Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN FRAKTUR

Oleh:

I DEWA GEDE FATHU RAMA


NIM. 219012817

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

A. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang,
kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur terjadi secara sekunder
akibat proses penyakit seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur
yang patologis (Engram, 2018 : 266).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2014). Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2015).

B. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala attau manifestasi klinis fraktur tergantung pada tingkat
keparahan trauma serta lokasi fraktur. Menurut (Smeltzer dan Bare,2019)
manifestasi klinis fraktur antara lain:
1. Nyeri
Nyeri adalah suatu mekanisme proteksi bagi tubuh yang akan timbul bilamana
jaringan rusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk menghilangkan
rangsangan nyeri (Arthur C Guyton, 2017).
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan farktur yang akan
mengakibatkan jaringan lunak yang terdapat disekitar fraktur seperti pembuluh
darah, saraf dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat rusak. Dengan
terjadinya trauma dapat merangsang pengeluaran mediator kimia (Substansi P,
Bradikinin, Prostaglandin) yang akan merangsang neuroreseptor kemudian dialirkan
ke dorsal horn pada medulla spinalis ke traktus spinotalamikus lateral ke kortek
cerebri dan akhirnya dipersepsikan nyeri.
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen diimmobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Deformitas dan Kehilangan Fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan akan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas, yang bisa diketahui
dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada intregitas tulang
tempat melengketnya otot.
3. Pemendekan Tulang
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain antara 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Edema
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera
6. Kontusis
Adalah cedera pada jaringan lunak, diakibatkan oleh kekerasan tumpul (mis.
pukulan,tendangan, atau jatuh).
7. Strain
Tarikan otot akibat pengunaan berlebihan,atau ster yang berlebihan, strain
adalah robekan mikroskopis tidak komplet dengan pendarahan ke dalam jaringan.
8. Sprain
Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi akibat gerakan menyempit
atau memutar.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan
justru tidak ada pada fraktur linear, fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda
fisik dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami
cedera pada daerah tersebut

C. ETIOLOGI
Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma namun dapat juga disebabkan oleh
kondisi lain menurut (Appley dan Salomon,1995) fraktur dapat terjadi karena:
1) Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian besar disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan
a) Bila terkena kekuatan langsung
Tulang dapat patah dan dapat mengenai jaringan lunak. Karena pemukulan
(pukulan sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan dapat menyebabkan fraktur
kominutif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
b) Bila terkena kekuatan tak langsung
Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena
kekuatan itu. Kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
2) Fraktur Kelelahan atau Tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti pada logam dan benda lain akibat
tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia dan
fibula atau metatarsal, terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan
berbaris dengan jarak jauh.
3) Fraktur Patologik
Fraktur dapat terjadi oleh kekuatan tulang yang berkurang atau rapuh oleh
karena adanya proses patologis. Proses patologis tersebut antara lain adanya
tumor, infeksi atau osteoporosis pada tulang.

D. PATOFISIOLOGI
Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah
putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat
tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah
terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan
sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodelling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak tertangani,
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan
otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen (Brunner & Suddart, 2000)

E. TAHAP PENYEMBUHAN TULANG


1) Tahap pembentukan hematom
Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk
kearea fraktur. Suplai darah meningkat, terbentuklah hematom yang
berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari kelima.
2) Tahap proliferasi
Dalam waktu sekitar 5 hari , hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk
benang-benang fibrin dalam bekuan darah, membentuk jaringan untuk
revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang akan menhasilkan
kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan.
3) Tahap pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulangawan tumbuh mencapai
sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan
dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan tulang serat imatur. Perlu waktu 3-4
minggu agar frakmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan
fibrus
4) Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus
ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini memerlukan waktu 3-4
bulan.
5) Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodeling (6-12 bulan)
Tahap akhir dari perbaikan patah tulang. Dengan aktifitas osteoblas dan
osteoclas, kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
(Smeltzer dan Bare,2016)
F. POHON MASALAH

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis


Ansietas
Fraktur Prosedur operasi
Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Nyeri Akut sumsum tulang
Tekanan
lebih tinggi dari kapiler
Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tlg
Deformitas Peningkatan tek kapiler
Perubahan jaringan sekitar Melepaskan
Kerusakan katekolamin
fragmen tlg

Ggn fungsi ekstermitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Gangguan Mobilitas Fisik


Protein plasma hilang Bergabung dg trombosit

Edema Emboli

Penekanan pembuluh Menyumbat pembuluh


darah darah

Mengenai jaringan kutis dan sub Perfusi Perifer Tidak


kutis
Gangguan
Integritas Efektif
Laserasi kulit
Kulit/Jaringan
Perdarahan

Kehilangan volume cairan

Risiko Hipovolemia

Risiko Infeksi
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi menggunakan sinar rongen (x-ray) digunakan untuk
mendapatkan gambaran spesifik terkait keadaan dan kedudukan tulang, maka
digunakan kedudukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan
tertentu diperlukan proyeksi tambahan karena adanya patologi yang dicari
berupa superposisi. Permintaan x-ray harus didasari pada adanya permintaan
pemeriksaan penunjang.
Hal yang harus dibaca pada x-ray harus meliputi 6 A yaitu:
1. Anatomi
2. Articular
3. Alignment
4. Angulation
5. Apeks
6. Apposition
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
b. Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang karena menunjukan
bahwa kegiatan osteoblast dalam membentuk tulang.
c. Enzyme otot seperti keratin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5)
aspartate amino transferase (AST), aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tualang.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Fraktur yang tidak disertai perubahan posisi ekstra artikular dari distal radius
dan fraktur tertutup dari ulnadapat diatasi secara efektif dengan primary care
provider.Fraktur distal radius umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja, serta
mudah sembuh pada kebanyakan kasus. Terapi fraktur diperlukan konsep ”4 R”
yaitu : rekognisi, reduksi/reposisi, terensi/fiksasi, dan rehabilitasi.
1. Rekognisis atau pengenalan adalah dengan melakukan berbagai diagnosa yang
benar sehingga akan membantu dalam penanganan fraktur karena perencanaan
terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-fragmen fraktur
semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau keadaan letak
normal.
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau
menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur
tersebut dapat kembali normal.

I. KLASIFIKASI
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1) Menurut jumlah garis fraktur :
a) Simple fraktur (terdapat satu garis fraktur)
b) Multiple fraktur (terdapat lebih dari satu garis fraktur)
c) Comminutive fraktur (banyak garis fraktur/fragmen kecil yang lepas)
d) Segmental Fraktur (bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling
berhubungan)
2) Menurut luas garis fraktur:
a) Fraktur inkomplit (tulang tidak terpotong secara langsung)
b) Fraktur komplit (tulang terpotong secara total)
c) Hair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak ada
perubahan bentuk tulang)
3) Menurut bentuk fragmen :
a) Fraktur transversal (bentuk fragmen melintang)
b) Fraktur obligue (bentuk fragmen miring)
c) Fraktur spiral (bentuk fragmen melingkar)
4) Menurut hubungan antara fragmen dengan dunia luar :
a) Fraktur terbuka (fragmen tulang menembus kulit), terbagi 3 :
(1) Pecahan tulang menembus kulit, kerusakan jaringan sedikit,
kontaminasi ringan, luka <1 cm.
(2) Kerusakan jaringan sedang, resiko infeksi lebih besar, luka >1 cm.
(3) Luka besar sampai ± 8 cm, kehancuran otot, kerusakan neurovaskuler,
kontaminasi besar.
b) Fraktur tertutup (fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar)
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
 Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
 Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
 Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
 Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
5) Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
 Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
 Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
(Mansjoer, 2015)
J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomer register,
tanggal masuk rumah sakit, diagnosis medis (Padila, 2012).
b. Keluhan utama
Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga akan
kesulitan beraktivitas. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri klien digunakan menurut Padila (2012) :
1) Provoking incident : Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri
2) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk
3) Region : Radiation, relief : Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
memepengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari
c. Riwayat penyakit sekarang

d. Riwayat penyakit dahulu


e. Riwayat penyakit keluarga
f. Riwayat psikososial
g. Pola Kebutuhan Dasar
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (mis. abses, amputasi,
terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan
fisik berlebihan).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
3. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif.
4. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteridan/vena, kurang aktivitas fisik.
5. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan penurunan mobilitas,
faktor mekanis (mis. penekanan padatonjolan tulang, gesekan).
L. RENCANA KEPERAWATAN

NO. STANDAR DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA KEPERAWATAN INDONESIA
INDONESIA (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri Akut (D. 0077) Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
Definisi: keperawatan selama .... x jam Observasi
Pengalaman sensorik atau diharapkan Tingkat Nyeri Identifikasi lokasi, karakteristik,
emosional yang berkaitan dengan (L.08066) menurun dengan durasi, frekuensi, kualitas ,
kerusakan jarigan actual atau kriteria hasil : intensitas nyeri
fungsional, dengan onset Keluhan nyeri menurun (5) Identifikasi skala nyeri
mendadak atau lambat dan Meringis menurun (5) Identifikasi respons nyeri non
berintensitas ringan hingga berat Sikap protektif menurun (5) verbal
yang berlangsung kurang dari 3 Gelisah menurun (5) Identifikasi faktor yang
bulan. Kesulitan tidur menurun (5) memperberat nyeri dan
Menarik diri menurun (5) memperingan nyeri
Berfokus pada diri sendiri Identifikasi pengetahuan dan
menurun (5) keyakinan tentang nyeri
Diaforesis menurun (5) Identifikasi pengaruh budaya
Perasan takut mengalami terhadap respon nyeri
Penyebab: cedera berulang menurun Identifikasi pengaruh nyeri pada
Agen pencedera fisiologis (5) kualitas hidup

(mis. Inflamai,iskemia, Ketegangan otot menurun Monitor keberhasilan terapi

neoplasma (5) komplementer yan sudah diberikan


Frekuensi nadi membaik (5) Monitor efek samping
Agen pencedera kimiawi
Pola napas membaik (5) penggunaan analgetik
(mis. Terbakar, bahan
Terapeutik
kimia iritan) Tekanan darah membaik (5)
Berikan teknik nonfarmakologis
Agen pencedera fisik (mis. Nafsu makan membaik (5)
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
Abses, amputasi, terbakar, Pola tidur membaik (5) TENS, hypnosis, akupresur, terapi
terpotong, mengangkat music, biofeedback, terapi pijat,
berat, prosedur operasi, aromaterapi, teknik imajinasi
trauma, latihan fisik terbimbing, kompres hangat/dingin,
berlebih) terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Fasilitas istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu
Jelaskan strategi meredakan nyeri

Anjurkan memonitor nyeri secara


mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan


2. (D.0054) keperawatan selama .... X.......jam Dukungan Mobilisasi
Definisi : diharapkan Mobilitas Fisik Observasi
Keterbatasan dalam gerakan fisik (L.05042) meningkat dengan Identifikasi adanya nyeri atau
dari satu atau lebih ekstremitas kriteria hasil: keluhan fisik lainnya
secara mandiri Pergerakan ekstemitas (5) Identifikasi toleransi fisik
Kekuatan otot (5) melakukan ambulasi
Penyebab :
Rentang gerak (ROM) (5) Monitor frekuensi jantung dan
Kerusakan integritas
Nyeri (5) tekanan darah sebelum memulai
struktur tulang
ambulasi
Perubahan metabolisme Kecemasan (5)
Monitor kondisi umum selama
Ketidakbugaran fisik Kaku sendi (5)
melakukan ambulasi
Penuruna kendali otot Gerakan tidak terkoordinasi
Terapeutik
(5)
Penurunan kekuatan otot Fasilitasi aktivitas mobilisasi
Gerakan terbatas (5)
Keterlambatan dengan alat bantu
Kelemahan fisik (5) Fasilitasi melakukan mobilisasi
perkembangan
Kekuatan sendi fisik, jika perlu

Kontraktur Libatkan keluarga untuk membantu


pasien dalam meningkatkan
Malnutrisi
mobilisasi
Gangguan muskuloskeletal
Edukasi
Gangguan neuromuskular
Indeks massa tubuh di atas Jelaskan tujuan dan prosedur
persentil ke-75 sesuai usia ambulasi
Efek agen farmakologis Anjurkan melakukan mobilisasi

Program pembatasan gerak dini

Nyeri Ajarkan mobilisasi sederhana yang


harus dilakukan
Kurang terpapar informasi
tentang aktivitas fisik
Kecemasan

Gangguan kognitif

Keengganan melakukan
pergerakan
Gangguan sensori persepsi
3. Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan asuhan Pencegahan Infeksi (I.14539)
Definisi : beresiko mengalami keperawatan selama …x...jam Observasi
peningkatan terserang organisme diharapkan dapat mengatasi Resiko  Monitor tanda dan gejela infeksi
patogenik Infeksi dengan kriteria hasil: local dan sitemik
Faktor Resiko : Tingkat Infeksi (L.14137) Terapeutik
Penyakit kronis (mis.  Kebersihan tangan meningkat Batasi jumlah pengunjung

Diabetes militus) (5) Berikan perawatan kulit pada area


Efek prosedur invasive  Kebersihan badan meningkat edema
(5) Cuci tangan sebelum dan sesudah
Malnutrisi
 Nafsu makan meningkat (5) kontak dengan pasien dan
Peningkatan paparan
 Demam menurun (5) lingkungan pasien
organisme pathogen  Kemerahanmenurun (5) Pertahankan kondisi aseptik pada
lingkungan  Nyeri menurun (5) pasien beresiko tinggi
Ketidakadekuatan  Bengkak menurun (5) Edukasi
pertahanan tubuh primer  Vesikel menurun (5) Jelaskan tanda dan gejala infeksi

Gangguan peristaltic  Cairan berbau busuk menurun Ajarkan cara mencuci tangan
(5) dengan benar
Kerusakan integritas kulit
 Sputum berwarna hijau
Ajarkan etika batuk
Perubahan sekresi pH menurun (5)
Ajarkan cara memeriksa kondisi
Penurunan kerja silialis  Drainase purulenmenurun (5)
 Pluria menurun (5) luka atau luka oprasi
Ketuban pecah lama
 Periode malaise menurun (5) Anjurkan meningkatkan asupan
Ketuban pecah sebelum nutrisi
 Periode menggigil menurun
waktunya Anjurkan meningkatkan asupan
(5)
Merokok  Letargi menurun (5) cairan

Status cairan tubuh  Gangguan kognitif menurun Kolaborasi


Kolaborasi pemberian imunisasi,
Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder
Penurunan hemoglobin
Imununosupresi (5) jika perlu
 Kadar sel darah putih
Leukopenia
membaik (5)
Supresi respon inflamasi
 Kultur darah membaik (5)
Faksinasi tidak adekuat  Kultur urine membaik (5)
 Kultur sputum membaik (5)
 Kultur area luka membaik (5)
 Kultur feses membaik (5)
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan Perawatan Sirkulasi
(D.0009) keperawatan selama ... x ... jam Observasi
Definisi: diharapkan Perfusi Perifer Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi
Penurunan sirkulasi darah pada Meningkat dengan kriteria hasil : perifer, edema, pengisian kapiler,
level kapiler yang dapat Kekuatan nadi perifer warna, suhu, ankle-brachial index)
mengganggu metabolisme tubuh. meningkat (5) Identifikasi faktor risiko gangguan
Penyebab: sirkulasi (mis. diabetes, perokok,
Penyembuhan luka meningkat
Hiperglikemia orang tua, hipertensi dan kadar
(5)
Penurunan konsentrsai kolesterol tinggi)
Sensasi meningkat
hemoglobin Monitor panas, kemerahan, nyeri atau
Warna kulit pucat menurun (5)
Peningkatan tekanan darah bengkak pada ekstremitas
Edema perifer menurun (5)
Kekurangan volume cairan Nyeri ekstremitas menurun (5) Terapeutik

Penurunan aliran arteri Pasastesia menurun (5) Hindari pemasangan infus atau

dan/atau vena pengambilan darah di area


Kelemahan otot menurun (5)
keterbatasan perfusi
Kurang terpapar informasi Kram otot menurun (5)
Hindari pengukuran tekanan darah
tentang factor pemberat
Bruit femoralis menurun (5)
(mis. Merokok, gaya hidup pada ekstremitas dengan keterbatasan
Nekrosis menurun (5) perfusi
monoton, trauma, obesitas,
asupan garam, imobilitas) Pengisian kapiler membaik (5) Hindari penekanan dan pemasangan

Kurang terpapar informasi Akral membaik (5) tourniquet pada area yang cedera

tentang proses penyakit (mis. Lakukan pencegahan infeksi


Trugor kulit membaik (5)
Diabetes mellitus, Lakukan perawatan kaki dan kuku
Tekanan darah sistolik
hyperlipidemia)
membaik (5) Lakukan hidrasi
Kurang aktivitas fisik
Tekanan darah diastolik Edukasi
mebaik (5) Anjurkan berhenti merokok

Tekanan arteri rata-rata Anjurkan berolahraga rutin

Gejala dan Tanda Mayor membaik (5) Anjurkan mengecek air mandi untuk
Subjektif Indeks ankle-brachial menghindari kulit terbakar
- membaik (5)
Anjurkan minum obat pengontrol
tekanan darah secara teratur
Objektif Anjurkan menggunakan obat penurun
Pengisian kapiler >3 detik tekanan darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika perlu
Nadi perifer menurun atau
Anjurkan menghindari penggunaan
tidak teraba
obat penyekat beta
Akral teraba dingin
Anjurkan melakukan perawatan kulit
Warna kulit pucat
yang tepat (mis. melembabkan
Turgor kulit menurun
kulitkering pada kaki)
Anjurkan program rehabilitasi
vaskular
Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi (mis. rendah
lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
Informasikan tanda dan gejala darurat
yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka
tidak sembuh, hilangnya rasa)
5. Gangguan Integritas Setelah diberikan asuhan Perawatan Integritas Kulit (L.11353)
Kulit/ Jaringan keperawatan Observasi
(D.0129) Definisi : selama …
Identifikasi penyebab gangguan
….. x ...... jam diharapkan
Kerusakan kulit (dermis integritas kulit (mis. perubahan
Integritas Kulit dan Jaringan
dan/atau epidermis) atau sirkualsi, perubahan status nutrisi,
meningkat dengan kriteria hasil:
jaringan (membrane mukosa, penurunan kelembaban, suhu
Elastisitas meningkat (5)
kornea, fasia, otot, tendon, lingkunagn ekstrim, penurunan
tulang, kartilago, kapsul sendi Hidrasi meningkat (5)
mobilitas)
dan/atau ligament). Perfusi jaringan meningkat Terapeutik
(5) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
Penyebab
Kerusakan jaringan menurun baring
Perubahan sirkualsi
(5) Lakukan pemijatan pada area
Perubahan status nutrisi
Kerusakan lapisan kulit penonjolan tulang, jika perlu
(kelebihan atau
menurun (5) Bersihkan perineal dengan air
kekurangan)
Kekurangan / kelebihan Nyeri menurun (5) hangat, terutama selama periode

volume cairan Perdarahan menurun (5) diare

Penurunan mobilitas Gunakan produk berbahan


Kemerahan menurun (5)
Bahan kimia iriatif petroleum atau minyak pada kulit
Hematoma menurun (5)
kering
Pigmentasi abnormal
menurun (5)
Suhu lungkungan yang Jaringan parut menurun (5) Gunakan produk berhbahan ringan/
ekstrim Nekrosis menurun (5) alami dan hipoalergik pada kulit
Faktor mekanis (mis. sensitive
Abrasi kornea menurun (5)
penekanan pada Hindari produk berbahan dasar
Suhu kulit membaik (5)
tonjolan tulang, alkohol pada kulit kering anjurkan
Sensai membaik (5)
gesekan) atau faktor menggunakan pelembab
elektris (mis. Tekstur membaik (5) (mis.lotion, serum)
elektrodiatermi, energy Pertembuhan rambut Edukasi
listrik bertegangan Anjurkan minum air yang cukup
membaik (5)
tinggi)
Anjurkan menggunakan pelembab
Efek samping terapi
(mis. lotion, serum)
radia
Anjurkan meningkatkan asupan
Kelembaban
nutrisi
Proses penuaan Anjurkan meningkatkan asupan
Neuropati buah dan sayur
Kurang terpapar Anjurkan menghindari terpapar
informasi tentang upaya suhu ekstrim
mempertahankan Anjurkan mengguanakn SFP
/melidungi intergitas minimal 30 saat berada di luar
kulit) ruangan
Anjurkan mandi dan
Gejala Tanda dan Mayor mengguanakan sabun secukupnya
Subjektif :
(Tidak tersedia)
Objektif :
Kerusakan integritas
jaringan dan/atau lapisan
kulit
H. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai

tujuan yang spesifik yaitu membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah

ditetapkan mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan

kesehatan dan mempasilitasi koping (Nursalam, 2014). Kriteria

pengimplementasian tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan

keperawatan meliputi bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melekukan tindakan

keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien, memberikan pendidikan pada

kliendan keluarga mengenai konsep ketrampilan asuhan diri serta membantu

klien memodifikasi lengkunganyang digunakan, mengkaji ulang dan merevisi

pelaksanaan tidakan keperawatan berdasarkan respon klien (Nursalam, 2014).

I. EVALUASI

Evaluasi asuhan keperawatan merupakan fase akhir dari proses

keperawatan. Hal-hal yang dievaluasikan adalah keakuratan, kelengkapan, kualitas

data, teratasi atau tidaknya masalah klien, dan pencapaian tujuan serta ketepatan

intervensi keperawatan (Nursalam, 2014). Kriteria perawat mengevaluasi kemajuan

klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan, dan merevisi data

dasar dan perencanaan meliputi menyusun perencanaan evaluasi hasil dari

intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data

dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan kearah pencapaian tujuan,

memvalidasi dan menganalisis atau baru dengan teman sejawat, bekerjasama

dengan klien, keluarga


untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mendokumentasikan hasil

evaluasi dan memodifikasikan perencanaan (Nursalam,2014).

Ada dua macam evaluasi yaitu evaluasi formatif, evaluasi yang

merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon klien segera

pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan dimana evaluasi ini

dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yan terjadi pada saat itu.

Evaluasi somatif, yaitu evaluasi yang merupakan rekapitulasi dan kesimpulan

dari observasi dan analisis status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu

yang ditetapkan pada tujuan keperawatan (Nursalam, 2014).


DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2017 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica. Aesculpalus,
FKUI, Jakarta.
Appley, A.G & Solomon. 2014. Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley. Jakarta: Widya
Medika. Brunner, Suddart. 2016. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Brunner and Suddarth , 2017. Buku Ajar Bedah, Ed. 6, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, ( 2016 ), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8,. Penerjemah
Monica Ester, Jakarta : EGC.
Mansjoer, A. dkk . 2014 . Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 3. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculopius
Smeltzer, S.C & Bare, B.R (2012). Buku ajar keperawatan medical bedah brunner dan
suddarth. Jakarta: EGC.
Tim Pokja SDKI.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai