang dialaminya
6) Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien fraktur mengalami gangguan diri sebab tubuhnya
mengalami perubahan maka pasien akan berfikir akan takut catat
atau tidak dapat bekerja lagi\
7) Pola kognitif
Apakah terjadi perubahan pada pola berfikir atau kognitif yang
disebabkan karena fraktur
8) Pola hubungan peran
Kaji apakah terjadi perubahan hubungan peran ataukah pasien
merasa tidak berguna dan akhirnya menarik diri akibat penyakitnya
9) Pola penanggulangan stress
Penting untuk ditanyakan apakah pasien merasa depresi akibat
penyakit yang dialaminya
10) Pola reproduksi seksual
Pada pasien yang telah berkeluarga biasanya akan mengalami
perubahan pola seksual dan reproduksi akibat penyakit yang
dialaminya
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pasien akan lebih mendekatkan diri pada Allah SWT untuk
mengurangi kecemasan atau stress yang dialaminya
f. Pemeriksaaan fisik secara umum
1) Keadan umum
a) Kesadaran pasien apakah apatis, koma, gelisah, komposmentis
yang bergantung pada klien
b) Kedaan penyakit apakah akut, kronik, ringan, sedang, ataupun
berat
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena adanya gangguan, baik
fisik mapun bentuk.
2) Keadaan local pemeriksaan pada system musculoskeletal yaitu :
a) Inspeksi (look) pada inspeksi dapat diperhatikan wajah pasien
kemudian warna kulit yang di curigai terjadi fraktur, inspeksi
saraf, tendon, ligament, dan jaringan lemak, otot, kelenjar
limfe, tulang dan sendi, apakah ada jaringan parut, warna
kemerahan, ataupun kebiruan, amati apakah terjadi
hiperpigmentasi, apakah ada benjolan dan pembengkakan dan
bigan yang tidak normal dari pasien
b) Palpasi (feel), palapasi suhu pada kulit, apakah teraba denyut
arteri, raba apakah terjadi pembengkakan, palapasi derajat
jaringan lunak agar dapat mengetahui apakah terdapat spasme
otot, apakah ada penebalan jaringan senovia, apakah terdapat
cairan didalam ataupun diluar sendi.
c) Pergerakan (move) perhatikan pergerakan pada sendi baik
secara aktif ataupun pasif, apakah pergerakan sendi diikuti
krepitasi, lakukan pemeriksaan stabilitas sendi, apakah
pergerakan menimbulakan rasa nyeri, pemeriksaan ROM (Rage
Of Motion), dan pemeriksaan batas gerakan sedi aktif ataupun
pasif.
2. Diagnosis keperawatan
a. Nyeri Akut
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dab bersintesitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologis
b) Agen pencedera kimiawi
c) Agen pencedera fisik
3) Gejala dan tanda mayor
Subjektif: Mengeluh nyeri
Objektif
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
4) Gejala dan tanda minor
Objektif
a) Tekanan darah meningkat
b) Pola napas berubah
c) Nagfsu makan berubah
d) Proses berpikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diafronesis
Subjektif:-
b. Gangguan mobilitas fisik
1) Definisi
Gangguan mobilitas fisik merupakan keterbatasan dalam
gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
2) Penyebab
a) Kerusakan integritas struktur tulang
b) Perubahan metabolisme
c) Ketidakbugaran fisik
d) Penentuan kendali otot
e) Penurunan massa otot
f) Penurunan kekuatan otot
g) Keterlambatan perkembangan
h) Kekuatan sendi
i) Kontraktur
j) Malnutrisi
k) Gangguan muskuloskeletal
l) Gangguan neuromuskuler
m) Indeks massa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
n) Efek agen farmakologis
o) Program pembatasan gerak
p) Nyeri
q) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r) Kecemasan
s) Gangguan kognitif
t) Keengganan melakukan pergerakan
u) Gangguan sensoripersepsi
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif : Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b) Objektif :
1)) Kekuatan otot menurun
2)) Rentan gerak (ROM) menurun
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif :
1)) Nyeri saat bergerak
2)) Enggan melakukan pergerakan
3)) Merasa cemas saat bergerak
b) Objektif :
1)) Sendi kaku
2)) Gerakan tidak terkordinasi
3)) Gerakan terbatas
4)) Fisik lemah
c. Gangguan integritas kulit
1) Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan
(membran mukosa, kornea, Fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan atau ligamen).
2) Penyebab
a) Perubahan sirkulasi
b) Perubahan status nutrisi
c) Kekurangan atau kelebihan volume cairan garis baru
penurunan mobilitas
d) Bahan kimia iritatif
e) Suhu lingkungan yang ekstrem
f) faktor mekanis
g) Faktor elektris
h) Efek samping terapi radiasi
i) Kelembaban
j) Proses penuaan
k) Neuropati perifer
l) Perubahan pigmentasi
m) Perubahan hormonal
n) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan atau
melindungi integritas jaringan.
3) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif-
b) Objektif: kerusakan jaringan atau lapisan kulit
4) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif:-
b) Objektif
1)) Nyeri
2)) Perdarahan
3)) Kemerahan
4)) Hematoma
d. Perfusi perifer tidak efektif
1) Definisi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat
menggangu metabolisme.
2) Penyebab
a) Hiperglikemia
b) Penurunan konsentrasi haemoglobin
c) Peningkatan tekanan darah
d) Kekurangan volume cairan
e) Penurun penurunan aliran arteri dan atau vena
f) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat
g) Kuran terpapar informasi tentang proses penyakit
h) Kurang aktivitas fisik
3) Gejala dan Tanda
a) Mayor
Subjektif : -
Objektif :
1)) Pengisian kapiler > 3 detik
2)) Nadi perifer menurun atau tidak teraba
3)) Akral teraba dingin
4)) Warna kulit pucat
5)) Turgor kulit menurun
b) Minor
Subjektif :
1)) Parestesia
2)) Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
Objektif :
1)) Edema
2)) Penyembuhan luka lambat
3)) Indeks ankle-brachial <0,90
4)) Bruit femoral
e. Resiko Syok
1) Definisi
Risiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan
tubuh yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa.
2) Faktor risiko
a) Hipoksemia
b) Hipoksia
c) Hipotensi
d) Kekurangan Volume Cairan
e) Sepsis
f) Sindrom Respons Inflamasi Sistemik
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
f. Intoleransi Aktivitas
1) Definisi
Keterbatasan gerak untuk melakukan aktivitas sehari-hari
2) Faktor Resiko
a) Gangguan Muskuloskeletal
b) Gaya hidup monoton
c) Kelemahan
d) Imobilitas
3. Intervensi keperawatan
a. Manajemen Nyeri
1) Observasi :
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
intensitas nyeri
Rasional : untuk mempermudah perawat dalam untuk
memberikan intervensi yang coco dan dapat dievaluasi secara
cepat
b) Identifikasi skala nyeri
Rasional : untuk mengukur tingkatan nyeri
c) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingati nyeri
Rasional: untuk mngetahui apakh bisa memperburuk ataupun
mengurangi rasa nyeri
2) Terapeutik:
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mnegurangi rasa nyeri
rasional: untuk meminimalkan terjadinya efek samping yang
merugikan manusia
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional : rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan
memperberat rasa nyeri
3) Edukasi :
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Rasional : agar pasieen mengetahui faktor penyebab, periode
dan pemicu nyeri.
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasional: agar pasien mampu melakukan meredakan nyeri
secara mandiri.
b. Dukungan mobilisasi
1) Observasi
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Rasional: Untuk mengetahui lokasi serta skala nyeri atau
keluhan fisik dari pasien.
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Rasional: Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
c) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Rasional: Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan tekanan darah.
2) Teraupetik
a) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
Rasional: Membantu dalam peningkatan aktifitas dengan
menggunkan alat bantu.
b) Fasilitasi melakukan pergerakan
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
mencegah terjadinya kontraktur.
c) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
Rasional: Mengajarkan ke keluarga agar dapat membantu
melakukan aktivitas pasien.
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
Rasional: Memberikan pemahaman mengenai manfaat tindakan
yang didahulukan.
b) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Rasional: Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
mencegah terjadinya kontraktur.
c) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan seperti
duduk ditempat tidur duduk di sisi tempat tidur pindah dari
tempat tidur ke kursi
Rasional: Membantu kembali jaras saraf, meningkatkan respon
propioseptif dan motorik.

c. Perawatan integritas kulit


1) Observasi: Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
2) Teraupetik
a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
b) Lakukan pemijatan pada area benjolan tulang jika perlu
c) Bersihkan perinatal dengan air hangat, terutama selama periode
diare
d) Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit
kering
e) gunakan produk berbahan ringan atau alami dan hypoallergenic
pada kulit sensitif
f) hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
3) Edukasi
a) Anjurkan menggunakan pelembab
b) Anjurkan minum air yang cukup
c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d) Di anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
e) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
f) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat
berada di luar rumah
g) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya.

d. Perawatan sirkulasi
1) Observasi
a) Periksa sirkulasi perifer
Rasional : untuk mengetahui tingkat keparahan penyakit
b) Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi
Rasional :
2) Teraupetik
a) hindari pemasangan infus atau pengambilan darah diarea
keterbatasan perfusi
b) Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cedera
c) Lakukan pencegahan infeksi
d) Lakukan hidrasi
3) Edukasi
a) Anjurkan berhenti merokok
b) Anjurkan olahraga rutin
c) Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur

e. Pencegahan Syok
1) Observasi
a) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi nafas , tekanan darah)
Rasional : untuk mengeahui/memantau kondisi pasien
b) monitor status oksigenasi
Rasional : berujuan unuk memasikan kadar oksigen pasien
masih baik
c) Monitor status cairan masukan dan haluaran
Rasional : untuk menget’ahui pemasukan dan engel’uaran
pasien
d) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil berikan oksigen
untuk mempertahankan saluran oksigen lebih 94%
Rasional :untuk mengetahui tingkat kesadaran klien
e) Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Rasional: untuk mengetahui obat yang diberikan cocok atau
tidak untuk pasien.
2) Edukasi
a) Jelaskan penyebab atau faktor resiko syok
Rasional: agar pasien dan keluarga pasien mengeahui penyebab
resiko syok
b) Jelaskan tanda dan gejala awal
Rasional : agar pasien memahami t’anda dan gejala syok
c) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Rasional : agar pasien tidak mengalami dehidrasi
3) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian transfusi darah
Rasional : untuk mempertahankan daya tahan tubuh pasien
terhadap infeksi.
b) Kolaborasi pemberian anti inflamasi
rasional : untuk anti peradangan dan meredakan nyeri.
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2019)

f. Intoleransi Aktivitas
1) Observasi
a) Identifikasi tempat yang tenang dan nyaman
b) Monitor adanya indicator tidak rileks (mis. Adanya gerakan,
pernapasan yang berat)
2) Terapeutik
a) Berikan posisi bersandar pada kursi atau tempat tidur dengan
nyaman
b) Hentikan sesi relaksasi secara bertahap
3) Edukasi
a) Anjurkan memakai baju yang nyaman dan tidak sempit
b) Anjurkan menegangkan selama 5-1- detik, kemudian
lanjutkan dengan merilekskan otot 20 – 30 detik masing-
masing 8 – 16 kali
c) Anjurkan menegangkan otot kaki tidak lebih dari 5 detik untuk
menghindari kram
d) Anjurkan untuk fokus pada sensasi otot yang menegang
e) Anjurkan untuk fokus pada sensasi otot yang relaks.
4. Evaluasi
a) Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Gelisah menurun
4) Kesulitan tidur menurun
5) Frekuensi nadi membaik
6) Pola napas membaik
b) Gangguan mobilitas fisik
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :
1) Pergerakan ekstremitas meningkat
2) Kekuatan otot meningkat
3) ROM meningkat
4) Nyeri menurun
5) Kelemahan menurun
c) Gangguan integritas kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
gangguan integritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :
1) Nyeri menurun
2) Perdarahan menurun
3) Kemerahan menurun
4) Hematoma menurun
d) Perfusi perifer tidak efektif
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil :
1) Denyut nadi perifer menigkat
2) Penyembuhan luka meningkat
3) Warna kulit pucat menurun
4) Nyeri ekstremitas menurun
e) Resiko syok
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
gangguan integritas kulit meningkat dengan kriteria hasil :
1) Tingkat kesadaran meningkat
2) Akral dingin menurun
3) Pucat menurun
4) Tekanan nadi membaik
5) Frekuensi nafas membaik
f) Dukungan Ambulasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, maka
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :
3) Pergerakan ekstremitas meningkat
4) Kekuatan otot meningkat
5) ROM meningkat
6) Nyeri menurun
g) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, nyeri
teratasi dengan kriteria hasil:
1) Tekanan darah membaik
2) Keluhan lelah menurun
3) Perasaan lemah menurun
4) Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat

(Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)


DAFTAR PUSTAKA
Adrianto, H., Irawan, D., Subadi, L. C., Fajar, J. taruna T., & Hasana, R. S.
(2019). Modul Workshop Biologi Abdimas. Jakarta Barat: CV Jejak.
Kasiati, & Rosmalawati, N. W. D. (2016). KEBUTUHAN DASAR MANUSIA 1.
Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Jogjakarta: Media Action.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan
Perawat Nasional Indonesia.
Suriya, M., & Zuriati. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan pada Muskuloskeletal Aplikasi NANDA NIC & NOC. Sumbar:
Pustaka Galeri Mendiri.
Yanuar, C. T. S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Pre Op Close Fraktur
Femur Dengan Masalah Ketidak Efektifan Perfusi Jarinagn Perifer Di
Ruangan Melati Rsud Bangil Pasuruan. Stikes Insan Cendekia Medika
Medika Jombang.

Anda mungkin juga menyukai