A. DEFINISI
Fraktur femur ialah Rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti
degenerasi tulang / osteoporosis.
.Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Price dan Wilson, 2009).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan
luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer&
Bare, 2008).
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur femur adalah
terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, yang disebabkan
karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang pangkal paha.
B. ETIOLOGI
Menurut Bruner & Sudarth (2010), penyebab fraktur diantaranya:
1. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang
terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. Jika
kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat
yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur
mungkin tidak ada.
2. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak
mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang menimapnya.
3. Fraktur Patologis
Fraktur patologis dalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses
pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau
ostepororsis.
C. KLASIFIKASI
Menurut Smeltzer dan Bare (2007), berdasarkan ada tidaknya hubungan antara
patahan tulang dengan dunia luar, fraktur dibagi menjadi 2 antara lain:
1. Fraktur tertutup (closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)
Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang
memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk
ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka:
a. Derajat I
Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen minimal.
b. Derajat II
Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas.
c. Derajat III
Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
Menurut Smeltzer dan Bare (2007), fraktur dapat digolongkan berdasarkan derajat
kerusakan tulang yang dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis
fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang
biasanya berubah tempat.
2. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )
Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian.Salah satu sisi patah yang
lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick.
D. PATOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.Sedangkan fraktur terbuka bila
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit
(Smelter dan Bare, 2007).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan.Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur.Sel-sel darah putih dan
sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang
sejati.Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom compartment (Brunner dan Suddarth, 2010 ).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah
(Smeltzer dan Bare, 2007).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara
lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri
dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan
kemampuan perawatan diri (Carpenito, 2007).
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-fragmen tulang di pertahankan
dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan
struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami
kerusakan selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
E. PATHWAY
FRAKTUR
Dikontunuitas Pergeseran
Nyeri
tulang fragmen tulang
Edema
Gg. Mobilitas fisik Memobilisasi asam lemak
Penekanan pemb.
darah Bergabung dg trombosit
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Black (2014)ada beberapa pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur
antara lain:
1. Pemeriksaan roentgen : untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
2. Scan tulang, tomogram, CT- scan/ MRI : memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Pemeriksaan darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple,
atau cedera hati.
PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
a. Airway. Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi
c. Circulation. TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat (kehilangan fungsi pada bagian yangterkena, keterbatasan
mobilitas)
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Cailary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cidera
2) Spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan local
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik.
2. Gangguan integritas Jaringan b/d fraktur, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
I. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa NOC NIC
Nyeri b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
agen keperawatan selama 3x7 jam a.Lakukan pengkajian nyeri secara
cedera diharapkan nyeri berkurang , komprehensif termasuk lokasi,
fisik Dengan kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Kontrol Nyeri dan faktor presipitasi
a.Mampu mengontrol nyeri (tahu b. Observasi reaksi nonverbal dari
penyebab nyeri ketidaknyamanan
b. Mampu menggunakan c.Kontrol lingkungan yang dapat
tehnik nonfarmakologi untuk mempengaruhi nyeri seperti suhu
mengurangi nyeri, mencari ruangan, pencahayaan dan kebisingan
bantuan) d. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Level Nyeri e.Ajarkan tentang teknik non farmakologi
a.Melaporkan bahwa nyeri f. Tingkatkan istirahat
berkurang dengan menggunakan g. Kolaborasikan dengan dokter
manajemen nyeri (dari skala 5 pemberian analgetik untuk mengurangi
menjadi 3) nyeri
b. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
Kerusaka Setelah dilakukan tindakan Wound care
n keperawatan selama 3 x 24 jam a.Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
integritas kerusakan integritas jaringan pasien b. Monitor kulit akan adanya
jaringan teratasi Dengan kriteria hasil: kemerahan
b.d faktor Integritas Jaringan: Kulit dan c.Monitor status nutrisi pasien
mekanik. Membran Mukus d. Observasi luka : lokasi,
a.Perfusi jaringan normal dimensi,kedalaman luka,
b. Tidak ada tanda-tanda karakteristik,warna, cairan granulasi,
infeksi jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi
c.Ketebalan dan tekstur jaringan lokal, formasi traktus
normal e.Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
Wound healing : primary and perawatan luka
secondary intention f. Lakukan tehnik perawatan luka dengan
a.Menunjukkan pemahaman dalam steril
proses perbaikan kulit dan g. Berikan posisi yang mengurangi
mencegah terjadinya cidera tekanan pada luka
berulang h. Hindari kerutan pada tempat tidur
b. Menunjukkan terjadinya i. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet
proses penyembuhan luka TKTP, vitamin
Infection kontrol
a. Ajarkan teknik mencuci tangan dengan
benar.
b. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci
tangan.
c. Lakukan perawatan aseptik pada semua
jalur IV.
d. Lakukan teknik perawatan luka yang
tepat.
e. Berikan antibiotik
Ansietas Tujuan : Intervensi :
Carpenito, LJ. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Herdman, T.H. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2018-2020.
Jakarta: EGC
IDENTITAS MAHASISWA
Nama : Vindi Adeladi Lijama
NIM : 2019032101
Kelompok : VII
Tgl Praktek : 16 November 2020
1. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
Nama klien : Ny. T
Usia : 35 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal masuk : 16 November 2020
Diagnosa Medik : Fraktur femur
TRIAGE P1 P2 P3 P4
B. BREATING
1. Sesak, dengan : tidak sesak
Frekuensi napas : 22x/menit
2. Irama : teratur
3. Kedalaman :
4. Tidak batuk
5. Tidak ada bunyi napas tambahan
C. CIRCULATION
Sirkulasi perifer :
1. Nadi : 100 x/menit
2. Irama : teratur
3. Denyut nadi : kuat
4. Tekanan darah : 120/80 x/menit
5. Ekstremitas : terdapat hambatan pergerakan/maslah pada ekstremitas
sebelah kiri bawah disebabkan oleh adanya fraktur pada bagian paha kiri
6. Adanya pendarahan internal di lokasi fratur pada humerus dan klavikula terdapat
juga jejas pada leher
D. DISABILITY
1. Kesadaran : composmentis GCS : E 4 V 5 M 5 = 14
2. Pemeriksaan neurologis singkat respon : respon terhadap nyeri
VII.TERAPI MEDIS
1) ketorolac 1 amp / 8 jam
2) ranitidine 1 amp / 8 jam
3) IV RL 24 TPM
4) Ceftriaxone 1 amp / 12 jam
a. TTV :
N : 100 x/menit ( teraba kuat dan regular)
TD : 120/80 x/menit
RR : 22x/m
b. Ekspresi wajah meringis
c. Skala nyeri 9 menggunakan metode pain measurement scala)
d. Terdapat deformitas pada paha sebelah kiri danTerdapat bunyi krepitasi
e. terdapat fraktur femur
f. klien mampu melokalisir nyeri
g. klien mengalami kesulitan dalam bergerak karena nyeri
h. adanya bunyi krepitas pada paha kiri
i. klien mengatakan merasa nyeri hebat pada paha kirinya
3. KLAFIKASI DATA
a. DATA SUBJEKTIF
1) klien mengatakan nyeri hebat di rasakan pada paha kiri
2) klien mengatakan nyeri pada paha kiri akibat klien mengalami kecelakaan lalu lintas
b. DATA OBJEKTIF
1) TTV :
N : 100 x/menit
TD : 120/80 x/menit
RR : 22x/m
2) Ekspresi wajah meringis
3) Skala nyeri 9 menggunakan metode pain measurement scala)
4) Terdapat deformitas pada paha sebelah kiri danTerdapat bunyi krepitasi
5) klien mampu melokalisir nyeri
6) klien mengalami kesulitan dalam bergerak karena nyeri
7) adanya bunyi krepitas pada paha kiri
4. ANALISA DATA
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1 Kaji skala nyeri (PQRST) 1. Untuk mengetahui skala nyeri dan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x7 jam, maka memberikan data dasar untuk
agen cidera fisik diharapkan nyeri berkurang atau menentukan dan mengevaluasi
terkontrol dengan criteria hasil : intervensi yang diberikan
2 Observasi tanda-tanda vital 2. Mengetahui keadaan umum pasien
1. Klien tampak tenang 3 Atur posisi senyaman mungkin 3. Meningkatkan relaksasi
2. Nyeri berkurang atau terkontrol 4 Ajarkan tehnik manajemen nyeri 4. Meningkatkan relaksasi dapat
3. Skala nyeri 3 - 4 (ringan) seperti tehnik relaksasi napas dalam mengurangi rasa nyeri
4. Dapat mengidentifikasi aktivitas 5 Kolaborasi dengan dokter dalam 5. Mengurangi nyeri
yang dapat meningkatkan nyeri pemberian analgesic sesuai indikasi.
atau menurunkan nyeri
5. Tanda-tanda vital dalam batas
stabil :
TD : 120/80 mmHg
HR : 60-80 x/mnt
RR : 16-20 x/mnt
T : 36,5-37,5 ̊C
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan klien dalam 1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan
fisik berhubungan keperawatan selama 3x7 jam, maka mobilisasi mobilisasi
dengan gangguan diharapkan gangguan mobilitas 2. Latih pasien dalam pemenuhan 2. Menilai sejauh mana tingkat
musculoskeletal fisik teratasi dengan kriteria hasil : kebutuhan ADLs secara mandiri kemampuan klien dalam pemenuhan
sesuai kemampuan kebutuhan ADLs secara mandiri
1. Klien meningkat dalam aktivitas 3. Damping dan bantu pasien saat 3. Menjaga klien agar tidak terjadi cedera
fisik mobilisasi
2. Memverbalisasikan perasaan 4. Berikan alat bantu jika klien 4. Membantu mobilisasi klien
dalam meningkatkan kekuatan memerulkan
dan kemampuan berpindah. 5. Ajarkan klien bagaimana merubah 5. Agar tidak terjadi kekakuan
3. Memperagakan penggunaan alat posisi dan berikan bantuan jika
bantu untuk mobilisasi (walker) diperlukan. 6. Keluarga sangat dekat dengan klien,
6. Ajarkan keluarga untuk menemani mereka dapat mendapingi dan
dan memenuhi ADLs klien memenuhi kebutuhan klien secara
menyeluruh dan mandiri.
7. IMPLEMENTASI
Hari/ Tanggal
Implementasi Evaluasi
Jam