Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA TN.

A
DENGAN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JONGAYA
KOTA MAKASSAR

DISUSUN OLEH:

ANDI FARAMIDA
(PO713201201155)

PEMBIMBING

CI LAHAN CI INSTITUSI

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

2022
LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI PADA LANSIA “TN.A”
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JONGAYA
KOTA MAKASSAR

DISUSUN OLEH:

ANDI FARAMIDA
(PO713201201155)

PEMBIMBING

CI LAHAN CI INSTITUSI

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Dasar Lanjut Usia (Lansia)
1. Definisi Lanjut Usia (Lansia)
Menurut Reimer et al (1999); Stanley and Beare (2007 dalam Azizah 2011),
mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang
menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut
beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi (Muhammad Yusuf, 2018: 5).
Glascock dan Feinman (1981); Stanley and Beare (2007 dalam Azizah 2011),
menganalisis kriteria lanjut usia dari 57 negara di dunia dan menemukan bahwa
kriteria lansia yang paling umum adalah gabungan antara usia kronologis dengan
perubahan dalam peran sosial, dan diikuti oleh perubahan status fungsional
seseorang. Proses menua merupakan suatu hal yang fisiologis, yang akan dialami
oleh setiap orang (Muhammad Yusuf, 2018: 5).
Batasan orang dikatakan lanjut usia berdasarkan UU No 13 tahun 1998
adalah 60 tahun. Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwa lansia adalah
gabungan antara usia kronologis dengan perubahan dalam peran sosial, dan diikuti
oleh perubahan status fungsional seseorang, serta ditandai ciri fisik seperti rambut
beruban, kerutan kulit dan hilangnya gigi (Muhammad Yusuf, 2018: 5).

2. Klasifikasi Lansia
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) antara 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun

3. Proses Menua
Pada hakekatnya menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa
dan masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis maupun psikologis.
Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran secara fisik maupun psikis.
Kemunduran fisik ditandai dengan kulit yang mengendor, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, kelainan berbagai
fungsi organ vital, sensitivitas emosional meningkat dan kurang gairah.
Meskipun secara alamiah terjadi penurunan fungsi berbagai organ, tetapi
tidak harus menimbulkan penyakit, oleh karenanya usia lanjut harus sehat. Sehat
dalam hal ini diartikan :
1) Bebas dari penyakit fisik, mental, sosial
2) Mampu melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
3) Mendapat dukungan secara sosial dari keluarga dan masyarakat
Akibat perkembangan usia, lansia mengalami perubahan-perubahan yang
menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus-menerus. Apabila proses
penyesuaian diri dengan lingkungannya kurang berhasil maka timbullah berbagai
masalah. Masalahmasalah yang menyertai lansia, yaitu :
1) Ketidakberdayaan fisik yang menyebakan ketergantungan pada orang lain
2) Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dala pola
hidupnya
3) Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal
atau pindah
4) Mengembangkan aktifitas baru untuk mengisi waktu luang yang bertambah
banyak
5) Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa. Berkaitan dengan
perubahan fisik, Hurlock mengemukakan bahwa perubahan fisik yang mendasar
adalah perubahan gerak
Lanjut usia juga mengalami perubahan dalam minat. Pertama minat terhadap diri
makin bertambah. Kedua minat terhadap penampilan semakin berkurang. Ketiga minat
tehadap uang semakin meningkat, terakhir minat terhadap kegiatan-kegiatan rekreasi
tak berubah hanya cenderung menyempit. Untuk itu diperlukan motivasi yang tinggi
pada diri usia lanjut untuk selalu menjaga kebugaran fisiknya agar tetap sehat secara
fisik. Motivasi tersebut diperlukan untuk melakukan latihan fisik secara benar dan teratur
untuk meningkatkan kebugaran fisiknya.
Berkaitan dengan perubahan, kemudian Hurlock (1990) mengatakan bahwa
perubahan yang dialami oleh setiap orang akan mempengaruhi minatnya terhadap
perubahan tersebut dan akhirnya mempengaruhi pola hidupnya. Bagaimana sikap yang
ditunjukkan apakah memuaskan atau tidak memuaskan, hal ini tergantung dari pengaruh
perubahan terhadap peran dan pengalaman pribadinya.

4. Teori Proses Menua


1) Teori-teori biologi
a) Teori genetik dan mutasi
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang
deprogram oleh molekul-molekul / DNA dan setiap sel pada saatnya akan
mengalami mutasi.
b) Pemakaian dan rusak
Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (rusak)
c) Reaksi dari kekebalan sendiri
Didalam proses metabolism tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus.
Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga
jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
d) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan
internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah
terpakai.
2) Teori Kejiwaan Sosial
a) Aktivitas atau kegiatan
Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses adalah
mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
b) Kepribadian berlanjut
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada usia lanjut. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimiliki.
c) Teori pembebasan
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan
ini mengakibatkab interaksi.

5. Penurunan Fungsi Lansia


Lanjut usia diakibatkan terdapatnya pergantian terdapatnya pergantian
fisiologis yang terjalin oleh organ. Semacam pergantian fisiologis yang terjalin
mengakibatkan proses penuaan antara lain:
1) Sistem Penginderaan
Lanjut usia hadapi penyusutan persepsi sensori yang menjadi
ketidaknyamanan bersosialisasi sebab terjalin mundurnya dari fungsifungsi
sensoris yang dimiliki. Indera yang mempunyai semacam penglihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman serta perabaan ialah bagian integrasi
dari persepsi sensori
a) Penglihatan
Pertambahan umur, lemak hendak berakumulasi disekitar kornea
serta dibentuk lingkaran berupa putih ataupun kuning di antara iris serta
sclera. Peristiwa tersebut adalah arkus sinilis, umumnya di temukan pada
lanjut umur. Pergantian penglihatan serta fungsi mata diduga normal pada
proses penyusutan yang tercantum pengurangan keahlian dalam
dilaksanakan akomodasi, konstriksi pupil akibat penyusutan serta pergantian
warna dan keruhan lensa mata, yang katarak.
Perihal ini menyebabkan akibat pada penyusutan keahlian sistem
visual dari indera penglihatan, perannya memberikan informasi ke lapisan
saraf pusat tentang posisi serta letak tubuh terhadap area di dekat bagian
tubuh hingga bisa pertahankan posisi supaya tidak jatuh serta senantiasa
tegak.
b) Pendengaran
Sistem panca indera yang lain merupakan berubahnya sistem
pendengaran. Terjadinya beberapa perubahan seperti presbiakusis ialah
kendala pendengaran sebab hilang kemampuan daya dengar di telinga
dalam, khususnya terhadap bunyi serta nada yang tinggi, pada bunyi tak
jelas, pada kalimat susah dipahami.
2) Sistem Persyarafan
Sistem persyarafan mengalami beberapa penurunan meliputi cepatnya
penurunan hubungan persyarafan, berat otak menurun 10-20% (setiap orang
berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya), Lambat dalam respoon serta
waktu agar bereaksi,khususnya stress. Mengecil nya saraf panca indera :
berkurang penglihatan, hilang pendengaran, kecilnya saraf penciuman, lebih
sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin
dan berkurangnya sensitif terhadap sentuhan.
3) Sistem Kardiovaskuler
Terdapat sebagian pergantian yang terjadi pada sistem kardiovaskuler ialah
pergantian pada pembuluh- pembuluh leher, curah jantung, bunyi jantung serta
murmur. Memanjang serta berkelok- keloknya pembuluh di leher spesialnya
pada aorta serta cabang- cabangnya kadangkala menimbulkan arteri karotis
berkelok- kelok ataupun tertekuk di pangkal leher, khususnya di sisi kanan.
Masa berdenyut yang terjalin pada pengidap hipertensi spesialnya lanjut usia
wanita seringkali berhubungan selaku keadaan aneurisma karotis ataupun dapat
disebut sebagai dilatasi sejati arteri. Aorta yang berkelok- kelok kadangkala
meningkatkan tekanan di vena jugularis sebelah kiri leher dengan mengganggu
drainase vena ini di dalam thoraks.
Pergantian sistem kardiovaskuler dijabarkan oleh( Azizah, 2011: 12) antara
lain tambahnya massa jantung, pada ventrikel kiri akibat hipertrofi, serta
kemampuan peregangan jantung menurun akibat terbentuknya pergantian pada
jaringan ikat serta penumpukan lipofusin serta klasifikasi SA node dan akibat
dari berubahnya jaringan konduksi jadi jaringan ikat. Pergantian yang yang lain
ialah konsumsi oksigen pada tingkatan optimal menurun yang hendak
menyebabkan kapasitas pada paru menurun. Dalam perihal ini kegiatan fisik
ataupun aktivitas berolahraga sangat dibutuhkan guna tingkatkan Volume O2
( oksigen) maksimum, kurangi tekanan darah serta guna merendahkan tekanan
darah.
Kendala yang terjalin pada sistem kardiovaskuler pada lanjut usia ialah pada
bilik aorta terjalin penyusutan elastisitas, tidak cuma itu kaliber pada aorta juga
hadapi pertumbuhan.
Pergantian secara fisiologis ini bisa terjalin pada katup- katup jantung di
mana inti sel pada sel- sel katup jantung ini menurun dari jaringan fibrosa
stroma jantung, penumpukan lipid, degenerasi kolagen, serta pula klasifikasi
jaringan fibrosa jaringan katup tersebut. Dimensi katup juga meningkat
bersamaan akumulasi umur. Irama inheren pada jantung menyusut dengan
bertambahnya umur. Perihal ini diakibatkan oleh menyusutnya denyut jantung.
Denyut jantung pada lanjut usia senantiasa rendah apabila dibanding dengan
orang berusia, meski pada lanjut usia yang kerap melaksanakan kegiatan raga.
Aritmia berbentuk ekstrasistol pada lanjut usia, ditemui lebih dari 10% pada
lanjut usia yang periksakan EKG nya secara teratur. Perihal yang tidak berganti
pada lanjut usia merupakan guna sistolik pada jantung.
4) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lanjut usia hadapi anoreksia yang terjalin akibat
pergantian keahlian digesti serta absorpsi pada badan lanjut usia. Tidak hanya
itu lanjut usia hadapi penyusutan sekresi asam serta enzim. Pergantian yang
lain merupakan pergantian pada morfologik yang terjalin pada mukosa, kelenjar
serta otot pencernaan yang hendak berakibat pada terganggunya guna
mengunyah serta menelan, dan terbentuknya pergantian nafsu makan.
5) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi pergantian yang terjalin pada lanjut usia diisyarati
oleh kecil ovari serta uterus, terjalin atrofi buah dada. Terhadap pria testis bisa
diproduksi spermatozoa walaupun terdapatnya penyusutan secara berangsuran,
dan dorongan seks masih terdapat sampai umur 70 tahun.
6) Sistem Endokrin
Sistem endokrin ada sebagian hormon yang dibuat jumlah besar dalam
respon menanggulangi tekanan pikiran. Akibat kemunduran penciptaan hormon
pada lanjut usia, lanjut usia juga hadapi penyusutan respon dalam mengalami
tekanan pikiran.
7) Integumen
Pergantian sistem integumen diisyarati oleh kulit lanjut usia yang hadapi
atrofi, kendur, tidak elastis, kering serta mengkerut. Pergantian tersebut yaitu
pergantian terhadap kulit lanjut usia dimana kulit pada lanjut usia hendak jadi
kering diakibatkan dari minimnya cairan oleh kulit hingga kulit jadi berbecak
serta tipis. Atrofi sebasea serta glandula sudoritera ialah pemicu dari timbulnya
kulit kering. Liver spot juga jadi ciri dari berubah sistem integumen pada lanjut
usia. Liver spot ini ialah suatu melamin bercorak cokelat yang timbul pada kulit.
8) Sistem muskulosketal
Penurunan pada jaringan muskuloskeletal meliputi:
a. Otot
Pergantian yang terjalin pada otot lanjut usia meliputi penyusutan
jumlah serta dimensi serabut otot, kenaikan jaringan penghubung serta
jaringan lemak pada otot. Akibat terbentuknya pergantian morfologis pada
otot, lanjut usia hendak hadapi penyusutan kekuatan, penyusutan
fleksibilitas, kenaikan waktu respon serta penyusutan keahlian fungsional
otot.
b. Sendi
Pergantian pada lanjut usia di wilayah sendi meliputi menyusutnya
elastisitas jaringan ikat semacam tendon, ligament serta fasia. Terjalin
degenerasi, erosi dan kalsifikasi pada kartilago serta kapsul sendi. Terjalin
pergantian pula pada sendi yang kehabisan fleksibilitasnya sehingga luas
serta gerak sendi juga jadi menyusut. Dampaknya lanjut usia hendak hadapi
perih sendi, kekakuan sendi, kendala kegiatan, kendala jalur.
c. Tulang
Pergantian yang terjalin pada tulang yaitu kurang padat tulang.
Kurangnya padatnya tulang ini jadi pemicu osteoporosis pada lanjut usia.
Peristiwa jangka panjang yang hendak terjalin kala lanjut usia sudah hadapi
osteoporosis merupakan perih, deformitas serta fraktur. Oleh karena itu,
kegiatan raga juga jadi upaya preventif yang pas.
d. Jaringan penghubung (kolagen serta elastin)
Kolagen ialah dukungan oleh kulit, tendon, tulang serta jaringan
pengikat jadi suatu batang yang tidak tertib. Pergantian pada kolagen ini jadi
pemicu penurunan fleksibilitas pada lanjut usia hingga mencuat akibat perih,
penyusutan keahlian buat tingkatkan kekuatan otot, kesusahan duduk serta
berdiri, jongkok serta berjalan. Upaya yang butuh dicoba merupakan upaya
fisioterapi.
e. Kartilago
Jaringan kartilago oleh sendi yang lunak dan hadapi granulasi dimana
hendak membagikan akibat pada rata permukaan sendi.

6. Penyakit yang Terjadi Pada Lansia


Perubahan fisiologi yang terjalin oleh lanjut usia. Disebabkan fungsi
semacam organ tubuh mengalami penyusutan. Penurunan fungsi fisiologis pada
sistem endokrin, gaya hidup yang tidak sehat pada lansia berpotensi menderita
penyakit hipertensi kemungkinan yang terjadi komplikasi yang sangat tinggi, salah
satu penyakit yang sering diderita lanjut umur ialah penyakit kardiovaskuler dan
diabetes meilitus .
B. Konsep Dasar Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi ataupun tekanan darah tinggi merupakan sesuatu kondisi pada
saat terjadi kenaikan tekanan darah dapat disebabkan oleh hambatan sistem organ,
semacam stroke, penyakit jantung coroner, kendala pembuluh darah jantung serta
kendala otot jantung (Istichomah 2020 dalam Fadia Kansha Tamara, 2021: 4).
Hipertensi ialah sesuatu penyakit ditandai adanya peningkatan tekanan darah
sebab terjadi kelainan jantung dan pembuluh darah. Hipertensi ialah kenaikan
tekanan darah diatas batas normal ialah ≥ 140 mmHg untuk sistolik serta ≥ 90 mmHg
untuk diastolik (Angshera, Rahmawati, and Y 2020 dalam Fadia Kansha Tamara,
2021: 4).
Definisi hipertensi ataupun tekanan darah tinggi bersumber pada definisi
diatas dapat dinyatakan bahwa hipertensi ialah peningkatan tekanan darah diatas
batas alami ialah ≥ 140 mmHg untuk sistolik serta ≥ 90 mmHg untuk diastolik.
Tekanan darah tinggi karena terbentuknya peningkatan tekanan darah yang bisa
berlanjut pada kendala sistem organ (Fadia Kansha Tamara, 2021: 4).
Menurut NANDA 2015, Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi :
a) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan
atau tekanan diastolik sama atau lebi besar dari 90 mmHg
b) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg
dan tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg. Penyebab hipertensi ada pada
orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :
a. Elastisitas pada dinding aorta menurun.
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% satu tahun sesudah
berusia 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dalam volumenya.
d. Hilangnya elastisitas pembuluh darah hal ini terjadi karena kekurangan
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
e. Meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer.
2. Etiologi
1) Jenis Hipertensi
Hipertensi dapat didiagnosa sebagai penyakit yang berdiri sendiri tetapi sering
dijumpai dengan penyakit lain, misalnya arteriosclerosis, obesitas, dan diabetes
mellitus. Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dikelompokkan menjadi
dua golongan yaitu (WHO, 2014) :
a) Hipertensi esensial atau hipertensi primer
Sebanyak 90-95% kasus hipertensi yang terjadi tidak diketahui dengan pasti
apa penyebabnya. Para pakar menemukan hubungan antara riwayat
keluarga penderita hipertensi (genetik) dengan resiko menderita penyakit ini.
Selain itu juga para pakar menunjukkan stress sebagai tertuduh utama, dan
faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor-faktor lain yang dapat dimasukkan
dalam penyebab hipertensi jenis ini adalah lingkungan, kelainan metabolism,
intra seluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan resikonya seperti obesitas,
merokok, konsumsi alcohol, dan kelainan darah.
b) Hipertensi renal atau hipertensi sekunder
Pada 5-10% kasus sisanya, penyebab khususnya sudah diketahui yaitu
gangguan hormonal, penyakit diabetes, jantung, gagal ginjal, penyakit
pembuluh darah atau berhubungan dengan kehamilan. Kasus yang sering
terjadi adalah karena tumor kelenjar adrenal. Garam dapur akan
memperburuk resiko hipertensi tetaapi bukan faktor penyebab.
2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hipertensi
a) Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol :
1. Jenis kelamin
Prevelensi terjadinya hipertensi pada pria dengan wanita. Wanita
diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan pria
ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan mudah menyerang pada wanita
ketika berumur 55 tahun, sekitar 60% menderita hipertensi berpengaruh
pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan perubaahan hormone pada wanita
setelah menopause (Endang Triyanto, 2014).
2. Umur
Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil akan berubah di
usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung lebih meningkat secara
cepat. Sehingga, semakin bertambah usia seseorang maka tekanan
darah semakin meningkat. Jadi seorang lansia cenderung mempunyai
tekanan darah lebih tinggi dibandingkan diusia muda (Endang Triyanto,
2014).
3. Keturunan (Genetik)
Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap keluarga yang
telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi adanya peningkatan
kadar sodium nintraseluler dan rendahnya rasio antara potassium
terhadap sodium individu sehingga pada orang tua cenderung berisiko
lebih tinggi menderita bipertensi dua kali lebih besar dibandingkan
dengan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi
(Buckman, 2010).
4. Pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi tekanan darah.
Tingginya resiko hipertensi pada pendidikan yang rendah, kemungkinan
kurangnya pengetahuan dalam menerim informasi oleh petugas
kesehatan sehingga berdampak pada perilaku atau pola hidup sehat
(Armilawaty, Amalia H, Amiruddin ., 2007).
b) Faktor resiko hipertensi yang dapat dikontrol :
1. Obesitas
Pada usia pertengahan dan usia lanjut, cenderung kurangnya melakukan
aktivitas sehingga asupan kalori mengimbangi kebutuhan energy,
sehingga akan terjadi peningkatan berat badan atau obesias dan akan
memperburuk kondisi.
2. Kurang olahraga
Jika melakukan olahraga dengan teratur akan mudah untuk mengurangi
peningkatan tekanan darah tinggi yang akan menurunkan tahanan perifer,
sehingga melatih otot jantung untuk terbiasa melakukan pekerjaan yang
lebih berat karena adanya kondisi tertentu.
3. Kebiasaan merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini dikarenakan didalam
kandungan nikotin yang dapat menyebabkan penyempitan pembuluh
darah.
4. Konsumsi garam berlebih
WHO merekomendasikan konsumsi garam yang dapat mengurangi
peningkatan hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah
tidak lebih dari 100 mmol (sekita 2,4 gram sodium atau 6 garam).
5. Minum kopi
Satu cangkir kopi mengandun kafein 75-200 mg, dimana dalam satu
cangkir kopi dapat meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg.

3. Patofisiologi
Proses terjadinya hipertensi dimulai dengan atherosclerosis yang
menyebabkan gangguan struktur anatomi pembuluh darah perifer yang berlanjut
dengan kekakuan pembuluh darah. Kekauan pembuluh darah disertai dengan
penyempitan karena adanya penumpukan plak yang menghambat gangguan fungsi
peredaran darah perifer. Kekakuan pembuluh darah dan kelambanan aliran darah
menyebabkan beban jantung bertambah berat yang akhirnya di kompensasi dengan
peningkatan upaya pemompaan jantung yang memberikan gambaran penigkatan
tekanan darah dalam sistem sirkulasi.

4. Manifestasi Klinis
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala,
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan yang biasa terjadi pada
penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Rokhaeni menyebutkan, manifestasi klinis hipertensi secara umum dibedakan
menjadi dua yaitu :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan
tekanan darah
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa ggejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri
kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang
mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Sutanto (Gonzaga Richardus Nahak, 2019: 7) gejala-gejala yang
mudah diamati antara lain yaitu : gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala,
sering gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdeging,
sukar tidur, sesak napas, tengkuk rasa berat, mudah lelah, mata berkunang-kunang
dan mimisan (darah keluar dari hidung).
5. Pathway

6. Pemeriksaan Penunjang
1) Hemoglobin / hematocrit
Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) BUN : memberikan informasi tentang perfusi ginjal
3) Glukosa
Hiperglikemi (diabetes mellitus adalah pencetus hipertensi) dapat dakibatkan
oleh peningkatan katekolamin (meningkatkan hipertensi)
4) Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
5) Kolestrol dan trigliserid serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan
plak ateromatosa (efek kardiovaskular)
6) Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokontriksi dan hipertensi
7) Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya
diabetes
8) Asam Urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi steroid urin
9) Foto dada
Menunjukkan obstruksi klasifikasi pada area katub, perbesaran jantung
10) CT Scan
Untuk mengkaji tumor serebral, ensefalopat
11) EKG
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.

7. Komplikasi
Corwin dalam Manuntung (2018) menyebutkan ada beberapa komplikasi yanh dapat
terjadi pada penderita hipertensi yaitu :
a. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh darah non otak yang terpajan tekanan
tinggi.
b. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri coroner yang aterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada
kapiler-kapiler ginjal dan glomerulus. Rusaknya glomerulus mengakibatkan darah
akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat
berlanjut menjadi hipoksia dan kematian.
d. Gagal jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah kembalinya
ke jantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan
jarigan lain sering disebut edema. Cairan di dalam paru-paru menyebabkan
sesak nafas, timbunan cairan di tungkai menyebabkan kaki bengkak.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskular yang berhubungan dengan pencapaian
dan pemeliharaan tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan
penyakit
hipertensi meliputi :
a. Penatalaksanaan non farmakologis
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan
darah. Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines
adalah:
1) Penurunan berat badan
Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan sayuran dan
buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan
tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dyslipidemia.
2) Mengurangi asupan garam
Makanan tinggi garam dan lemak merupakan makanan tradisional pada
kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien tidak menyadari kandungan
garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan
sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk
mengurangi dosis ibat antihipertensi pada pasien hipertensi deraja >2.
Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2gr/hari.
3) Olahraga
Olahraga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 sampai 60 menit/hari,
minimal 3 hari/minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Pasien
yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus
tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki
tangga dalam aktifitas rutin merka di tempat kerjanya.
4) Mengurangi konsumsi alcohol
Konsumsi alcohol walaupun belum menjadi pola hidup yang umum di Negara
kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin meningkat seiring
dengan perkembangan pergaula dan gaya hidup, terutama di kota besar.
Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas perhari pada pria atau 1 gelas perhari
pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian
membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam
penurunan tekanan darah.
5) Berhenti merokok
Merokok sampai saat ini belum terbukti berefek langsun dapat menurunkan
tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama
penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti
merokok.
b. Penatalaksanaan farmakologis
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas
dan mortalitas akibat tekanan darah tinggi. Berikut penggunaan obat-obatan
sebagai penatalaksanaan farmakologis untuk hipertensi.
1) Diuretic
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh,
sehingga volume cairan tubuh berkurang, tekanan darah turun dan beban
jantung lebih ringan.
2) Penyakit beta (beta-blockers)
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju nadi
dan daya pompa jantung. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada
penggunaan obat ini yaitu tidak dianjurkan pada penderita asma bronchial,
dan penggunaan pada penderita diabetes harus hati-hati karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia.

C. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam peruses keperawatan.
Untuk itu, di perlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien
sehingga dapat memberi arah terhadap tindakan keperawatan.
Menurut (Handa Gustiawan 2019) yang perlu dikaji ialah :
1) Identitas
Ada beberapa yang merupakan identitas yaitu : Nama, umur, agama, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan terakhir, tanggal
masuk panti, kamar dan identitas keluarga pasien (Handa Gustiawan 2019)
2) Riwayat Masuk Panti
Menjelaskan mengapa memilih tinggal di panti dan bagaimana proses sehingga
dapat bertempat tinggal di panti(Handa Gustiawan 2019)
3) Riwayat Keluarga
Menggambarkan sebuah hubungan keluarga ( kakek, nenek, orang tua, saudara
kandung, pasangan, dan anak-anak )
4) Riwayat Pekerjaan
Menjelaskan dimana pekerjaan sekarang, pekerjaan sebelumnya, dan
mendapatan uang dan kecukupan terhadap kebutuhan yang tinggi.
5) Riwayat Lingkup Hidup
Memiliki gambaran tempat tinggal, berapa kamar yang diinginkan, berapa orang
yang tinggal di rumah, derajat privasi, alamat, dan nomor telpon.
6) Riwayat Rekreasi
Meliputi : hoby/peminatan, keanggotaan organisasi, dan liburan.
7) Sumber/Sistem Pendukung
Sumber pendukung adalah anggota atau staf pelayanan kesehatan seperti
dokter, perawat atau klinik
8) Deskripsi Harian
Khusus Kebiasaan Ritual Tidur Menjelaskan kegiatan yang dilakukan sebelum
tidur. Pada pasien lansia dengan hipertensi mengalami susah tidur sehingga
dilakukan ritual ataupun aktivitas sebelum tidur.
9) Status Kesehatan Sekarang
Ada beberapa status kesehatan umum ketika setahun yang lalu, status
kesehatan umum ketika 5 tahun yang lalu, keluhan yang utama, serta pendidikan
tentang penatalaksanaan masalah kesehatan.
10) Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan fisik ialah suatu proses pemeriksaan tubuh pasien pada ujung
kepala sampai ujung kaki (head to toe) untuk menentukan adanya gejala dari
sebuah penyakit dengan teknik inpeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
Pada pemeriksaan kepala dan leher yaitu melihat bentuk kepala, warna rambut,
bentuk wajah, kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea mata,konjungtiva serta
sclera, pupil serta iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola mata, cuping hidung,
lubang hidung, tulang hidung, dan menilai ukuran telinga, ketegangan telinga,
kebersihan lubang telinga, ketajaman pendengaran, kondisi gigi, gusi serta bibir,
kondisi lidah, palatum serta osofaring, keberadaan trakea, tiroid, kelenjar limfe,
vena jugularis serta denyut nadi karotis.
Selanjutnya pemeriksaan payudara yakni inspeksi terdapat atau tidak kelainan
berupa (warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla mammae menonjol
atau tidak, hiperpigmentasi aerola mammae, apakah ada pengeluaran cairan
pada putting susu), palpasi (menilai apakah ada benjolan, adanya
pembengkakan kelenjar getah bening, lalu disertai dengan pengkajian nyeri
tekan).
Pemeriksaan thoraks yakni inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (simetris
dada, menggunakan otot bantu pernafasan, pola nafas), palpasi (nilai vocal
premitus), perkusi (menilai bunyi perkusi apakah terdapat kelainan), dan
auskultasi (menilai bunyi nafas dan adanya bunyi nafas tambahan).
Pemeriksaan jantung yaitu inpeksi serta palpasi (mengamati ada tidaknya pulsasi
serta ictus kordis), perkusi (tentukan batasan jantung untuk ukuran jantung),
auskultasi (mendengar suara jantung, suara jantung adanya penambahan atau
tidak bising/murmur).
Pada pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan
berupa (bentuk abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna
kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi (bising usus atau peristalik usus
dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi (ada atau tak nyeri tekan,
benjolan/massa, besarnya hepar dan lien) dan perkusi (penilaian suara abdomen
serta pemeriksaan asites). Pemeriksaan kelamin dan sekitarnya meliputi area
pubis, meatus uretra,anus serta perineum terdapat kelainan atau tidak. Pada
pemeriksaan muskuloskletal meliputi pemeriksaan kekuatan dan kelemahan
ekstermitas, kesimetrisan cara berjalan. Pada pemeriksaan integument meliputi
membersihkan, menghangatkan, warna, turgor kulit, bentuk kulit, kelembaban
serta kelainan terhadap kulit serta terdapat lesi atau tidak (Handa Gustiawan
2019)
a) Pengkajian status fungsional dan pengkajian status kognitif
1. Pengkajian status fungsional
a. Indeks katz
Pemeriksaan indeks katz memfokuskan aktivitas kehidupan sehari-
hari yaitu kegiatan mandi, memakai pakaian, pindah tempat, toileting,
dan makan. Mandiri merupakan tidak ada yang mengawasi,
mengarahkan, ataupun bantuan orang lain. Pengkajian ini
mendasarkan pada status aktual serta bukan terhadap kemampuan.
Pengkajian ini dapat mengukur kemampuan fungsional lanjut usia
dilingkungan sekitar rumah. (Susanto 2018)
b. Barthel indeks
Pemeriksaan barthel indeks adalah alat mengukur kemandirian lanjut
usia yang sering digunakan, dengan ukur mandiri fungsional pada
perihal keperawatan diri serta mobilitas. Barthel indeks tidak
mengukur ADL, instrumental, komunikasi, dan psikososial.
Pengukuran pada barthel indeks bertujuan buat ditunjukkan
peningkatan pelayanan yang dibutuhkan pasien. Barthel indeks dapat
mengambil pada catat medik penderita, pengamatan langsung
ataupun catatan sendiri pada pasien. (Susanto 2018)
2. Pengkajian status kognitif
a. SPMSQ (Short portable mental status questionaire) adalah beberapa
penguji sederhana yang sudah digunakan secara luas buat kaji status
mental. Menguji semacam 10 pertanyaan berkaitan dengan orientasi,
riwayat pribadi, ingatan janka pendek, ingatan jangka panjang dan
perhitungan. (Rosita 2012)
b. MMSE/Mini mental state exam ialah bentuk mengkaji kognitif yang
digunakan. Lima fungsi kognitif dalam MMSE yaitu konsentrasi,
bahasa, orientasi, ingatan serta atensi. MMSE terdiri dari dua bagian,
bagian pertama hanya membutuhkan respon verbal dan mengkaji
orientasi, memori dan atensi. Bagian kedua kaji kemampuan tulis
kalimat, nama objek, ikuti perintah verbal serta tulis, salin suatu
desain poligon kompleks. (Rhosma S, 2014)

2. Diagosa Keperawatan
Dapat muncul beberapa diagnosis keperawatan sesuai SDKI (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI 2017) diantaranya:
1. Defisit Pengetahuan (D.00111)
2. Ansietas (D.0080)
3. Koping Tidak Efektif (D.0096)
4. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
5. Nyeri Akut (D.0077)
6. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
7. Risiko Cedera (D.0136)
8. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
9. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit (D.0036)

3. Intervensi Keperawatan
Rencana Intervensi yang akan dilakukan sesuai Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia yakni:
1. Defisit Pengetahuan (D.00111)
Luaran Utama: Tingkat Pengetahuan
Luaran Tambahan: Memori
Motivasi
Proses Informasi
Tingkat Agitasi
Tingkat Pengetahuan
2. Ansietas (D.0080)
Luaran Utama: Tingkat Ansietas
Luaran Tambahan: Dukungan Sosial
Dukungan Sosial
Harga Diri
Kesadaran Diri
Kontrol Diri
Proses Informasi
Status Kognitif
Tingkat Agitasi
Tingkat Pengetahuan
3. Koping Tidak Efektif (D.0096)
Luaran Utama: Status Koping
Luaran Tambahan: Dukungan Sosial
Harga Diri
Interaksi Sosial
Kesadaran Diri
Ketahanan Personil
Konservasi Energi
Penampilan Peran
Penerimaan
Pola Tidur
Proses Informasi
4. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
Luaran Utama: Status Kenyamanan
Luaran Tambahan: Pola Tidur
Tingkat Agitasi
Tingkat Ansietas
Tingakt Nyeri
Tingkat Keletihan
5. Nyeri Akut (D.0077)
Luaran Utama: Tingkat Nyeri
Luaran Tambahan: Fungsi Gastrointestinal
Kontrol Nyeri
Mobilitas Fisik
Penyembuhan Luka
Perfusi Miokard
Perfusi Perifer
Pola Tidur
Status Kenyamanan
Tingkat Cedera
6. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
Luaran Utama: Toleransi Aktivitas
Luaran Tambahan: Ambulansi
Curah Jantung
Konsevasi Energi
Tingkat Keletihan
7. Risiko Cedera (D.0136)
Luaran Utama:Tingkat Cedera
Luaran Tambahan: Fungsi Sensori
Keamanan Lingkungan Rumah
Keseimbangan
Kinerja Pengasuhan
Kontrol Kejang
Koordinasi Pergerakan
Mobilitas
Orientasi Kognitif
Tingkat Delirium
Tingkat Demensia
Tingkat Jatuh
8. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
Luaran Utama: Perfusi Serebral
Luaran Tambahan: Komunikasi Verbal
Kontrol Risiko
Memori
Mobilitas Fisik
Status Neurologis
9. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit (D.0036)
Luaran Utama: Keseimbangan Elektrolit
Luaran Tambahan: Eliminasi Fekal
Fungsi Gastrointestinal
Keseimbangan Cairan
Penyembuhan Luka
Status Nutrisi
Tingkat Mual/muntah

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan keperawatan
yang telah dibuat oleh untuk mencapai hasil yang efektif dalam pelaksanaan
implementasi keperawatan, penguasaan dan keterampilan dan pengetahuan harus
dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang diberikan baik mutunya.
Dengan demikian rencana yang telah ditentukan tercapai.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan poses
mulai dari pengkajian, diagnose , perencanaan, tindakan dan evaluasi itu sendiri.
Evaluasi menggunakan metode SOAP yakni S “Subjektif”, O “Objektif”,
A”Analisis”, P “Planning”.
DAFTAR PUSTAKA

Fadia Kansha Tamara. 2021. “ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA IBU K


DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI DI KOTA SEMARANG” dalam Karya Tulis Ilmiah
(hlm. 12-27). Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung
Gonzaga Richardus Nahak. 2019. “STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA
TN.C.N DENGAN HIPERTENSI DI WISMA KENANGA UPT PANTI SOSIAL
PENYANTUN LANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG” dalam Karya Tulis Ilmiah
(hlm. 6-33). Kupang: Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kupang.
Muhammad Yusuf. 2018. “ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.W DENGAN GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER PADA HIPERTENSI DALAM PEMENUHAN
KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
MINAULA KENDARI” dalam Karya Tulis Ilmiah (hlm. 5-48). Kendari: Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kendari.
Sakinah Siwi Mulyani. 2019. “ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN HIPERTENSI
DI PANTI TRESNA WERDHA NIRWANA PURI SAMARINDA” dalam Karya Tulis
Ilmiah (hlm. 5-29). Samarinda: Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes
Kalimantan Timur.

Anda mungkin juga menyukai