Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraktur atau patah tulang merupakan masalah yang sangat menarik perhatian
masyarakat, banyak kejadian yang tidak terduga yang dapat menyebabkan terjadinya
fraktur, baik itu fraktur tertutup maupun fraktur terbuka.
Terjadinya kecelakaan secara tiba tiba yang menyebabkan fraktur sering kali
membuat orang panic dan tidak tau tindakan apa yang harus dilakukan . ini disebabkan
tidak adanya kesiapan dan kurangnya pengetahuan terhadap fraktur tersebut. Seringkali
untuk penanganan fraktur ini tidak tepat. Mungkin dikarenakan kurangnya informasi
yang tersedia. Contohnya ada seseorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya
pengetahuan dalam penanganan pertolongan pertama terhadap fraktur, ia pergi ke dukun
pijat karena mungkin ia menganggap bahwa gejala fraktur mirip dengan gejala orang
yang terkilir. Olehnya itu, kita harus mengetahui paling tidak bagaimana penanganan
pada korban fraktur.

B. Perumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fraktur ?
2. Apa saja klasifikasi fraktur ?
3. Apa saja penyebab terjadinya fraktur ?
4. Bagaimana patofisiologi terjadinya fraktur ?
5. Bagaimana manifestasi klinisnya ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada fraktur ?
7. Bagaimana tindakan pertolongan pada pasien fraktur ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien fraktur ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian, klasifikasi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
pathway, komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang pada pasien fraktur.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan mengenai fraktur.

1
2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Fraktur adalah rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan adanya
ruda paksa yang timbul secara mendadak ,selain itu, fraktur juga dapat didefinisikan
sebagai rusaknya kontinuitas tulang normal yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diarbsorbsi.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

B. KLASIFIKASI FRAKTUR
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :

3
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup ( Closed ), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka ( Open/ Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur
terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif.
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.

4
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
1) At axim : membentuk sudut.
2) At lotus : fragmen tulang berjauhan.
3) At longitudinal : berjauhan memanjang.
4) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
d. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
9. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

5
D. ETIOLOGI
1. Trauma atau benturan
Adanya 2 trauma atau benturan yang dapat mengakibatka fraktur, yaitu :
Benturan langsung ( dikarenakan suatu benda jatuh atau di seruduk hewan )
Benturan tidak langsung ( benda mental )
2. Tekanan atau stres yang terusmenerus dan berlangsung lama

Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan fraktur yang
kebanyakan terjadi pada tulang tibia, fibula atau mentatarsal pada olahragawan,
militer maupun penari. Ex’s : seseorang yang bisa melakukan baris berbaris dan
menghentak-hentakan kakinya, maka kemungkinan terjadi patah tulang di daerah
tertentu
3. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang
Kelemahan tulang yang abnormal karena adanya proses patologis seperti tumor maka

6
dengan energi kekerasan yang minimal akan mengakibtkan fraktur yang pada orang
normal belum dapat menimbulkan fraktur

E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan,tapi apabila tekanan eksternal yang dating lebih besar dari yang dapat
diserap tulang,maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibabtkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang.
Ketika tulang patah akan terjadi kerusakan di korteks , pembuluh darah,sumsum
tulang dan jaringan lunak,akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan
tulang dan jaringan sekitarnya keadaan ini menimbulkan hematoma pada kanal medulla
antara tepi tulang di bawah periosteum dengan jaringan tulang yang mengatasi fraktur.
Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrosis adalah ditandai
dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. ketika terjadi kerusakan tulang,tubuh mulai
melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukan tahap
awal penyembuhan tulang . hematoma yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan
tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplay organ-organ
yang lain, hematoma menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan
tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamine pada otot yang ishkemik dan
menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial . hal ini menyebabkan
terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan menekan ujung saraf, yang bisa
berlangsung lama bisa menyebabkan sindroma comportement.

7
F. PATHWAY
Kondisi patologis, Trauma langsung/
Osteoporosis,neoplasma tidak langsung

Arbsorbsi calcium

Defisit volume
Rentan fraktur FRAKTUR perdarahan Cairan

Konservatif tindakan bedah

Bidai Gips Traksi preop intraop postop

Defisit pengetahuan

Perdarahan efek anestesi


Luka insisi
cemas
Gangguan mobilitas Perfusi jaringan perifer
fisik tidak efektif
Defisit Mual,muntah
volume
cairan
Inflamasi bakteri

8
Resiko
Nutrisi kurang
infeksi
dari kebutuhan

Resiko cidera
nyeri

G. MANIFESTASI KLINIS
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma, hal ini di karenakan adanya spaseme
( mengalami perenggangan ) otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan
jaringan sekitarnya.
2. Bengkak atau odem
Edema muncul lebih cepat dikarena cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ektravasi daerah di jaringan sekitarnya
3. Memar atau ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di jaringan
sekitarnya.
4. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang patah, nyeri atau spasme otot
7. Paralysis
Dapat terjadi karena kerusakan saraf
8. Krepitasi
Merupakan rasa kemeretak yang terjadi pada bagian-bagian tulang digerakan atau
pada sendi.

9
9. Deformitas
Abnormalnya dari posisi tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang keposisi abnormal, akan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Shock hopovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
11. Mobilitas abnormal
Adanya pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya
tidak terjadi pergearakan, ini terjadi pada fraktur tulang panjang
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan
kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi
untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan
penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada
x-ray:
a. Bayangan jaringan lunak.
b. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi.
c. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:

a. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.

10
b. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal
dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
e. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
f. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
I. KOMPLIKASI
Secara umum,komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi antara lain :
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri
b. Compartement syndrome
c. Fat embolism syndrome
d. Infeksi
e. Avaskuler nekrosis
f. Shock

11
2. Komplikasi dalam waktu lama
a. Delayed union
b. Non union
c. Mal union
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri.

Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun karena
terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri
tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik
imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat
dicapai dengan cara pemasangan bidai atau gips.
a. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
b. Pemasangan gips
Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah. Gips
yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi
dilakukan pemasangan gips adalah :
1) Immobilisasi dan penyangga fraktur

12
2) Istirahatkan dan stabilisasi
3) Koreksi deformitas
4) Mengurangi aktifitas
5) Membuat cetakan tubuh orthotik

Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :

1) Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan


2) Gips patah tidak bisa digunakanl
3) Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien
4) Jangan merusak / menekan gips

5) Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk


6) Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama

2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.


Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu
diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi
eksternal, atau fiksasi internal tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) :
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan
traksi antara lain :
1) Traksi manual : Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi fraktur,
dan pada keadaan emergency

13
2) Traksi mekanik, ada 2 macam :
a) Traksi kulit (skin traction). Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk
sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban
< 5 kg.
b) Traksi skeletal. Merupakan traksi definitif pada orang dewasa yang
merupakan balanced traction. Dilakukan untuk menyempurnakan luka
operasi dengan kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan metal.

Kegunaan pemasangan traksi, antara lain

1) Mengurangi nyeri akibat spasme otot


2) Memperbaiki & mencegah deformitas
3) Immobilisasi
4) Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
5) Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
1) Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya tarik
2) Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan pemberat
agar reduksi dapat dipertahankan
3) Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4) Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5) Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai

14
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang logam pada
pecahan-pecahan tulang.
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
mungkin adalah pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan
reduksi terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami
cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen- fragmen tulang yang telah
mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan tangan agar
menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah direduksi, fragmen-fragmen
tulang ini dipertahankan dengan alat-alat ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan
paku. Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
1) Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2) Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang berada
didekatnya.
3) Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
4) Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
5) Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada kasus-kasus
yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi
dan fungsi otot hampir normal selama penatalaksanaan dijalankan.
1) Fiksasi interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal, tetapi untuk fraktur
lainnya kurang cocok. Fraktur dapat dipertahankan lurus dan terhadap
panjangnya dengan nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk
mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil pemeriksaan radiologi
memberi kesan bahwa jaringan lunak mengalami interposisi di antara ujung
tulang karena hal ini hampir selalu menyebabkan non-union .
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat memberikan stabilitas
longitudinal serta kesejajaran (alignment) serta membuat penderita dápat
dimobilisasi cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam waktu 2
minggu setelah fraktur.

15
Kerugian meliput anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang tercepat dengan trauma yang
minimal, tetapi paling sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan.
Comminuted fracture paling baik dirawat dengan locking nail yang dapat
mempertahankan panjang dan rotasi.

2) Fiksasi eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa kalus terlihat
pada pemeriksaan radiologis, yang biasanya pada minggu ke enam, cast brace

dapat dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak memberi


fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.

3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali

16
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan
menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun terkadang terdapat
gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga dibutuhkan graft tulang.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya
mobilisasi secepat mungkin.

K. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. 5 - 10 menit, reduksi tanpa nekrose (immobilisasi)
2. > 20 menit, terjadi spasme lakukan reduksi dengan nekrose.
3. Fraktur tertutup (reposisi tertutup)
4. Fraktur terbuka (bidai, tutup luka, hentikan perdarahan dengan balut tekan).
5. Rekognisi (mencari lokasi fraktur).
6. Reduksi/reposisi (mengembalikan posisi awal)
7. Retensi (memilih tindakan) gips atau traksi
8. Rehabilitasi
9. Perawatan Pre Operasi:
a. Persiapan Pre Operasi:
1) Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan daerah yang akan di operasi
sudah dibersihkan (di cukur dan personal hygiene)
2) Kateterisasi
3) Puasa mulai tengah malam sebelum operasi esok paginya (pada spinal anestesi
dianjurkan untuk makan terlebih dahulu)
4) Informed Consent
5) Pendidikan Kesehatan mengenai tindakan yang dilakukan di meja operasi
b. Perawatan intra Operasi:
1) Menerima Pasien dan memeriksa kembali persiapan pasien
2) Identitas pasien
3) Surat persetujuan operasi
4) Pemeriksaan laboratorium darah, rontgen, EKG.
5) Mengganti baju pasien

17
6) Menilai KU dan TTV
7) Memberikan Pre Medikasi : Mengecek nama pasien sebelum memberikan
obat dan memberikan obat pre medikasi.
8) Mendorong pasien kekamar tindakan sesuai jenis kasus pembedahan
9) Perawatan dilakukan seja memindahkan pasien ke meja operasi samapai
selesai

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan cedra jaringan sekitar fraktur,
kerusakan rangka neuromaskuler
2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, pergeseran fragma tulang
3. Kerusakan itegritas karingan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah
perbaikan

M. FOKUS PENGKAJIAN
1. Pengkajian perimer
a. Airway
Kaji adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas oleh adanyapenumpukan sekret
akibat kelemahan refleksi batuk.
b. Breathing
Kaji adanya kelemahan menelan, batuk, dan tibulnya kesulitan bernafas perinsip
kerja pada breathing support adalah look, feel and listen.
a. Look : status mental, kecemasan, agitasi, pergerakan dada dan usaha
pernafasan.
b. Feel : aliran udara dan krepitasi dinding dada.
c. Listen : suara sumbatan ( stridor ) selama mengeluarkan nafas, suara nafas, dan
suara lainya.
c. Circulation
Kaji adanya kemungkinan kenaikan tekanan darah, hipotensi yang terjadi pada

18
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
memberan mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian sekunder
a. Aktifitas istirahat
Kehilangan fungsi pada bagian yang fraktur dan keterbatasan mobilitas.
b. Sirkulasi
Hipertensi sebagai respon nyeri atau ansietas, hipotensi merupakan respon
terhadap kehilangan darah, takikardi, penurunan nadi pada bagian distal yang
cedra, capilery refill melambat, pucat pada bagian yang mengalami fraktur,
terdapat masa hematoma pada sisi yang mengalami fraktur. Neurosensori terjadi
kesemutan. Deformitas, kerepitasi, pemendekan, kelemahan. Kenyamanan lalu
nyeri tiba-tiba saat cidera, spasme atau keram otot. Keamanan menjadi laserasi
kulit, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan lokal.
3. Mendiagnosis atau memastikan adanya patah tulang
a. Riwayat
Setiap patah tulang umumnya mempunyai riwayat terauma yang di ikuti
penggunaan kemampuan anggota gerak yang terkena.
b. Pemeriksaan
1) Inspeksi :
Lihat dan bandingkan dengan sisi yang normal, dan perhatikan hal-hal
dibawah ini :
a) Adanya perubahan asimetris kanan dan kiri
b) Adanya deformitas seperti agulasi ( membentuk sudut ) atau rotasi dan
pemendekan
c) Jejas ( tanda yang menunjukan bekas trauma )
d) Pembengkaan
e) Terlihat adanya tulang yang keluar dari jaringan lunak
2) Palpasi ( meraba dan merasakan )
Bandingkan dengan sisi yang sehat sampai dapat dirasakan perbedaanya.
a) Adanya nyeri tekan pada daerah cedra ( tenderness ).
b) Adanya krepitasi pada perabaan yang sedikit kuat

19
c) Adanya gerak abnormal dengan perabaan agak kuat.
d) Jangan lakukan pemeriksaan yang sengaja untuk mendapat bunyi krepitasi
atau gerakan abnormal, misalnya dengan meraba dengan kuat sekali.
3) Gerakan
Terdapat dua gerakan yang dapat digunakan untuk menilai tingkat pergerakan
akibat patah tulang, yaitu :
a) Gerakan aktif
Adalah pemeriksaan gerakan dengan meminta pasien untuk menggerakkan
sendiri pada bagian yang cidera
b) Gerakan pasif
Perawat yang mrnggerakan bagian tubuh pasien yang mengalami patah
tulang.
c) Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan juga hal-hal lain sebagai berikut
Terdapat gerakan abnormal ketika menggerakan bagian yang cedra.
Apabila pasien mengalami kehilangan fungsi pada bagian yang cedera,
maka dapat disebabkan oleh dua kemungkinan yaitu karena adanya fraktur
atau akibat kerusakan saraf yang mempersarafi bagian tersebut ( ini
diakibatkan oleh karena patah tulang merusak saraf tersebut )
1. Pemeriksaan komplikasi
Periksa dibawah patah tulang , biasanya akan ditemukan kulit berwarna kebiruan dan
pucat, denyut nadi tak teraba. Selain itu pada bagian yang mengalami fraktur, otot
disekitarnya mengalami spame.

N. FOKUS INTERVENSI
1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan cedra jaringan sekitar fraktur,
kerusakan rangka neuromaskuler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kerusakan mobilitas fisik dapat
teratasi
Dengan kreteria hasil :
a. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang memungkinkan
mempertahankan posisi fungsional.

20
b. Meningkatkan kekuatan atau fungsi bagian tubuh yang sakit
c. Menujukan kemampuan melakukan aktivitas.

Intervensi :

a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan.


b. Tingkatkan ektermitas yang sakit tanpa menimbulkan nyeri.
c. Itruksikan pasien atau bantu dalam latihan rentan gerak pada eksermitas yang
sakit dan yang tidak sakit
d. Beri penyangga pada ekstrimitas yang sakit di atas dan dibawah fraktur ketika
bergerak.
e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas.
a. Ubah posisi secara periodik.
b. Kolaborasi dengan fisioterapi atau okupasi terapi

2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot, pergeseran fragma tulang


Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Dengan kriteria hasil :
a. Pasien mengatakan nyeri berkurang.
b. Pasien tampak rileks, mampuberpartisipasi dalam aktivitas atau tidur atau istirahat
dengan tepat.
c. Tekanan darah dalam batas normal
d. Tidak ada peningkatan nadi dan respirasi
Intervensi :
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri.
b. Pertahankan imobilisasi bagi yang sakit dengan tirah baring.
c. Berikan lingkungan yang nyaman dan berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas hiburan.
d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi.
e. Jelaskan prosedur sebelum memulai.
f. Lakukan dan awasi latihan rentan gerak pasif atau aktif.

21
g. Dorong menggunakan teknik manjemen stress, ex’s : relaksasi, latihan nafas
dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan.
h. Observasi tanda-tanda vital.
i. Kolaborasi pemberian analgetik.
3. Kerusakan itegritas karingan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah perbaikan
Tujuan : kerusakan itegritas jaringan dapat diatasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Dengan kreteria hasil :
a. Penyembuhan luka sesuai dengan target waktu
b. Tidak ada laserasi dan integritas kilit baik .
Intervensi :
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap adanya tanda infeksi.
b. Monitor suhu tubuh.
c. Lakukan perawatan kulit secara teratur pada patah tulang yang menonjol.
d. Lakukan alih posisi secara rutin, pertahankan kesejajaran tubuh.
e. Masage kulit sekitar akhir gips dengan alkohol.
f. Perhatikan alas tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan.
g. Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi.
h. Kolaborasi pemberian antibiotik.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau setiap retak atau patah
pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001).
Fraktur adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita perhatian
masyarakat, pada arus mudik dan arus balik hari raya idul fitri banyak terjadi kecelakaan
lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula
kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk
penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang
tersedia contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya
informasi untuk menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip
dengan orang yang terkilir.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca dapat memahami
tentang gejala, penyebab fraktur sehingga dapat membuat kita lebih hati-hati dalam
bekerja ataupun melakukan aktifitas sehari-hari serta dapat membantu pasien fraktur .

23
DAFTAR PUSAKA

Brunner, Suddarth. 2013. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3 . EGC. Jakarta

Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan.
Yogyakarta: Fitramaya

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3 . Jakarta: Media Aesculapius

Diagnosa Keperawatan NANDA 2015-2017 . Jakarta: Prima Medika

http://id.wikipedia.org/wiki/Fraktur_tulang.

24

Anda mungkin juga menyukai