Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMUR DEXTRA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Ns, Subandiyo, S. Pd., S. Kep.,M. Kes.

Disusun Oleh :

Nama : Maginta Resy Diana

NIM : P1337420217067

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMUR DEXTRA

A. DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontuinitas jaringan tulang


atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2008).
Menurut Helmi (2012) Fraktur merupakan istilah dari hilangnya
kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian.
Secara ringkas dan umum, fraktur adalah patah tulang yang disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang
itu sendiri, serta jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur
yang terjadi lengkap atau tidak (Nurchairiah. Dkk, 2013).

B. KLASIFIKASI FRAKTUR

1. Fraktur tertutup
Fraktur dengan kulit utuh melewati tempat fraktur dimana tulang tidak
menonjol keluar melewati kulit.
2. Fraktur terbuka
Robeknya kulit pada tempat fraktur, luka berhubungan dengan kulit ke
tulang. Oleh sebab itu fraktur berhubungan dengan lingkungan luar, sehingga
berpotensi terjadi infeksi. Fraktur terbuka lebih lanjut dibedakan menjadi 3
berdasarkan beratnya fraktur.
a. Grade I : disertai kerusakan pada kulit yang minimal kurang dari
1 cm.
b. Grade II : seperti pada grade I dengan kulit dan luka memar pada
otot.
c. Grade III : luka lebih dari 6-8 cm dengan kerusakan pada
pembuluh darah.
3. Fraktur komplit, Patah yang melintang ke seluruh tulang dan sering
berpindah dari posisi normal.
4. Fraktur inkomplit

Meluasnya garis fraktur yang melewati sebagian tulang dimana yang


mengganggu kontinuitas seluruh tubuh. Tipe fraktur ini disebut juga green
stick atau fraktur hickoristik.
5. Fraktur comminuted, Fraktur yang memiliki beberapa fragmen tulang.
6. Fraktur patologik, Fraktur yang terjadi sebagai hasil dari gangguan
tulang yang pokok, seperti osteoporosis. Garis fraktur membentuk sudut
oblique (sekitar 45o) pada batang atau sendi pada tulang.
7. Fraktur longitudinal, Garis fraktur berkembang secara longitudinal.
8. Fraktur transversal, Garis fraktur menyilang lurus pada tulang.
9. Fraktur spiral, Garis fraktur berbentuk spiral mengelilingi tulang.

C. ETIOLOGI
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak
langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di
sebabkan oleh kendaraan bermotor.

Etiologi dari fraktur ada 3 yaitu :

1. Cidera atau benturan


2. Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3. Fraktur beban
Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan
bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,


pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan
warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm
(1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur
impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis
fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien.
Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

E. PATOFISIOLOGI

Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau


trauma. Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur
bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan
telapak tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot
misalnya : patah tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep
mendadak berkontraksi.

Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat


patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-
sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang


berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan
rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan
sindrom kompartemen.

F. PATHWAY

Etiologi
Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Kehilangan integritas Perubahan fragmen tulang Fraktur terbuka ujung tulang


tulang kerusakan pada jaringan dan
pembuluh darah
G.
Ketidakstabilan posisi
fraktur, apabila organ
fraktur digerakkan
Gangguan
Hematoma pada daerah integritas kulit
Fragmen tulang yang patah
PEMERIKSAAN
Aliran darah ke daerah distal
Gangguan rasa
nyaman nyeri Resiko tinggi
DIAGNOSTIK
infeksi
(warna jaringan pucat, nadi lemas,
Menurut
Sindroma kompartemen
keterbatasan aktifitas (PERMENKES RI,
2014) pemeriksaan
Defisit perawatan diri diagnosik meliputi :
1. Foto polos Gangguan fungsi organ distal
Umumnya dilakukan pemeriksaan
dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
Gangguan mobilitas fisik
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
2. Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain : radioisotope
scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, danMRI, untuk
memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan sel darah
putih adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.

H. PENATALAKSANAAN

Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipertimbangkan pada saat menangani
fraktur :

1. Rekognisi

Pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak, menentukan perkiraan


yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang
dan ketidakstabilan, tindakan apa yang harus cepat dilakukan misalnya
pemasangan bidai.

2. Reduksi, Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang


patahsedapat mungkin kembali seperti letak asalnya.
Cara penanganan secara reduksi :
a. Pemasangan gips
b. Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)
c. Menggunakan gips sebagai fiksasi eksternal untuk memper-
tahankan posisi tulang dengan alat-alat : skrup, plate, pen, kawat, paku
yang dipasang di sisi maupun di dalam tulang. Alat ini diangkut kembali
setelah 1-12 bulan dengan pembedahan.
3. Debridemen, Untuk mempertahankan/memperbaiki keadaan jaringan
lunak sekitar fraktur pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
4. Rehabilitasi, Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah
untuk mengembalikan fungsi normal.
5. Perlu dilakukan mobilisasi Kemandirian bertahap.
I. KOMPLIKASI
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan
2. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga
menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot.
3. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
4. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
5. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam
tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus, atau selama operasiKONSEP DASAR
KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
e. Riwayat Penyakit Keluarga: Penyakit keluarga yang berhubungan dengan
penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis.
f. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi kesehatan
2) Pola Nutrisi dan metabolisme
3) Pola eliminasi
4) Pola tidur dan istirahat
5) Pola aktivitas
6) Pola hubungan dan peran
7) Pola persepsi dan konsep diri
8) Pola sensori dan kognitif
9) Pola reproduksi seksual
10) Pola koping
11) Pola keyakinan

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum :
Baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti
1) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, kompos mentis
tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b. Pemeriksaan head-to-toe :
1) Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
2) Mata : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan).
3) Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
4) Telinga :Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
5) Mulut dan Gigi : Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
6) Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
7) Thoraks : Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
8) Paru – paru
a) Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
c) Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
d) Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

9) Jantung
a) Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba
c) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
10) Abdomen
a) Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b) Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
c) Perkusi : suara thympani, ada pantulan gelombang cairan
d) Auskultasi : Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
11) Inguinal-Genetalia-Anus : Tak ada hernia, tak ada pembesaran
lymphe, tak adakesulitan BAB.
12) Kulit : Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
13) Ekstermitas : Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu
akral, dan ROM.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder tidak adekuat

C. Rencana Keperawatan
1. Diagnosa 1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka masalah nyeri
akut dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Nyeri yang dilaporkan berkurang
b. Panjangnya episode nyeri berkurang
c. Ekspresi wajah nyeri tidak nampak

Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
factor pencetus.
b. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri.
c. Kurangi factor-faktor yang dapat mencetuskan atau meningkatkan
nyeri (misalnya ketakutan, kelelahan, keadaan monoton dan kurang
pengetahuan).
d. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam (misalnya
farnakologi, nonfarmakologi, interpersonal) untuk memfasilitasi penurunan
nyeri.
e. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurun nyeri.

2. Diagnosa 2 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan


kendali otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka hambatan
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Kontrol gerakan tidak terganggu
b. Keseimbangan gerakan tidak terganggu
c. Dapat digerakkan ke arah yang diinginkan

Intervensi :
a. Monitor pergerakan di bagian distal area trauma
b. Tutup luka dengan balutan luka dan control perdarahan sebelum
dipasang bidai
c. Batasi pergerakan pasien terutama pada bagian yang mengalami
trauma
d. Posisikan tangan atau pergelangan tangan yang trauma sesuai
fungsinya
e. Pasang bidai pada bagian tubuh yang mengalami trauma, topang area
yang trauma dengan tangan dan minta bantuan tenaga kesehatan lain bila
memungkinkan.
3. Diagnosa 1 : Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
sekunder tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka masalah
resiko infeksi dapat teratasi dengan kriteria hasil :
a. Tekanan darah sistolik dalam batas normal
b. Tekanan darah diastolic dalam batas normal
c. Nadi normal
d. Suhu tubuh normal
Intervensi :
a. Identifikasi strategi koping yang digunakan.
b. Pertimbangkan status pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
c. Pertimbangkan pemenuhan terhadap perawatan dan medis.
d. Instruksikan factor risiko dan rencana untuk mengurangi factor risiko
e. Diskusikan dan rencanakan aktivitas-aktivitas pengurangan risiko
berkolaborasi dengan individua atau kelompok.

D. Implementasi

Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan berdasarkan


diagnose masing-masing.

E. Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan fraktur adalah sebagai berikut :

1. Nyeri dapat berkurang


2. Dapat mengontrol gerakan
3. Tanda-tanda vital normal
Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan fraktur dan apabila dari
poin satu sampai dengan poin 3 tersebut sudah tercapai oleh seseorang, maka dapat
disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah membaik dan dapat meninggalkan rumah
sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria. dkk. (2013). Nursing Interventions Classification Edisi


BahasaIndonesia. Jakarta : Mocomedia.

Manjoer, A. DKK. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : EGC.

Nanda International. (2018). Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2018-


2020. Jakarta : EGC.

Nurchairiah. A. DKK. 2013. Efektivitas Kompres Dingin Terhadap Intensitas Nyer Pada
Pasien Fraktur Tertutup Di Ruang Dahlia RSUD Arifin Achmad. Jurnal
Keperawatan.

Swanson, Elizabeth. dkk. (2013) Nursing Outcomes Classification Edisi


BahasaIndonesia. Jakarta: Mocomedia

Anda mungkin juga menyukai