Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

TIPE 1

OLEH :

AYUNI KURNIA,S.Kep
NS0621062

CI LAHAN CI INSTITUSI

(……………………………………….) (……………………………………….)
NIP/NIDN NIP/NIDN

PROGRAM STUDI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2022

1
1.1 Laporan Pendahuluan
1.1.1 Konsep Keperawatan Gerontik dan Teori Menua
Gerontologi adalah cabang ilmu yang membahas/menangani
tentang proses penuaan dan masalah yang timbul pada orang yang
berusia lanjut. Geriatrik adalah berkaitan dengan penyakit atau kecacatan
yang terjadi pada orang yang berusia lanjut. Keperawatan gerontik
adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang berdasarkan i,mu dan
kiat/ teknik keperawatan yang berbentuk bio-psiko-sosial-spritual dan
kultural yang holistik, ditunjukkan kepada klien lanjut usia baik sehat
maupun sakit pada tingkat individu, keluarga, kelompok dan
masayarakat (Nurkholifah, 2018).
a. Teori – teori biologi
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk
spesies – spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul – molekul /
DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi. Sebagai
contoh yang khas adalah mutasi dari sel – sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsional sel) (Nurkholifah, 2018)
2) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel – sel tubuh lelah
(rusak) (Nurkholifah, 2018)
3) Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu
zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
4) Teori “immunology slow virus” (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh (Nurkholifah, 2018).

2
5) Teori stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-
sel tubuh lelah terpakai (Nurkholifah, 2018).
6) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal
bebas (kelompok atom) mengakibatkan osksidasi oksigen bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini
dapat menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi (Nurkholifah,
2018).
b. Teori kejiwaan sosial
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Lansia mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat
dilakukannya. Teori ini menyatakan bahwa lansia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial
(Nurkholifah, 2018).
2) Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lansia. Mempertahankan
hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke lanjut usia (Nurkholifah, 2018).
3) Kepribadian berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lansia.
Teori ini merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang
lansia sangat dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliki
(Nurkholifah, 2018).
4) Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia

3
menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering
terjaadi kehilangan ganda (triple loss), yakni :
a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontak sosial
c) Berkurangnya kontak komitmen (Nurkholifah, 2018)

1.1.2 Konsep Perubahan Fisiologi dan Psikososial Pada Lansia

a. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran)


oleh karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada
telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang
tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50%
terjadi pada usia diatas 60 tahun (Nurkholifah, 2018).

2) Sistem Intergumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi glandula sebasea
dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit
dikenal dengan liver spot (Nurkholifah, 2018).

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan


penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan
sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang,
kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada
persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk

4
regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung kearah
progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi
rentan terhadap gesekan.

Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah diamati adalah


bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas
dan fraktur. Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat
bervariasi, penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan
jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan
efek negatif.

Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,


ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas (Nurkholifah,
2018).

4) Sistem kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa


jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga
peregangan jantung berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan
jaringan ikat. Perubahan ini disebabkan oleh penumpukan
lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan konduksi berubah
menjadi jaringan ikat (Nurkholifah, 2018).

5) Sistem respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas


total paru tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk
mengkompensasi kenaikan ruang paru, udara yang mengalir ke
paru berkurang. Perubahan pada otot, kartilago dan sendi torak
mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan kemampuan
peregangan toraks berkurang (Nurkholifah, 2018).

5
6) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan


produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan
gigi, indra pengecap

b. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal
terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti
menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan
sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh
pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya gangguan fisik
dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu
diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi
suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan karena stres
lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif
kompulsif, gangguan tersebut merupakan kelanjutan dari dewasa
muda dan berhubungan dengan sekunder akibat penyakit medis,
depresi, efek samping obat, atau gejala penghentian mendadak dari
suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham
(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-

6
barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada lansia
yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku
sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau karena
lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering menumpuk
barang dengan tidak teratur. Walaupu n telah dibersihkan, keadaan
tersebut dapat terulang kembali (Nurkholifah, 2018).
1.1.3 Konsep Medis

1. Definisi Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti


“mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari
bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes
melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine
yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan
ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009), atau Diabetes
Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan
kehilangan toleransi terhadap glukosa (Andari et al., 2020).
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2019,
diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai
dengan adanya hiperglikemia yang teijadi karena pankreas tidak
mampu mensekresi insulin, gangguan keija insulin, ataupun
keduanya. Dapat teijadi kerusakan jangka panjang dan kegagalan
pada berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, serta
pembuluh darah apabila dalam keadaaan hiperglikemia kronis
(Association, 2019).

Insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) atau diabetes


mellitus tergantung insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel

7
P pulau lagerhans akibat proses autoimun. DM tipe 1 ini biasanya
ditandai oleh awitan mendadak yang teijadi pada segala usia,
tetapi biasanya usia muda (<30 tahun). Sedangkan Non-Insulin
dependent diabetes mellitus (NIDDM) disebabkan oleh karena
kegagalan relatif sel P dan resistensi insulin. Resistensi insulin
adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel P tidak mampu mengimbangi
resistensi ini sepenuhnya, artinya teijadi defisiensi relative insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin
pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa
bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel P
pancreas mengalami desintisasi terhadap glukosa (Manurung,
2018).

1.1.4 Patofisiologi

Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat


dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya
insulin berikut: berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel-sel
tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah
setinggi 300-1200 mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari
daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan teijadinya
metabolism lemak yang abnormal disertai dengan endapan
kolestrol pada dinding pembuluh darah dan akibat dari
berkurangnya protein dalam jaringan tubuh (Manurung, 2018) .
Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak
dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal
atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang
melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar
160-180 mg/ l00 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-
tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.

8
Glucosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotic yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potassium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan
timbul polidipsi. akibat glukosa yang keluar Bersama urine maka
pasien akan mengalami keseimbangan protein negative dan berat
badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain
adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi
cepat Lelah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya
atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi (Manurung, 2018).
Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan
pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human
Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses
imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.
Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada
jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pancreas (Manurung, 2018).

9
Pathway Diabetes Mellitus Tipe 1

10
1.1.5 Pemeriksaan Penunjang

1. Tes HbA1C

Tes hemoglobin terglikasi (HbA1C) adalah pengukuran gula


darah jangka panjang. Tes diagnosis diabetes melitus ini
memungkinkan dokter tahu berapa rata-rata nilai gula darah Anda
dalam beberapa bulan terakhir. Tes HbA1C mengukur persentase
gula darah yang terikat dengan hemoglobin. Hemoglobin adalah
oksigen pembawa protein dalam sel darah merah. Semakin tinggi
hemoglobin A1C, semakin tinggi pula tingkat gula darah.

Kadar HbA1C 6.5 persen atau lebih pada tes yang sudah
dilakukan lebih dari satu kali menandakan Anda punya diabetes.
Sementara hasil antara 5.7 6.4 persen menunjukkan bahwa Anda
masih di tahap pradiabetes. Kadar gula darah normal biasanya
berada di bawah 5.7 persen. Tes HbA1C bisa juga digunakan
untuk memantau gula darah secara rutin setelah Anda didiagnosis
penyakit diabetes melitus. Kadar HbA1C sebaiknya dicek
beberapa kali dalam setahun (Soelistijo et ak, 2019).
2. Tes gula darah puasa
Dokter juga mungkin melakukan tes gula darah puasa untuk
mendiagnosis risiko Anda. Sampel darah akan diambil setelah
Anda berpuasa semalaman (kurang lebih 8 jam). Berikut kategori
kadar gula darah menurut tes gula darah puasa (Soelistijo et ak,
2019).
a. Normal: kurang dari 100 mg/dL (5.6 mmol/L).
b. Pradiabetes: antara 100 sampai 125 mg/dL (5.6 sampai 6.9
mmol/L).
c. Diabetes: 126 mg/dL (7 mmol/L) atau lebih.
Sejauh ini, tes gula darah puasa dianggap sebagai metode
diagnosis diabetes melitus yang cukup efektif.

11
3. Tes gula darah sewaktu
Ada beberapa kondisi yang membuat hasil tes HbA1C tidak
valid. Contohnya apabila tes dilakukan pada wanita hamil atau
pada orang-orang dengan variasi hemoglobin. Nah pada kasus
seperti itu, tes gula darah sewaktu (tes GDS) bisa dilakukan
sebagai gantinya. Tes GDS bisa dilakukan kapan saja tanpa perlu
mempertimbangkan waktu makan terakhir Anda. Namun, biasanya
tes ini dilakukan apabila Anda sudah memiliki gejala diabetes
seperti sering buang air kecil atau kehausan esktrem.
Nilai gula darah akan ditampilkan dalam bentuk miligram per
desiliter (mg/dL) atau milimole per liter (mmol/L). Jika hasil tes
GDS menunjukkan 200 mg/dL (11.1 mmol/L) atau lebih, artinya
gula darah Anda tinggi dan Anda punya diabetes. Sementara jika
angkanya di bawah 200 mg/dL, artinya kadar gula darah masih di
angka normal (Soelistijo et ak, 2019).
4. Tes toleransi gula darah oral
Ketimbang ketiga tes sebelumnya, metode diagnosis diabetes
melitus ini terbilang kurang umum kecuali jika Anda sedang hamil.
Tes toleransi glukosa oral membutuhkan puasa semalam
sebelumnya. Jadi, Anda harus puasa dulu seama kurang lebih 8 jam
dan setelahnya akan diminta untuk makan seperti biasa. Dokter
juga mungkin akan memberikan cairan gula. Selang 2 jam setelah
makan, kadar gula darah Anda akan diperiksa (Soelistijo et ak,
2019).

12
1.1.6 Penatalaksanaan Medis Terbaru

Intervensi farmakologis yang diberikan dapat berbentuk oral maupun


suntikan (Soelistijo et ak, 2019).
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)

Berdasarkan cara keijanya, OHO dibagi menjadi lima golongan,


yaitu:
1) Pemicu sekresi insulin

a) Sulfonilurea Mekanisme aksi sulfonilurea adalah


meningkatkan sekresi insulin endogen dengan cara berikatan
dengan reseptor sulfonilurea spesifik pada sel P pankreas.
Sulfonilurea yaitu mampu menurunkan kadar A1C sekitar 0,8
%. Contoh obat golongan sulfonilurea yaitu glibenklamid,
klorpropamid, glimepirid, dan gliburid. Efek samping
golongan sulfonilurea adalah hipoglikemia, ruam, diare,
muntah (Soelistijo et ak, 2019).
b) Glinid
Glinid memiliki mekanisme aksi yang sama dengan golongan
sulfonilurea yaitu meningkatkan sekresi insulin. Glinid
mampu menurunkan nilai A1C sekitar 0,7 %. Contoh obat
golongan ini adalah repaglinid dan nateglinid. Efek samping
hipoglikemia golongan glinid lebih ringan daripada
sulfonilurea karena durasinya pendek (Soelistijo et ak,
2019)..
2) Meningkatkan sensitivitas terhadap reseptor insulin
Tiazolidindion Mekanisme aksi golongan tiazolidindion adalah
meningkatkan sensivitas reseptor insulin di jaringan dan hati dengan
berikatan pada peroxisome proliferative activated receptor gamma
(PPAR). Tiazolidindion mampu menurunkan nilai A1C sekitar 0,8 %.
Contoh obat golongan ini adalah pioglitazon. Efek samping umum
golongan tiazolidindion yaitu gagal jantung, patah tulang, dan retensi

13
cairan (Soelistijo et ak, 2019).
3) Menghambat glukoneogenesis
Biguanid Mekanisme aksi golongan biguanid adalah
mengurangi produksi glukosa hati atau disebut
glukoneogenesis. Contoh obat golongan ini yaitu metformin.
Golongan obat ini dikontraindikasikan pada pasien DM tipe 2
yang mengalami gangguan ginjal dengan nilai GFR < 30
mL/menit dan gangguan hati. Metformin biasanya diresepkan
untuk pasien DM tipe 2 yang mengalami obesitas. Metformin
mampu menurunkan nilai A1C sekitar 1,0-1,5%. Efek samping
metformin adalah gangguan gastrointestinal seperti diare dan
kram perut. Selain itu, metformin juga menyebabkan mual
sehingga diberikan pada saat makan atau sesudah makan
(Harper et ak, 2013).
4) Penghambat absorb si glukosa: penghambatan alfa glukosidase
Mekanisme aksi golongan ini adalah mengurangi absorpsi
glukosa di usus halus. Contoh obatnya yaitu akarbose.
Akarbose mampu menurunkan nilai A1C sebesar 0,6 %. Efek
samping yang sering teijadi adalah kembung dan flatulens
(Soelistijo et al., 2019).
b. Suntikan, seperti insulin

Terapi dengan menggunakan insulin diperlukan dalam keadaan


berikut ini (Soelistijo et ak, 2019):
1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Ketoasidosis diabetik.

3) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.

4) Hiperglikemia dengan asidosis laktat.

5) Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.

6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.

14
7) Stress berat seperti infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke.
8) Kehamilan dengan diabetes melitus (diabetes melitus
gestasional) yang tidak terkendali dengan pengaturan makan.
9) Gangguan ginjal atau hati yang berat.

10) Kontraindikasi atau pasien mengalami alergi ketika


menggunakan OHO (Soelistijo et ak, 2019).

1.1.7 Konsep Tindakan Keperawatan Yang Diberikan


a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan (Manurung, N. 2018).
Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
a) jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan  dikurangi
atau ditambah
b) jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya (Manurung, N.
2018).
b. Jenis makanan yang manis harus dihindari Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 1/2 
jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah

15
reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan
reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan
akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik (Manurung,
N. 2018).
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media
misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan
sebagainya (Manurung, N. 2018).

16
1.2 Pengkajian

a. Identitas umum:

Nama pasien, usia pasien, jenis kelamin, agama, status perkawinan,


Pendidikan, pekerjaan, alamat dan tempat tinggal, suku bangsa (Sya’diah,
2018).
b. Riwayat Kesehatan

1. Keluhan utama

Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien


mungkin berbau aseton pemapasan kussmaul, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan, dan sakit kepala.
2. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan teijadinya penyakit, penyebab teijadinya penyakit


serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
3. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya Riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada


kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas.
Adanya Riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
Tindakan medis yang pemah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
4. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga


yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan teijadinya defisiensi insulin missal hipertensi, jantung.
5. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang


dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita (Sya’diah, 2018).

17
c. Pemeriksaan fisik

1. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,


berat badan, dan tanda-tanda vital.
2. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,


telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur/
ganda, diplopia, lensa mata keruh.
3. System integument

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban, dan suhu kulit, tekstur rambut dan kuku.
4. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM


mudah teijadi infeksi.
5. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/
bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
6. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, muntah, diare, konstipasi,


dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lebar abdomen,
obesitas.
7. Sistem urinary

Poliuri, retensi urin, inkontinensia urin, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8. Sistem musculoskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan,

18
cepat lelah, lemah, dan nyeri, adanya gangrene di eksremitas.
9. Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,


reflek lambat, kacau mental, disorientasi (Sya’diah, 2018).

1.3 Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan


kebutuhan oksigen

c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer

e. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menggunakan


glukosa.

19
1.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
Penyebab: keperawatan selama 3 x 24 jam
Observasi
1) Agen pencedera fisiologis diharapkan tingkat nyeri menurun
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
2) Agen pencedera kimiawi dengan kriteria hasil:
frekuensi, kualitas intensitas nyeri
3) Agen pencedera fisik 1. Kemampuan menuntaskan aktivitas
2. Identifikasi skala nyeri
Gejala dan tanda meningkat dengan skor 5
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
Mayor 2. Keluhan nyeri menurun dengan skor
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
1) Subjektif 5
memperingan nyeri
a) Mengeluh nyeri
3. Meringis menurun dengan skor 5
5. Monitor efek samping penggunaan analgetik
2) Objektif
4. Gelisah menurun dengan skor 5 Terapeutik
a) Tampak meringis
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
b)Bersikap protektif 5. Kesulitan tidur menurun menurun
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
c) Gelisah dengan skor 5
Hipnosis, akupresur, terapi musik,
d)Frekuensi nadi meningkat
6. Ketegangan otot menurun dengan
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik
e) Sulit tidur Minor
skor 5
imajinasi terbimbing, kompres
1) Objektif
7. Frekuensi nadi membaik dengan skor hangat/dingin, terapi bermain).
a) Tekanan darah meningkat
5 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa

20
b)Pola napas berubah nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
8. Tekanan darah membaik dengan skor
c) Nagfsu makan berubah kebisingan).
5
d)Proses berpikir terganggu 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
9. Nafsu makan membaik dengan skor 5
e) Menarik diri 4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
f) Berfokus pada diri sendiri 10.Pola tidur membaik dengan skor 5 pemilihan strategi meredakan nyeri.
g)Diafronesis Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara
tepat.
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu

Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Energi


selama 3 x 24 jam, maka toleransi

21
Penyebab aktivitas meningkat dengan kriteria Observasi
1) Ketidakseimbangan hasil : 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
antarasuplai dan kebutuhan 1) Frekuensi nadi meningkat dengan mengakibatkan kelelahan
oksigen skor 5 2. Monitor pola dan jam tidur
3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
2) Tirah baring 2) Saturasi oksigen meningkat
melakukan aktivitas.
3) Kelemahan dengan skor 5
Teraupetik
4) Imobilitas 3) Kemudahan dalam melakukan
1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
5) Gaya hidup monoton aktivitas sehari-hari meningkat
stimulus
dengan skor 5
Gejala dan tanda
2. Berikan aktivitas distraksi yang
4) Kecepatan berjalan meningkat
Mayor
menenangkan
dengan skor 5
1) Subjektif : Frekuensi jantung
3. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur jika tidak
5) Kekuatan tubuh bagian atas
meningkat > 20% dari
dapat berpindah atau berjalan terjadinya
meningkat dengan skor 5
kondisi istirahat.
gangguan komplikasi pergerakan
6) Kekuatan tubuh bagian bawah
2) Objektif : Mengeluh
Edukasi
meningkat dengan skor 5
lelah Minor
1. Anjurkan tirah baring
7) Keluhan Lelah menurun dengan
1) Subjektif :
2. Anjurkan melakukan aktivitas secara
skor 5
a) Dipsnea saat atau setelah
bertahap
8) Dispnea saat dan sesudah aktifitas
aktivitas
3. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
menurun dengan skor 5

22
b) Merasa tidak 9) Sianosis menurun dengan skor 5 kelelahan.
nyaman setelah 10) TD membaik dengan skor 5 Kolaborasi
beraktivitas 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
c) merasa lemah meningkatkan asupan makanan.
2) Objektif :
a) Tekanan darah berubah >
20% dari kondisi istirahat
b) Sianosis

Gangguan perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan Sirkulasi


perifer selama 3 x 24 jam, maka perfusi jaringan Observasi
Penyebab perifer meningkat dengan kriteria 1. Periksa sirkulasi perifer ( mis. Nadi perifer,
1) Hiperglikemia hasil : edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ancle
2) Penurunan konsntrasi 1) Denyut nadi perifer meningkat brachial index).
hemoglobin dengan skor 5 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
3) Peningkatan tekanan darah 2) Penyembuhan luka meningkat ( mis. Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi
4) Kekurangan volume cairan dengan skor 5 dan kadar kolesterol tinggi).
5) Penurunan aliran arteri dan 3) Sensasi meningkat dengan skor 5 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau
atau vena 4) Warna kulit pucat menurun dengan bengkak pada ektremitas.

23
6) Kurang terpapar informasi skor 5 Terapeutik
tentang faktor pemberat 5) Edema perifer menurun dengan skor 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
7) Kurang terpapar informasi 5 darah di area keterbatasa perfusi.
tentang proses penyakit 6) Nyeri ekstremitas menurun dengan 2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
8) Kurang aktivitas fisik skor 5 ekstremitas dengan keterbatasan perfusi.
Gejala dan tanda Mayor 7) Kram otot menurun dengan skor 5 3. Hindari penekanan dan pemasangan
1) Objektif 8) Akral cukup membaik dengan skor 5 tourniquet pada area yang cedera.
a) Pengisian kapiler >3 detik 9) Tekanan darah sistolik cukup 4. Lakukan pencegahan infeksi
b) Nadi perifer menurun atau membaik dengan skor 5 5. Lakukan perawatan kaki.
tidak tersedia 10) Tekanan darah diastolik cukup Edukasi
c) Akral teraba dingin membaik dengan skor 5 1. Anjurkan berhenti merokok
d) Warna kulit pucat 2. Anjurkan berolahraga rutin
e) Turgor kulit menurun 3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
Gejala dan tanda minor menghindari kulit terbakar.
1) Subjektif 4. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan
a) Parastesia darah, antikoagulan, dan penurunan
b) Nyeri ekstremitas kolesterol jika perlu.
(klaudikasi intermitten) 5. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
2) Objektif darah secara teratur.

24
a) Edema 6. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
b) Penyembuhan luka lambat darah secara teratur.
c) indeks ankle-brachial < 0,90 7. Ajarkan program diet untuk memperbaiki
d) Bruit Femoral sirkulasi (mis. Rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)

Gangguan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit

Penyebab : keperawatan selama 3 x 24 jam


Observasi
1) Perubahan sirkulasi diharapkan integritas kulit dan jaringan
1. Identifikasi penyebab gangguan integritas
2) Perubahan status nutrisi meningkat dengan kriteria hasil:
kulit (mis, perubahan sirkulasi, perubahan
3) Penurunan mobilitas 1. Elastisitas meningkat dengan skor 5
status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
4) Proses penuaan 2. Hidrasi meningkat dengan skor 5
lingkungan ekstrem, penurunan motilitas)
5) Neuropati perifer 3. Perfusi jaringan perifer meningkat
6) Perubahan hormonal dengan skor 5 Terapeutik

4. Kerusakan integritas jaringan 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
menurun dengan skor 5 2. Lakukan pemijatan pada area tulang jika
5. Kerusakan lapisan kulit menurun perlu.
dengan skor 5
3. Gunakan produk berbahan petrolium atau
6. Nyeri menurun dengan skor 5

25
7. Jaringan parut menurun dengan
minyak pada kulit kering
skor 5
8. Suhu kulit membaik dengan skor 5 4. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan

9. Tekstur membaik dengan skor 5 hipoalergik pada kulit sensitif

5. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada


kulit kering

Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab ( mis,
lotion, serum)

2. Anjurkan minum air yang cukup

3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

4. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan


sayur

5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem

Risiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi

26
Fakto Risiko keperawatan selama 3 x 24 jam
1) Ketidakmampuan menelan diharapkan asupan nutris meningkat Observasi
makanan dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
2) Ketidakmampuan mencerna 1) Porsi makan yang dihabiskan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
makanan meningkat dengan skor 5 3. Identifikasi makanan yang disukai
3) Ketidakmampuan mengabsorpsi 2) Kekuatan otot pengunyah 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrien meningkat dengan skor 5 nutrien
4) Peningkatan kebutuhan 3) Kekuatan otot menelan meningkat 5. Monitor asupan makanan
metabolisme dengan skor 5 Terapeutik
5) Faktor ekonomi ( mis. Finansial 4) Pengetahuan tentang pilihan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
tidak mencukupi) makanan yang sehat meningkat perlu.
6) Faktor psikologis ( mis. Stres, dengan skor 5 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
keengganan untuk makan) 5) Pengetahuan tentang pilihan Piramida makanan).
minuman yang sehat meningkat 3. Berikan makanan tinggi serat untuk
dengan skor 5 mencegah konstipasi
6) Pengetahuan tentang standar 4. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
asupan nutrisi yang tepat dengan protein.
skor 5 5. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7) Perasaan cepat kenyang menurun

27
dengan skor 5 Edukasi
8) Berat badan membaik dengan skor 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
5 2. Ajarkan diet yang di programkan
9) Indeks massa tubuh (IMT) Kolaborasi
membaik dengan skor 5 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
10) Nafsu makan membaik dengan makan.
skor 5 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan.

28
1.7 Program Perencanaan Pulang/Discharge Planning dan melaksanakan
pendidikan kesehatan yang tekait dengan perencanaan tersebut
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah
untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan
kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan
terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes
tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan
intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien
mengatasi kondisi ini. Penatalaksanaan Medik diantaranya adalah (Soelistijo
et ak, 2019) :
1. Perencanaan makan
Standar yang dianjurkan adalah makan dengan komposisi
seimbangan dalam hal Karbohidrat (KH), Protein, lemak  yang sesuai
kecukupan gizi :
a. KH 60 –70 %
b. Protein 10 –15 %
c. Lemak 20 25 %
Beberapa cara menentukan jumalah kelori uantuk pasien DM  melalui
perhitungan menurut Bocca:   Berat badan (BB) Ideal: (TB – 100) –
10% kg 
a. BB ideal x 30% untuk laki-laki
b. BB ideal x25% untuk Wanita
Kebutuan kalori dapat ditambah lagi dengan kegiatan sehari-hari:
1) Ringan : 100 – 200 Kkal/jam
2) Sedang : 200 – 250 Kkal/jam
3) Berat    : 400 – 900 Kkal/jam
Kebutuhhan basal dihituung seperti 1), tetapi ditambah kalori
berdasarkan persentase kalori basal:
a. Kerja  ringan ditambah 10% dari kalori basal
b. Kerja  sedang  ditambah 20% dari kalori basal

29
c. Kerja  berat ditambah 40 – 100 % dari kalori basal
d. Pasien kurus, masih tumbuh kumbang, terdapat infeksi, sedang
hamil atau menyesui, ditambah 20 –30-% dari kalori basal Suatu
pegangan kasar dapat dibuat sebagai berikut:
a) Pasien kurus          : 2300 – 2500 Kkal
b) Pasien nermal        : 1700 – 2100 Kkal
c) Pasien gemuk        :  1300 – 1500 Kkal
(Soelistijo et ak, 2019)
2. Latihan jasmani
Dianjurkan latihian jasmani secara teratur (3 –4 x seminggu)
selama kurang lebih 30 menit yang disesuaikan dengan kemampuan
dan kondisi penyakit penyerta. Latihian yang dapat dijadikan pilihan
adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, bersepeda dan mendayung.
Sespat muingkain zona sasaran yaitu 75 – 85 % denyut nadi
maksimal : DNM = 220-umur (dalam tahun) (Soelistijo et ak, 2019).
3. Pengelolaan farmakologi
a. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Golongan sulfonil ures bekerja dengan cara:
1) Menstimulasi penglepasan insulin yang tersimpan
2) Menurunkan ambang sekresi insulin
3) Meningkatkna sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa
b. Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai bawah normal.
Preparat yang ada dan aman adalah metformin. Obat ini dianjurkan
untuk  pasien gemuk.
c. Inhibitor alfa glukosidase
Secara kompettitf menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam
saluran cerna sehingga menrunkan hiperglikemia pasca pransial.

d. Insulin sensitizin gagent

30
Thoazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai sfek
farmakologi meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa
mengatasi nasalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat
resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia (Soelistijo et
ak, 2019).

31
DAFTAR PUSTAKA

Nurkholifah, S. (2018). Keperawatan Gerontik. Jakarta Selatan: PDM


Kesehatan.

Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta Timur: CV.


Trans Info Media.

Soelistijo, S. A., Lindarto, D., Decroli, E., Permana, H., Sucipto, K. W.,
Kusnadi, Y., ... Sanusi. (2019). Konsesus Pengelolaan Dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe2 Di Indonesia 2019. In PB
PERKENI.
Sya’diah, H. (2018). Keperawatan Lanjut Usia. Surabaya: Indomedia
Pustaka.
PPNI. (2017). standar diagnosis keperawatan indonesia definisi dan
indikator diagnostik (1 cetakan). DPP PPNI.

PPNI. (2018). standar intervensi keperawatan indonesia definisi dan


tindakan keperawatan (1 cetakan). DPP PPNI.

PPNI. (2019). standar luaran keperawatan indonesia definisi dan kriteria


hasil keperawatan (1 cetakan). DPP PPNI.

32

Anda mungkin juga menyukai