DALAM PELAYANAN
GERONTIK/GERIATRI
Informed Consent
Informed Consent
Penderita berhak menolak tindakan medis
yang disarankan oleh dokter/perawat, tetapi
tidak berarti boleh memilih tindakan, apabila
berdasarkan pertimbangan dokter yang
bersangkutan tindakan yang dipilih tersebut
tidak berguna (useless) atau bahkan berbahaya
(harmful)
Kapasitas untuk mengambil Keputusan
Aspek hukum dan etik yang sangat rumit
Penilaian kapasitas pengambilan keputusan penderita
haruslah dari kapasitas fungsional bukan atas label
diagnosis :
◦ Apakah penderita bisa buat/tunjukkan keinginan secara benar?
◦ Dapatkah penderita memberikan alasan tentang pilihan yang
dibuat?
◦ Apakah alasan penderita tersebut rasional (artinya setelah
penderita mendapatkan penjelasan yang lengkap dan
benar)
◦ Apakah penderita mengerti implikasi bagidirinya?
(keuntungan dan kerugian dari tindakan tersebut) dan
mengerti pula berbagai pilihan yang ada?
Pendekatan fungsional tersebut memang sukar
karena seringkali terdapat fungsi yang baik
dari 1 aspek, tetapi fungsi yang lain sudah
tidak baik
Pertimbangan pada lansia gangguan
komunikasi akibat menurunnya pendengaran,
sehingga perlu waktu, upaya dan kesabaran
yang lebih guna mengetahui kapasitas
fungsional penderita
Prinsip Etika dibatasi
Oleh realitas klinik adanya
gangguan proses pengambilan
keputusan
Pada kasus berat keputusan
dialihkan kepada wali hukum atau wali
keluarga (istri/anak (de
facto)/pengacara (de jure)
Surrogate decision maker
Arahan Keinginan penderita
(advance directives)
Ucapan atau keinginan penderita yang
diucapkan pada saat penderita masih
dalam keadaan kapasitas fungsional yang
baik.
Arahan ini sebaiknya direkam atau dicatat.
Kalaupun tidak dicatat yg penting
ada saksi
Testamen Kematian (living will)
pernyataan penderita saat masih kapabel
didepan pengacara atau notaris dapat
dipakai dokter/perawat untuk mengambil
keputusan pengobatan atau perawatan
Life Sustaining Device ( Pemberian
peralatan perpanjangan hidup)
Contoh : ventilator atau RJP
Pada penedrita dewasa muda diharapkan
hidup penderita masih lama bila ditolong
Lansia dianggap tindakan yang kejam
if(futile treatment)
◦ Kekejaman fisiologik bila terapi/tindakan yang
diberikan tidak akan memberikan perbaikan (plausible
effect)
◦ Kekejaman kuantitatif bila diberikan tindakan
yang komplek / atau terapi terapi tidak ada gunanya
◦ Kekejaman kualitatif bila diberikan terapi yang baik
namun atau tindakan tidak menunjukkan perbaikan
Tindakan ini seringkali menimbulkan
tanggapan emsoional dari keluarga,
penghentian peralatan perpanjangan
hidup harus diberikan pertimbangan
yang sama
Dokter dan Perawat harus menjelaskan
hal ini kepada keluarga penderita dan
memberikan pengertian bahwa evaluasi
menunjukkan pemberian peralatan
tersebut dihentikan
Perumatan Penderita terminal dan
Hospis
Penderita yang secara medik didiagnosa
dalam keadaan teminal tidak terbatas hanya
pada penderita lanjut usia, akan tetapi tidak
bisa dipungkiri bahwa sebagian besar
merupakan penderita lanjut usia
Perawatan Hospis atau perawatan bagi
penderita terminal atau menuju kematian
merupakan bagian yang penting dari
penyakit geriatri
Lanjutan……
Undang-undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi Orang Jompo (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1965 nomor 32 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2747).
Undang-undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.
Undang-undang Nomor 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Wanita.
Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional.
Undang-undang Nomor 2 tahun 1982 tentang Usaha Perasuransian.
Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Undang-undang Nomor 10 tahun 1992 tentang PErkembangan Kependudukan dan Pembangunan
keluarga Sejahtera.]
Undang-undang Nomor 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
Undang-undang Nomor 23 tentang Kesehatan.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga
Sejahtera.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 ahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan.
Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Tambahan lembaran Negar nomor
3796), sebagai pengganti undang-Undang nomor 4 tahun 1965 tentang Pemberian bantuan bagi
Undang-undang Nomor 13 tahun 1998
ini berisikan antara lain :
◦ Hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab
pemerintah, masyarakat dan kelembagaan.
◦ Upaya pemberdayaan.
◦ Uaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut
usia potensial dan tidak potensial.
◦ Pelayanan terhadap Lanjut Usia.
◦ Perlindungan sosial.
◦ Bantuan sosial.
◦ Koordinasi.
◦ Ketentuan pidana dan sanksi administrasi.
◦ Ketentuan peralihan.
Permasalahan
Hubungan Lanjut Usia dengan Keluarga
◦ Menurut Mary Ann Christ, et al. (1993),
berbagai isu hukum dan etika yang sering
terjadi pada hubungan Lanjut Usia
dengan keluarganya adalah :
Pelecehan dan ditentarkan (abuse and neglect)
Tindak kejahatan (crime)
Pelayanan perlindungan (protective services)
Persetujuan tertulis (informed consent)
Kualitas kehidupan dan isu etika (quality of life
and related ethical issues)
Tindak intervensi bila telah terjadi
tindak pelecehan terhadap Lanjut Usia
adalah sebagai berikut :
Memberikan dukungan kepada korban pelecehan.
Lanjut Usia di rumah dan panti Tresna Wredha
berhak menolak tindakan intervensi tertentu.
Melatih keluarga untuk melaksanakan tindakan
pelayanan tertentu.
Memberikan pertolongan dan pengobatan
kepada orang yang melecehakan Lanjut Usia
tersebut.
Mengajukan tuntutan hukum kepada orang yagn
melecehakan Lanjut Usia tersebut.