Anda di halaman 1dari 100

SKRIPSI

HUBUNGAN KONTROL GLIKEMIK DAN KEPATUHAN


PENGOBATAN DENGAN KEJADIAN HOSPITAL
READMISSION PADA PASIEN DIABETES
MELITUS DI RSUD KOTA MAKASSAR

ELSI ANDRIANI
NH0117029

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


STIKES NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
SKRIPSI

HUBUNGAN KONTROL GLIKEMIK DAN KEPATUHAN


PENGOBATAN DENGAN KEJADIAN HOSPITAL
READMISSION PADA PASIEN DIABETES
MELITUS DI RSUD KOTA MAKASSAR

“Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Keperawatan”

ELSI ANDRIANI
NH0117029

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya:


Nama : Elsi Andriani
NIM : NH0117029
Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan
Judul Skripsi : Hubungan Kontrol Glikemik dan Kepatuhan Pengobatan
dengan Kejadian Hospital Readmission pada Pasien
Diabetes Melitus di RSUD Kota Makassar
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik Sarjana Keperawatan di STIKES Nani Hasanuddin
maupun perguruan tinggi lain. Skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas
dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan
dicantumkan dalam daftar Pustaka atau rujukan.
Apabila dikemudian hari ada klaim dari pihak lain maka akan menjadi
tanggung jawab saya sendiri, bukan tanggung jawab dosen pembimbing atau
pengelola program studi S1 Keperawatan STIKES Nani Hasanuddin dan saya
bersedia menerima sanksi akademik sesuai dengan peraturan yang berlaku,
termasuk pencabutan gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep) yang telah saya peroleh.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada
paksaan dari pihak manapun.

Makassar,…………………….
Yang Mengatakan

(Materai 10000)

Elsi Andriani

iii
HALAMAN PERSETUJUAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi dengan


judul “Hubungan Kontrol Glikemik dan kepatuhan Pengobatan denganKejadian
Hospital Readmission pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD kota Makassar”
telah disetujui untuk disajikan di depan tim penguji pada ujian seminar hasil
penelitian Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Nani Hasanuddin Makassar untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan.

Makassar, 2 Agustus 2021

Tim Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Yusran Haskan SKM., S.Kep., Ns., M.Kes Amriati Mutmainna, S.Kep., Ns., MSN

NIDN. 0912057301 NIDN. 0929069101

Ketua Program Studi Sarjana


Ilmu Keperawatan

Indra Dewi, S.Kep., Ns., M.Kes


NIDN. 0929128501

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh


Nama : Elsi Andriani
Nim : NH0117029
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul Skrips : Hubungan Kontrol Glikemik dan Kepatuhan Pengobatan
dengan Kejadian Hospital Readmission pada Pasien
Diabetes Melitus di RSUD kota Makassar
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Tim Penguji dan diterima sebagai
bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan, Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan STIKES Nani
Hasanuddin Makassar yang di selenggarakan di pada hari, tanggal, bulan,
tahun
Tim Penguji

Pembimbing I: Dr. H. Yusran Haskas, SKM., S.Kep., Ns., M.Kes (……………..)

Pembimbing II: Amriati Mutmainna, S,Kep., Ns., MSN (………………..)

Penguji I : Eva Arna Abrar. S.Kep, Ns., M.Kep (………………..)

Penguji II : Dr. Hj. Suhartatik, S.Kep., Ns., M.Kep (………………..)

Ketua STIKES Nani Hasanuddin Makassar

Sri Darmawan, SKM., M.Kes

NIDN.0923087803

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal ini. Penulisan proposal ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Keperawatan, Program Studi Sarjana Ilmu Keperawatan, STIKES Nani
Hasanuddin Makassar. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan proposal ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan proposal ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yahya Haskas, SH., M.Kn., M. M. Kes selaku Ketua Yayasan Pendidikan


Nani Hasanuddin Makassar yang telah menyediakan kesempatan untuk saya
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 Ilmu Keperawatan STIKES
Nani Hasanuddin Makassar.
2. Sri Darmawan, SKM., M. kes selaku Ketua STIKES Nani Hasanuddin
Makassar yang telah dengan begitu bijaksana dalam membimbing dan
mendidik Civitas Akademika di Lingkungan STIKES Nani Hasanuddin
Makassar.
3. Indra Dewi, S. Kep., Ns., M. Kes selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
yang telah banyak memberikan inspirasi serta motivasi kepada saya dalam
menyelesaikan pendidikan di STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
4. Dr. H. Yusran Haskas, SKM., S.kep., Ns., M. Kes selaku Pembimbing I yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan Skripsi ini.
5. Amriati Mutmainna, S. Kep., Ns., MSN selaku Pembimbing II yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan Skripsi ini.
6. Eva Arna Abrar, S. Kep., Ns., M. Kep selaku penguji utama yang telah
memberikan saran serta masukan yang membangun untuk penyempurnaan
Skripsi ini.

iv
7. Dr. Hj. Suhartatik, S.kep., Ns., M. Kes Selaku Penguji Eksternal telah
memberikan saran serta masukan yang membangun untuk penyempurnaan
Skripsi ini.
8. Indra Dewi, S. Kep., Ns., M. Kes Selaku Penasehat Akademik (PA) yang telah
membimbing dan memberikan saran dan masukan terkait dengan nilai
ataupun masalah yang menyangkut akademik.
9. Pihak RSUD Kota Makassar yang telah banyak membantu dalam usaha
memperoleh data yang saya perlukan.
10. Kepada kedua orang tua saya bapak Umar Umaya A.ma.Pd dan ibu
Runiyati, S,Pd yang selalu menjadi support system terbesar selama menjalani
proses pendidikan hingga penyusunan tugas akhir skripsi, doa dan dukungan
yang menjadikan saya pribadi yang dewasa dan mandiri
11. Kepada kakak saya Erik Budiman, Ema Andriani, Eci Andriani, dan
Herman Syah yang selalu mendukung saya dari segi materil maupun nasehat
selama berada di perantauan.
12. Kepada Sahabat-sahabat saya Fadilatul Nadia, Uniar Anam Izhari, Desi
Reskiyanti, Rahmawati Yuniar, dan Irma Wati yang selalu menjadi
penghibur dan pemberi semangat selama penyusunan tugas akhir sktipsi.
13. Kepada teman-teman saya Febryani Mahadjani serta seluruh penghuni grup
Human Bobrok dan Semongko yang selalu bersedian mendengar cerita saya
dan membersamai saya selama diperantauan

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Hasil Penelitian ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Penulis

Elsi Andriani

v
ABSTRAK

ELSI ANDRIANI, Hubungan Kontrol Glikemik dan Kepatuhan Pengobatan


dengan Kejadian Hospital Readmission pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD
Kota Makassar (Dibimbing Oleh: Yusran Haskas & Amriati Mutmainna)

Kenaikan jumlah penderita diabetes di 211 negara dan wilayah, dikelompokkan ke


dalam tujuh wilayah. Readmission menurut National Quality Forum America
diartikan sebagai terjadinya kunjungan pasien dengan kondisi gangguan pada
kesehatannya selama periode ≤ 30 hari dari rawat inap sebelumnya. Kontrol
glikemik sangat penting dalam pengelolaan diabetes melitus yang menyiratkan
kadar gula darah dalam kisaran normal. Pasien ketidakpatuhan dengan pengobatan
adalah salah satu faktor yang berkontribusi pada kegagalan pasien diabetes
melitus untuk mengendalikan kadar glukosa darah mereka. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui Hubungan Kontrol Glikemik dan Kepatuhan
Pengobatan Dengan Kejadian Hospital Readmission pada Pasien Diabetes Melitus
Di RSUD Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional
dan metode analitik korelasional. Pengambilan sampel menggunakan Purposive
sampling dengan jumlah sampel sebanyak 65 responden. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner DSMQ. Analisa data
menggunakan SPSS 25 dengan uji statistik Chi-Square dengan tingkat
kepercayaan α < 0.05. Didapatkan hubungan Kontrol Glikemik dengan Kejadian
Hospital Readmission pada Pasien Diabetes dengan nilai p= 0.01, dan hubungan
kepatuhan pengobatan dengan kejadian hospital readmission dengan nilai p= 0.04.
Hal ini berarti adanya Hubungan Kontrol Glikemik Dan Kepatuhan Pengobatan
Dengan Kejadian Hospital Readmission Pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUD
Kota Makassar. Diharapkan responden selalu mengontrol gula darah dalam
rentan normal dan mengikuti seluruh anjuran dokter mengenai pengobatan
diabetes melitus.

Kata Kunci: Diabetes Melitus, Kontrol Glikemik, Kepatuhan Pengobatan,


Readmission

vi
ABSTRACT

ELSI ANDRIANI, The Relationship between Glycemic Control and Medication


Adherence to the Incidence of Re-hospitalization in Diabetes Mellitus Patients at
the Makassar City Hospital (Guided by: Yusran Haskas & Amriati Mutmainna)

The increase in the number of people with diabetes in 211 countries and
territories, progress to seven regions. Readmission according to the National
Quality Forum America is defined as the occurrence of visits by patients with
health conditions during a 30-day period from the previous hospitalization.
Glycemic control is very important in the management of diabetes mellitus which
implies blood sugar levels in the normal range. Non-adherence of patients with
medication is one of the factors that contribute to the failure of patients with
diabetes mellitus to control their blood glucose levels. This study aims to
determine the relationship between glycemic control and adherence treatment with
the incidence of hospitalization in patients with diabetes mellitus at the Makassar
City Hospital. This study uses a cross sectional approach and correlational
analytic methods. Sampling using purposive sampling with a total sample of 65
respondents. The instrument used in this research is the DSMQ questionnaire.
Data analysis used SPSS 25 with Chi-Square statistical test with a confidence
level of <0.05. There was a relationship between glycemic control and the
incidence of hospitalization in diabetic patients with p value = 0.01, and the
relationship between treatment and hospitalization incidence with p value = 0.04.
This means that there is a relationship between glycemic control and medication
adherence with the incidence of hospitalization in patients with diabetes mellitus
at the Makassar City Hospital. It is expected that respondents always control
blood sugar within normal range and follow doctor's recommendations regarding
the treatment of diabetes mellitus.

Keyworrds: Diabetes Mellitus, Glycemic Control, Medication Compliance,


Readmission

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS..................................................................III

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................................iv

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................v

KATA PENGANTAR..............................................................................................................iv

ABSTRAK .............................................................................................................................vi

ABSTRACT ............................................................................................................................vii

DAFTAR ISI...........................................................................................................................viii

DAFTAR TABEL.....................................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................xi

DAFTAR SINGKATAN........................................................................................................xii

DAFTAR ISTILAH................................................................................................................xiii

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................xiv

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................5

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................5

D. Manfaat Penelitian........................................................................................5

BAB II. TINJAUAN TEORI...................................................................................................7

A. Tinjauan Umum Masing-Masing Variabel Penelitian.................................7

B. Kerangka Teori...........................................................................................31

BAB III. KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERATIONAL, DAN


HIPOTESIS......................................................................................................33

viii
A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian.........................................................33

B. Kerangka Konsep.......................................................................................34

C. Definisi Operational dan Kriteria Objektif.................................................34

D. Hipotesis Penelitian....................................................................................36

BAB IV. METODE PENELITIAN.......................................................................................37

A. Rencana Desain Penelitian.........................................................................37

B. Waktu dan Tempat Penelitian....................................................................37

C. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................37

D. Alat atau Instrumen Penelitian...................................................................39

E. Uji Instrumen Penelitian............................................................................40

F. Proses Pengumpulan Data..........................................................................41

G. Pengelolaan dan Analisa data.....................................................................41

H. Etika Penelitian..........................................................................................42

BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................................44

A. Hasil Penelitian....................................................................................................44

B. Pembahasan Hasil Penelitian...............................................................................51

C. Keterbatasan Penelitian.......................................................................................57

D. Implikasi Untuk keperawatan..............................................................................57

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................58

A. Kesimpulan..........................................................................................................58

B. Saran....................................................................................................................58

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................59

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Hormon Pankres.............................................................................................10


Tabel 2. 2. Kriteria diagnosa untuk diabetes dan hiperglikemia menurut WHO
(2016)............................................................................................................16
Tabel 2. 3. Kriteria Dignostik Diabetes Berdasarkan ADA (2013)................................17
Tabel 2. 4. Kriteria Diabetes, PreDiabetes, Normal Menurut KEMENKES (2020)
.........................................................................................................................................18
Tabel 2. 5. Kriteria Diabetes, PreDiabetes, Normal menurut PERKENI (2019)............18
Tabel 2. 6. Glukosa Darah Normal, IFG, IGT, dan Diabetes..........................................19
Tabel 2. 7. Kontrol Glikemik..........................................................................................23
Tabel 3.1. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Tabel 5. 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden
Di RSUD Kota Makassar Juni-Juli 2021 (n=65)..........................................44
Tabel 5. 2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kontrol Glikemik pada
Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Kota Mskassar......................................47
Tabel 5. 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan Pengobatan
pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Kota Makassar.............................47
Tabel 5. 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hospital Readmission
Pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Kota Makassar.............................48
Tabel 5. 5. Gambaran Uji Analisa Hubungan Kontrol Glikemik Dengan Kejadian
Hospital Readmission Pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Kota
Makassar.......................................................................................................49
Tabel 5. 6. Gambaran Uji Analisa Hubungan Kepatuhan Pengobatan Dengan
Kejadian Hospital Readmission Pada Pasien Diabetes Melitus Di
RSUD Kota Makassar..................................................................................50

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi Pankreas, Depositphotos (2020)....................................................7


Gambar 2.2. Kerangka Teori...........................................................................................31

Gambar 3. 1. Kerangka Konsep 34

xi
DAFTAR SINGKATAN

ISTILAH SINGKATAN DARI


ADA American Diabetes Association
DDP-4 Dipeptidyl peptidase-4
DM Diabetes Melitus
GD Gula Darah
GDP Gula Darah Puasa
GLP Glucagon-like peptide
Ha Hipotesis Alternatif
HHS Hyperosmolar Hyperglycemic State
Ho Hipotesis Nol
IDF International Diabetes Federation
IFG Impaired Fasting Glicise
IGT Impaired Glucose Tolerance
KAD Ketosiadosis Diabetik
Kemenkes Kementerian Kesehatan
LDL Low density lipoprotein
OAD Obat Anti Diabetes
OGTT Oral Glucose Tolerance Test
Error: Reference source not found Peripheral Arterial Diseases
PCOS Penderita Polycystic Ovary Sindrome
PERKENI Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
Error: Reference source not found Penyakit Jantung Koroner
Riskesdas, 2019) Riset Kesehatan Dasar
TTGI Tes Toleransi Glukosa Intravena
WHO World Health Organization
DSMQ Diabetes Self Management Questionnaire

xii
DAFTAR ISTILAH

The Silent killer : Membunuh secara diam-diam

Hormon Insulin : Hormon yang mengatur kadar glukosa darah

Poliuria : Sering kencing

Pilifagia : Sering merasa lapar

Polidipsia : Sering merasa haus

Retinopati : Gangguan Mata

Nefropati : Kerusakan Ginjal

Neuropati : Kerusakan Saraf

Hospitas Readmission : Periode pasien masuk kembali ke Rumah Sakit


dalam jangka 30-45 hari setelah dirawat
sebelumnya

Independen : Variabel yang mempengaruhi (bebas)

Dependen : Variabel yang dipengaruhi (terikat)

Cross Sectional : Desain penelitian analitik yang bertujuan untuk


mengetahui hubungan antar variabel

Non Probability Sampling: Pemilihan sampel yang tidak dilakukan secara


acak

Purposive Sampling : Suatu teknik penetapan sampel dengan cara


memilih sampel diantara populasi sesuai dengan
yang dikehendaki

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Lampiran 2. Kuesioner

Lampiran 3. Surat Pengantar Penelitian

Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes melitus Tak hanya dikenal dikalangan warga lokal bahkan
Diabetes melitus dikenal diseluruh dunia sebagai salah satu penyakit yang
memiliki kemampuan untuk membunuh dengan perlahan (Silent killer)
(Kemenkes RI, 2016). Istilah diabetes menggambarkan sekelompok gangguan
metabolisme yang ditandai dan diidentifikasi dengan adanya hiperglikemia
tanpa adanya pengobatan (WHO, 2019).
Diabetes Melitus didefinisikan sebagai kegagalan hati untuk
mengeluarkan hormon insulin (yang mengatur kadar glukosa darah) dengan
benar, serta penggunaan hormon insulin tubuh yang tidak mencukupi, yang
mengakibatkan peningkatan glikemik (WHO, 2016).
Menurut International Diabetes Federation (IDF), setidaknya 463 juta
orang dengan diabetes di seluruh dunia pada rentan usia 20-79, setara dengan
tingkat prevalensi 9,3% dari seluruh populasi pada usia yang sama. Pada
tahun 2019, IDF memperkirakan prevalensi diabetes melitus hingga 9% pada
wanita dan 9,65% pada pria, tergantung pada jenis kelamin (IDF, 2019).
Peningkatan diabetes melitus di 211 negara dan wilayah di tujuh
wilayah IDF di Amerika Utara Selatan dan Tengah, Afrika, Afrika Utara,
Asia Tenggara, Eropa, Karibia, Serta Pasifik Barat. Secara keseluruhan dari
255 sumber data dari 138 negara dalam analisis saat ini ada 351,7 juta orang
yang bekerja usia (20-64 tahun) dengan terdiagnosis atau tidak terdiagnosis
diabetes di tahun 2019. Kemudian di tahun 2030, jumlah ini diprediksi
meningkat menjadi 417,3 juta, dan di tahun 2045 meningkat menjadi 486,1
juta (IDF, 2019).
Pada tahun 2019 International Diabetes Federation mengumumkan
10 negara dengan jumlah penderita Diabetes Melitus tertinggi didunia
diantaranya Cina dengan jumlah penderita sebanyak 116,4 juta jiwa,
kemudian India dengan jumlah penderita sebanyak 77,0 juta jiwa diikuti

1
dengan Amerika serikat 31,0 juta jiwa sedangkan Indonesia sendiri berada
diperingkat ke tujuh dengan 10,7 juta orang penderita, dalam (Riskesdas,
2019).
Menurut Riskesdas 2018, Diindonesia angka kejadian Diabetes
Melitus berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk usia 15 tahun keatas
naik menjadi 2%. DKI Jakarta, dengan prevalensi 3,4% menempati urutan
pertama, dan terendah di NTT sebanyak 0.9%.(Riskesdas, 2019).
Berdasarkan data Kemenkes (2014), terlihat Provinsi Sulawesi
Selatan juga mengalami peningkatan penderita diabetes. Di Provinsi
Sulawesi Selatan terdapat 91.823 penderita diabetes. Berdasarkan data
Riskesdas 2013, kejadadian diabetes yang didiagnosa dokter atau didiagnosa
berdasarkan gejala adalah 3,4 persen, tertinggi di Kabupaten Tana Toraja
(6,1%) diikuti Kota Makassar (5,3%), Kabupaten Luwu (5,2%) ,dan Luwu
Utara (4%) Pada tahun 2016, 4.555 orang didiagnosa menderita diabetes,
menurut data terbaru (Riskesdas, 2019).
RSUD kota Makassar merupakan salah satu rumah sakit yang angka
kejadian Diabetes melitus terbanyak dimakassar selain itu RSUD Makassar
juga merupakan rumah sakit rujukan daerah kabupaten maros dan barru. Tak
heran jika tingkat prevalensi diabetes melitus di RSUD kota Makassar selalu
meningkat tiap tahunnya, terutama pada DM tipe 2 yang merupakan penyakit
terbanyak diinstalasi rawat inap RSUD kota Makassar. Pada tahun 2020
diperkirakan terdapat sebanyak 537 orang penyandang diabetes melitus,
dengan pasien rawat jalan sebanyak 448 terbagi menjadi pasien baru DM
Tipe 2 sebanyak 100 orang, kemudian pasien lama DM Tipe 2 sebanyak 248
orang serta pasien DM Tipe 1 sebanyak 5 orang, sedangkan untuk pasien inap
sebanyak 22 orang dengan jumlah pasien baru DM Tipe 2 sebanyak 12 orang,
pasien lama DM Tipe 2 sebanyak 9 orang, sedangkan pasien dengan DM Tipe
I sebanyak 1 orang. Pada tahun 2021 jumlah pasien rawat jalan dengan pasien
baru sebanyak 31 orang, pasien lama 122 orang dan pasien DM tipe 1
sebanyak 8 orang, selanjutnya untuk pasien rawat inap dengan pasien baru

2
sebanyak 12 orang, pasien lama 9 orang, dan pasien DM tipe 1 satu orang
(RSUD Kota Makassar, 2021).
Berdasarkan data diatas dapat dilihat Diabetes melitus merupakan
penyakit seumur hidup, maka dari itu jika di abaikan atau tidak ditangani
dengan baik penyakit ini bisa mengomplikasi seluruh organ tubuh sehingga
menimbulkan tingginya angka kejadian hospital readmission (Irfan & Israfil,
2020).
Readmission menurut National Quality Forum America diartikan
sebagai terjadinya kunjungan pasien dengan kondisi gangguan pada
kesehatannya selama periode ≤ 30 hari dari rawat inap sebelumnya. Batasan
readmission dimaksud diatas seorang klien yang pernah dirawat inap berulang
di RS yang sama ataupun berbeda ≤ 30 hari pada periode tertentu (Herdiana,
2021)
Kemungkinan besar pasien dengan diabetes berisiko lebih tinggi untuk
masuk kembali dibandingkan orang-orang yang tidak menderita diabetes.
Dalam sebuah penelitian terhadap 4769 pasien medis, diabetes dikaitkan
dengan peningkatan risiko masuk kembali yang signifikan secara statistik
sebesar 40% dalam 30 hari (Rubin, 2018).
Prevalensi Hospital Readmission di kota Tianjin China pada tahun
2008 sampai 2013 berkenaan dengan interval waktu lebih banyak lagi dalam
memproleh 73.144 pasien yang di rawat dan pasien yang diterima kembali di
rumah sakit dengan keluhan yang sama dalam 30 hari atau kurang dari 30 hari
masing-masing sebesar 13,3% dan 37,4% dengan usia 15 tahun keatas dan 62
tahun keatas dengan prediksi tingkat penerimaan kembali hospital
readmission 2008 sampai 2013 (Liu et al., 2017).
Pasien yang menjalani operasi jantung, gagal jantung, infark miokard
akut, stroke, atau penyakit hati lebih cenderung masuk kembali ke rumah
sakit dengan diabetes. Sebaliknya, data ini menunjukkan bahwa efek diabetes
pada risiko masuk kembali dapat bervariasi menurut lama masa tindak lanjut
dan alasan utama rawat inap (Rubin, 2018).

3
Sebuah penelitian menyatakan bahwa keparahan dari diabetes dapat
dihindari dengan cara menjaga glikemik agar selalu dalam rentan normal,
mengontrol glikemik dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan
membantu mereka menghindari komplikasi. Meskipun mengukur tingkat
HbA1c adalah pendekatan yang akurat untuk digunakan sebagai penanda
kontrol glikemik, tujuan Indonesia untuk mencapai kontrol glikemik belum
terpenuhi. Level HBA1C rata-rata 8% lebih tinggi dari target yang dapat
diterima dari 7% (Amalia et al., 2019).
Kontrol glikemik sangat penting dalam pengelolaan diabetes melitus.
Kontrol glikemik berarti menjaga kadar gula darah selalu dalam rentan
normal untuk menghindari hiperglikemia dan hipoglikemia. Ketaatan kontrol
glikemik dapat meningkatkan keberhasilan pengontrolan diabetes melitus
yang dapat dipantau dari kadar glukosa darah (Tandra, 2018).
Pasien ketidakpatuhan dengan pengobatan adalah salah satu faktor
yang berkontribusi pada kegagalan pasien diabetes melitus dalam
mengendalikan glikemik mereka. Menurut Rasdianah et al (2016) dalam
Penelitiannya, klien dengan diabetes melitus tipe 2 mempunyai kepatuhan
pengobatan yang rendah (51,0 %). (Rasdianah et al., 2016).
Salah satu faktor utama dalam kemanjuran terapi Diabetes Melitus
adalah kepatuhan pasien. Ketidakpatuhan dengan pengobatan mengakibatkan
penderita kehilangan manfaat terapi, menghasilkan kondisi secara bertahap
memburuk dan ketidakmampuan untuk mengontrol glikemik, yang jika tidak
diobati dapat berakibat pada konsekuensi penyakit, baik makrovaskular dan
mikrovaskuler. (Saibi, Romadhon, & Nasir, 2020)
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti
tertarik meneliti karena belum adanya penelitian sebelumnya yang membahas
mengenai Hubungan kontrol Glikemik dan Kepatuhan Pengobatan dengan
Kejadian Hospital Readmission Pada Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit
Umum Daya Makassar.

4
B. Rumusan Masalah
Berikut rumusan masalah dalam penelitian ini, berdasarkan uraikan
latar belakang di atas:
1. Apakah ada hubungan antara kontrol glikemik dengan kejadian hospital
readmission pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Umum Daya
Makassar?
2. Apakah ada hubungan antara kepatuhan pengobatan dengan kejadian
hospital readmission pada pasien diabetes melitus di Rumah Sakit Umum
Daya Makassar?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kontrol
glikemik dan kepatuhan pengobatan dengan kejadian hospital
readmission pada pasien diabetes melitus di RSUD Kota Makassar
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui apakah ada hubungan kontrol glikemik dengan
kejadian hospital readmission pada pasien diabetes melitus di RSUD
Kota Makassar
b. Untuk mengetahui apakah ada hubungan kepatuhan pengobatan
dengan kejadian hospital readmission pada pasien diabetes melitus
di RSUD Kota Makassar Makassar

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat ilmiah
Hasil Penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi serta
dapat menambah wawasan kesehatan dan bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari di masyarakat terkait dengan upaya meminimalisir
kejadian DM dan dapat mengetahui hubungan kontrol glikemik dan
kepatuhan pengobatan dengan kejadian hospital readmission pada pasien
diabetes melitus.
2. Manfaat bagi Institusi Pendidikan

5
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi kerangka acuan penelitian
bagi dunia pendidikan dan kesehatan dalam melakukan riset terkait judul
penelitian sarta penangan kasus diabetes melitus.
3. Manfaat Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana dalam pendalaman
teori maupun konsep baru yang didapatkan. Serta sebagai pengalaman
baru dalam menimbah ilmu pengetahuan.
4. Manfaat Bagi Responden
Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman pencegahan komplikasi
dan pengetahuan baru dalam meningkatkan kualitas hidup penderita
diabetes melitus
5. Manfaat bagi Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)
Sebagai bahan acuan dalam penanganan kasus diabetes melitus di
rumah sakit serta sebagai sarana referensi di bidang pengetahuan dan
kesehatan terutama tentang hubungan kontrol glikemik dan kepatuhan
pengobatan dengan kejadian hospital readmission pada pasien diabetes
melitus.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Umum Masing-Masing Variabel Penelitian


1. Anatomi Fisiologi Pankreas

Gambar 2.1. Anatomi Pankreas. Depositphotos (2020)

a. Anatomi Pankreas
Di ruang retroperitoneal, pankreas bearda di bagian atas
perut, di belakang gaster. Leher pankreas, yang umumnya lebih dari
4 cm, menghubungkan kepala pankreas ke corpus pankreas di
sebelah kiri ekor pankreas di Cronio - dorsal dan kiri atas kepala
pankreas terhubung dengan corpus pankreas oleh leher pankreas,
arteri dan vena mesenterika superior terletak di prosesus unsinatis
pankreas, yang ditempatkan di leher pankreas kiri bawah kepala
pankreas. Terdapat dua jaringan utama di pankreas yaitu;
1) Asinus yang mengeluarkan pencernaan ke dalam duodenum.

7
2) Pulau Langerhans, yang tidak memiliki kemampuan untuk
mengalirkan getahnya dan malah memproduksi insulin dan
glukagon ke dalam aliran darah (Kusnanto, 2016).
Ada 1-2 juta pulau Langerhans di pankreas manusia, masing-
masing hanya berukuran 0,3 mm dan didistribusikan di sekitar
saluran darah kapiler. Pulau Langerhans adalah rumah bagi berbagai
jenis sel, termasuk sel-sel alfa, beta, dan delta, serta sel-sel yang
mensintesis samatostatin. Hormon yang diproduksi oleh beberapa sel
dalam pankreas endokrin yang berbeda, serta hormon yang
diproduksi oleh usus halus, berperan penting untuk homeostasis
glukosa dalam tubuh (Maria, 2021).
1) Hormon
Pankreas endokrin menghasilkan hormon yang
dibutuhkan untuk metabolism dan pemanfaatan selular
karbohidrat, protein dan lemak. Sel yang memproduksi hormone
ini berkumpul dalam sekelompok sel yang dikenal dengan islet
Langerhans. Islet ini terdiri dari tiga tipe sel yang berbeda
diantaranya;
a) Sel α (alfa) yang menghasilkan hormon glukagon yang
menstimulasi pemecahan glikogen di hati, serta pemecahan
lemak di hati dan jaringan adipose. Fungsi dari hormon
glukagon adalah menurunkan oksidasi glukosa darah.
melalui pemecahan glikogen hati (glikogenolisis) dan
pembentukan glukosa dari lemak dan protein
(gluconeogenesis). Glukagon ini berfungsi untuk mencegah
penurunan kadar glukosa darah dibawah kadar tertentu
ketika tubuh berpuasa atau diantara waktu makan.
Glukagon biasanya dipicu apabila kadar glukosa darah
turun dibawah 70 mg/dl (Maria, 2021).
b) Sel β (beta) menghasilkan hormone insulin, yang
melancarkan pergerakan glukosa darah menembus

8
membran sel yang dapat mengurangi glukosa darah. insulin
mencegah kelebihan pemecahan glikogen dalam hati dan
otot. Setelah sekresi oleh sel beta, insulin masuk ke sirkulasi
porta, menuju langsung ke hati, dan akhirnya dilepaskan ke
dalam sirkulasi umum. sekresi insulin dikendalikan oleh
kadar glukosa darah. Ketika kadar gula darah naik, sekresi
insulin naik, dan ketika kadar glukosa darah turun, sekresi
insulin berkurang. Ketika seseorang memakan-makanan
kadar insulin mulai naik dalam hitungan menit dan
mencapai puncak dalam 3 – 5 menit dan kembali ke nilai
dasar dalam 2 – 3 jam. Amilin merupakan hormon pengatur
glukosa yang juga disekresikan oleh sel beta bersama
insulin mempengaruhi tingkat glukosa paska prandial
(sesudah makan) (Maria, 2021).
c) Sel delta menghasilkan somatostatin, yang bekerja dalam
pulau Langerhans yang beerfungsi untuk menghambat
produksi glucagon dan insulin. Selain dapat memperlambat
motilitas pencernaan, yang memungkinkan lebih banyak
waktu bagi absorpsi makanan (Maria, 2021).
Lain daripada itu usus halus juga menghasilkan hormon
yang dapat menurunkan glukosa darah setelah asupan makanan.
Glukagon meningkatkan konversi glikogen ke glukosa di hati
(proses ini disebut glikogenolisis, yang berarti pemecahan glikogen).
Tingkatkan konversi asam lemak dan amino menjadi karbohidrat
sederhana yang dapat digunakan dalam respon respirasi sel.
Tindakan glukagon pada umumnya adalah untuk meningkatkan
kadar glukosa darah dan memungkinkan segala bentuk makanan
dapat dimanfaatkan untuk produksi energi. (Maria, 2021).
2) Insulin
Meskipun insulin tidak diperlukan untuk pengambilan
glukosa di otak, hati, atau ginjal, insulin meningkatkan transfer

9
glukosa darah ke sel dengan meningkatkan permeabilitas
glukosa membran sel. Insulin memfasilitasi penyerapan asam
amino dan asam lemak oleh sel untuk digunakan dalam sintesis
lemak dan protein (bukan untuk produksi energi). Insulin, bila
dikombinasikan dengan glukosa darah, dapat menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan penggunaan glukosa untuk
produksi energi (Kusnanto, 2016).
Insulin adalah hormon yang dihasilkan pankreas. Insulin
memiliki tiga fungsi, memungkinkan glukosa untuk memasuki
sel dan menghasilkan energi, itu menekan penciptaan gula dan
otot yang rusak, dan mencegah larutan lemak digunakan sebagai
sumber energi. Biasanya, pankreas melepaskan jumlah insulin
sederhana sepanjang hari. Insulin tidak tersedia pada penderita
dengan diabetes melitus. Karena pankreas tidak dapat membuat
insulin, tubuh tidak dapat memperoleh energi, yang dapat
merusak tubuh. (Maghfuri, 2016).
Tabel 2.1. Hormon Pankres

Hormon Fungsi Pengaturan Sekresi


Glukagon 1. Meningkatkan Hipoglikemia
pengubahan glikogen
menjadi glukosa dalam
hati.
2. meningkatkan jumlah
asam amino dan asam
lemak yang dikonsumsi
sebagai sumber energi.
Insulin 1. Meningkatkan Hiperglikemia
transportasi glukosa ke
sel dengan
hiperglikemia dan

10
pemanfaatan untuk
produksi energi.
2. Meningkatkan tingkat
di mana glukosa
dikonversi menjadi
glikogen di hati dan
otot.
3. Dalam reaksi sintesis,
tingkatkan perpindahan
asam amino dan asam
lemak menjadi sel dan
efusi.

3) Homeostasis Glukosa Darah


Keseluruhan jaringann dan organ tubuh manusia
membutuhkan suplai glukosa yang konstan, walaupun tidak
semua memerlukan insulin untuk pengambilan glukosa, untuk
mengirimkan glukosa ke dalam sel-selnya. Otak, hati, usus, dan
tubulus ginjal tidak memerlukan insulin (Maria, 2021).
Glukosa darah normal dipertahankan pada orang dengan
status kesehatan baik, terutama melalui kinerja insuli dan
glukagon. Terjadinya peningkatan kadar glukosa darah, asam
amino, asam lemak dapat menstimulus ketika sel otot jantung,
otot rangka, dan jaringan adiposa mengambil glukosa, kadar
nutrisi dalam plasma turun, menekan impuls untuk membuat
insulin. Apabila glukosa darah turun, glukagon dilepaskan untuk
meningkatkan keluaran glukosa dalam hati, yang dapat
meningkatkan kadar glukosa darah (Maria, 2021).

11
b. Fisiologi Pankreas
Karena melakukan aktivitas eksokrin dan endokrin, pankreas
disebut sebagai organ ganda. Kelenjar eksokrin menghasilkan
kombinasi enzim yang dapat menghidrolisis protein, lipid, dan
karbohidrat, sedangkan kelenjar endokrin menghasilkan insulin dan
glukagon, yang keduanya penting dalam metabolisme glukosa
(Suyono et al., 2018).
Glukosa, hormon yang diproduksi oleh sel-sel tubuh,
didistribusikan di area tertentu. Insulin, yang menurunkan kadar
glukosa darah, dan glukagon, yang meningkatkan kadar glukosa
darah, dipisahkan menjadi dua jenis.
Fisiologi Insulin: Karena hubungan erat antara berbagai jenis
sel di Langerhans, pengaturan yang secara langsung mempengaruhi
sekresi beberapa hormon lain, seperti insulin penghambat sekresi
glukagon, sekresi glukagon penghambat somatostatin, dan insulin
yang memproduksi insulin, telah berkembang:
1) Garam NaHCO3 : Membuat suasana basa
2) Karbohidrase : Amilase ubah amilum menjadi maltosa
3) Dikarbohidrase : amaltase ubah maltosa menjadi 2 glukosa
4) Sukrase ubah sukrosa menjadi 1 glukosa + 1 fruktosa
5) Laktase ubah laktosa menjadi 1 glukosa + 1 galaktosa
6) lipase mengubah lipid menjadi asam lemak + gliserol.
7) enzim entrokinase mengubah tripsinogen → tripsin dan ubah
pepton → asam amino.
Organ endokrin yang mengeluarkan insulin, salah satu
hormon antidiabetes yang digunakan untuk mengobati diabetes,
adalah kepulauan Langerhans. Insulin adalah protein yang dapat
terlibat dalam enzim pencernaan protein, karenanya dikelola melalui
injeksi subkutan bukan melalui mulut. (Suyono et al., 2018).

12
2. Tinjauan Diabetes Melitus
a. Definis Diabetes Melitus
Diabetes Melitus adalah kumpulan gangguan metabolisme
yang memengaruhi metabolisme glukosa, lipid, dan protein, ditandai
dengan sering buang air kecil, kelaparan, dan kelelahan.Termasuk
dengan ketidakmampuan organ pankreas memproduksi insulin
(hormon yang mengatur glukosa dalam darah) ataupun kurangnya
produksi insulin yang dihasilkan oleh tubuh sehingga kadar gula
dalam darah tidak terkontrol (WHO, 2019).
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kondisi yang ditandai
dengan hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) yang menetap dan
bervariasi, terutama setelah makan. Diabainein berarti "tembus atau
transparan" dalam bahasa Yunani, sedangkan Mellitus berarti "rasa
manis" dalam bahasa Latin (Maulana, 2015).
b. Penyebab Diabetes Melitus
1) Diabetes Melitus tipe 1 (Insulin Dependent)
Sistem kekebalan menyerang sel-sel penghasil insulin di
pankreas, yang mengakibatkan diabetes tipe 1. Akibatnya, tubuh
menghasilkan sangat sedikit atau tidak sama sekali. Meskipun
penyebab spesifik dari proses berbahaya ini tidak diketahui, ada
kemungkinan bahwa hal itu disebabkan oleh campuran
sensitivitas dari faktor keturunan (sebagai hasil dari sejumlah
besar gen) dan lingkungan menjadi pemicu, seperti infeksi virus,
memulai reaksi autoimun. Racun atau beberapa faktor makanan
juga telah terlibat kondisi dapat berkembang Diabetes tipe 1
mempengaruhi orang dari segala usia, sementara itu lebih umum
pada anak-anak dan remaja. Diabetes tipe 1 adalah salah satu
penyakit kronis yang paling sering terjadi pada anak-anak,
meskipun diabetes tipe 2 juga terjadi pada anak-anak yang lebih
besar dan meningkat seiring dengan kelebihan berat badan dan
obesitas pada masa kanak-kanak (WHO, 2019).

13
2) Diabetes Melitus tipe 2 (non insulin dependent)
a) Obesitas (berat badan badan berlebihan)
Obesitas mengurangi jumlah reseptor insulin dalam
sel, otot rangka dan jaringan adiposa, serta mengganggu
kemampuan sel beta untuk menghilangkan insulin.
(Girsang, 2019).
b) Faktor Lingkungan
Lingkungan juga dapat meningkatkan risiko diabetes
tipe 2, yang terjadi ketika seseorang bergerak dari pedesaan
ke perkotaan atau urbanisasi, mengakibatkan perubahan
gaya hidup (Betteng & Mayulu, 2020).
c) Makanan
Makanan dan minuman manis dapat meningkatkan
kadar glukosa dalam darah, dan meningkatkan risiko
diabetes tipe 2.
d) Gaya Hidup
Sidartawan Soegondo, seorang ahli diabetes,
mengklaim bahwa gaya hidup yang tidak sehat, khususnya
aktivitas fisik, adalah menyalahkan kenaikan jumlah orang
dengan kadar gula darah tinggi. Obesitas mudah disebabkan
oleh gaya hidup seperti itu. Peluang memiliki diabetes
meningkat ketika orang menambah berat badan.
e) Aktivitas Fisik
Kadar gula darah dapat dikelola melalui aktivitas
fisik. Ketika glukosa hadir dalam ruang fisik, itu akan
ditransformasikan menjadi energi. Kadar insulin naik
sebagai akibat dari kurangnya aktivitas fisik, dan menurun
karena aktivitas fisik yang baik.
f) Faktor Usia
Penambahan usia dapat mempengaruhi penurunan
dalam banyak sistem fisiologis, termasuk sistem endokrin,

14
usia juga merupakan penyebab diabetes melitus. Selain itu,
ketika orang menjadi lebih tua, mereka mengembangkan
resistensi insulin, menghasilkan kadar gula darah yang tidak
stabil.
3) Diabetes Melitus Gestasional
Resistensi insulin yang dimediasi oleh hormon seperti
prolaktin, progesteron, estradiol, dan hormon plasenta diduga
menyebabkan diabetes jenis ini berkembang selama kehamilan.
Diabetes selama kehamilan mungkin memiliki dampak
berbahaya pada bayi dalam kandungan. Abnormalitas bawaan,
berat bayi yang lebih tinggi saat lahir, dan peningkatan risiko
kematian perinatal adalah semua hasil yang mungkin terjadi.
(WHO, 2019).
4) Diabetes Tipe Lain
a) Pengunaan obat-obatan atau bahan kimia seperti obat
antihipertensi atau antikolesterol
b) Kerusakan pada organ pankreas
c) Penderita polycystic ovary sindrome (PCOS)
d) Kurang gizi
e) Infeksi (Kurniawaty & Yanita, 2016).
c. Gejala Klinis Diabetes Melitus
Poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus),
polifagia (sering lapar), dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan merupakan indikasi diabetes melitus. Gejala lain
penderita DM antara lain kelemahan dan kekurangan energi, tangan
dan kaki kesemutan, gatal-gatal, peningkatan risiko infeksi bakteri
atau jamur, kesulitan menyembuhkan luka, dan penglihatan kabur.
Di sisi lain, pasien diabetes tidak selalu menunjukkan gejala .
(Febrinasari et.al., 2020).

15
d. Pemeriksaan Penunjang Diabetes melitus
Rekomendasi kriteria diagnosa untuk diabetes dan
hiperglikemia menurut WHO (2016) dalam buku Global Report on
Diabetes.
Tabel 2. 2. Kriteria diagnosa untuk diabetes dan
hiperglikemia menurut WHO (2016)

Diabetes
Glukosa Plasma Puasa ≥ 7.0 mmol/L (126 mg/dl)
Glukosa Plasma 2 jam* atau
HbA1c ≥ 7.0 mmol/L (200 mg/dl)
atau
≥ 6.5 %
Toleransi Glukosa Terganggu
Glukosa Plasma Puasa < 7.0 mmol/L (126mg/dl)
glukosa plasma 2 jam * ≥ 7.8 sampai < 11.1 mmol/dl
(140 mg/dl sampai 200
mg/dl)
Glukosa Puasa Terganggu
Glukosa Plasma Puasa 6.1 sampai 6.9 mmol/L (100
mg/dl sampai 125 mg/dl)
Dan apabila diukur
Glukosa Plasma 2 jam * < 7.8 mmol/L (140 mg/dl)
Diabetes Gestasional
Glukosa Plasma Puasa 5.1 sampai 6.9 mmol/L (110
mg/dl sampai 125 mg/dl.
Glukosa Plasma 1 jam** ≥ 10.0 mmol/L (180 mg/dl).
Glukosa Plasma 2 jam 8.5 sampai 11.0 mmol/L (153
mg/dl sampai 199 mg/dl).
Keterangan:

16
1) Glukosa plasma vena 2 jam setelah konsumsi 75 g
bebanglukosa oral
2) Glukosa plasma vena 1 jam setelah konsumsi beban
glukosa oral 75 g
Tabel 2. 3. Kriteria Dignostik Diabetes Berdasarkan ADA (2013)

(Tandra, 2018)

Pemeriksaan Pre diabetes Diabetes

HbA1c 5.7-6.4 % ≥6.5%

GDP 100-125 (Impaired ≥ 126 mg/dl


Fasting Glucose/IFT)
OGTT 140-200 (Impaired ≥ 200 mg/dl
Glucose Tolerance/IGT)
Random plasma ≥ 200 mg/dl
glucose
Menurut KEMENKES (2020) Pengukuran kadar gula darah
digunakan untuk memonitor diabetes mellitus. Analisis enzimatik plasma
darah vena adalah tes yang disukai. Adapun kriteria penegakan diagnosis
diabetes melitus adalah:

17
Tabel 2. 4. Kriteria Diabetes, PreDiabetes, Normal Menurut KEMENKES
(2020)

Kriteria HbA1c (%) Glukosa Darah Glukosa Plasma 2


Puasa (mg/dl) jam setelah
TTGO (mg/dl)
Diabetes ≥ 6.5 ≥ 126 ≥ 200
PreDiabetes 5.7 s/d 6.4 100 – 125 140 – 199
Normal < 5.7 < 100 < 140

Adapun tabel pengukuran dignosis yang direkomendasikan oleh


PERKENI yaitu:
Tabel 2. 5. Kriteria Diabetes, PreDiabetes, Normal menurut
PERKENI (2019)

HbA1c (%) Glukosa Darah Glukosa Plasma 2


Puasa (mg/dl) jam setelah TTGO
(mg/dl)
Diabetes ≥ 6.5 ≥ 126 ≥ 200
Pre-Diabetes 5.7 s/d 6.4 100 – 125 140 – 199
Normal < 5.7 70 – 99 70 – 139
Penentuan diagnosa diabetes yaitu dengan pemeriksaan gula
darah antara lain:
1) Gula darah puasa (GDP) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk
DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau >140
mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140 mg/dl.
2) Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk
skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik.
3) Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
4) Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1
½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.

18
5) Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan apabila TTGO
yang merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan
gastrointestinal yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
6) Evaluasi Toleransi Jika TTGO tidak berguna, kortison Glukosa
dipekerjakan. Pada pasien yang diantisipasi menderita diabetes
mellitus, kortison menghasilkan peningkatan kadar glukosa yang
menyimpang dan penurunan penggunaan gula darah perifer. Hasil
140 mg / dL pada akhir dua jam dianggap positif. (Riyadi &
Sukarmin, 2008).

Tabel 2. 6. Glukosa Darah Normal, IFG, IGT, dan Diabetes

Kadar Glukosa Darah Mg/dl Mmol/l HbA1c


Normal ≤ 5.6%
Puasa <100 <5.6
2 Jam Sesudah makan <140 <7.8
Impaired Fasting Glucose (IFG) 5.7-6.4%
Puasa ≥100& < 126 ≥ 5.6 & <7.0
2 jam sesudah makan <140 <7.8
Impaired Glucose Tolerance 5.7-6.4%
(IGT) ≥126 ≤7.0
Puasa ≥140& < 200 ≥7.8& < 11.1
2 jam sesudah makan
Diabetes Melitus ≥6.5%
Puasa ≥126 >7.0
2 jam sesudah makan ≥200 ≥11.1

19
e. Komplikasi
Diabetes melitus dapat menyebabkan beberapa komplikasi atau
selalu berdampingan oleh beberapa penyakit bagi penderitanya baik
itu akut maupun kronis (Okur, Karantas, & Siafaka, 2017).
1) Akut
Terdapat 3 kimlikasi diabetes meltus akut yaitu:
a) Hipoglikemik
Hipoglikemia adalah suatu kondisi di mana tubuh
memproduksi terlalu banyak insulin, mengonsumsi terlalu
banyak obat penurun gula darah, dan makan terlalu larut
b) Ketosiadosis diabetik (KAD)
Karena kenaikan kadar gula darah, tingkat keadaan
darurat medis sangat tinggi. Ketika tubuh tidak dapat lagi
menggunakan glukosa sebagai sumber energi, ia mulai
memecah lemak dan menghasilkan keton sebagai
penggantinya.
c) Hyperosmolar hyperglycemic state (HHS)
Kondisi ini merupakan salah satu keadaan darurat
yang dikaitkan dengan kehausan ekstrem, kejang, pincang,
dan kehilangan kesadaran/koma. Gejala HHS memiliki
tingkat kematian 20% karena kenaikan cepat kadar gula
darah pada saat tertentu.
2) Kronis
Komplikasi Kronis atau biasa dikenal dengan komplikasi
jangka panjang terjadi secara bertahap dan ketika diabetes
melitus tidak dikendalikan dengan baik(Febrinasari et al., 2020).
a) Gangguan mata (retinopati diabetik)
Kondisi ini terjadi ketika kadar gula darah tinggi yang
kemudian merusak pembuluh darah di retina yang dapat
menyebabkan kebutaan.
b) Kerusakan ginjal (nefropati diabetik)

20
Nefropati diabetes adalah istilah untuk kerusakan
ginjal yang disebabkan oleh diabetes. Jika tidak
diperlakukan dengan baik, penyakit ini mungkin
menyebabkan kematian. Pasien dengan gagal ginjal harus
menjalani dialisis darah rutin atau transplantasi ginjal.
c) Kerusakan saraf (neuropati diabetik)
Diabetes Melitus juga menimbulkan kekacauan pada
saraf tubuh, terutama di kaki. Penyakit ini berkembang
sebagai akibat cedera saraf yang disebabkan oleh kadar gula
darah tinggi serta penurunan suplai darah menuju saraf.
d) Masalah kaki dan kulit
Kerusakan pada pembuluh darah dan saraf, serta
kurangnya aliran darah ke kaki, menghasilkan kondisi ini,
yang sering terjadi pada penderita diabetes. Jika kaki
diabetes tidak diobati, mereka bisa menjadi sangat
menyakitkan, dan pemulihannya bisa sulit.
e) Penyakit kardiovaskuler
Pembuluh darah arteri dapat rusak oleh kadar gula
darah yang tinggi, sehingga mengakibatkan sirkulasi darah
yang buruk ke seluruh tubuh, termasuk jantung.

3. Tinjauan Umum Kontrol Glikemik Pada Penderita Diabetes Melitus


a. Definisi Kontrol glikemik
Mengontrol kadar gula darah merupakan elemen penting
dalam mengelola diabetes. Kadar gula darah dijaga dalam kisaran
normal dengan kontrol gula darah yang baik untuk menghindari
hiperglikemia dan hipoglikemia. Tingkat manajemen diabetes dapat
ditingkatkan dengan mengikuti kontrol gula darah. Kadar gula
darah dapat digunakan untuk memantau diabetes (Nuari, 2017).
Glukosa darah puasa harus diperiksa untuk diabetes pada
pengobatan farmakologis, sedangkan pada terapi insulin harus

21
memeriksa kadar glukosa lebih teratur, seperti sebelum makan.
Pemantauan harus dilakukan lebih sering jika pasien sakit (Tandra,
2018).
b. Cara Pengukuran Kontrol Glikemik
Kontrol glikemik dapat diukur dengan menggunakan tes darah
(Penilaian kontrol glikemik jangka panjang dan pendek) dan juga
dapat diukur mandiri oleh penderita diabetes melitus dengan
menggunakan glucometer (penilaian kontrol glikemik jangka
pendek), serta cara lain untuk mengukur HbA1c, yang memberikan
estimasi untuk pasien dengan diabetes mellitus mengenai kontrol
glikemik mereka selama 1-3 bulan, dapat digunakan untuk menilai
kontrol glikemik jangka panjang. Tes kontrol glikemik ini digunakan
untuk menilai kadar glukosa darah untuk menentukan metabolisme
glukosa. (ADA, 2020).

22
Tabel 2. 7. Kontrol Glikemik

Parameter Sasaran
IMT (kg/m 2) 18,5 – 22,9
Tekanan darah sistolik (mmHg) < 140
Tekanan darah diastolik(mmHg) < 90
HbA1c (%) <7
Glukosa darah prapandial kapiler 80 – 130
(mg/m2)
Glukosa darah 2 jam PP kapiler <180
(mg/m2)
Kolestrol LDL (mg/dl) <100 atau <70 bila resiko KV
sangat tinggi
Trigliserida (mg/dL) <150
Kolestrol HDL (mg/dL) Laki-laki: >40; Perempuan:
>50.
Apo-B (mg/dL) < 90
4. Tinjauan Umum Kepatuhan Pengobatan Pada Pasien Diabetes
Melitus
a. Definisi Kepatuhan Pengobatan
Mokolomban et al. (2018) menyebutkan bahwa kepatuhan
pasien terhadap pengobatan sangat penting untuk kemanjuran terapi
dalam menjaga kadar glukosa darah dalam kisaran normal.
Perubahan perilaku sebagai respons terhadap arah yang diberikan
oleh dokter dalam bentuk terapi olahraga, diet, pengobatan, dan
kontrol penyakit, dalam (Yulianti & Anggraini, 2020).
Salah satu faktor yang menentukan dalam keberhasilan terapi
pasien diabetes melitus adalah kepatuhan pengobatan.
Ketidakpatuhan dengan pengobatan dapat mengakibatkan pasien
yang kehilangan manfaat terapi, serta kemunduran penyakit dan
kegagalan progresif untuk mengendalikan kadar gula darah mereka

23
dan jika situasi ini berlangsung lama, maka dapat menimbulkan
keparahan penyakit baik dari makrovaskuler maupun mikrovaskuler
(Saibi et al., 2020).
b. Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien
Dalam Pengobatan
1) Faktor Pendidikan
Faktor pendidikan juga sangat berpengaruh dalam
pengobatan, hal ini dikarenakan pasien akan lebih memahami
informasi yang ditawarkan oleh dokter mengenai terapi
pengobatan.
2) Faktor Pekerjaan
Hal ini disebabkan adanya jadwal kerja yang sangat padat,
yang menyebabkan pengambilan obat atau kontrol terapi
dilupakan, mengakibatkan jadwal pengobatan yang tidak
mengikuti instruksi dokter
3) Faktor durasi atau lamanya penyakit diabetes melitus
Lamanya penyakit akan mempengaruhi pasien dalam
kepatuhan pengobatannya karena kebanyakan pasien yang sudah
menderita penyakit kronis ini cenderung menyepelekan
penyakitnya dan keataatan dalam pengobatannya menurun.
4) Faktor ekonomi
Ekonomi juga merupakan salah satu sebab pasien tidak
patuh dalam pengobatannya karena keterbatasan ekonomi
mengakibatkan pasien cenderung jarang memeriksakan dirinya
di pelayanan kesehatan dan lebih memilih pengobatan herbal
yang lebih murah karena mahalnya biaya pengobatan.
5) Faktor penggunaan jaminan kesehatan
Biaya medis substansial yang terkait dengan pasien
diabetes melitus masih menjadi salah satu faktor utama dalam
mencegah kepatuhan pengobatan yang optimal, (Kemenkes RI,
2014) dalam (Ainni, 2017).

24
c. Obat-obatan untuk pasien Diabetes Melitus
1) Metformin
Metformin adalah obat penurun resistensi insulin yang
meningkatkan aktivitas insulin dalam tubuh. Ketika perubahan
gaya hidup dan pola makan tidak mengakibatkan penurunan
kadar gula darah, metformin menjadi obat pilihan bagi penderita
diabetes mellitus tipe 2
Metformin memiliki keuntungan tidak meningkatkan berat
badan, sehingga sering diberikan pada penderita obesitas dengan
diabetes tipe 2. Obat ini juga memiliki efek kecil pada kolesterol
dan trigliserida. Metformin biasanya diminum setelah makan
dua sampai tiga kali sehari(Tandra, 2018).
Efek samping dari penggunaan obat metformin yaitu:
a) Gangguan pencernaan
b) Nafsu makan menurun
c) Mual, muntah
d) Kembung, sebah, atau nyeri perut
e) Diare
f) Pada beberapa penderita dilaporkan bisa menimbukan ruam
atau bintik-bintik dikulit.
2) Sulfonylurea
Sulfonylurea adalah suplemen OAD yang kuat. Obat ini
merupakan alternatif, menurut National Institute for Health and
Clinical Excellence (Nice), jika OAD Grup Metformin tidak
dapat digunakan dan pasien tidak mengalami obesitas. Obat ini
mendorong sel beta pankreas untuk membuat lebih banyak
insulin. (Tandra, 2018).
Obat yang termasuk golongan Sulfonylurea ini antara lain:
a) Chlorpropamide
b) Glibenclamide atau glyburide
c) Gliquidone

25
d) Gliclazide
e) Glipizide
f) Glimepiride
Hipoglikemia dapat menjadi efek samping dari obat-obatan
sulfonylurea, terutama jika mereka digunakan dalam 3-4 bulan
pertama perawatan ketika pasien mulai berolahraga dan minum
obat. Jika fungsi ginjal atau hati terganggu, dosis harus
disesuaikan karena hipoglikemia lebih mungkin terjadi.
Demikian pula penggunaan pada orang berusia lanjut, gula
darah tidak terkontrol sehingga pasien tidak sadar dan
dikira terkena stroke (Tandra, 2018).
3) Alpha-Glucosidase Inhibitors
Kelompok obat ini mempengaruhi enzim yang bertanggung
jawab untuk pencernaan karbohidrat di usus. Akibatnya,
kemampuan usus untuk memecah karbohidrat dalam gula atau
karbohidrat berkurang. Penyerapan gula dalam darah melambat
sebagai akibat dari obat ini, dan kadar gula darah tidak naik
terlalu cepat setelah makan.
Salah satu contohnya adalah kelas obat ini, yang meliputi
acarbose dan miglitol. Acarbose, juga dikenal sebagai Glucobay,
hadir dalam dosis 50 mg dan 10 mg dan dikonsumsi bersama
makanan untuk menurunkan kadar gula darah.
Efek samping obat umumnya aman dan efektif, meskipun
ada beberapa yang bisa mengganggu, seperti perut kembung,
banyak gas, dan bahkan diare. Keluhan paling umum selama
dimulainya penggunaan obat, dan mereka dapat secara progresif
berkurang. Ini dapat menyebabkan hipoglikemia bila digunakan
bersamaan dengan injeksi insulin atau pil sulfonyleurea. Jika
efek samping ini berkembang, disarankan agar Anda minum
susu atau suntik gula karena acarbose menghambat penyerapan
gula atau buah manis. (Tandra, 2018).

26
4) Meglitinides
Meskipun susunan kimiawi obat ini berbeda dengan
sulfonilurea, mekanisme kerjanya sama. Obat ini menyebabkan
pankreas melepaskan insulin dengan cepat dan dalam waktu
singkat. Obat ini harus diberikan 15-30 menit sebelum makan
karena sifatnya yang cepat dan sementara.
Hipoglikemia adalah efek samping yang lebih jarang terjadi
pada obat ini dibandingkan dengan obat sulfonilurea karena
stimulasi insulin hanya terjadi ketika gula darah tinggi.
Resistensi insulin dapat diperburuk oleh kenaikan berat badan
yang disebabkan oleh obat ini.
5) Thiazolidinediones
Obat ini bermanfaat bagi penderita diabetes tipe 2 dan
resistensi insulin karena berfungsi lebih baik, memungkinkan
lebih banyak gula darah mencapai sel dan menurunkan kadar
gula darah. Selanjutnya, obat ini dapat mengurangi jumlah gula
yang diproduksi oleh hati.
Pembengkakan, penambahan berat badan, dan kelelahan
adalah beberapa efek samping negatif obat. Meskipun penyakit
hati merupakan efek samping yang jarang terjadi, penting untuk
memantau fungsi hati, terutama selama tahun pertama
penggunaan obat ini. Keluhan gangguan hati yang mungkin
muncul antara lain:
a) Mual muntah
b) Nyeri perut
c) Rasa capek
d) Warna urine kuning tua
e) Warna kulit kuning
6) Dipeptidyl peptidase 4 (DDP-4) inhibitors (gliptins)
Obat ini bekerja mengaktifkan hormon incretin,
menghambat pemecahan hormone GLP-1, dengan demikian

27
akan merangsang kerja sel beta di pankreas untuk memproduksi
insulin, menekan produksi glukagon serta pengeluaran gula oleh
hati.
7) Glucagon-like peptide 1 (GLP-1) Analogues
Hormon GLP-1 merangsang produksi insulin dan
menghambat pengeluaran gula oleh hati sehingga kadar gula
darah bisa turun. Hormon ini bekerja dengan baik apabila
pankreas masih berfungsi membentuk insulin metabolisme
hormon ini cepat, tidak dapat diberikan secara oral, tetapi perlu
dengan suntikan Iv atau dengan pompa insulin.
8) Amylin Analogues (Pramlintide Acetate)
Pamlintide acatate atau symlin adalah hormon sintesis yang
serupa dengan hormon amylin (amylinomimetics), suatu hormon
yang juga diproduksi oleh sel beta pankreas. Pemberian hormon
sintetis ini akan menghambat produksi glukagon dan
menyebabkan efek seperti insulin dengan penurunan gula darah
(Tandra, 2018).
9) Serum-Glucose Transporter 2 (SGLT2) Inhibitors (Glifozins).
Obat terbaru ini memberi harapan dalam pengobatan
diabetes. SGLT2 inhibitor digunakan untuk pasien diabetes tipe
2, membuang gula lewat urine. Akibatnya, gula darah bisa turun,
dan jumlah kalori pun ikut terbuang. Keuntungan pemakaian
obat ini adalah berat badan bisa turun. Namun, karena banyak
gula keluar melalui saluran kemih, kemungkinan bisa timbul
infeksi saluran kencing dan infeksi di kulit daerah kemaluan.
d. Cara Meningkatkan Kepatuhan Pengobatan Penderita Diabetes
Melitus
Interplay antara lingkungan sosial, pasien, dan penyedia
layanan kesehatan menghasilkan peningkatan kepatuhan pengobatan
pada pasien diabetes. Meningkatkan keterampilan komunikasi antara
pasien dan profesional perawatan kesehatan atau dokter adalah salah

28
satu strategi untuk meningkatkan Kepatuhan pengobatan pada pasien
diabetes dapat ditingkatkan dengan memberi pasien informasi yang
akurat tentang penyakit dan pilihan perawatan mereka, serta
melibatkan lingkungan sosial dan teknik perilaku. Manajemen diri,
pengingat, penguatan, pengawasan, intervensi pendidikan, dan
pemantauan diri, serta lingkungan sosial adalah beberapa taktik
perilaku yang digunakan di sini (Oktadiansyah & Yulia, 2014).

5. Tinjauan Umum Hospital Readmission Pada Penderita Diabetes


Melitus
a. Pengertian Hospital Readmission
Hospital Readmission merupakan periode masuk kembali atau
perawatan kembali ke rumah sakit dalam kurun waktu 30 hari
setelah dilakukan perawatan sebelumnya (Holscher et al., 2018).
Readmission menurut National Quality Forum America diartikan
sebagai terjadinya kunjungan pasien dengan kondisi gangguan pada
kesehatannya selama periode ≤ 30 hari dari rawat inap sebelumnya.
Batasan readmission dimaksud diatas seorang pasien dan telah
mendapatkan perawatan di rumah sakit yang sama ataupun berbeda
≤ 30 hari pada periode tertentu (Herdiana, 2021)
Perawatan yang dilakukan pada pasien yang masuk kembali
kerumah sakit, Durasi lama rawat rendah menunjukkan bahwa
pasien telah dapat kembali ke rumah untuk meningkatkan perawatan
medis atau bahkan meninggal di rumah sakit karena komplikasi
parah, sedangkan durasi lama rawat tinggi menunjukkan bahwa
pasien membutuhkan perawatan intensif atau menjalani perawatan di
bangsal waktu yang lama. Dengan demikian, lama rawatan rata-rata
penderita diabetes mellitus dengan komplikasi di masing-masing
daerah berbeda (Sugiarta & Darmita, 2018).
b. Jenis Hospital Readmission
1) Readmission direncanakan

29
Horwitz et al. (2011) membuat metode untuk mendeteksi
penerimaan kembali yang direncanakan (reamisi yang
direncanakan), yang menangkap klaim yang seharusnya dihitung
sebagai penerimaan kembali tetapi tidak. Misalnya, salah satu
dari beberapa CCS (Sistem Klasifikasi Klinis) yang tersedia
untuk mengobati kemoterapi yang memerlukan rawat inap.
Penerimaan kembali lainnya mungkin diperlukan karena alasan
medis, tetapi jarang terjadi, dan tidak ada cara yang dapat
diandalkan untuk mendeteksinya dalam data klaim administratif.
Kemoterapi pemeliharaan diharapkan dapat diterima secara luas
sekali lagi (Herdiana, 2021).
2) Readmission tidak direncanakan
Kejadian klinis akut atau konsekuensi yang membutuhkan
intervensi rumah sakit segera dikenal sebagai Readmission yang
tidak direncanakan. Frekuensi besar dari readmisi rumah sakit
yang tidak direncanakan dapat menunjukkan kualitas layanan
yang buruk, itulah sebabnya pengukuran kualitas adalah fokus
upaya untuk meningkatkan kualitas layanan. Menggunakan
status penyakit utama untuk menentukan apakah hospital
readmission akut atau tidak akut (Herdiana, 2021).

30
B. Kerangka Teori

Kontrol Glikemik

1. Pemeriksaan kadar
Glukosa Darah HbA1c
2. Pemeriksaan Glukosa
Darah Sewaktu (GDP)
Hospital Readmission
3. Pemeriksaan Kadar
Glukosa Darah Puasa hospital readmission
(GDP).
diartikan sebagai
4. Pemeriksaan Oral
Glucose Tolerance Test terjadinya kunjungan
(OGTT) pasien dengan kondisi
5. Pemeriksaan Random gangguan pada
Plasma Glukosa.
kesehatannya selama
(Tandra, 2018) periode ≤ 30 hari dari
rawat inap sebelumnya.

Kepatuhan Pengobatan
(Herdiana, 2021)
1. Faktor Pendidikan
2. Faktor Pekerjaan
3. Faktor durasi atau
lamanya penyakit
diabetes meltus
4. Faktor Ekonomi
5. Faktor Penggunaan
Jaminan Kesehatan
(Ainni, 2017)

Gambar 2.2. Kerangka Teori

31
Berdasarkan kerangka teori pada Gambar. 2. 2. diatas maka dapat
dilihat kejadian pasien diabetes melitus masuk kembali ke rumah sakit
(Hospital Readmission) dengan kondisi gangguan pada kesehatannya
selama periode ≤ 30 hari dari rawat inap sebelumnya ataupun faktor
resiko terjadinya komplikasi yang mengakibatkan pasien harus dirawat
dirumah sakit kembali dapat terjadi karena kurangnya kontrol glikemik
dari pasien itu sendiri, kemudian dilihat dari kepatuhan pengobatannya
salah satu yang menjadi penyebab masalah pada pasien dalam
kepatuhan pengobatannya yaitu faktor pendidikan, faktor pekerjaan,
faktor durasi atau lamanya penyakit diabetes melitus, faktor pengobatan
yang terlalu tinggi, kurangnya manajemen diri pasien serta keterlibatan
keluarga dalam pengawasan dan pemberian suport untuk pasien
penderita diabetes melitus juga sangat penting dalam meminimalisir
terjadinya hospital readmission.

32
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian


Berdasarkan tinjauan pustaka didapatkan variabel bebas (independen)
atau yang mempengaruhi yaitu Kontrol glikemk dan Kepatuhan pengobatan,
sedangkan variabel terikat (dependen) atau yang dipengaruhi yaitu pasien
diabetes melitus yang mengalami Hospital Readmission.
1. Variabel bebas kontrol glikemik dan kepatuhan pengobatan yaitu:
a. Ketidakmampuan atau kurangnya ketaatan dalam kontrol glikemik
agar tetap dalam kisaran normal baik itu kontrol glikemik yang dapat
diukur dengan menggunakan tes darah (Penilaian kontrol glikemik
jangka panjang dan pendek) ataupun juga dapat diukur mandiri oleh
penderita diabetes melitus dengan menggunakan glucometer.
b. Ketidakpatuhan dalam pengobatan pengobatan secara teratur,
kepatuhan terhadap makanan dan pola makan yang disarankan, dan
modifikasi gaya hidup berdasarkan saran medis.
2. Variabel terikat diabetes melitus dan Hospital Readmission
a. Kurangnya ketaatan Kontrol glikemik dan kepatuhan pengobatan
yang sesuai dengan anjuran layanan kesehatan atau dokter.

33
B. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Kontrol Glikemik
Kejadian Hospital
Readmission pada
Pasien Diabetes
Kepatuhan Melitus
Pengobatan

Gambar 3. 1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka konsep pada Gambar 3.1. diatas maka


bisa dilihat bahwasannya peneliti ingin melihat hubungan antara
variabel bebas Kontrol glikemik dan kepatuhan pengobatan dengan
variabel terikat kejadian hospital readmission pada pasien diabetes
melitus.

C. Definisi Operational dan Kriteria Objektif


Tabel 3.1. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Variabel Definisi
No Indikator Alat Ukur Skala Skor
Penelitian Operational
Variabel
Bebas
1. Kontrol Kontrol 1.Kurang Kuesioner Ordinal Sangat
Glikemik glikemik bila DSMQ sesuai: 3
merupakan nilai: 0- (Diabetes Sesuai: 2
suatu 6 Self Hampir
pengendalian 2.Baik Managem sesuai: 1
kadar gula bila en Tidak sesuai:
darah yang nilai: 7- Questionn 0
dilakukan 12 aire)
penderita (Fuadi,
diabetes 2018).

34
untuk
menjaga
kadar gula
darahnya
agar selalu
dalam
kisaran
normal.

Kepatuhan Kuesioner Ordinal Sangat


1. Kurang
2. Kepatuhan pengobatan sesuai: 3
bila nilai: DSMQ
Minum merupakan (Diabetes Sesuai: 2
0-7
Obat suatu Hampir
2. Baik bila Self
tindakan sesuai: 1
nilai: 8-15 Managem
pengobatan en Ordinal Tidak sesuai:
secara rutin Questionn 0
yang aire)
dilakukan
penderita
diabetes
melitus
untuk
meminimalis
ir
penyakitnya

35
D. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Hipotesis ini adalah hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa
dua atau lebih variabel memiliki hubungan, pengaruh, atau perbedaan
(Nursalam, 2017).
α = 0,05. Bila nilai P ≤ α, maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Artinya adanya Hubungan Kontrol Glikemik dengan Kepatuhan
Pengobatan terhadap kejadian Hospital Readmission pada pasien
Diabetes melitus.
2. Hipotesis Nol (Ho)
Hipotesis penelitian untuk pengukuran statistik dan interpretasi
hasil statistik adalah hipotesis ini. Hipotesis nol adalah hipotesis sebab
atau akibat yang mungkin sederhana atau komplek (Nursalam, 2017).
α = 0,05. Bila P > α, maka Ha ditolak, berarti data sampel tidak
mendukung adanya Hubungan Kontrol Glikemik dan Kepatuhan
Pengobatan dengan kejadian Hospital Readmission pada pasien Diabetes
Melitus.

36
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rencana Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dan
menggunakan metode analitik korelasional. Pendekatan penelitian ini
menggunakan metode korelasional dengan tujuan untuk mengetahui
keterkaitan antar variabel. Variabel independen dan dependen diidentifikasi
pada tingkat unit waktu, dalam suatu penelitian kuantitatif non-eksperimental
Ada beberapa kentungan menggunakan desain cross sectional antara lain:
1. Karena variabel bebas dan terikat diperiksa secara bersamaan selama
penelitian, maka lebih efisien dalam hal manajemen waktu
2. Karena penelitian ini dilakukan dalam waktu yang singkat, kemungkinan
drop out sampel lebih kecil
3. Dapat digunakan untuk meneliti banyak variabel sekaligus
Sedangkan untuk kelemahan penellitian Cross sectional itu sendiri yaitu:
1. Berdasarkan perjalanan waktu, tidak dapat membedakan keterkaitan
antara variabel independen dan dependen.
2. Penelitian cross-sectional, yang hanya efektif dalam keadaan langka
sebagai strategi studi, memerlukan sampel dalam jumlah besar, terutama
jika jumlah variabel yang dievaluasi sangat banyak.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu : 1 Juli – 1 Agustus 2021
Tempat Penelitian: RSUD Kota Makassar

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes
melitus di RSUD kota Makassar yang ditentukan oleh data awal rumah
sakit. Besar populasi untuk penelitian ini adalah 183 orang, yang
diperoleh dari bulan Januari sampai April tahun 2021

37
2. Sampel Penelitian
a. Besar Sampel
Terdapat beberapa rumus yang dapat digunakan dalam menentukan
besar sampel.(Nursalam, 2017)
N
n=
1+ N (d)²
Keterangan (untuk prediksi):
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Tingkat kesalahan yang dipilih 1% (d= 0,1)
Dengan menggunakan rumus diatas maka jumlah sampel
yaitu sebagai berikut.
N
n=
1+ N ( d) ²
183
n=
1+183(0,1) ²
183
n=
1+183(0,01)
183
¿
1+1,83
183
¿ =64,6=65
2,83
Jadi besar sampel dalam penelitian ini yaitu 65 responden
b. Sampling
Pengambilan sampel non-probabilitas (sampel non-acak)
digunakan dalam penelitian ini, yang berarti bahwa pemilihan
sampel tidak dilakukan secara acak. Individu dalam populasi
memiliki berbagai peluang untuk dipilih sebagai sampel ketika
pengambilan sampel non-probabilitas digunakan. Keadaan lain yang
telah disiapkan oleh peneliti dapat menyebabkan anggota populasi
terpilih menjadi sampel. (Nursalam, 2017).
Purposive sampling, sering dikenal sebagai penilaian
pengambilan sampel dalam sampling non-probability. Strategi

38
pemilihan sampel yang melibatkan pemilihan sampel dari populasi
berdasarkan kehendak peneliti (tujuan studi / tantangan), sehingga
sampel dapat mencerminkan fitur populasi yang dikenal sebelumnya
(Nursalam, 2017).
c. Kriteria Sampel
1) Kriteria Inklusi
a) Pasien yang menderita penyakit diabetes melitus yang
mengalami rawat inap berulang dalam kurun waktu ≤ 30
hari baik di rumah sakit yang sama maupun rumah sakit
berbeda.
b) Pasien yang berusia ≥ 20 tahun
c) Pasien yang bersedia menjadi responden dalam penelitian
2) Kriteria Eksklusi
a) Pasien yang tidak menderita diabetes melitus dan tidak
memiliki riwayat hospital readmission.
b) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden dalam
penelitian.

D. Alat atau Instrumen Penelitian


Lembar kuesioner dengan pertanyaan digunakan sebagai alat
pengumpulan data (instrumen) dalam penelitian ini. Kuesioner berisi
serangkaian pertanyaan yang berfungsi sebagai pedoman bagi responden
dalam menyampaikan tanggapan atau yang dihasilkan untuk mendapatkan
data yang peneliti butuhkan (Notoatmodjo, 2014).
Instrumen menggunakan diabetes self management questionnaire
(DSMQ) yang diadobsi dari Shcmitt, et al tahun 2013 dan diperbaiki struktur
kalimatnya oleh Fuadi (2018) untuk mengukur pengelolaan diabetes mandiri.
Kuesioner berbentuk skala likert. Skor penilaian sangat sesuai: 3, sesuai: 2,
hampir sesuai: 1, tidak sesuai: 0 (Fuadi, 2018).

E. Uji Instrumen Penelitian


1. Uji Validitas

39
Validasi suatu alat ukur merupakan suatu keharusan sebelum bisa
digunakan untuk suatu alat ukur. Validitas mengacu pada akurasi
pengukuran suatu instrumen; Suatu instrumen dianggap valid/benar jika
mengukur apa yang dirancang untuk diukur (Dharma, 2013).
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas
konstroke, yaitu semacam validitas yang menggambarkan sejauh mana
instrumen memuat soal-soal berdasarkan konstroke tertentu. Instrumen
disusun secara logis berdasarkan gagasan yang dikembangkan, seperti
yang ditunjukkan oleh validitas Konstroke. Instrumen dengan validasi
constroke dapat membedakan antara temuan nilai/pengukuran satu orang
dengan yang lainnya (Dharma, 2013).
Instrumen kuesioner DSMQ yang sudah dilakukan analisis uji
validitas dan reliabilitas menggunakan system computerize SPSS 24 for
window dengan degree of freedom 30-2 = 28 (r tabel = 0,374)
mendapatkan hasil dari 16 pernyataan terdapat 2 butir pernyataan tidak
valid yaitu pernyataan nomor 4 (r= -0,171) dan nomor 9 (r= -0,044),
tetapi karena substansi soal-soal tersebut dianggap penting, maka soal-
soal tersebut tidak dibuang namun diperbaiki struktur pernyataannya.
(Fuadi, 2018).
2. Uji Reliabilitas
Konsistensi temuan dari beberapa pengukuran atau pengamatan
yang dilakukan pada berbagai periode disebut sebagai reliabilitas. Pada
saat yang sama, alat dan metode untuk mengukur atau mengamati
memainkan peran penting (Nursalam, 2017). Hasil uji reliabilitas r alpha
cronbach’s 0,641 (r Alpha > 0.374) oleh karena itu kuesioner ini
dikatakan valid dan reliable (Fuadi, 2018).

F. Proses Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data menunjukkan berbagai pendekatan untuk
memperoleh data yang diperlukan untuk penelitian, termasuk;
1. Data Primer

40
Data yang diterima secara langsung dari responden penelitian
oleh peneliti yang memanfaatkan pengukuran atau teknologi
pengambilan data langsung dari subjek sebagai sumber informasi yang
dicari disebut sebagai data primer. Kuesioner digunakan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan secara tidak
langsung oleh peneliti, seperti melalui beberapa pihak ataupun
didapatkan dari pihak kedua. Data sekunder dalam penelitian ini
diperoleh dari rekam medis RSUD Makassar.
Strategi pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini untuk
memperoleh data. Responden diberikan pertanyaan/pernyataan tertulis
dengan pilihan jawaban ganda, kemudian diminta untuk mengisi atau
menawarkan jawaban atas setiap pertanyaan yang diajukan. Teknik
pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner ini adalah bagian dari
pengukuran, dengan bagian-bagian yang dikelompokkan secara
berurutan, dimulai dengan judul kuesioner, petunjuk pengisian,
pertanyaan tentang responden, dan beberapa pilihan jawaban dari
pertanyaan (Dharma, 2013).

G. Pengelolaan dan Analisa data


1. Langkah pengelolaan Data
Data yang terkumpul kemudian dilakukan editing yang merupakan
upaya memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh, setelah itu
dilakukan coding yang merupakan kegiatan memberikan kode numerik
(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori, untuk
selanjutnya dilakukan entry data ke SPSS (Statistic Program for Social
Science) kemudian data dianalisis deskriptif menggunakan Chi Square
dengan tujuan menganalisa dua variabel atau lebih dalam hal
mengetahui ada/tidaknya hubungan keterkaitan antara variabel tersebut.
Kemudian menggunakan Distribusi Frekuensi untuk mengetahui

41
karakteristik umum penderita diabetes serta distribusi frekuensi usia,
jenis kelamin, indeks massa tubuh, tingkat ketaatan kontrol glikemik,
tingkat kepatuhan pengobatan, dan status hospital readmission pada
pasien
2. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan program
komputerisasi SPSS 25 (Statistical Program For Social Science 25) untuk
melihat bagaimana frekuensi dan variabel didistribusikan.
a. Analisis Univariat
Pengujian hipotesis menggunakan analisis univariat. Analisis ini
menurut Notoatmodjo (2005) berfungsi untuk merangkum hasil
pengukuran menjadi informasi yang bermakna. (Donsu, 2016).
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat menggunakan uji statistik Chi Square.
Saat menggunakan program komputer untuk menganalisis data
(Lestari, dkk, 2019).

H. Etika Penelitian
1. Prinsip respect to autonomy
Menurut konsep ini, peneliti harus menghormati kebebasan atau
kemandirians responden dalam mengambil keputusan selama studi
kesehatan. Ide ini, menurut The Belmont Report, memiliki dua
perspektif, yaitu:
a) individu dianggap sebagai orang yang memiliki otonomi
b) orang dengan wewenang rendah harus mendapatkan perlidungan
2. Prinsip Promotion of justice
Asas kewajaran menyangkut kesetaraan dan kewajaran, dalam
hal memperoleh risiko dan manfaat penelitian, serta memiliki
kesempatan untuk berpartisipasi dan dituntut untuk berpartisipasi dalam
penelitian secara adil dan setara.
3. Prinsip Ensuring beneficence

42
Prinsip ini berarti bahwa penelitian yang dilakukan akan
bermanfaat bagi peserta dan masyarakat di mana dia dibentuk. Peserta
penelitian tidak hanya diberikan data, tetapi juga diberikan keuntungan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Prinsip Ensuring maleficience
Prinsip ini menyatakan bahwa peneliti harus melindungi peserta
dari kecelakaan atau kecelakaan dalam belajar, baik secara fisik
maupun psikis. Penilaian risiko akan dilakukan sebagai bagian dari
proses perencanaan penelitian.

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menggambarkan dan menjelaskan hasi penelitian mengenai hubungan


Kontrol Glikemik dan Kepatuhan Pengobatan dengan kejadian Hospital
Readmission pada pasien Diabetes Melitus di RSUD kota makassar yang
dilakukan bulan Juni sampai dengan Juli 2021, dengan responden dalam
penelitian ini berjumlah 65 orang.

43
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Analisa Univariat
Analisa univariat yaitu gambaran karakteristik responden yang
terdapat pada masing-masing variabel yang diteliti, terdiri atas umur,
jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan terakhir, pekerjaan, lama
menderita DM, penggunaan asuransi kesehatan, penggunaan insulin,
status ekonomi, readmisi, kontrol glikemik, dan kepatuhan pengobatan.

Tabel 5. 1.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Di
RSUD Kota Makassar Juni-Juli 2021 (n=65)

Karakteristik n %

Umur
40-50 Tahun 12 18.5
51-60 Tahun 34 52.3
61-70 Tahun 15 23.1
>71 Tahun 4 6.2
Jenis Kelamin
Laki-Laki 36 55.4
Perempuan 29 44.6
Status Perkawinan
Menikah 64 98.5
Belum Menikah 1 51.5
Pendidikan Terakhir
SD/Sederajat 7 10.8
SMP/Sederajat 7 10.8
SMA/Sederajat 40 61.5
Perguruan Tinggi 10 15.4
Lain-Lain 1 1.5
Pekerjaan
Tidak Bekerja 2 3.1
PNS 1 1.5
Pegawai Swasta 2 3.1
Wiraswasta 23 35.4
Pensiunan 7 10.8
Lain-Lain 30 46.2
Lama Menderita DM
1-10 Tahun 59 90.8
11-20 Tahun 5 7.7

44
>21 Tahun 1 1.5
Asuransi Kesehatan
Ya 64 98.5
Tidak 1 1.5
Menggunakan Insulin
Ya 47 72.3
Tidak 18 27.7
Status Ekonomi
>3.500.000 10 15.4
2.500.000-1.500.000 12 18.5
<1.500.000 43 66.2

Pada Tabel 5.1 menunjukan distribusi frekuensi berdasarkan


karakteristik responden, dari haril tabel tersebut diperoleh sebagian besar
responden berumur 51-60 tahun sebanyak 34 orang (52.3%), dan sebagian
kecil responden berumur >71 tahun sebanyak 4 orang (6.2%).
Diperoleh gambaran dari hasil penelitian dari tabel tersebut responden
yang paling banyak yaitu berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang
(55.4%) dan paling sedikit yaitu berjenis kelamin perempuan sebanyak 29
orang (44.6%).
Diperoleh gambaran hasil penelitian pada status perkawinan
responden yang telah berstatus menikah sebanyak 64 orang (98.5%), dan
yang belum menikah sebanyak 1 orang (51.5%). Dari hasil tabel tersebut
diketahui sebagian besar responden telah berstatus menikah.
Selanjutnya gambaran hasil penelitian dari hasil tabel tersebut pada
pendidikan terakhir responden rata-rata paling banyak responden dengan
pendidikan terakhir SMA/Sederajat sebanyak 40 orang (61%) dan sebagian
kecil responden yang tidak sekolah/lain-lain sebanyak 1 orang (1.5%)
Diperoleh gambaran hasil penelitian dari tabel tersebut pada status
Pekerjaan dimana sebagian besar responden yang tidak menetap dalam
pekerjaannya/lain-lain sebanyak 30 orang (46,2%) dan sebagian kecil
responden bekerja sebagai PNS sebanyak 1 orang (1.5%).
Diperoleh gambaran hasil penelitian dari tabel tersebut pada Lama
menderita DM yaitu rata-rata sebagian besar responden menderita DM selama

45
1-10 tahun sebanyak 59 orang (90.8%) dan sebagian kecil menderita DM
selama >21 tahun sebanyak 1 orang (1.5%).
Diperoleh gambaran hasil penelitian penggunaan Asuransi Kesehatan
pada tabel tersebut yaitu sebagian besar responden yang menggunakan
asuransi kesehatan sebanyak 64 orang (98.5%) dan sebagian kecil yang tidak
menggunakan asuransi kesehatan yaitu sebanyak 1 orang (1.5%).
Diperoleh juga gambaran hasil penelitian dari tabel tersebut pada
penggunaan insulin yaitu sebagian besar responden menggunakan insulin
sebanyak 47 orang (72.3%) dan sebagian kecil responden tidak menggunakan
insulin sebanyak 18 orang (27.7%).
Kemudian yang terakhir pada gambaran hasil penelitian Status
Ekonomi pada tebel tersebut sebagian besar responden mempunyai status
ekonomi sekitar <1.500.000 sebanyak 43 orang (66.2%) dan sebagian kecil
mempunyai status ekonomi sekitar >3.500.000 sebanyak 10 orang (15.4%).

Tabel 5. 2.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kontrol Glikemik
Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD Kota Makassar
Kontrol Glikemik

Kriteria n %

Kurang Baik 25 38.5


Baik 40 61.5
Total 65 100.0

Berdasarkan tabel 5.2 diatas, dari 65 responden (100%) yang


diteliti diketahui responden yang memiliki kontrol glikemik baik

46
sebanyak 40 orang (38.5%) dan responden yang memiliki kontrol
glikemik kurang baik sebanyak 25 orang (38.5%).

Tabel 5. 3.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepatuhan
Pengobatan Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD Kota Makassar

Kepatuhan Pengobatan

Kriteria n %

Kurang Baik 47 72.3


Baik 18 27.7
Total 65 100.0

Berdasarkan tabel 5.3 diatas, dari 65 responden (100%) yang


diteliti diketahui responden yang memiliki kepatuhan pengobatan yang
baik sebanyak 47 orang (72.3%) dan responden yang memiliki kepatuhan
pengobatan yang kurang baik sebanyak 18 orang (27.7%).

Tabel 5. 4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Hospital Readmission
Pada Pasien Diabetes Melitus di RSUD Kota Makassar
Hospital Readmission

Kriteria n %

Readmission 44 67.7
Tidak Readmission 21 32.3
Total 65 100.0

Berdasarkan tabel 5,4 diatas, dari 65 responden (100%) yang


diteliti diketahui responden yang memiliki riwayat Hospital readmission

47
sebanyak 44 orang (67.7%) dan responden yang tidak memiliki riwayat
Hospital Readmission sebanyak 21 orang (32.3%)

2. Hasil Analisa Bivariat


Analisa bivariat digunakan untuk menentukan hubungan variabel
independen dan dependen, saat melakukan analisa data dengan
menggunakan program komputer SPSS.

Tabel 5. 5.
Gambaran Uji Analisa Hubungan Kontrol Glikemik dengan
Kejadian Hospital Readmission pada pasien Diabetes Melitus di
RSUD kota Makassar

Hospital Radmission
Total
Kontrol
Radmission Tidak Readmission
Glikemik
n % n % n %
Kurang 23 92.0 2 8.0 25 38.5
Baik 21 52.5 19 47.5 40 61.5
Total 44 67.7 21 32.3 65 100.0
p = 0.001

48
Berdasarkan tabel 5.5 diatas dapat diketahui dari 65 responden,
responden yang memiliki kontrol glikemik yang kurang baik dengan riwayat
hospital readmission sebanyak 23 orang (92.0%) dan responden yang
memiliki kontrol glikemik yang baik dengan riwayat hospital readmission
sebanyak 21 orang (52.5%), sedangkan responden yang memiliki kontrol
glikemik kurang baik yang tidak mengalami hospital readmission sebanyak 2
orang (8.0%) dan responden yang memiliki kontrol glikemik baik yang tidak
mengalami hospital readmission sebanyak 19 orang (47.5%). Dalam Uji Chi
Square Test, diperoleh nilai signifikan sebesar p = 0.001 dengan menunjukan
p < 0.05 dan nilai Chi Square hitung yakni 10.976 dan nilai Chi Square tabel
(df) yakni 3.8415. Hal ini berarti bahwa adanya Hubungan Kontrol Glikemik
dengan Kejadian Hospital Readmission pada Pasien Diabetes Melitus di
RSUD Kota Makassar.

Tabel 5. 6.
Gambaran Uji Analisa Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan
Kejadian Hospital Readmission pada Pasien Diabetes Melitus di
RSUD Kota Makassar

Hospital Radmission
Kepatuhan Total
Radmission Tidak Readmission
Pengobatan
n % n % n %
Kurang 17 94.4 1 5.6 18 27.7
Baik 27 57.4 20 42.6 47 72.3
Total 44 67.7 21 32.3 65 100.0
p = 0.004

49
Berdasarkan tabel 5.6 diatas dapat diketahui dari 65 responden
(100%), responden yang memiliki kepatuhan pengobatan yang kurang baik
dengan riwayat Hospital Readmission sebanyak 17 orang (94.4%) dan
responden yang memiliki kepatuhan pengobatan yang kurang baik yang tidak
memiliki riwayat Hospital Readmission sebanyak 1 orang (5.6%), sedangkan
responden yang memiliki kepatuhan pengobatan yang baik dengan riwayat
Hospital Reatmission sebanyak 27 orang (57.4%) dan yang memiliki
kepatuhan pengobatan yang kurang baik yang tidak memiliki riwayat hospital
readmission sebanyak 20 orang (42.6%). Dalam Uji Chi Square Test,
diperoleh nilai signifikann p = 0.004 dengan menunjukan p < 0.05. Hal ini
berarti bahwa adanya Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan Kejadian
Hospital Readmission pada pasien Diabetes Melitus di RSUD Kota Makassar.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


Pembahasan dalam penelitian ini meliputu hasil penelitian yang telah
dilakukan seperti yang dijabarkan sebelumnya dengan merujuk pada teori-
teori dan penelitian yang sudah ada sebelumnya yang mendukun pada
penelitian ini.
1. Interprestasi Kontrol Glikemik pada pasien Diabetes Melitus
Kontrol glikemik yaitu pengendalian kadar gula darah yang baik
yang berarti menjaga kadar glukosa darah dalam kisaran normal, agar
dapat terhindar dari hiperglikemia atau hipoglikemia. Ketaatan penderira
dalam kontrol glikemik dapat meningkatkan pengontrolan diabetes
melitus itu sendiri (Tandra, 2018).

50
Berdasarkan Tabel 5.5 diatas menunjukan bahwa dari 92.0%
responden memiliki kontrol glikemik kurang baik dengan kejadian
hospital readmission, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian
menggunakan kuesioner bahwa responden merasa penanganan diabetes
melitus atas dirinya sendiri buruk karena responden tidak terlalu sering
memeriksakan kadar gula darah yang seharusnya diperlukan untuk
mengetahui kontrol kadar gula darah yang baik. Sementara responden
yang memilik kontrol glikemik kurang baik yang tidak mengalami
hospital readmission sebanyak 8.0% karena responden merasa sering
memeriksakan kadar gula darahnya namun masih memiliki penanganan
diabetes melitus yang belum maksimal, selanjutnya pada responden
memiliki kontrol glikemik baik yang mempunyai riwayat hospital
readmission menunjukan sebanyak 52.5%, hal ini dibuktikan dari hasil
penelitian menggunakan kuesioner dan wawancara bahwa responden
memiliki penanganan diabetes melitus yang baik tetapi mengalami
komplikasi, sementara responden yang memiliki kontrol glikemik yang
baik dan tidak mengalami hospital readmission sebanyak 47.5% karena
responden memiliki penanganan diabetes melitus yang baik seperti
memeriksakan kadar gula darah secara teratur, teliti dan hati-hati serta
selalu melihat perkembangan hasilnya.
Dikutip dari hasil penelitian Haskas (2017) yang menyatakan
bahwa adanya pengetahuan responden tentang penyakit DM dapat
menjadi faktor timbulnya kesadaran perilaku pengendalian DM yang
sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Semakin baik tingkat
pengetahuan responden terhadap DM maka semakin baik pula kesadaran
dalam menentukan perilaku pengendalian dari diabetes itu sendiri.
Hal ini sejalan dengan penelitian Jampaka, Haskas, & Hasyari,
(2020) yang menjelaskan bahwa semakin positif sikap pasien DM maka
akan semakin tinggi kesadaran untuk melakukan perilaku pengendalian
DM yang dianjurkan, hal ini disebabkan karena responden memiliki
tekad yang kuat untuk patuh dalam melakukan terapi diet DM dan

51
pengobatan untuk mempertahankan kualitas hidup penderita dan
menghindari komplikasi.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fasil, et al (2019)
yang mengatakan bahwa komplikasi diabetes pada penderita diabetes
yang memiliki kontrol glikemik yang buruk sebanyak 53.0%
dibandingkan dengan responden yang memiliki kontol glikemik yang
baik sebanyak 47.0%.
Sebuah studi yang dilakukan di Arbaminch oleh Deribe (2014)
juga menjelaskan kadar glukosa yang lebih tinggi memungkinkan
penderita mengalami komplikasi pada pasien diabetes melitus dengan
ulkus kaki, demikian pula retinopati diabetik adalah komplikasi paling
dominan diantara penderita diabetes melitus tingkat kontrol glikemik
yang buruk
Penelitian lain juga menunjukan bahwa komplikasi diabetes dapat
dilakukan dengan pencegahan kontrol glikemik yang optimal, kontrol
glikemik yang baik dapat memperbaiki kualitas hidup klien dan dapat
mencegah komplikasi. Pengukuran kadar HbA1c adalah cara yang akurat
sebagai penanda kontrol glikemik, diindonesia sendiri target pencapaian
kontrol glikemik belum tercapai. Rerata kadar HbA1c sebanyak 8% diatas
target yang diinginkan yakni 7% (Amalia et al., 2019). Penelitian ini juga
diperkuat dalam hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontrol
glikemik yang baik berhubungan dengan menurunnya komplikasi
diabetes melitus, dan terkonrtrolnya gejala yang didapatkan (Pranoto et
al., 2019).
Berdasarkan penelitian Strack et al.(2014) mengemukakan bahwa
pengukuran HbA1c untuk pasien diabetes melitus sangat berpengaruh
terhadap kejadian rawat ulang, hal ini dibuktikkan dari hasil
penelitiannya bahwa tingkat kejadian rawat ulang pada pasien dengan
pengaturan Hb1Ac yang terkontrol lebih kecil, dan berbeda secara
signifikan pada pasien dengan HbA1c yang tidak terkontrol.

52
Penelitian ini juga sejalan dalam sebuah study Rabecca V.
Galloway yang dikutip dalam jurnal Herdiana (2021) menyebutkan
faktor tingkat keparahan berpengaruh terhadap kejadian readmisi dengan
ditandai adanya komplikasi yang memperberat penyakit yang diderita
pasien (Herdiana & Herdiana, 2021). Kemungkinan besar penderita
diabetes lebih beresiko tinggi untuk dirawat kembali dibandingkan
orang-orang yang tidak menderita diabetes (Rubin, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa
Pengontrolan gula darah yang kurang baik atau buruk dapat
mengakibatkan meningkatnya keparahan dari penyakit diabetes melitus
yang dialami pasien hingga menyebabkan komplikasi dari penyakitnya
yang bisa mengakibatkan kembalinya pasien dirumah sakit untuk dirawat
kembali, seseorang yang menderita diabetes melitus harus rutin
memeriksakan gula darahnya dan mencatat hasil cek gula darahnya untuk
melihat perkembangan hasilnya serta menjaga kadar glukosanya agar
selalu dalam rentan normal agar terhindar dari komplikasi hal ini
menunjukan adanya hubungan yang sangat signifikan terhadap kontrol
glikemik dan kejadian hospital readmission pada pasien diabetes melitus.
2. Interprestasi Kepatuhan Pengobatan pada pasien Diabetes Melitus
Kepatuhan pengobatan merupakan salah satu faktor penentu dalam
keberhasilah terapi pasien diabetes melitus. Kepatuhan meliputi suatu
perubahan perilaku sesuai perintah yang diberikan dalam bentuk terapi
latihan, diet, pengobatan, maupun kontrol penyakit (Yulianti &
Anggraini, 2020).
Berdasarkan Tabel 5.6 diatas menunjukan bahwa dari 94.4%
responden memiliki kepatuhan pengobatan yang kurang baik dan
mengalami hospital redmission, hal ini di buktikan dari hasil penelitian
menggunakan kuesioner bahwa responden tidak mematuhi seluruh
anjuran dokter dalam penanganan diabetes melitus karena responden
cenderung lupa atau melewatkan pengobatan diabetes yang diberikan
dokter. Sementara dari 5.6% responden memiliki kepatuhan pengobatan

53
yang kurang baik tetapi tidak mengalami hospital readmission, hal ini
dibuktikan dari hasil penelitian menggunakan kuesioner, bahwa
responden merasa belum maksimal dalam pengobatannya tetapi telah
mematuhi anjuran dokter dalam penanganan diabetes melitus yang
dideritanya, sedangkan sebanyak 57.4% responden yang memiliki
kepatuhan pengobatan yang baik tetapi mengalami hospital readmission
karena responden merasa bahwa dirinya telah minum obat diabetes
(misalnya tablet atau insulin) sesuai anjuran yang diberikan dokter tetapi
responden memilik mengalami komplikasi diabetes melitus sebelumnya,
hal ini dibuktikan oleh hasil penelitian menggunakan kuesioner.
Sementara sebanyak 42.6% responden yang memiliki kepatuhan
pengobatan yang baik dan tidak mengalami hospital readmission karena
responden telah mematuhi seluruh anjuran dokter dalam penanganan
diabetesnya dan cenderung menjupai praktisi pengobatan secara lebih
sering.
Berdasarkan penelitian diatas salah satu faktor yang berperan
dalam kegagalan pengontrolan glikemik klien diabetes melitus adalah
ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatannya. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Rasdianah et al (2016) mengemukakan tingkat
kepatuhan pasien diabetes melitus tipe 2 berada pada tingkat kepatuhan
rendah (51.0%)
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Nugroho, dkk (2019), yang menjelaskan bahwa kepatuhan dalam
konsumsi obat antidiabetik dapat mengendalikan kadar gula darah pasien
dengan diabetes melitus, ada hubungan antara kepatuhan konsumsi obat
antidiabetik dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2.
Sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Nanda, dkk (2018)
juga menjelaskan bahwa responden yang tidak patuh dalam minum obat
anti diabetik lebih beresiko 14 kali mengalami regulasi gula darah yang
tidak terkontrol dibandingkan dengan responden yang patuh minum obat
anti diabetik. Nilai odds ratio (faktor risiko) yang merupakan ukuran

54
asosiasi paparan (faktor resiko) tersebut menunjukan bahwa semakin
patuh pasien dalam minum obat maka gula darahnya akan semakin
terkontrol.
Pada penelitian yang dilakukan Hizam Zulfhi (2020) juga
membuktikan bahwa ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan
terkendalinya kadar glukosa darah pasien diabetes melitus tipe 2, dari
8.0% responden yang tidak patuh minum dengan kadar HbA1C kontrol
baik, hal ini disebabkan karena meskipun responden tidak patuh minum
oobat tetapi responden dapat mengontrol aktivatas fisik dengan baik,
dilanjtkan dengan 44.0% yang tidak aptuh minum obat dengan kadar
HbA1C kontrol sedang hal ini dikarenakan responden dapat mengontrol
pola makan dan gaya hidup yang baik (Hizam Zulfhi, 2020).
Hal ini sejalan dengan penelitian Soh et al (2020) yang mengatakan
bahwa terapi insulin sering dikaitkan dengan peningkatan risiko masuk
kembali ke rumah sakit dimana bukti saat ini menunjukkan bahwa
hampir setengah dari pasien yang memulai terapi insulin telah mengalami
komplikasi terkait diabetes melitus. Disisi lain, kepatuhan terhadap terapi
insulin umumnya tidak memuaskan dengan kemungkinan efek samping
seperti hipoglikemia. Penggunaan terapi insulin merupakan masalah
keselamatan pasien yang penting menunjukkan bahwa penggunaannya
memerlukan pemantauan yang lebi waspada (Soh et al., 2020).
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitan yang didapatkan
terkait hubungan kuntrol glikemik dan kepatuhan pengobatan dengan
kejadian hospital readmission pada penderita diabetes melitus, beberapa
faktor juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian pasien kembali
dirawat dirumah sakit. Penelitian ini di perkuat oleh hasil penelitian Soh
et al (2020) yang menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang juga
mempengaruhi seseorang kembali di rawat di rumah sakit diantaranya
yaitu usia, jenis kelamin, serta penyakit penyerta dari diabetes melitus
dan terapi insulin.

55
Penelitian mengenai penyakit penyerta ini diperkuat lagi dengan
hasil penelitian Enomoto et al (2017), indikasi yang paling sering terjadi
pada kasus pasien dirawat inap kembali di rumah sakit setelah
sebelumnya dilakukan perawatan yakni pasien yang memiliki penyakit
penyerta terutama pada penyakit dengan sistem peredaran darah seperti
jantung, dimana kategori diagnostic ini paling sering untuk masuk ke
rumah sakit (Enomoto, Shrestha, Rosenthal, Hollenbeak, & Gabbay,
2017). Pada hasil penelitian Amtsalina (2016)
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa seperti
halnya kontrol glikemik, kepatuhan pasien pada pengobatan sangat
penting dalam menghindari keparahan maupun komplikasi dari penyakit
diabetes itu sendiri, karena ketika pasien tidak patuh dalam kontrol
glikemiknya maka pengendalian kadar gula darah dapat dibantu oleh
kepatuhan pasien dalam pengobatannya, oleh karena itu kontrol glikemik
dan kepatuhan pengobatan mempunyai hubungan yang sangat signifikan
terhadap kejadian pasien diabetes melitus dirawat kembali dirumah sakit,
pada penderita diabetes melitus harus selalu mematuhi anjuran yang
diberikan dokter dalam pencegahan penyakitnya seperti minum obat
diabetes (misalnya tablet atau insulin), tidak melupakan jadwal minum
obatnya serta perlu menjumpai praktisi pengobatan secara lebih sering.

D. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini tidak dapat di generalisasikan di rumah sakit umum daerah
kota makassar
2. Kurangnya riset sebelumnya yang membahas tentang Hospital
Readmission pada pasien diabetes melitus
3. Peneliti tidak mengobservasi langsung tindakan yang dilakukan oleh
responden dalam penanganan diabetes melitus di RSUD Kota Makassar.

56
E. Implikasi Untuk keperawatan
1. Pelayanan Keperawatan
Penelitian ini dapat digunakan untuk menjadi acuan dan pengetahuan
dalam mengurangi angka kejadian penyakit diabetes melitus, dan perawat
bisa memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara maksimal agar
bisa menunjang pengontrolan penyakit diabetes melitus.
2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan dalam sarana
pendidikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan terkait penyakit
diabetes melitus untuk perawat, mahasiswa, maupun dosen.
3. Penelitian Keperawatan
Dalam penelitian ini memberi gambaran tentang hubungan kontrol
glikemik dan kepatuhan pengobatan dengan kejadian hospital
readmission pada pasien diabetes melitus dapat menjadi dasar peneliti
selanjutnya agar lebih sempurna.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa:
1. Adanya Hubungan Kontrol Glikemik dengan kejadian Hospital
Readmission pada pasien Diabetes Melitus di RSUD Kota Makassar

57
2. Adanya Hubungan Kepatuhan Pengobatan dengan kejadian Hospital
Readmission pada pasien diabetes melitus di RSUD Kota Makassar
3. Adanya Hubungan kontrol glikemik dan kepatuhan pengobatan pada
pasien diabetes melitus,
Jadi berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan antara
Kontrol Glikemik dan Kepatuhan Pengobatan Dengan Kejadian Hospital
Readmission Pada Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Kota Makassar.

B. Saran
1. Kepada Responden diharapkan selalu mematuhi seluruh anjuran dokter
dalam mengontrol diabetes melitus seperti mengontrol gula dara rutin
setiap bulan dan patuh terhadap pengobatan yang telah dianjurkan dokter
2. Kepada peneliti berikutnya agar dapat melakukan penelitian lebih lanjut
terkait pengaruh pengobatan diabetes melitus terhadap pengurangan
resiko komplikasi diabetes melitus dengan kejadian Hospital Readmission

DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2020). Standards of medical care in diabetes: Response to position


statement of the American Diabetes Association [20]. Diabetes Care, 29(2),
476. https://doi.org/10.2337/diacare.29.02.06.dc05-1593

Ainni, ayu nissa. (2017). Studi Kepatuhan Penggunaan Obat Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe-2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Tjitrowardojo
Purworejo Tahun 2017. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

58
Surakarta, 1–10. Retrieved from
http://eprints.ums.ac.id/54562/1/NaskahPublikasi_Ayu Nissa
Ainni_K100130067_RSUD DR.tjitro.pdf

Amalia, E., Yitnamurti, S., & Wibisono, S. (2019). Hubungan Kepribadian


dengan Kontrol Glikemik Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya. Unram Medical Journal, 8(1), 7.
https://doi.org/10.29303/jku.v8i1.326

Betteng, R., & Mayulu, N. (2020). ANALISIS FAKTOR RESIKO PENYEBAB


TERJADINYA DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA WANITA USIA
PRODUKTIF DIPUSKESMAS WAWONASA. 2.

Deribe, B. (2014). Prevalence and Factors Influencing Diabetic Foot Ulcer among
Diabetic Patients Attending Arbaminch Hospital, South Ethiopia. Journal of
Diabetes & Metabolism, 5(1). https://doi.org/10.4172/2155-6156.1000322

Dharma, K. K. (2013). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta Timur:


CV.Trans Info Media.

Donsu, J. . (2016). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan (1st ed.). Yogyakarta:


PT Pustaka Baru.

Enomoto, L. M., Shrestha, D. P., Rosenthal, M. B., Hollenbeak, C. S., & Gabbay,
R. A. (2017). Risk factors associated with 30-day readmission and length of
stay in patients with type 2 diabetes. Journal of Diabetes and Its
Complications, 31(1), 122–127.
https://doi.org/10.1016/j.jdiacomp.2016.10.021

Fasil, A., Biadgo, B., & Abebe, M. (2019). Glycemic control and diabetes
complications among diabetes mellitus patients attending at University of
Gondar Hospital, Northwest Ethiopia. Diabetes, Metabolic Syndrome and
Obesity: Targets and Therapy, 12, 75–83.
https://doi.org/10.2147/DMSO.S185614

Febrinasari, R. P., Sholikah, T. A., Pakha, D. N., & Putra, S. E. (2020). Buku
Saku Diabetes Melitus Untuk Awam. Buku Saku, (November), 21.

Fuadi, A. F. (2018). Hubungan Pengelolaan Diabetes Mandiri dengan

59
Kemampuan Deteksi Dini Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
2 di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember.

Girsang, P. (2019). DATAFAKTOR REFAKTOR RESIKO KEJADIAN DIABETES


MELITUS TERHADAP PASIEN YANG DATANG BEROBAT KE KLINIK
ASRI WOUND MEDAN TEMBUNG.

Haskas, Y. (2017). Determinan Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus Di


Wilayah Kota Makassar. Global Health Science (GHS), 2(2), 138–144.
Retrieved from http://jurnal.csdforum.com/index.php/GHS/article/view/85

Herdiana, T. (2021). Determinan Readmisi Pasien Jaminan Kesehatan Nasional


di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut : Analisis Data Sampel BPJS
Kesehatan 2015 /. 13–21.

Herdiana, T., & Herdiana, T. (2021). Determinan Readmisi Pasien Jaminan


Kesehatan Nasional di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut :
Analisis Data Sampel BPJS Kesehatan 2015 /. 13–21.

Hizam Zulfhi, S. K. M. (2020). Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan


Terkendalinya Kadar Gula Darah pada. 1(3), 1679–1686.

Holscher, C. M., Hicks, C. W., Canner, J. K., Sherman, R. L., B., M. M., H, J., …
Baltimore. (2018). Unplanned 30-day readmission in patients with diabetic
foot wounds treated in a multidisciplinary setting. Journal of Health
Education.

IDF. (2019). IDF DIABETES ATLAS. In The Lancet (Vol. 266).


https://doi.org/10.1016/S0140-6736(55)92135-8

Irfan, I., & Israfil, I. (2020). Faktor Risiko Kejadian Komplikasi Kardiovaskuler
pada Pasien Diabetes Melitus (DM) Tipe 2. Jurnal Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (JPPNI), 4(3), 162.
https://doi.org/10.32419/jppni.v4i3.189

Jampaka, A. S., Haskas, Y., & Hasyari, M. (2020). Faktor Yang Berhubungan
Dengan Perilaku Pengendalian Diabetes Melitus Tipe Ii Di Puskesmas
Cendrawasih. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 13(6). Retrieved from
http://jurnal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/120

60
Kemenkes RI. (2016). Infodatin-Diabetes.Pdf.

Kurniawaty, E., & Yanita, B. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Risk Factors Related Type 2 Diabetes
Mellitus Evidance. 5(April), 27–31.

Kusnanto. (2016). Asuhan Keperawatan klien dengan Diabetes Mellitus.


Surabaya.

Lestari, F. A., Suarnianti, & Hasifah. (2019). Hubungan Faktor Individu Dengan
Perilaku Pengurangan Risiko Penularan Penyakit Pada Petugas Kesehatan Di
Puskesmas …. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 13, 710–714.

Liu, X., Guo, Y., Li, D., Cui, Z., Liu, Y., Li, C., & Ma, J. (2017). The prevalence
and long-term variation of hospital readmission for patients with diabetes in
Tianjin, China. Medicine (United States), 96(42), 1–6.
https://doi.org/10.1097/MD.0000000000007953

Maghfuri, A. (2016). Perawatan Luka Diabetes Melitus (1st ed.). Jakarta:


Salemba Medika.

Maria, I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus dan Asuhan Keperawatan


Stroke. In Google Play Book. Retrieved from
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Diabetes_Me
llitus_Dan/u_MeEAAAQBAJ?hl=id&gbpv=0

Maulana, M. (2015). Mengenal Diabetes Melitus (III; I. Muhsin, Ed.). Jogyakarta:


KATAHATI.

Nanda, O. D., Wiryanto, B., & Triyono, E. A. (2018). Hubungan Kepatuhan


Minum Obat Anti Diabetik dengan Regulasi Kadar Gula Darah pada Pasien
Perempuan Diabetes Mellitus. Amerta Nutrition, 2(4), 340.
https://doi.org/10.20473/amnt.v2i4.2018.340-348

Notoatmodjo. (2014). Metodologi Penelitian. PT.Rineka Cipta.

Nuari, N. A. (2017). Strategi Manajemen Edukasi Pasien Diabetes Mellitus (1st


ed.). Yogyakarta: CV BUDi UTOMO.

61
Nugroho, K. P. A., Kurniasari, R. R. M. D., & Noviani, T. (2019). Gambaran Pola
Makan Sebagai Penyebab Kejadian Penyakit Tidak Menular (Diabetes
Mellitus, Obesitas, Dan Hipertensi) Di Wilayah Kerja Puskesmas Cebongan,
Kota Salatiga. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, 15–23.
https://doi.org/10.34035/jk.v10i1.324

Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. In Metodologi


Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis. Jakarta Selatan: Salemba
Medika.

Oktadiansyah, D., & Yulia. (2014). Kepatuhan Minum Obat Diabetes Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2. Garuda Jurnal, 2–9.

Okur, M. E., Karantas, I. D., & Siafaka, P. I. (2017). Diabetes mellitus: A review
on pathophysiology, current status of oral medications and future
perspectives. Acta Pharmaceutica Sciencia, 55(1), 61–82.
https://doi.org/10.23893/1307-2080.APS.0555

Pranoto, A., Studi, P., Jenjang, K., Fakultas, D., Universitas, K., Epidemiologi,
D., … Universitas, F. (2019). Kendali Glikemik pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 dengan dan tanpa Tuberkulosis Paru Glycemic Control in
Type 2 Diabetes Mellitus Patients with and without Pulmonary Tuberculosis.
Jurnal MKMI, 15(1), 99–109.

Rasdianah, N., Martodiharjo, S., Andayani, T. M., & Hakim, L. (2016). The
Description of Medication Adherence for Patients of Diabetes Mellitus Type
2 in Public Health Center Yogyakarta. Indonesian Journal of Clinical
Pharmacy, 5(4), 249–257. https://doi.org/10.15416/ijcp.2016.5.4.249

Riskesdas. (2019). Langkah-Langkah Pencegahan Bagi Penyandang Diabetes


Melitus.

Riyadi, S., & Sukarmin. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas (Pertama). Jogyakarta:
Graha Ilmu.

Rubin, D. J. (2018). Correction to: Hospital Readmission of Patients with


Diabetes (Current Diabetes Reports, (2015), 15, 4, (17), 10.1007/s11892-
015-0584-7). Current Diabetes Reports, 18(4).
https://doi.org/10.1007/s11892-018-0989-1

62
Saibi, Y., Romadhon, R., & Nasir, N. M. (2020). Kepatuhan Terhadap
Pengobatan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Jakarta Timur.
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (E-Journal), 6(1),
94–103. https://doi.org/10.22487/j24428744.2020.v6.i1.15002

Soh, J. G. S., Wong, W. P., Mukhopadhyay, A., Quek, S. C., & Tai, B. C. (2020).
Predictors of 30-day unplanned hospital readmission among adult patients
with diabetes mellitus: A systematic review with meta-analysis. BMJ Open
Diabetes Research and Care, 8(1), 1–9. https://doi.org/10.1136/bmjdrc-
2020-001227

Strack, B., Deshazo, J. P., Gennings, C., Olmo, J. L., Ventura, S., Cios, K. J., &
Clore, J. N. (2014). Impact of HbA1c measurement on hospital readmission
rates: Analysis of 70,000 clinical database patient records. BioMed Research
International, 2014. https://doi.org/10.1155/2014/781670

Sugiarta, I. G. R. M., & Darmita, I. G. K. (2018). Profil penderita Diabetes


Mellitus Tipe-2 (DM-2) dengan komplikasi yang menjalani rawat inap di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Klungkung. Intisari Sains Medis, 7.
Retrieved from https://doi.org/10.15562/ism.v11i1.515

Supriyono Pangribowo. (2020). Info DATIN pusat data dan informasi kementrian
kesehatan RI (pp. 01–10). pp. 01–10. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan
RI Pusat Data dan Informasi.

Suyono, S., Waspadji, S., Soegondo, S., Soewondo, P., Subekti, I., Semiardji, G.,
… Basuki, E. (2018). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.

Tandra, H. (2018). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang DIABETES
(Kedua). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

WHO. (2016). Global Report on Diabetes. Isbn, 978, 6–86. Retrieved from
https://sci-hub.si/https://apps.who.int/iris/handle/10665/204874%0Ahttps://
apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/204874/
WHO_NMH_NVI_16.3_eng.pdf?sequence=1%0Ahttp://www.who.int/
about/licensing/copyright_form/index.html%0Ahttp://www.who.int/about/
licens

WHO. (2019). Classification of diabetes mellitus. In Clinics in Laboratory

63
Medicine (Vol. 21). https://doi.org/10.5005/jp/books/12855_84

Yulianti, T., & Anggraini, L. (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Kepatuhan Pengobatan pada Pasien Diabetes Mellitus Rawat Jalan di RSUD
Sukoharjo. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, 17(2), 110–120.
https://doi.org/10.23917/pharmacon.v17i2.12261

Lampiran 1. Jadwal Penelitian


JADWAL PENELITIAN

No Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus

1 Pemasukan Judul

2 Seminar Proposal

3 Penelitian 64

4 Seminar Hasil Penelitian


5 Ujian Tutup

Lampiran 2. Kuesioner
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

No. Responden : ……………………….……………………..

65
Inisial : …………………………..………………….

Usia : ……………………………………..……….

Alamat Rumah : ……………………………………………...

No. Hp/ Tlp : ………………………………………………

Setelah mendengar, dan memahami penjelasan yang diberikan oleh


peneliti, maka saya bersedia menjadi responden pada penelitian yang
berjudul
“......................................................................................................................
.......................................................”.

Saya menjadi responden karena keinginan saya sendiri tanpa ada


paksaan dari pihak manapun dan saya akan menjawab seluruh pertanyaan
maupun pernyataan dalam penelitian ini dengan sejujur–jujurnya sesuai
dengan kondisi saya saat ini yang sebenarnya.

Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini yang bersumber


dari saya sebagai responden, dapat dipublikasikan dengan tidak akan
mencantumkan nama kecuali nomor responden.

Nama Tanda Tangan Tgl/Bln/Thn

Responden : ……………… ………………....... ………….......

Saksi : ……………… …………………… …………...…

Penanggung Jawab Penelitian:

Nama : (isi dengan nama dan alamat peneliti)

Alamat:

Telp :

66
KUESIONER

Kode Responden :____________


Rumah sakit :
Ruangan :
Petunjuk pengisian:

67
1. Berilah tanda cek (√) pada salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan
kenyataan yang Anda alami!
2. Mohon untuk tidak mengosongkan jawaban pada setiap pertanyaan
Data Demografi

1. Inisial :
2. Umur :.................... tahun
3. Alamat :
4. Jenis kelamin : P L

5. Status perkawinan : Menikah Belum menikah

Single Parent

6. Pendidikan terakhir SD/ sederajat

SMP/ sederajat

SMA/ sederajat

Perguruan tinggi

Lain-lain

7. Pekerjaan Tidak bekerja Wiraswasta


PNS Pensiunan
Pegawai swasta Lain-lain
8. Lama menderita DM : ............ tahun, …..bulan
9. Asuransi kesehatan : Ya Tidak
10. Status fisik - Tekanan Darah : mmHg
- BB/TB : Kg/cm

68
- Gula Darah : mg/dL
11. Menggunakan insulin : Ya Tidak
12. Komplikasi :
13. Lama hari rawat :
14. Apakah ada penyakit penyerta : (sebutkan)
15. Jumlah kunjungan ke RS selama 1 tahun terkahir
- Rawat inap :
- Kontrol :

16. Status ekonomi : > 3.500.000 Antara 2.500.000 –


3.500.000
Antara 2.500.000-1.500.000 < 1.500.000

KONTROL GLIKEMIK

PERNYATAAN Berlaku Berlaku Berlaku Tidak


sangat pada diri untuk diri berlaku
sesuai saya pada saya pada bagi saya
dengan diri taraf wajar taraf

69
saya tertentu

(Sangat (Sesuai) (Hampir (Tidak


sesuai) sesuai) sesuai)
Saya memeriksa kadar
gula darah secara teliti
dan hati-hati
Saya memeriksa kadar
gula darah dengan
menggunakan alat
pengukur kadar
glukosa darah secara
teratur, mencatat hasil
cek gula darah serta
melihat perkembangan
hasilnya
Saya tidak terlalu
sering memeriksakan
kadar gula darah yang
seharusnya diperlukan
untuk mengetahui
kontrol kadar gula
darah yang bagus
Penanganan diabetes
atas diri saya buruk
KEPATUHAN PENGOBATAN

PERNYATAAN Berlaku Berlaku Berlaku Tidak


sangat sesuai pada diri untuk diri berlaku
dengan diri saya pada saya pada bagi saya
saya taraf wajar taraf

70
tertentu
(Sangat
sesuai) (Sesuai) (Hampir (Tidak
sesuai) sesuai)
Saya mematuhi
seluruh anjuran dokter
dalam penanganan
diabetes
Saya minum obat
diabetes (misalnya
tablet atau insulin)
sesuai anjuran yang
diberikan oleh dokter
Saya cenderung
menghindari
pemeriksaan dokter
yang berkaitan
dengan diabetes
Saya cenderung lupa
atau melewatkan
pengobatan diabetes
yang diberikan dokter
(misalnya insulin dan
tablet)
Terhadap penanganan
diabetes atas diri
saya, saya perlu
menjumpai praktisi
pengobatan secara
lebih sering

71
(Di adaptasi dari Andreas Schimitt, Annika Gahr, Norbert Hermans, Jorg
Huber, Thomas Haak, dan Bernhard Kulzer, 2013 dan di perbaiki stroketur
kalimat Fuadi, 2018.

Lampiran 3. Surat Pengantar Penelitian


SURAT PENGANTAR PENELITIAN

72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian
DOKUMENTASI PENELITIAN

82
83
84

Anda mungkin juga menyukai