Anda di halaman 1dari 14

Dx.

Medis/Kasus : Fraktur Cruris Prodi Profesi Ners


Stikes Bhakti Al-Qodiri

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR CRURIS


1. Definisi
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari
suatu retakan, suatu pengisutan atau primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang
bergeser (Wijaya dan Putri, 2018)
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi
pada tulang tibia dan fibula (Tabita dan Faizah 2021)
2. Anatomi Fisiologi

1) Tulang Tibia
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian yaitu epyphysis proksimalis, diaphysis dan epiphysis. Epiphysis
proksimalis terdiri dari dua bulatan yaitu condilus medialis dan condilus lateralis. Pada permukaan
proksimal terdapat permukaan sendi untuk bersendi dengan tulang femur disebut facies articularis superior
yang ditengahnya terdapat peninggian disebut eminentia intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat
dataran sendi yang menghadap ke lateral disebut facies articularis untuk bersendi dengan tulang fibula.
Diaphysis mempunyai tiga tepi yaitu margo anterior, margo medialis, dan crista interosea disebelah lateral.
Sehingga terdapat tiga dataran yaitu facies medialis, facies posterior dan facies lateralis. Margo anterior di
bagian proksimal menonjol disebut tuberositas tibia. Pada epiphysis distalis bagian distal terdapat tonjolan
yang disebut malleolus medialis, yang mempunyai dataran sendi menghadap lateral untuk bersendi dengan
talus disebut facies malleolus lateralis. Epiphysis distalis mempunyai dataran sendi lain yaitu facies
articularis inferior untuk dengan tulang talus dan incisura fibularis untuk bersendi dengan tulang fibula.

1
2) Tulang fibula
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia mempunyai tiga bagian yaitu epiphysis proksimalis,
diaphysis dan epiphysis distalis. Epiphysis proksimalis membulat disebut capitulum fibula yang kearah
proksimal meruncing menjadi apex kapituli fibula. Kapitulum fibula mempunyai dataran sendi yaitu facies
artycularis capituli fibula untuk bersendi dengan tulang fibula. Diaphysis mempunyai empat crista yaitu
Krista lateralis, Krista medialis, Krista anterior, Krista interosea, dan tiga dataran yaitu facies medialis,
facies lateralis, facies posterior. Epiphysis distalis kebelakang agak membulat dan sedikit keluar disebut
malleolus lateralis. Disebelah dalam terdapat dataran sendi yang disebut facies artycularis malleolus
lateralis. Disebelah luar terdapat suatu sulcus disebut sulcus tendo musculi tendo perineum dan dilalui tendo
otot peroneus longus dan peroneus brevis.
3. Etiologi
1. Trauma
a. Trauma Langsung : Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.
b. Trauma tidak Langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
2. Fraktur Patologis : Karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang.
4. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2016), trauma langsung, trauma tidak langsung dan kondisi patologis
yang terjadi pada tulang menyebabkan fraktur. Fraktur menyebabkan diskontinuitas jaringan tulang yang
dapat membuat penderita mengalami kerusakan mobilitas fisiknya. Diskontinuitas jaringan tulang dapat
mengenai 3 bagian yaitu jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri. Jika mengenai
jaringan disekitar maka mengakibatkan leserasi kulit yang bisa membuat resiko infeksi. Fraktur juga
menyebabkan pergeseran fragmen tulang yang mengakibatkan nyeri. Fraktur adalah semua kerusakan pada
kontinuitas tulang, fraktur beragam dalam hal keparahan berdasarkan lokasi dan jenis fraktur. Meskipun
fraktur terjadi pada 15 semua kelompok usia, kondisi ini lebih umum pada orang yang mengalami trauma
yang terus-menerus dan pada pasien lansia. Fraktur dapat terjadi akibat pukulan langsung, kekuatan
tabrakan, gerakan memutar tiba-tiba, kontraksi otot berat, atau penyakit yang melemahkan tulang. Dua
mekanisme dasar yang fraktur: kekuatan langsung atau kekuatan tidak langsung. Dengan kekuatan langsung,
energi kinetik diberikan pada atau dekat tempat fraktur. Tulang tidak dapat menahan kekuatan. Dengan
kekuatan tidak langsung, energi kinetik di transmisikan dari titik dampak ke tempat tulang yang lemah.
Fraktur terjadi pada titik yang lemah. Sewaktu tulang patah, pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Saat terjadi pendarahan yang terlalu banyak maka
penderita akan kehilangan volume darah yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik. (Brunner dan
Suddarth, 2016).

2
5. Pathway

Trauma langsung, trauma tidak langsung, kondisi patologis

Diskontinuitas Fraktur pergeseran frakmen tulang Nyeri Akut


tulang

Perubahan Jaringan sekitar Kerusakan frakmen tulang

Pembedahan Geseran frakmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari kapiler
(ORIF)
Deformitas Peningkatan tekanan kapiler Melepaskan katekolamin

Luka insisi Gg. Tirah baring Pelepasan histamin


Ekstremitas Metabolisme asam lemak
Protein plasma hilang
Resiko
Bergabung dengan trombosit
Infeksi Gangguan
Mobilitas Edema
Fisik Emboli
Penekanan pembuluh darah
Menyumbat pembuluh darah
Putus vena / arteri Gangguan
Integritas
Risiko Kulit /
Syok Kehilangan Vol. Cairan Perdarahan Jaringan Perfusi perifer tidak efektif

3
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di imobilisasi, spasme otot yang
menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak tidak alamiah bukan
seperti normalnya, pergeseran fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan krepitus yang
teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat dari trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur
7. Klasifikasi
1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologis
a. Fraktur traumatik.
b. Fraktur Patologis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor atau proses patologik lainnya (infeksi dan kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara
spontan atau akibat trauma ringan.
c. Fraktur Beban (Kelelahan), yaitu fraktur yang terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah
tingkat aktivitas merka atau karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang
yang menopang berat badan.
2. Klasifikasi Berdasarkan Klinis
a. Fraktur Tertutup (simple Fraktur), adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur Terbuka (compound Fraktur), adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah
ditembus, dan terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan
kulit.
8. Penatalaksanaan Medis
1. Faktor Reduction
a. Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari
fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
4
b. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali
memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi,
dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien.
Peralatan traksi:
1) Traksi kulit : biasanya untuk pengobatan jangka pendek
2) Traksi otot atau pembedahan : biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
a. Pembalutan (gips)
b. Eksternal Fiksasi
c. Internal Fiksasi
d. Pemilihan Fraksi
3. Fraksi terbuka
a. Pembedahan debridement dan irigrasi
b. Imunisasi tetanus
c. Terapi antibiotic prophylactic
d. Immobilisasi
9. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2. Scan tulang, tonogram, CT scan /MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada taruma multiple).
5. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple atau cedera hari.
7. keberadaan hernia inguinalis berulang pada pasien dengan riwayat perbaikan operasi
10. Pengkajian
1. Pengkajian
Pengkajian pertama pasien gawat darurat adalah Initial Assessment, Initial Assessment adalah
suatu penilian kondisi awal korban maupun pasien yang dilakukan dengan cepat dan tepat. Sehingga
dengan adanya initial assessment ini penanganan korban maupun pasien bisa dilakukan secara maksial
tanpa membuang-buang waktu. Dalam initial assesmet ada tim yang bertugas memberikan penilaian
terkait kondisi korban maupun pasien. Biasanya penilaian initial assessment berdurasi kurang dari 5
menit. Initial assessment digunakan dalam penanganan gawat darurat seperti kecelakaan atau bencana
alam yang melibatkan lebih dari 1 orang.
5
1) A (Airway)
Apabila pasien memberi respon dengan suara normal maka jala napas itu normal (paten).
Tanda-tanda adanya obstruksi jalan napas atau jalan napas yang terganggu adalah sebagai berikut :
 Adanya suara bising (seperti stridor)
 Sesak napas (kesulitan bernapas)
 Resirasi paradox
 Penurunan tingkat kesadaran
 Adanya suara mendengkur
 Penanganan masalah Airway adalah :
 Head tilt and chin lift
 Pemberian oksigen
 Suction
2) B (Breathing)
Apakah ada sesak nafas ? pada komponen ini penilaian bisa dilakukan dengan penilaian
frekuensi respirasi, apakah normal ? Apakah lambat ? apalah terlalu cepat ? Apakah tidak ada ?
Apakah ada sianosis ? Berikut adalah penilaian yang perlu dilakukan dalam tahap penilaian
pernapasan :
 Frekuensi
 Adanya retraksi dinding dada
 Perkusi dada
 Auskultasi paru
 Oksimetri (97%-100%)
 Penanganan dalam maasalah pernapasan “
 Berikan posisi yang nyaman
 Menyelamatkan jalan napas
 Pemberian bantuan napas/oksigen
 Pemberian inhalasi
 Pemberian Ventilasi Bag-Mask
 Dekompresi ketegangan apabila ada pneumothorax
3) C (Circulation)
Pada penilaian sikulasi ini menitikberatkan pada penilaian tentang sirkulasi darah yang dapat
dilihat dengan penilaian sebagai berikut :
 Warna kulit
 Bekeringat
6
 CRV (Capillary Refill time)<2 detik
 Palpasi denyut nadi (60-100) menit
 Auskultasi jantung (sistolik 100-140 mmHg)
 Penilaian EKG
 Penanganan masalah sirkulasi adalah sebagai berikut :
 Menghentikan pendarahan (apabila ada)
 Mengangkat kaki lebih tinggi dari kepala
 Akses intravena
 Pemberian infus saline
4) D (Disability)
Disability menilai tentang tingkat kesadaran, dapat dengan cepat dinilai menggunakan metode
AVPU :
 A (alert) – Kewaspadaan
 V (voice responsive) – Respon Suara
 P (pain responsive) – Respon Rasa Nyeri
 U (unresponsive) – Tidak Responsif
 Reflex pupil terhadap cahaya
 Kadar gula darah
 Gerakan (movement)
 Penanganan masalah disability adalah sebagai berikut :
 Tangani jalan napas
 Manajemen pernapasan
 Manajemen sirkulasi
 Pemulihan posisi
 Manajemen glukosa untuk hipoglikemia
5) E (Exposure)
Adanya suatu trauma dapat mempengaruhi exposure, reaksi kulit, adanya tusukan dan tanda-tanda
lain yang harus diperhatikan. Dalam penilaian exposure dapat diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Eksposur kulit
 Keadaan suhu tubuh
 Penanganan masalah exposure adalah sebagai berikut :
 Berikan perawatan untuk mengatasi trauma
 Cari penyebab utama

7
Anamnesa pada fraktur cruris meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Identifikasi Pasien Meliputi : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tgl. MRS, diagnosa medis, no. registrasi.
b. Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa
akut/kronik tergantung dari lamanya serangan. Unit memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa
nyeri pasien digunakan:
- Provoking inciden: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
- Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut atau
menusuk.
- Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakag rasa sakit menjalar/menyebar dan dimana
rasa sakit terjadi.
- Saverity (scale of pain): seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala
nyeri/pasien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari/siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang Pada pasien fraktur/patah tulang dapat disebabkan oleh trauma/kecelakaan,
degeneratif dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekirat yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/perubahan warna kulit dan kesemutan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pasien pernah mengalami penyakit ini (Fraktur Costa) atau pernah
punya penyakit yang menular/menurun sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga Pada keluarga pasien ada/tidak yang menderita esteoporoses, arthritis dan
tuberkulosis/penyakit lain yang sifatnya menurut dan menular.
f. Pola Fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat : Pada fraktur akan mengalami perubahan/ gangguan pada
personal hygien, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme : Pada fraktur tidak akan mengalami penurunan nafsu makan, meskipun
menu berubah misalnya makan dirumah gizi tetap sama sedangkan di RS disesuaikan dengan penyakit
dan diet pasien.
3) Pola Eliminasi : Kebiasaan miksi/defekasi sehari-hari, kesulitan waktu defekasi dikarenakan
imobilisasi, feses warna kuning dan konsistensi defekasi, pada miksi pasien tidak mengalami gangguan.
4) Pola Istirahat dan Tidur : Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang disebabkan
oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
5) Pola Aktivitas dan Latihan : Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan akibat dari fraktur
femur sehingga kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat / keluarga.

8
6) Pola Persepsi dan Konsep Diri : Pada fraktur akan mengalami gangguan diri karena terjadi perubahan
pada dirinya, pasien takut cacat seumur hidup/tidak dapat bekerja lagi.
7) Pola Sensori Kognitif : Nyeri yang disebabkan oleh kerusakan jaringan, sedang pada pola kognitif atau
cara berpikir pasien tidak mengalami gangguan.
8) Pola Hubungan Peran : Terjadinya perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpersonal
yaitu pasien merasa tidak berguna lagi dan menarik diri.
9) Pola Penanggulangan Stres : Perlu ditanyakan apakah membuat pasien menjadi stres dan biasanya
masalah dipendam sendiri / dirundingkan dengan keluarga.
10) Pola Reproduksi Seksual : Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak, maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak akan mengalami
gangguan.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan : Adanya kecemasan dan stress sebagai pertahanan dan pasien
meminta perlindungan / mendekatkan diri dengan Tuhan
 Data Objektif
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
a) Kesadaran penderita : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
b) Tanda-tanda vital : Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan : tanda
vital, derajat kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas, pernafasan infeksi kondisi yang
kronis atau batuk dan merokok.
c) Pantau keseimbangan cairan
d) Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah pada pembedahan mayor (frekuensi
nadi meningkat, tekanan darah turun, konfusi, dan gelisah)
e) Observasi tanda infeksi (infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya timbul selama minggu kedua)
dan tanda vital f) Kaji komplikasi tromboembolik : kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan, panas,
kemerahan, dan edema pada betis 26 g) Kaji komplikasi emboli lemak : perubahan pola panas, tingkah
laku, dan tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu normo cephalik simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada
c) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak
edema.
9
d) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis
e) Telinga
Tes bisk atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
g) Mulut dan faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris
i) Paru Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
Perkusi : Suara ketok sonor,
tak ada redup atau suara tambahan lainnya
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing atau suara tambahan lainnya seperti stridor
dan ronkhi
j) Jantung Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal tak
ada mur-mur
k) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler hepar tidak teraba
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan Auskultasi : Kaji
bising usus.
l) Inguinal-genetalis-anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, ada kesulitan buang air besar.
m) Sistem muskuloskeletal
Tidak dapat digerakkan secara bebas dan terdapat jahitan, darah merembes atau tidak.
11. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d tampak meringis
2) Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah d.d penyembuhan luka lambat
3) Gangguan integritas kulit / jaringan b.d penurunan mobilitas d.d kerusakan jaringan / lapisan kulit
4) Gangguan Mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d gerakan terbatas
10
5) Risiko syok b.d kekurangan volume cairan
6) Risiko infeksi b.d efek prosedur invasif
12. Intervensi Keperawatan dan Rasional
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d tampak meringis
TUJUAN : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka nyeri akut menurun
KH : Keluhan nyeri menurun (5)
Meringis menurun (5)
INTERVENSI : Manajemen Nyeri
1. Observasi
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Rasional : mengetahui daerah nyeri, kualitas, kapan nyeri dirasakan, faktor pencetus,
berat ringannya nyeri dirasakan
 Identifikasi skala nyeri
Rasional : sebagai tolak ukur nyeri pada pasien, seberapa parah tingkat nyeri yang
dialami oleh pasien
 Identifikasi nyeri non verbal
Rasional : mengetahui keadaan tidak menyenangkan pasien yang tidak sempat dan tidak
bisa digambarkan oleh pasien
2. Teraupetik
 Berikan tekhnik farmakologis untuk mengurangi nyeri
Rasional :mengurangi nyeri yang dialami oleh pasien
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Rasional :mencegah pasien mengalami stres yang dapat meningkatkan tingkatan nyeri yang
dialami
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Rasional :dengan beristirahat pasien tidak beraktifitas yang berat, yang dapat meningkatkan
nyeri
3. Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Rasional : memberikan pengetahuan kepada pasien untuk mengetahui tentang nyeri
 Jelaskan strategi meredakan nyeri
Rasional : memberikan pengetahuan kepada pasien untuk meredakan tentang nyeri
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

11
Rasional : zat aktif yang terdapat pada obat analgetik dapat menghambat mediator kimia
dengan menghasilkan endorphin yang berfungsi menghambat mediator nyeri
2) Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah d.d penyembuhan luka lambat
TUJUAN : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam maka perfusi perifer meningkat
KH : Denyut nadi meningkat (5)
Pengisian kapiler membaik (5)
INTERVENSI : Manajemen Sensasi Perifer
1. Observasi :
 Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
Rasional : Mengantisipasi adanya rasa nyeri / kesemutan pada ektremitas
 Monitor adanya tromboflebitis dan tromboemboli vena
 Rasional : Mengantisipasi terjadinya tromboflebitis dan tromboemboli vena
 Monitor tekanan darah
Rasional Membantu mengetahui tekanan dara pasien terbaru
2. Teraupetik :
 Hindari pemakaian benda – benda yang berlebihan suhunya
Rasional : Mengantisipasi perubahan suhu ekstrem pada ekstremitas
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Rasional : Agar terdapat bukti sudah dilakukannya pemeriksaan
3. Edukasi
 Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
Rasional : Membantu pasien mengetahui suhu air
 Informasikan hasil pemantauan
Rasional : Membantu pasien mendapatkan info yang valid
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Membantu mengatasi nyeri
3) Gangguan integritas kulit b.d penurunan mobilitas d.d kerusakan jaringan / lapisan kulit
4) Perfusi perifer tidak efektif b.d peningkatan tekanan darah d.d penyembuhan luka lambat
TUJUAN : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam maka Integritas kulit dan jaringan
pada pasien dapat membaik:
KH : Perfusi jaringan meningkat (5)
Kerusakan jaringan menurun (5)
Kerusakan lapisan kulit menurun (5)
Hematoma menurun (5)
12
Tekstur membaik (5)
INTERVENSI : Perawatan Integritas Kulit
1. Observasi :
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Rasional : Untuk mengetahui penyebab gangguan integritas kulit
2. Teraupetik
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
Rasional : Untuk mengetahui posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
Rasional : Agar pasien menghindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
3. Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab (lotion serum)
Rasional : Agar kulit pasien tetap terjaga kelembapannya
 Anjurkan meningkatkan nutrisi
Rasional : Agar asupan nutrisi pada pasien terpenuhi

 Anjurkan meningkatkan asupan sayur dan buah


Rasional : Agar kulit pasien tampak sehat jika meningkatkan asupan sayur dan buah

13
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. ( 2016). Keperawatan Medikal Medah Edisi . Jakarta: EGC
Widyasari Tabita dan Djawas (2021). Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi Vol.5. Jakarta
Wijaya.A.S dan Putri.Y.M. (2018). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah. Bengkuli : Numed
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan. Jakarta: DPP
PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Jakarta: DPP PPNI

14

Anda mungkin juga menyukai