Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR ANTEBRACHI

PADA Ny.R DI RS BHAYANGKARA MAKASSAR

DI SUSUN OLEH:

DOLFINCI J LETFAAR

121811923

CI INSTITUSI CI LAHAN

( ) ( )

PROGRAM PROFERSI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN (STIK)

FAMIKA MAKASSAR KEPERAWATAN

T.A 2023/2024
A. KONSEP DASAR MEDIS
1. DEFENISI
Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan juga
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya
trauma (Permana, 2015). Fraktur adalah kontinuitas tulang yang terputus dan
ditentukan dengan jenis dan luas fraktur yang dialami yang diakibatkan seperti
adanya riwayat trauma seperti kecelakaan (Azlar, 2017).
Fraktur antebrachii merupakan suatu perpatahan pada lengan bawah yaitu
pada tulang radius dan ulna dimana kedua tulang tersebut mengalami perpatahan.
Dibagi atas tiga bagian perpatahan yaitu bagian proksimal, medial , serta distal
dari kedua corpus tulang tersebut. Fraktur antebrachii adalah suatu jenis patah
tulang yang terjadi pada lengan bagian bawah yang meliputi tulang radius dan
ulna. Kejadian faktur antebrachii lebih sering disebabkan karena aktivitas fisik
yang berat bisanya pada anak-anak dan usia deawasa akibat adanya trauma seperti
kecelakaan lalu lintas (Stattin dkk., 2018).

2. ETIOLOGI
Menurut Risnanto&U.Insani (2014) terjadinya fraktur hal ini disebabkan
akibat:
a. Fraktur Trauma
Fraktur trauma terbagi menjadi dua yaitu trauma langsung dan tidak
langsung. Trauma langsung dibebabkan akibat benturan pada lengan bawah
yang menyebabkan patah tulang radius ulna. Biasanya hal ini akan
mengakibatkan fraktur antebrachii. Fraktur tidak langsung diakibatkan jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula dan radius distal
patah.
b. Fraktur Patologis
Fraktur patologis disebabkan karena adanya proses penyakit dalam
tubuh seperti mengalami ostheoporosis, kanker, tumor maupun infeksi pada
tulang.
c. Fraktur Stres
Fraktur yang sering mengalami tekanan.
3. PATOFISIOLOGI
Fraktur disebabkan karena adanya trauma langsung maupun tidak langsung
seperti adanya kecelakaan, saat olahraga, terjatuh, dan biasanya karena adanya
kelainan pada tulang seperti tumor atau infeksi tulang. Tulang tidak mampu
menahan saat adanya tekanan sehingga kekuatan tulang tidak mampu menahannya
maka akan menjadi fraktur, periosterum dan pembuluh darah kortex, sumsum
tulang dan jaringan lunak yang ada disekitarnya akan rusak. Terjadinya fraktur
akan mengakibatkan perdarahan yang akan mengakibatkan bengkak. Jaringan
tulang akan mendapatkan daerah tulang yang mati maka jaringan nekrotik ini
menstimulasi respon inflamasi yang ditandai vasodilatasi, eksudasi plasma,
leukositas dan infiltrasi dan sel darah putih kemudian mengakibatkan penekanan
saraf dan otot yang dapat menimbulkan kontraktur sehingga akan muncul
mobilitas fisik dan gangguan integritas kulit.

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (Nofitasari D.I.2016) :
a. Nyeri terjadi akibat dari peningkatan tekanan saraf sensorik karena pergerakan
fragmen tulang.
b. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi karena trauma
daari perdarahan ke jaringan sekitarnya.
c. Pada fraktur panjang akan terjadi pemendekan tulang karena kontraksi otot
yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d. Teraba krepitus atau derik tulang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,


pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan wrna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

5. KOMPLIKASI
a. kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak adanya nadi,
CRT (capillary refil time) menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting , perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b. kompartment sindrom
kompartment sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
pembebatan yang terlalu kuat. Tnda-tanda sindrom kompartemen (5P) sebagai
berikut: (1) Pain (nyeri lokal), (2) Pallor (pucat bagian distal), (3) Pulsessness
(tidak ada denyut nadi, perubahan nadi, perfusi yang tidak baik dan 4
CRT>3detik pada bagian distal kaki), (4) Paraestesia (tidak ada sensasi), (5)
Paralysis (kelumpuhan tungkai)
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernapasan, tachykardi , hipertensi, tachypnea, demam.
d. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma osthopedic infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke
dalam. ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan sperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terJadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman Ischemia (Helmi, 2013).
f. Komplikasi Dalam Waktu Lama
• Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
(bergabung) sesuai dengan waktu yang di butuhkan tulang untuk
menyambung.
• Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
• Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang di tandai dengan perubahan
bentuk (deformitas).
Menurut Kowalak (2011)
a. Deformitas dan disfungs permanen jika tulang yang fraktur tidak bisa
sembuh
b. Nekrosis antiseptic pada segmen tulang akibat gangguan sirkulasi
c. Syok hipovolemik akibat kerusakan pembuluh darah
d. Kontraktur otot
e. kompartement sindrom

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. X-Ray dilakukan untuk melihat dan mengetahui bentuk patahan atau keadaan
tulang yang cidera.
b. Bone scans, tomogram atau MRI.
c. Anteriogram dilakukan apabila terdapat kerusakan vaskuler
d. CCT dilakukan jika terjadi banyak kerusakan otot
e. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah akan ditemukan teukosit turun/ meningkat, eritrosit
dan albumin menurun, Hb, hematocrit menurun akibat pendarahan, Laju
Endap Darah (LED) meningkat apabila terjadi kerusakan yang sangat luas
pada jaringan lunak dan kreatinin ginjal meningkat akbiat trauma otot serta
pada masa penyembuhan akan terjadi peningkatan kadar Ca dalam darah

7. PENATALKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami fraktur
antebrachii adalah sebagai berikut :
a. Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya.
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula
secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup,
traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin
untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi
karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur
menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.

b. Immobilisasi
Retensi yaitu usaha yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang
sehingga tulang kembali seperti semula secara optimal. Fragmen tulang harus
segera diimobilisasi atau mempertahankan kesejajaran tulang setelah fraktur
direduksi, Imobilisasi dengan cara fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna terdiri dari pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik
gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi
intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
Fiksasi eksterna adalah meletakan alat diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur dan pin
tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan eksternal bars.

c. Rehabilitasi
Pemulihan fingsi organ yang semaksimal munkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Apabila keadaan sudah membaik, harus segera
melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan
mobilisasi (Mansjoer. 2000). Penanganan pertama yang dilakukan pada fraktur
antara lain :
1). (Rest)
Diistirahatkan bagian yang cidera
2). (Ice)
Didinginkan selama 15 sampai 30 menit dengan kompres dingin
3). C (Compress)
Dibalut tekan di bagian yang cidera dengan bahan yang elastis baut
tekan digunakan apabila terdapat pendarahan atau pembengkakan
4). E (Elevasi)
Ditinggikan atau dinaikkan bagian yang cidera

Penatalaksanaan
a. Pemasangan gips
b. Pembedahan untuk mengembalikan stabilitas dan mengurangi nyeri
c. Pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
Identitas Klien: Nama, umur, suku/bangsa, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk rs, tanggal pengkajian
b. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat keluhan utama meliputi:
2. Riwayat kesehatan sekarang
3. Riwayat kesehatan lalu
Penyakit (masa kanak-kanak, penyakit yang terjadi berulang-ulang,
operasi yang pernah dialami)
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Orang tua, Saudara kandung, Anggota keluarga lai. Faktor resiko terhadap
kesehatan (kanker hypertensi DM, penyakit jantung, TBC, Epilepsi
c. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
2. TTV; Tekanan Darah, Suhu, Nadi, Respirasi
3. Sistem Pencernaan
Bentuk bibir, lesi mukosa mulut, kelengkapan gigi, muntah, kemampuan
menelan, mengunyah, bentuk perut, deistensi abdomen, dll

4. Sistem Pernafasan
Kesimetrisan hidung, pernapasan cuping hidung, deformitas, benrsin,
warna mukosa, perdarahan, nyeri sinus, bentuk dada, kesemetrisan, nyeri
dada, frekwensi pernafasan, jenis pernafasan, bunyi napas,dll
a. Sistem Kardiovaskuler
Konjungtiva anemis/tidak, akral dingin/hangat, CRT, JVP, bunyi
jantung, tekanan darah, pembesaran jantung, Cyanosis, dll.
b. Sistem Integumen
Warna kulit, turgor kulit, temperature, luka/lei, kebersihannya,
integritas, perubahan warna, keringat, eritema, kuku, rambut
(kebersihan warna, dll).
c. Sistem Persyarafan
Tingkat kesadaran, kepala ukuran, kesemetrisan, benjolan, ketajaman
mata, pergerakan bola mata, kesemetrisan, reflek kornea, reflek pupil,
dll.
d. Sistem Endokrin
Perubahan dan perkembangan fisik, proposi dan posisi tubuh, ukuran
kepala dan ekstremitas, pembesaran kelenjar tyroid, tremor
ekstremitas, dll.
e. Sistem Muskuloskeletal
Rentang gerak sendi, gaya berjalan, posisi berdiri, kekuatan otot,
deformitas, kekakuan pembesaran tulang, atrofi, dll.
f. Sistem Reproduksi
Laki-laki: penis skrotum, testis, dll
Perempuan: pembengkakkan benjolan, nyeri, dll
g. Sistem Perkemihan
Jumlah, warna, bau, frekwensi BAK, urgensi, dysuria, nyeri pinggang,
retensi urine, dll
h. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
2. Rotgen

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa lambung
b. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan mual muntah

3. Rencana Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis L.08066 I.08238
D.0077 Tujuan:  Kaji tingkat nyeri
Setelah dilakukan tindakan Rasional: Membantu
keperawatan selama 3x24 mengevaluasi derajat
jam maka tingkat nyeri
ketidaknyamanan dan
menurun
Kriteria Hasil: keefektifan analgesik
 Kemampuan atau dapat menyatakan
menuntaskan aktivitas nyeri terjadinya
meningkat komplikasi
 Keluhan nyeri menurun  Kaji TTV
 Meringis menurun Rasional:
Memudahkan intervensi
selanjutnya
 Ajarkan teknik relaksasi
dengan cara nafas dalam
Rasional:
Teknik relaksasi dan
napas dalam dapat
mengurangi nyeri

2. Risiko Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen Nutrisi


b.d mual muntah L.03030 I.03119
D.0032 Tujuan:  Kaji pola makan klien
Setelah dilakukan tindakan Rasional:
keperawatan selama 3x24 Mengetahui sejauh mana
jam maka, diharapkan perubahan pola makan
kebutuhan nutrisi klien klien
terpenuhi  Anjurkan makan sedikit
Kriteria Hasil: tapi sering
 Selera makan meningkat Rasional:
 Porsi makan dihabiskan Makan sedikit tapi sering
dapat membantu
pemenuhan kebutuhan
nutrisi
 Anjurkan keluarga klien
untuk menyajikan
makanan dalam bentuk
hangat dan menarik
Rasional:
Makanan hangat dan
bentuk menarik dapat
meningkatkan napsu
makan
DAFTAR PUSTAKA

Azlar, M. B. N. 2017. Karakteristik gambaran x-ray konvensional pada penderita fraktur


ekstremitas atas pada bulan januari hingga juli 2017 di rsup dr. wahidin sudirohusodo
makassar. Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin

Helmi, Noor Zairin. 2013. Triger Finger. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika. Halaman 236-238

Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Permana, Nurchayati, H. 2015. Pengaruh rom terhapan intensitas nyeri pada pasien post op
fraktur ex bawah. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau. 2(2)

Risnanto&U.Insani.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedag:Sistem


Muskuloskeletal.Edisi Pertama.Jakarta:EGC

Stattin, K., U. Hållmarker, J. Ärnlöv, S. James, K. Michaëlsson, dan L. Byberg. 2018.


Decreased hip, lower leg, and humeral fractures but increased forearm fractures in
highly active individuals. Journal of Bone and Mineral Research. 33(10):1842–1850

Anda mungkin juga menyukai