Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

DI RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)

RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

Disusun untuk memenuhi tugas praktik Keperawatan Perioperatif

Disusun Oleh :

Allen Adeline Puspita

NIM.P1337420217114

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

2020

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Fraktur adalah patahnya kontinuitas tulang yang terjadi ketika tulang tidak
mampu lagi menahan tekanan yang diberikan kepadanya (Doenges,
2013:625).
Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas
tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa dan
juga disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang ditentukan jenis luasnya
trauma (Sjahmsuhidayat & Wim de Jong, 2010 dalam Muhammad Farkhani,
2019).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Fraktur dapat
dibagi menjadi :
1. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan
biasanya megalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
2. Fraktur tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang.
3. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar
patah tulang masih utuh.
4. Fraktur terbuka (open/compound) adalah hilangnya atau terputusnya
jaringan tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah atau sedang
berhubungan dengan dunia luar.Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga
derajat, yaitu : a. Derajat I
1) Luka < 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk 3)
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kontinuitif ringan
4) Kontaminasi minimal
b. Derajat II
1) Laserasi > 1 cm
2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
3) Fraktur kontinuitif sedang
4) Kontaminasi sedang
c. Derajat III
1) Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot, dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat III terbagi atas :
a) IIIA : Fragmen tulang masih dibungkus jaringan lunak
b) IIIB : Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak terdapat
pelepasan lapisan periosteum, fraktur kontinuitif
c) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar
bagian distal dapat diperthankan, terjadi kerusakan jaringan
lunak hebat.
B. Etiologi
Menurut (Rosyidi, 2013 dalam Desy Budiarti, 2019) penyebab fraktur terdiri
dari :
1. Kekerasan/trauma langsung. Kekerasan langsung menyebabkan patah
tulang pada titik terjadinya kekerasan.
2. Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan.
3. Kekerasan/trauma akibat tarikan otot. Patah tulang akibat tarikan otot
sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

Menurut (Doenges, 2013:627) adapun penyebab fraktur antara lain:


1. Trauma Langsung, yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi
yang mengakibatkan fraktur.
2. Trauma Tak Langsung, yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik, stuktur yang terjadi pada tulang yang
abnormal(kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik).
C. Manifestasi Klinis
Menurut ( Martono, 2017 dalam Desy Budiarti, 2019) manifestasi klinis
fraktur sebagai berikut :
1. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk).
2. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh
darah.
3. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering
disebabkan karena tekanan.
4. Nyeri karena kerusakan jaringan dan luka operasi.
5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena gangguan saraf yang terjepit
atau terputus.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan
tulang, nyeri atau spasme otot.
7. Pergerakan abnormal.
8. Krepitasi, terjadi karena pergerakan bagian fraktur.
D. Komplikasi
Menurut (Andra & Putri, 2013 dalam Desy Budiarti, 2019) ada beberapa
komplikasi pada fraktur yaitu :
1. Malunion, adalah patah tulang yang sudah sembuh tetapi tidak pada posisi
yang seharusnya.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan lambat dari
keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan tekanan yang
berlebihan.
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan menyebabkan
menurunnya oksigen.
6. Fat embolic syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
7. Tromboembolik komplication, trombo vena terjadi pada individu yang
imobilisasi dalam waktu lama.
8. Infeksi, sistem pertahanan tubuh rusak karena ada trauma pada jaringan.
9. Avascular nekrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptik atau
nekrosis iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy.
F. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma.
Baik itu karena trauma langsung misalnya tulang kaki terbentur bemper mobil,
atau tidak langsung misalnya seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya patah tulang
patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi
(Doenges, 2013).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan
sisasisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur)
dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & suddarth, 2016).
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Permenkes RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi :
1. Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
2. Pemeriksaan radiologi lainnya sesuai indikasi dapat dilakukan
pemeriksaan berikut, antara lain : radioisotope scanning tulang, tomografi,
artrografi, CT-scan, dan MRI, untuk memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Hipertensi mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple). Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma.
4. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
5. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Wijaya dan Putri (2013), penatalaksaan keperawatan fraktur yaitu :
1. Fraktur terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat. Hal yang yang perlu dilakukan adalah
pembersihan luka dengan operasi, debridement, atau eksisi, jaringan mati,
dan pemberian antibiotic.
2. Fraktur tertutup
a. Rekognitif atau pengalaman yaitu menyangkut diagnonis fraktur
dengan melakukan pengkajian melalui pemeriksaan dan keluhan
pasien.
b. Reduksi atau manipulasi atatu resposisi yaitu mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajaran yang dapat dilakukan dengan reduksi tertutup,
traksi dan reduksi terbuka.
c. Retensi atau immobilisasi fraktur adalah mempertahankan posisi
reduksi dalam posisi sejajar yang benar sampai terjadi penyatuan
immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.
d. ROM (Range Of Mation)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Subjektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah
klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap
ini terbagi atas :
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan
lamanya serangan.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
d) Riwayat Penyakit Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat
(lokalis).
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tandatanda,
seperti :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, kompos
mentis tergantung pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
2) Pemeriksaan head-to-toe :
a) Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
b) Mata : Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan).
c) Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
d) Telinga : Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal.
Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
e) Mulut dan Gigi : Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
f) Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
g) Thoraks : Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
h) Paru
(1) Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
(2) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
(4) Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
i) Jantung
(1) Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi ; Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
j) Abdomen
(1) Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi :Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
(3) Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(4) Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
k) Genetalia : Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
l) Kulit : Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
m) Ekstremitas : Kekuatan otot, adanya oedema atau tidak, suhu
akral, dan ROM.
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologi
2) Pemeriksaan Laboratorium
a) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
b) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang
meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3) Pemeriksaan Lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas :
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama
dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi
infeksi.
c) Elektromyografi : terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d) Arthroscopy : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
e) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya
infeksi pada tulang.
f) MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (00132)
2. Intra Operasi
Resiko infeksi b.d program pengobatan (tindakan pembedahan) (00266)
3. Post Operasi
Kerusakan integritas jaringan b.d prosedur bedah (00044)
C. Intervensi Pre Operasi
Diagnosa NOC NIC
Nyeri akut Tingkat Nyeri (2102) Setelah
dilakukan tindakan keperawatan
berhubungan
selama 1x30 menit, diharapkan
dengan agen nyeri yang dirasakan berkurang
dengan indikator :
cedera fisik
(00132)
Indikator Awal Tujuan
Nyeri yang 5
dilaporkan

Panjang 5
episode nyeri
Ekspresi 5 analgesik
wajah

Skala : rat
1 : Berat
2 : Cukup Be
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada

Intra Operasi
Diagnosa NOC NIC
Resiko infeksi Kontrol Resiko : proses infeksi Kontrol Infeksi : Intraopratif
b.d (1908) (6545)
program Setelah dilakukan tindakan 1. Pastikan bahwa personil
keperawatan selama 1x30 menit,
pengobatan diharapkan tidak terjadi infeksi yang akan melakukan
(tindakan pada area pembedahan dengan tindakan operasi
indikator :
pembedahan) mengenakan pakaian
(00266) yang sesuai
2. Buka persediaan steril
dengan menggunakan
teknik aseptic
3. Periksa kulit dan
jaringan disekitar lokasi
pembedahan
4. Batasi kontaminasi yang
terjadi
5. Bersihkan dan sterilkan
instrument
Indikator Awal Tujuan
Mengidenti 5
fikasi tanda
dan gejala
infeksi

Menjaga 5
kebersihan
lingkungan

Memprakti 5
kan strategi
control dengan baik
infeksi

Skala : njukan
1 : Tidak
pernah nunjukan
menu
2 :
Jarang
menunjukan
3 : Kadang-
kadang me
4 : Sering
menunjukan
5 : Selalu menunjukan

Post Operasi
Diagnosa NOC NIC
Kerusakan Keparahan infeksi (6540) Perlindungan infeksi (6550)
Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihkan lingkungan
integritas
keperawatan selama 1x30 menit,
dengan baik setelah
jaringan diharapkan kerusakan integritas
jaringan berkurang dengan digunakan
b.d
indikator :
2. Batasi jumlah
prosedur Indikator Awal Tujuan
pengunjung
bedah Cairan luka 5
yang 3. Pastikan perawatan
(00044)
berbau luka yang tepat
4. Dorong untuk
Nyeri 5
beristirahat
Malaise 5
Skala :
1 : Berat
2 : Cukup
3 : Sedang
4 : Ringan

5 : Tidak ada

D. Implementasi
Dalam tahap ini akan dilakukan tindakan keperawatan yang disesuaikan
dengan intrvensi yang dibuat.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Evaluasi pada klien dengan fraktur yaitu :
1. Nyeri akut teratasi
2. Tidak terjadi infeksi pada area pemedahan
3. Tidak ada kerusakan pada Integritas jaringan

DAFTAR PUSTAKA

Doenges at al. 2013, Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta; EGC

Wijaya dan Putri.2013. keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.

PERMENKES RI, 2014. Panduan Diagnosa Keperawatan Jakarta: Prima


Medika

Farkhani, Muhammad.2019. Asuhan Keperawatan Klien Post Orif Fraktur


Tungkai Bawah Dengan Fokus Studi Hambatan Mobilitas Fisik.
(repository.poltekkessmg.ac.id/js/pdfjs/web/viewer.naskahpublikasiWTMK.p
df),diakses pada tanggal 1 Maret 2020

Budiarti, Desy.2019. Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Orif Fraktur


Ekstremitas Atas Dengan Fokus Studi Nyeri.(
http://repository.poltekkessmg.ac.id/js/pdfjs/web/viewer.html.KTIPDFWTMK
.pdf),diakses pada tanggal
1 Maret 2020

Brunner & Suddarth, 2016-2017. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction

Anda mungkin juga menyukai