Anda di halaman 1dari 22

RS: TGL NILAI TGL NILAI RATA-

RS DUSTIRA RATA
Ruangan : Paraf CI Paraf
Bougenville Pembimbing

A. Konsep Teori

1. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang

yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang

ditentukan jenis dan luasnya trauma (Lukman & Ningsih, 2012). Menurut Smeltzer

(2018), fraktur adalah gangguan komplet atau tak-komplet pada kontinuitas

struktur tulang dan didefinisikan sesuai jenis keluasannya (Smeltzer, 2018). Fraktur

femur adalah diskontinuitas dari femoral shaft yang bisa terjadi akibat trauma

secara langsung (kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian), dan biasanya

lebih banyak dialami laki-laki dewasa (Desiartama, 2017).

Fraktur femur terbagi dua macam yaitu fraktur femur tebuka da fraktur

femur tertutup. Fraktur femur terbuka merupakan hilangnya kontinuitas tulang

paha disertai kerusakan jaringan lunak seperti otot, kulit, jaringan syaraf, dan

pembuluh darah yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha. Fraktur

femur tertutup atau patah tulang pahatertutup merupakan hilangnya kontinnuitas

tulang paha tanpa disertai kerusakan jaringan kulit.


2. Etiologi Dan Faktor Resiko

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai


kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur batang femur
antara lain (Muttaqin, 2011):
1) Fraktur femur terbuka
Fraktur femur terbuka disebabkan oleh trauma langsung pada paha.
2) Fraktur femur tertutup
Fraktur femur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau kondisi
tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau keganasan
tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis.
3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis menurut UT Southwestern Medical Center (2016)

adalah nyeri, deformitas / perubahan bentuk, pemendekan ekstermitas,

krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna :

a. Nyeri

Nyeri dirasakan terus menerus dan akan bertambah beratnya sampai

fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur

merupakan bentuk

bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan fragmen

tulang.

b. Deformitas (perubahan bentuk)

Setelah terjadi fraktur bagian yang tidak dapat digunakan cenderung

bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa) membukanya tetap rigid

seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai

menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstermitas dapat

diketahui dengan membandingkan ekstermitas normal. Ekstermitas

tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung

pada integritas tempat melengketnya otot.

c. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit dapat terjadi


sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda

ini baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah terjadi cidera

d. Pemendekan tulang

Terjadi pada fraktur panjang karena kontraksi otot yang melekat di atas

dan dibawah tempat fraktur. Leg length discrepancy (LLD) atau

perbedaan panjang tungkai bawah adalah masalah ortopedi yang

biasanya muncul di masa kecil, di mana dua kaki seseorang memiliki

panjang yang tidak sama. Penyebab dari masalah Leg length discrepancy

(LLD), yaitu osteomielitis, tumor, fraktur, hemihipertrofi, di mana satu

atau lebih malformasi vaskular atau tumor (seperti hemangioma) yang

menyebabkan aliran darah di satu sisi melebihi yang lain. Pengukuran

Leg length discrepancy (LLD) terbagi menjadi, yaitu true leg length

discrepancy dan apparent leg length discrepancy.True leg length

discrepancy adalah cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah

dengan mengukur dari spina iliaka anterior superior ke maleolus medial

dan apparent leg length discrepancy adalah


cara megukur perbedaan panjang tungkai bawah dengan mengukur dari
xiphisternum atau umbilikus ke maleolus medial.

e. Krepitus tulang (derik tulang)

Krepitasi tulang terjadi akibat gerakan fragmen satu dengan yang lainnya.
4. Patofisiologi
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua
faktor penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur
fisiologis merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari
kecelakaan, tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan
kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur. Fraktur ganggguan pada tulang biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress,
gangguan fisik, gangguan metabolik dan patologik. Kemampuan otot
mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan
pembuluh darah akan mengakibatkanpendarahan, maka volume darah menurun.
COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal maka
terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit.

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan


metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik fraktur terbuka
atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan
rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi
masalah neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas
fisik terganggu. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup
akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen
yangtelah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, danjenis
fraktur.
2) Scan tulang, temogram, CT scan/MRI :memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal
setelah trauma.
5) Kretinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi
mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).

c. Penatalaksanaan
1) Fraktur femur terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mengetahui ada
tidaknya kehilangan kulit, kontaminasi luka, iskemia otot, cedera pada
pembuluh darah dan saraf. Intervensi tersebut meliputi:
a) Profilaksis antibiotik
b) Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen harus dilakukan dengan sedikit
mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan yang mati dieksisi
dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen luka yang tajam juga
perlu dibersihkan dan dieksisi.
c) Stabilisasi dilakukan pemasangan fiksasi interna atau eksterna.
Pathway

Trauma pada tulang (Kecelakaan) Tekanan yang berulang (Kompresi) Kelemahan tulang abnormal (osteoporosis)

Fraktur femur

Patah tulang tertutup Patah tulang terbuka Resiko tinggi infeksi

Pembedahan Ansietas

Kerusakan struktur tulang


Kemampuan Hambatan
pergerakan otot sendi mobilitas fisik
menurun Trauma jaringan
Patah tulang merusak jaringan post pembedahan

Perubahan
Terputusnya kontinuitas jar.
kapiler Kerusakan integritas kulit

Menekan saraf perasa nyeri

Kehilangan cairan ekstra sel


Stimulus ke jaringan yang rusak
neurotransmitter nyeri

Pelepasan mediator
Resiko syok hipovolemik
prostaglandin

Respon nyeri hebat dan akut

Nyeri akut
5. Komplikasi

a. Komplikasi Dini

1). Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat

tertutup.

2). Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.

Fraktur tulang panjang (paling sering, fraktur femur) dapat menyebabkan

robeknya jaringan lemak hingga masuk ke dalam aliran darah dan

menyumbat pembuluh darah.

3). Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang menembus

jaringan lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menyebabkan kontusi

dan oklusi atau terpotong sama sekali.

4). Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen

dapat disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neorpraksia sampai

aksono temesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isikiadikus atau

pada cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.

5). Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring lama,

misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo

emboli.

6). Infeksi terjadi pada fraktur terbuka akibat luka yang terkontaminasi. Infeksi

dapat pula terjadi setelah tindakan operasi (muttaqqin,2008)

b. Komplikasi Jangka Panjang

1). Ketidakstabilan sendi

Patah tulang dapat menyebabkan ketidakstabilan sendi. Ketidakstabilan ini

dapat melumpuhkan dan meningkatan resiko osteoatritis (radang sendi).

2). Kerusakan dan Gangguan Rentang Gerak

Fraktur yang meluas ke sendi biasanya mengganggu kartilago artikular,


menyebabkan osteoatritis, dan merusak gerakan sendi. Kekakuan lebih

mungkin terjadi jika sendi membutuhkan imobilisasi yang berkepanjangan.

Lutut, siku, dan bahu sangat rentan terhadap kekakuan traumatis, terutama

pada orang tua.

3). Non Union


Merupakan komplikasi dari patah tulang dimana tidak terjadi

penyambungan tulang atau proses penyembuhan patah tulang terhenti sama

sekali. Faktor penyebab utamanya termasuk imobilisasi tidak lengkap,

gangguan sebagai pasokan vaskular, dan faktor pasien yang merusak

penyembuhan (misalnya, penggunaan kortikosteroid atau hormon teroid),

4). Malunion

Melunion adalah sembuhnya tulang tetapi meninggalkan kelainan bentuk

pada tulang.

5). Osteonecrosis

Osteonecrosis adalah kematian beberapa bagian tulang akibat darah yang

mengalir ke area tulang terganggu.

6). Osteoarthritis

Osteoarthritis adalah keadaan di mana sendi-sendi terasa sakit, kaku, dan

bengkak akibat adanya fraktur. Bagian tubuh yang biasanya terserah

meliputi tangan, lutut, pinggul, dan tulang punggung.

7). Perbedaan Panjang Tungkai

Jika fraktur pada anak-anak melibatkan lempeng pertumbuhan,

pertumbuhan anak tersebut dapat terpengaruh. Biasanya satu tungkai anak

menjadi lebih pendek dari yang lain. Pada orang dewasa, perbaikan fraktur

secara bedah terutama fraktur femur, dapat menyebabkan perbedaan

panjang kaki. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan untuk berjalan

6. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun beberapa periksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan


diagnosa fraktur adalah sebagai berikut.

1). Pemeriksaan rontgen


Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma

2). Scan tulang, scan CT/MRI

Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.

3). Arteriogram

Dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai

4). Hitung darah lengkap

HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan

bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ

jauh pada mulltipel.

5). Kreatinin

Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal

6). Profil kagulasi

Penurunan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau

cidera hati (Doenges dalam Jitowiyono, 2016)

7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :

a. Diagnosis dan Penilaian Fraktur

Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk

mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu

diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai

untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.

b. Reduksi

Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis

tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik

fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran

garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa

dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan

alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan tulang

menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat, skrup, dan

plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui pembedahan

ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka ini akan

mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat tersambung

kembali

c. Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan

mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat

atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang

mengalami fraktur.

d. Rehabilitasi

Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah

pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan. Menurut

Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

1). Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang

gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan

lunak serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post

bedah.
2). Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan

meningkatkan pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat,

katrol atau tongkat

3). Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.

Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6

minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalam

gangguan ekstremitas atas

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Wawancara

a. Identitas

Identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

golongan darah, alamat), identitas penanggung jawab (nama, umur, jenis kelamin,

agama, pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien).

b. Keluhan Utama

Keluhan utamanya adalah rasa nyeri akut atau kronik. Selain itu klien juga

akan kesulitan beraktivitas. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama klien datang

ke RS atau pelayanan kesehatan : nyeri pada paha

2. Apa penyebabnya, waktu : kecelakaan atau trauma, berapa jam/menit

yang lalu

3. Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll

4. Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan

5. Kehilangan fungsi

6. Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis

1). Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan

degenerative dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan

jaringan sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan,


pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.

2). Riwayat Kesehatan Yang Lalu

Apakah pasien pernah mengalami patah tulang paha atau pasien pernah punya

penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit osteoporosis/arthritis atau

penyakit lain yang sifatnya menurun atau menular. Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang dan penyakit kelainan formasi tulang atau biasanya

disebut paget dapat menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit

menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko

mengalami osteomielitis akut dan kronis dan penyakit diabetes menghambat

proses penyembuhan tulang (muttaqin, 2008).

3). Riwayat Kesehatan Keluarga

Beberapa penyakit sistem muskuloskeletal berkaitan dengan kelainan genetik

dan dapat diturunkan. Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit

tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti

diabetes, osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang

yang cenderung diturunkan secara genetik.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Keadaan secara umum yang tampak dari fisik klien ketika perawat melakukan

pengkajian misalnya pasien tampak lemah, kesadaran secara kualitatif

(composmentis, somnolen, apatis)

b. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

Tekanan darah, nadi, suhu, Respirasi Rate (RR), tinggi badan, berat badan

c. Sistem Respirasi

1). Inspeksi : pergerakan dada, retraksi otot bantu pernapasan (+/-), pernapasan

cuping hidung (+/-), pola napas (eupnea / takipneu / bradipneu / apnea /

chenestokes / biot’s/ kusmaul) adanya perdarahan pada hidung (epitaksis),


sianosis (+/-), batuk (produktif, kering, darah)

2). Palpasi : taktil fremitus getaran antara kanan dan kiri teraba (sama/tidak sama),

biasanya pergerakan sama atau simetris

3). Perkusi : suara paru (sonor/ hipersonor/ dullness), biasanya suara perkusi sonor

4). Auskultasi : Biasanya suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara nefas

tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi

d. Sistem Kardiovaskuler

1). Inspeksi : hematoma dan sianosis akral (membiru).

2). Palpasi : Penghitungan frekuensi denyut nadi meliputi irama dan kualitas

denyut nadi, takikardia/bradikardia, perifer menurun atau tidak teraba

3). Perkusi : Biasanya batas jantung normal (batas atas ICS II, batas bawah ICS IV,

batas kiri ICS V mid clavicula sinistra, batas kanan ICS IV mid sternalis dextra)

4). Auskultasi : Biasanya suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau suara

tambahan lainnya (BJ III +/-, gallop rhythm +/-, murmur +/-)

e. Sistem Persyarafan

1). Inspeksi : Kemungkinan adanya nyeri otot sendi, aktivitas mandiri terhambat,

atau mobilitas dibantu sebagian akibat kelemahan. toleransi terhadap aktivitas

sangat rendah, gerakan abnormal seperti tremor, tik (+/-)

2). Palpasi : palpasi otot untuk menentukan konsistensi dan nyeri tekan, tonus otot

3). Tingkat kesadaran : compos mentis / apatis / delirium / somnolen / sopor / semi

koma / koma

4). Refleks trisep (+/-), bisep (+/-), patela (+/-), achiles (+/-), brachio radialis (+/-)

f. Sistem Pencernaan

1). Inspeksi :mual (+/-), muntah (+/-), penurunan nafsu makan (+/-), selaput mukosa

kering (+/-), kesulitan menelan (+/-), kebersihan mulut, karies gigi (+/-)

1). Auskultasi : frekuensi peristaltik usus ...x/menit, borborygmi (+/-)

2). Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, splenomegali, pendarahan pada saluran
cerna, pembesaran pada hati (hepatomegali) disertai nyeri tekan

3). Perkusi : Bunyi pekak deteksi adanya pendarahan pada daerah dalam

abdomen, normal hasil perkusi pada abdomen adalah tympani

g. Sistem Muskuloskeletal dan Sistem Integumen

1). Inspeksi : deformitas (+/-), edema, ekimosis (perdarahan didalam kulit yang

terjadi akibat pecahnya pembuluh darah), laserasi (luka dalam/sobekan pada

kulit), perubahan warna kulit (Cyanosis/kebiruan, jaundice, adanya petekie pada

kulit (+/-), lesi (+/-), kehilangan fungsi daerah cidera

2). Palpasi : bengkak, nyeri tekan (+/-), krepitasi (rasa gemeretak pada sendi yang

sakit pada saat digerakan), suhu (hangat/dingin), kelembaban (lembab/kering),

tekstur (halus/kasar), lesi (+/-), turgor kulit, nadi (+/-), observasi spasme otot

sekitar daerah fraktur

3). Kekuatan Otot : biasanya terdapat kelemahan otot

4). ROM (aktif/pasif)


3. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. DS: Fraktur
Nyeri akut
1. Mengeluh nyeri
DO : Kerusakan struktur tulang
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Menekan saraf perasa
nyeri
waspada, posisi
menghindarinyeri)
Stimulus neurotransmitter
3. Gelisah nyeri
4. Frekuensi nadi
meningkat
Pelepasan mediator
5. Sulit tidur prostagladin

Respon nyeri hebat


dan akut

Nyeri akut
2. DS : Fraktur Gangguan
1. Mengeluh mobilitas fisik
menggerakan sulit Kerusakan struktur (D.0054)
ekstremitas tulang

DO :
Patah tulang merusak
1. Kekuatan otot
jaringan
menurun
2. Rentang gerak
Terputusnya kontinuitas
(ROM) menurun jaringan

Kemampuan otot
sendi menurun

Gangguan mobilitas
fisik
3. Fraktur Resiko
DS :
Hipovolemia
DS:

1. Nyeri saat Kerusakan struktur (D.0034)


tulang
bergerak
2. Enggan melakukan
Patah tulang merusak
pergerakan jaringan
3. Merasa cemas
saat bergerak Terputusnya
DO : kontinuitas jaringan
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak Perubahan
permeabilitas kapiler
terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
Kehilangan jaringan
4. Fisik lemah ekstra sel ke jaringan
yang rusak

Resiko Hipervolemia

4. Diagnosa

a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeluh nyeri, tampak meringis,
bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis
b. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d,d mengeluh
sulit menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun, entang gerak (ROM)
menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat
bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah
c. Resiko hipovolemia b.d kehilangan cairan secara aktif
5. Perencanaan

NO DIAGNOSA PERENCANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


KEPERAWATAN
TUJUAN INTERVENSI
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis d.d tindakan keperawatan (I.08238)
mengeluh nyeri, tampak 3x24 jam, tingkat nyeri Observasi
meringis, bersikap menurun dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi,
protektif (mis. waspada, hasil : karakteristik, durasi,
posisi menghindari 1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
nyeri), gelisah, menurun intensitas nyeri
frekuensi nadi 2. Meringis menurun 2. Identifikasi skala
meningkat, sulit tidur, 3. Sikap protektif nyeri
tekanan darah menurun 3. Identifikasi respon
meningkat, pola napas 4. Gelisah menurun nyeri non verbal
berubah, nafsu makan 5. Frekuensi nadi 4. Identifikasi faktor
berubah, proses berpikir membaik yang memperberat
terganggu, menarik diri, 6. Kesulitan tidur dan memperingan
berfokus pada diri menurun nyeri
sendiri, diaforesis 7. Tekanan darah 5. Identifikasi
membaik pengetahuan dan
8. Pola napas membaik keyakinan tentang
9. Nafsu makan membaik nyeri
10. Proses berpikir 6. Identifikasi pengaruh
membaik budaya terhadap
11. Menarik diri respon nyeri
menurun 7. Identifikasi pengaruh
12. Berfokus pada diri nyeri pada kualitas
sendiri menurun hidup
13. Diaforesis menurun 8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
7. Berikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis. hipnosis,
akupresur, dll)
8. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis. suhu,
pencahayaan,
kebisingan)
9. Fasilitasi istirahat
dan tidur
10. Pertimbangkan jenis
dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
fisik b.d kerusakan tindakan keperawatan (I.06171)
integritas struktur tulang 3x24 jam, mobilitas fisik Observasi
d,d mengeluh sulit meningkat dengan 1. Identifikasi adanya
menggerakan kriteria hasil : nyeri atau keluhan
ekstremitas, kekuatan 1. Pergerakan ekstremitas fisik lainnya
otot menurun, rentang meningkat 2. Identifikasi toleransi
gerak (ROM) menurun, 2. Kekuatan otot fisik melakukan
nyeri saat bergerak, meningkat ambulasi
enggan melakukan 3. Rentang gerak (ROM) 3. Monitor frekuensi
pergerakan, merasa meningkat jantung dan tekanan
cemas saat bergerak, 4. Nyeri menurun darah sebelum
sendi kaku, gerakan 5. Kecemasan menurun memulai ambulasi
tidak terkoordinasi, 6. Kaku sendi menurun 4. Monitor kondisi
gerakan terbatas, fisik 7. Gerakan tidak umum selama
lemah terkoordinasi menurun melakukan ambulasi
8. Gerakan terbatas Terapeutik
menurun 1. Fasilitasi aktivitas
9. Kemahan fisik ambulasi dengan
menurun alat bantu (mis.
tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan
melakukan ambulas
dini
3. Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi
roda, berjalan dari
tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)
3. Resiko hipovolemia b.d Setelah dilakukan Manajemen
kehilangan cairan secara tindakan keperawatan Hipovolemia (I.03116)
aktif 1x24 jam, status cairan Observasi
membaik dengan kriteria 1. Periksa tanda dan
hasil : gejala hipovlemia
1. Kekuatan nadi (mis. frekuensi nadi
meningkat meningkat, nadi
2. Turgor kulit meningkat teraba lemah,
3. Output urin meningkat tekanan darah
4. Pengisian vena menurun, tekanan
meningkat nadi menyempit,
5. Ortopnea menurun turgor kulit
6. Dispnea menurun menurun, membran
7. Paroxysmal Nocturnal mukosa kering,
Dyspnea (PND) volume urin
menurun menurun, hematokrit
8. Edema anasarka meningkat, haus,
menurun lemah)
9. Edema perifer menurun 2. Monitor intake dan
10. Berat badan menurun output cairan
11. Distensi vena jugularis Terapeutik
menurun 1. Hitung kebutuhan
12. Suara napas tambahan cairan
menurun 2. Berikan posisi
13. Kongesti paru menurun modified
14. Perasaan lemah trendelenburg
menurun 3. Berikan asupan
15. Keluhan haus menurun cairan oral
16. Konsentrasi urin Edukasi
menurun 1. Anjurkan
17. Frekuensi nadi memperbanyak
membaik asupan cairan oral
18. Tekanan darah 2. Anjurkan
membaik menghindari
19. Tekanan nadi membaik perubahan posisi
20. Membran mukosa mendadak
membaik Kolaborasi
21. JVP membaik 1. Kolaborasi
22. Kadar Hb membaik pemberian cairan IV
23. Kadar Ht membaik isotonis (mis. NaCl,
24. CVP membaik RL)
25. Refluks hepatojugular 2. Kolaborasi
membaik pemberian caian IV
26. Berat badan membaik hipotonis (mis.
27. Hepatomegali membaik glukosa 2,5%, NaCl
28. Oliguria membaik 0,4%)
29. Intake cairan membaik 3. Kolaborasi
30. Status mental membaik pemberian cairan
31. Suhu tubuh membaik koloid (miis.
Albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi
pemberian produk
darah

Anda mungkin juga menyukai