Anda di halaman 1dari 21

Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm.

1-21

MALARIA SEREBRAL

CEREBRAL MALARIA

Arthur H.P. Mawuntu*)

sinapsunsrat@gmail.com
*)
Staf, Divisi Neuroinfeksi, Neuroimunologi, dan Neuro-AIDS. Bagian/KSM Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado, Sulawesi Utara, Indonesia.

ABSTRAK
Malaria serebral sering memberikan luaran yang fatal. Beberapa kasus masih sering ditemui di seluruh
Indonesia meskipun insidens penyakit secara nasional sudah menurun. Penyakit ini membutuhkan keahlian
klinis yang tepat dalam mendiagnosis dan memberi terapi pada pasien. Saat ini, penatalaksanaan malaria
serebral di Indonesia berpedoman pada Buku Tata Laksana Kasus Malaria Tahun 2017. Peran neurolog penting
untuk menduga serta mengeksklusi malaria serebral pada pasien dengan demam dan penurunan kesadaran,
terutama di daerah endemik dengan angka hiperparasitemia asimptomatik yang tinggi. Pemeriksaan neurologis
yang teliti, mencakup deteksi tanda-tanda rangsangan meningeal, retinopati malaria, papiledema pada
pemeriksaan funduskopi, dan bangkitan tersamar atau nonkonvulsif, serta pemeriksaan pungsi lumbal, dan
pemeriksaan elektroensefalografi, berperan besar dalam deteksi dan terapi malaria serebral. Lebih jauh,
neurolog juga akan menangani sekuele neurologis atau sindrom pascamalaria setelah fase akut selesai.

Kata Kunci: Malaria serebral, Indonesia.

ABSTRACT
The outcome of cerebral malaria is often fatal. Although the national incidence is decreased, some cases are
still found in Indonesia and required appropriate clinical skills in diagnosing and treating the patients. The
current management of cerebral malaria in Indonesia is based on 2017 Book for the Treatment of Malaria
Cases. The role of neurologists to suspect or exclude cerebral malaria cases in patients with fever and altered
consciousness is essential, especially in endemic areas where the asymptomatic hyper-parasitemia rate is high.
A detailed neurological examination including detection of meningeal signs, malaria retinopathy, papilledema
on funduscopic examination, and subtle or non-convulsive seizure, and lumbar puncture and
electroencephalographic examination, provides a significant contribution in detecting and treating cerebral
malaria. Furthermore, neurologists will also deal with neurological sequel or post-malaria syndrome after the
acute phase is over.

Keywords: Cerebral malaria, Indonesia.

1. ETIOLOGI - Plasmodium ovale.


Penyebab infeksi malaria ialah parasit - Plasmodium malariae.
plasmodium, suatu parasit yang termasuk - Plasmodium knowlesi.
dalam dalam filum apicomplexa. Seperti Jenis plasmodium yang banyak
halnya parasit toksoplasma. Sekitar 100 ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum
spesies plasmodium telah diidentifikasi tetapi dan P. vivax. Plasmodium falciparum adalah
hanya ada lima spesies yang dilaporkan penyebab utama malaria berat, termasuk
1,2
menginfeksi manusia, yaitu: malaria serebral. Namun demikian, akhir-akhir
- Plasmodium falciparum. ini di Indonesia mulai banyak dilaporkan
- Plasmodium vivax. kasus-kasus malaria berat akibat P. vivax.

1
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

Selain itu, Plasmodium knowlesi yang awalnya P. knowlesi mirip dengan P. falciparum.
dianggap hanya menginfeksi primata tetapi Siklus hidup Plasmodium secara umum
3
kemudian pada tahun 2004 dilaporkan psudah diperlihatkan dalam Gambar 1.
menginfeksi manusia. Gambaran klinis infeksi

Gambar 1. Daur hidup parasit malaria


(Sumber : CDC (2017)3)
2. PATOGENESIS patogenesis adalah intensitas transmisi,
Patogenesis malaria yang akan kita bahas densitas parasit, dan virulensi parasit.
adalah patogenesis malaria tropika atau yang Sedangkan faktor pejamu adalah tingkat
juga disebut malaria falsiparum (sesuai nama endemisitas daerah tempat tinggal, genetik,
spesies plasmodium yang menyebabkannya). umur, status nutrisi, dan status imunologi.2
Penyakit malaria tipe ini yang banyak
menyebabkan timbulnya malaria berat, 2.1. Sekuestrasi Parasit di Dalam Darah
termasuk malaria serebral. Patogenesis malaria Hipotesis yang paling banyak diterima untuk
tropika dipengaruhi oleh parasit dan pejamu. menjelaskan patogenesis malaria serebral
Faktor parasit yang mempengaruhi adalah teori mekanik. Menurut teori ini

2
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

terdapat beberapa fenomena penting dalam 2.1.2. Sekuestrasi


2
rangkaian patogenesis malaria berat. Eritrosit yang bersirkulasi hingga ke tingkat
kapilar seharusnya masuk ke vena dan terus
2.1.1. Sitoadherensi beredar dalam sirkulasi darah. Namun
Sitoadherensi adalah peristiwa melekatnya demikian, sitoadherensi menyebabkan eritrosit
parasit dalam eritrosit stadium matur pada tidak beredar kembali dan tertinggal di
permukaan endotel vaskular. Permukaan pembuluh kapilar. Sekuestrasi menurunkan
eritrosit yang terinfeksi parasit akan perfusi jaringan otak dan dapat menyebabkan
membentuk knob (dikenal dengan peristiwa penurunan kesadaran melalui hipoksia.
knobbing). Pada permukaan knob terdapat Penurunan perfusi jaringan otak juga
molekul-molekul adhesif yang secara kolektif menyebabkan peningkatan aliran darah otak
disebut P. falciparum erythrocyte membrane sebagai respons adaptif terhadap penurunan
protein-1 (PfEMP-1). Molekul-molekul perfusi jaringan.2,4
adhesif ini akan melekat dengan molekul- Fenomena sekuestrasi hanya terjadi
molekul adhesif yang berada di permukaan pada eritrosit terinfeksi P. falciparum. Hal
endotel pembuluh darah kapiler seperti cluster inilah yang paling bertanggung jawab terhadap
of differentiation 36 (CD36), trombospondin, timbulnya malaria berat termasuk malaria
intercellular-adhesion molecule-1 (ICAM-1), serebral. Sekuestrasi terjadi pada organ-organ
vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1), vital dan hampir semua jaringan dalam tubuh.
endothel leucocyte adhesion molecule-1 Sekuestrasi tertinggi terdapat di otak.
(ELAM-1), asam hialuronat, dan kondroitin Selanjutnya hepar dan ginjal, paru jantung,
2
sulfat A. usus, dan kulit.2,4
Kita perlu memahami tentang
kompleks molekul adhesif PfEMP-1. 2.1.3. Roseting
Kompleks ini merupakan protein-protein hasil Selain melakukan sitoadherensi, parasit dalam
ekspresi genetik oleh sekelompok gen yang eritrosit stadium matur dapat juga membentuk
berada di permukaan knob. Kelompok gen ini kelompok dengan eritosit-eritrosit lain yang
disebut gen VAR. Gen VAR mempunyai tidak terinfeksi plasmodium. Fenomena ini
kapasitas variasi antigenik yang sangat besar. disebut pembentukan roset/roseting. Roseting
Luasnya variasi antigenik ini membawa berperan penting dalam virulensi parasit dan
konsekuensi sulitnya P. falciparum lolos dari ditemukan juga pada infeksi plasmodium yang
penghancuran sistem imun dan sulitnya lain.2
mengembangkan vaksin dan obat untuk parasit Pada fenomena roseting, satu eritrosit
2
ini. terinfeksi akan diselubungi 10 atau lebih
eritrosit yang tidak terinfeksi. Pembentukan
roset ini menyebabkan obstruksi atau
perlambatan sirkulasi darah setempat (dalam

3
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

jaringan) sehingga mempermudah terjadinya Selain roseting, kita juga mengenal


sitoadherensi. Pembentukan roset sendiri dapat istilah lain dalam patogenesis malaria tropika
dihambat oleh antibodi Plasmodium yaitu aglutinasi. Aglutinasi adalah perlekatan
falciparum histidine rich protein-1 (Pf.HRP- dua atau lebih eritrosit yang sudah terinfeksi
1).2 parasit.2

KOTAK. TEORI MEKANIK PATOGENESIS MALARIA SEREBRAL

1. Sekuestrasi: Eritrosit terinfeksi yang matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi. Dipengaruhi oleh
sitoadherensi. Menyebabkan obstruksi aliran darah.
2. Sitoadherensi: Melekatnya eritrosit yang mengandung parasit pada permukaan endotel pembuluh
darah dengan perantaraan tonjolan-tonjolan (knobs) yang timbul di permukaan membran eritrosit yang
terinfeksi tersebut. Terdapat molekul adhesif yang berperan sebagai ligan di permukaan knob yang
dinamakan Plasmodium falciparum erythrocyte membrane protein-1 (PfEMP-1).
3. Rosetting: Perlekatan sebuah eritrosit terinfeksi parasit dengan beberapa eritrosit tidak terinfeksi
sehingga berbentuk seperti bunga (roset)  obstruksi aliran darah lokal  mempermudah sitoadherensi
pada infeksi P. falciparum.

2.2. Sitokin dan Kemokin antara mediator-mediator inflamasi ini penting


Selain hipotesis mekanik, kita juga mengenal dalam pengendalian parasit.
hipotesis sitokin dan kemokin. Kedua teori ini Peran oksida nitrat (nitric oxide =
dapat saling melengkapi. Sitokin dan kemokin NO), yang dalam lingkup pembicaraan ini
memiliki peran yang rumit dalam patogenesis disebut sebagai endothelial-derived relaxing
malaria serebral. Efek inflamasi dan factor (EDRF), masih kontroversial. Pada
eksitotoksisitas kelompok ini menjadi dasar patogenesis malaria serebral, NO berperan
teori sitokin/toksin dalam malaria serebral. dalam imunitas pejamu, mempertahankan
Sitokin-sitokin penting yang diproduksi pada status vaskular, proses neurotransmisi, dan
infeksi malaria tropika adalah tumor necrosis menjadi efektor TNF. Sitokin-sitokin
factor α (TNF-α), interleukin 1 (Il-1), proinflamasi meningkatkan aktivitas cytokine
interleukin-3 (Il-3), interleukin 6 (Il-6), inducible nitric oxide synthase (iNOS, NOS-
leukotrien, dan interferon γ (IFN-γ). Salah satu 2), suatu enzim yang berperan dalam sintesis
kemokin yang penting adalah regulated on NO dalam sitosol yang aktivitasnya
activation normal T cell expressed and dipengaruhi oleh sitokin, di sel-sel endotel
secreted (RANTES). Produksi sitokin pembuluh darah otak. Hal ini menyebabkan
berkorelasi dengan parasitemia dan roseting. peningkatan sintesis NO. NO dapat melintas
Semakin tinggi parasitemia dan roseting sawar darah otak dan masuk ke jaringan otak.
semakin tinggi kadar sitokin proinflamasi yang Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, NO
4-6
diproduksi. dapat mengganggu proses neurotransmisi.
Sebenarnya, selain efek merusak, Diduga, hal tersebut yang bertanggung jawab
sitokin dan kemokin juga memiliki efek terhadap koma reversibel yang terjadi.
protektif. Dengan demikian, keseimbangan Meskipun begitu, beberapa penelitian yang

4
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

meneliti hal ini belum memberikan hasil yang Fenomena ini dipicu oleh peningkatan sekresi
5,6
konklusif. glutamat (yang memang akan meningkat pada
Zat toksin yang penting dalam keadaan iskemia otak) dan aktivasi reseptor-
patogenesis malaria serebral adalah sejenis reseptor patologisnya di neuron seperti NMDA
glikolipid bernama maupun karena adanya produk reaksi
glycosylphosphatidylinositols (GPI). GPI inflamasi seperti asam kuinolinat yang bersifat
berasal dari parasit. Glikolipid ini akan eksitotoksik. Mikroglia dan neuron juga
berikatan dengan reseptornya (CD14). mensekresikan NO pada keadaan iskemia yang
Pengikatan GPI dengan CD14 mengaktifkan turut memicu apotosis.5,6
makrofag dan sel-sel imun lain untuk Anak-anak memiliki akson saraf yang
2,5,6
menghasilkan TNF-α. lebih rentan terhadap keadaan ini. Jadi, akson
pada anak akan lebih cepat rusak pada keadaan
2.3. Cedera Endotel, Apoptosis, Disfungsi iskemia dan inflamasi daripada akson orang
Sawar Darah Otak, dan Hipertensi dewasa. Hal tersebut mungkin menjelaskan
Intrakranial secara sebagian tentang lebih tingginya
Sitodherensi selain menyebabkan sekuestrasi, kejadian bangkitan maupun sekuele neurologis
juga akan menyebabkan EP berkontak dengan pada pasien anak daripada orang dewasa.5,6
sel endotel. Kontak ini akan memicu Gangguan sawar darah otak yang telah
cedera/disfungsi endotel lalu mengaktivasi disebutkan tadi terjadi karena reaksi inflamasi
endotel. Aktivasi endotel ini memulai suatu yang merenggangkan taut kedap pada sawar
kaskade peristiwa yang salah satunya akan darah otak. Perenggangan ini terutama terjadi
berujung pada apoptosis sel pejamu dengan pada pasien anak. Gangguan ini terjadi di
diawali oleh apoptosis sel-sel endotel sendiri. daerah yang mengalami sitoadherensi.
Selain interaksi dengan endotel, EP juga Meskipun belum begitu jelas, namun paparan
berinteraksi dengan platelet. Interaksi ini sitokin-sitokin dari plasma ke jaringan otak
memperparah cedera endotel melalui efek akan menyebabkan inflamasi jaringan otak
5,6
sitotoksik langsung. yang diikuti edema otak dan penurunan perfusi
Setelah di endotel, apoptosis otak. Hal ini juga menyebabkan iskemia yang
selanjutnya terjadi pada neuron dan sel glia akan direspons dengan peningkatan aliran
oleh berbagai mekanisme. Neuron dan sel glia darah otak. Edema dan peningkatan aliran
akan terpapar langsung dengan sitokin-sitokin darah otak menyebabkan hipertensi
proinflamasi. Hal ini dimungkinkan karena intrakranial.5-7
reaksi inflamasi juga menyebabkan gangguan Hipertensi intrakranial makin
sawar darah otak. Selain itu, seperti yang memperberat penurunan perfusi otak sehingga
sudah disebutkan sebelumnya, keadaan mengganggu penghantaran nutrisi dan
iskemia yang disebabkan oleh sekuestrasi akan oksigen. Hal ini turut memperparah cedera
menyebabkan fenomena eksitotoksisitas. iskemik global. Selanjutnya hipertensi

5
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

intrakranial juga mampu menyebabkan disertai tanda-tanda disfungsi batang


2,8,10,12
herniasi dan kompresi batang otak yang otak.
6-8
berakibat fatal. Pada pasien dengan penurunan
kesadaran akibat status pascaiktal yang
3. MANIFESTASI KLINIS memanjang, penurunan kesadarannya terjadi
Malaria serebral tentu ditandai oleh setelah suatu bangkitan. Pasien umumnya
manifestasi neuropsikiatrik. Manifestasi mulai siuman setelah enam jam dan memiliki
neuropsikiatrik malaria serebral umumnya pemulihan neurologis yang baik. Di lain pihak,
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama, pasien dengan status epileptikus nonkonvulsif,
9-11
yaitu: akan tetap berada dalam keadaan koma meski
- Gambaran neuropsikiatrik yang menonjol tanda-tanda fisik bangkitan tidak terlihat.10,12
pada fase akut seperti psikosis, ataksia Pasien dengan gangguan metabolik
serebelar, bangkitan, gangguan berat dapat kembali pulih setelah dilakukan
ekstrapiramidal, dll. koreksi gangguan metabolik dan upaya
- Sekuele malaria serebral seperti resusitasi. Pemulihannya terutama tergantung
hemiparesis, paresis nervus-nervus pada durasi gangguan metabolik sampai
kranial, sindrom medula spinalis, terkoreksi. Hipoglikemia dan asidosis
gangguan serebelar, dan psikosis. merupakan penyebab gangguan metabolik
- Sindrom neurologis pascamalaria seperti yang sering dijumpai pada malaria serebral
ataksia serebelar, psikosis, dan tremor. dan perlu dikoreksi secepatnya.2,10,12
Kita akan membahas beberapa Sindrom neurologis primer dapat
manifestasi klinis tersebut dalam beberapa terjadi karena beberapa hal seperti perdarahan
bagian dari tulisan ini. Dalam bagian ini, kita intrakranial dan oklusi arteri serebral.
akan membahas manifestasi klinis di fase akut. Mekanisme imunologis dan gangguan
koagulasi darah berperan dalam menyebabkan
3.1. Gangguan Kesadaran sindrom neurologis primer ini.5,6,10
Penurunan kesadaran merupakan salah satu Selain itu, penurunan kesadaran dapat
kriteria diagnosis malaria serebral. Walaupun juga disebabkan karena salah diagnosis
begitu, penurunan kesadaran pada malaria malaria serebral. Keadaan ini sering
serebral dapat juga merupakan akibat dari ditemukan pada daerah endemik dengan angka
suatu status pascaiktal yang memanjang, status parasitemia asimtomatik tinggi. Penurunan
epileptikus nonkonvulsif, ensefalopati karena kesadaran pada pasien ini disebabkan oleh
gangguan metabolik berat, dan atau suatu penyebab lain dan pemberian OAM tidak akan
sindrom neurologis primer. Tekanan tinggi memperbaiki penurunan kesadarannya.13
intrakranial yang terjadi pada edema otak Penurunan kesadaran umumnya
menyebabkan penurunan kesadaran yang hingga ke tahap sopor atau koma. Penurunan
kesadaran pada malaria serebral bersifat akut

6
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

dan dapat disertai tanda-tanda kelumpuhan fase akut dapat berlanjut menjadi sekuele
upper motor neuron simetris. Tonus dan psikiatrik seperti demensia dan perubahan
refleks tendon meningkat dan dapat ditemukan kepribadian.5,10,12
klonus maupun refleks patologis. Adanya
lateralisasi seperti hemiparesis atau deviasi 3.2. Retinopati
konjugat bola mata menandakan telah terjadi Malaria tropika menyebabkan gambaran unik
suatu sindrom neurologis primer seperti infark pada retina yang disebabkan oleh fenomena
atau perdarahan. Selain itu, tanda lateralisasi sekuestrasi. Beberapa literatur bahkan
berupa anisokoritas pupil mungkin menyebutkan bahwa adanya retinopati malaria
10
menandakan adanya herniasi otak. merupakan tanda patognomonik malaria
Pada pasien malaria serebral dengan serebral. Oleh karena itu, adanya retinopati
penurunan kesadaran, tanda-tanda rangsangan malaria pada pasien penurunan kesadaran
meningeal jarang ditemukan. Papiledema juga dengan hiperparasitemia P. falciparum
jarang ditemukan pada orang dewasa tetapi stadium aseksual mengarahkan diagnosis ke
cukup sering ditemukan pada anak. Jika malaria serebral. Sebaliknya, tidak adanya
ditemukan, maka papiledema berhubungan retinopati malaria mengarahkan kita ke
dengan tekanan tinggi intrakranial yang alternatif diagnosis yang lain. Walaupun
7
memiliki prognosis buruk. demikian, perlu diingat bahwa retinopati
Pada kasus yang berat, penurunan malaria lebih banyak ditemukan pada anak dan
kesadaran dapat disertai tanda-tanda desebrasi lebih jarang pada orang dewasa.
berupa sikap ekstensi. Hal ini merupakan Retinopati malaria terdiri dari empat
tanda disfungsi batang otak. Dapat juga komponen, yaitu adanya bercak-bercak putih
ditemukan deviasi mata ke atas, gerakan yang khas di retina, pemudaran warna
seperti mengunyah (mirip bruksisme), atau pembuluh darah retina, perdarahan retina, dan
refleks mencucu. Umumnya pola nafas papiledema. Selain empat komponen ini,
mendengkur periodik namun jika telah terjadi bercak-bercak cotton wool juga dapat
disfungsi batang otak maka pola nafas akan ditemukan tetapi sangat berbeda dengan
menjadi lebih kacau.10 bercak-bercak putih yang khas untuk retinopati
Manifestasi psikiatrik merupakan malaria (Gambar 2). Dua komponen pertama
gambaran klinis yang dapat ditemui pada dianggap khas pada malaria. 13-16
malaria serebral. Salah satu manifestasi
psikiatrik malaria serebral yaitu psikosis,
manifestasinya meliputi paranoia, depresi, dan
mania pada fase akut. Bisa juga timbul
halusinasi, kebingungan, dan delirium. Lebih
lanjut, agitasi dan kebingungan dapat timbul A1 A2
setelah pasien pulih dari koma. Manifestasi di

7
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

bangkitan. Bangkitan ini berulang pada lebih


daripada 60% kasus selang perawatan.5,10,12
Adanya bangkitan atau kejang
berulang meningkatkan risiko sekuele
neurologis dan memperburuk prognosis.
Penyebab bangkitan pada malaria serebral
B1 B2
dapat akibat hipoksia serebral, demam,
hipoglikemia, dan atau asidosis laktat.
Plasmodium falciparum sendiri bersifat
epileptogenik dan risiko bangkitan meningkat
pada hiperparasitemia parasit ini.5,9,10
Tipe bangkitan umum pada malaria
serebral lebih banyak daripada bangkitan
C
parsial. Bangkitan umumnya lebih sulit
Gambar 2. A. Pemutihan makula dan
pemutihan perifer: A.1: Pemutihan makula dikendalikan dengan pemberian obat
berat (panah padat) yang telah melingkari antiepilepsi dan dapat menjadi status
foveola secara keseluruhan; A.2: Pemutihan
makula di sekitar bagian inferior fovea dan epileptikus baik konvulsif atau nonkonvulsif.
makula bagian temporal (panah hitam padat). Serangan tidak hanya terjadi saat fase
Bercak-bercak Roth terlihat di sisi temporal 10
diskus dan makula superior. Pemutihan perifer demam.
terlihat di luar alur-alur vaskular (panah putih Kita perlu berhati-hati dalam
padat). Panah berongga menunjukkan kilau
cahaya. menganalisis etiologi bangkitan atau kejang
B. Pemudaran warna pembuluh pada beberapa kelompok pasien seperti ibu
darah retina: B.1: Pembuluh darah retina
berubah warna menjadi putih dalam daerah- hamil, anak-anak, pasien dengan epilepsi, atau
daerah pemutihan perifer retina yang sudah pasien dengan komorbiditas lain yang
berkonfluensi; B.2: Fenomena tramlining dan
pembuluh darah berwarna oranye (panah berpotensi menyebabkan bangkitan. Kejang
berogga). pada ibu hamil dapat terjadi karena eklampsi.
C. Perdarahan retina: Tampak
bercak-bercak Roth, pemutihan makula Kejang pada anak dengan demam dapat
(kepala panah), dan pemudaran warna disebabkan oleh kejang demam. Sindrom Reye
pembuluh darah menjadi oranye (panah).
pada anak, meski jarang ditemui saat ini, dapat
16
(Sumber: Sithole (2011) ) juga memberikan gambaran klinis kejang.5,10,12
Obat antimalaria sendiri juga dapat
3.3. Bangkitan/Kejang
menyebabkan bangkitan. Salah satu obat
Bangkitan atau kejang terjadi pada sekitar
malaria yaitu meflokuin bersifat epileptogenik.
40% pasien malaria serebral dewasa dan lebih
Oleh karena itu, obat ini dikontraindikasikan
banyak lagi pada pasien anak. Pada pasien
secara relatif pada pasien dengan riwayat
anak dengan malaria serebral, lebih daripada
epilepsi.12
80% kasus masuk rumah sakit dengan

8
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

3.4. Manifestasi Neurologis dan pemeriksaan penunjang akan didiskusikan di


Neuropsikiatrik Obat Antimalaria sini. sebagai neurolog, selain memahami
Obat-obat antimalaria juga dapat memberikan tentang pemeriksaan mikroskopik malaria, kita
manifestasi neurologis dan neuropsikiatrik. juga perlu memahami tentang
Preparat kina dan kuinidin dari golongan elektroensefalografi, pencitraan radiologis, dan
kuinolin merupakan OAM yang sudah kita analisis CSS.
kenal baik. Termasuk juga efek
neurotoksisitasnya. Kina dan kuinidin 4.1. Pemeriksaan Hapusan Darah Untuk
menyebabkan gejala neurotoksisitas berupa Malaria
gangguan pendengaran, tinitus, vertigo, Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk
konfusi, delirium, dan koma. Efek menemukan adanya parasit malaria sangat
hiperinsulinemianya juga dapat menyebabkan penting untuk menegakkan diagnosis.
hipoglikemia dan penurunan kesadaran.7,10 Pemeriksaan darah tepi perlu dibuat tiga kali
Klorokuin dapat menyebabkan dengan hasil negatif untuk menyingkirkan
hipotensi postural, gangguan serebelar, diagnosis malaria. Pemeriksaan sebaiknya
halusinasi, bahkan psikosis. Umumnya gejala dilakukan oleh tenaga laboratorium yang
ini berlangsung sementara. Pemberian berpengalaman dalam pemeriksaan parasit
meflokuin harus dilakukan dengan hati-hati malaria. Pemeriksaan pada saat pasien demam
pada pasien epilepsi karena sifatnya yang atau panas dapat meningkatkan kemungkinan
epileptogenik. Meflokuin juga pernah ditemukannya parasit. Adapun pemeriksaan
dilaporkan mencetuskan reaksi neuropsikatrik darah tepi dapat dilakukan melalui:2,17
berat tetapi hanya berlangsung sementara.7,10 1. Tetes/hapusan darah tebal: Merupakan
Pemberian artersunat dari golongan cara terbaik untuk menemukan parasit
artemisinin dapat memberikan efek samping malaria karena tetesan darah cukup
ataksia dan bicara pelo. Efek neuropsikiatrik banyak dibandingkan preparat darah tipis.
golongan artemisinin belum diteliti dengan Sediaan mudah dibuat khususnya untuk
baik karena penggunaannya yang begitu luas penelitian di lapangan. Membuat
saat ini dan karena seringnya obat ini ketebalan sediaan yang ideal sangat
dikombinasikan dengan OAM lain. Namun penting guna memudahkan identifikasi
demikian efek samping neuropsikiatrik parasit (Gambar 3). Pemeriksaan parasit
10
mungkin saja terjadi. dilakukan selama lima menit (diperkirakan
100 lapangan pandang dengan pembesaran
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG kuat). Preparat dinyatakan negatif bila
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk setelah diperiksa 200 lapangan pandang
menegakkan diagnosis, menyingkirkan dengan pembesaran kuat tidak ditemukan
diagnosis banding, memantau komplikasi, dan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan
melihat keberhasilan terapi. Tidak semua pada tetes tebal dengan menghitung

9
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

jumlah parasit per 200 leukosit. Bila terhadap lactate dehydrogenase (LDH) yang
leukosit 10.000/µl (mikroliter) darah maka terdapat pada plasmodium lainnya. Waktu
jumlah parasit dikalikan 50 merupakan deteksi sangat cepat. Hanya 3-5 menit.
jumlah parasit per mikroliter darah.2,17 Pemeriksaan ini juga tidak memerlukan latihan
2. Tetes/hapusan darah tipis: Digunakan khusus, tidak memerlukan alat khusus, dan
untuk identifikasi jenis plasmodium sensitivitasnya baik. Tes ini sekarang dikenal
(Gambar 3) bila dengan preparat darah sebagai tes diagnostik cepat (rapid diagnostic
tebal sulit ditentukan. Pengecatan yang test = RDT). Tes ini bermanfaat sebagai
digunakan adalah pengecatan Giemsa. penyaring karena sensitivitas dan
Pengecatan ini merupakan pengecatan spesifisitasnyaa tinggi. Tes ini juga dapat
spesimen yang umum dipakai pada dipakai sebagai tes deteksi parasit untuk
beberapa laboratorium dan merupakan pemberian terapi kombinasi berbasis artemisin
pengecatan yang mudah dengan hasil yang (artemisin combination therapy = ACT).
cukup baik. Kepadatan parasit dinyatakan Keterbatasannya adalah, tes ini tidak dapat
sebagai hitung parasit (parasite count). dipakai dalam pemantauan lanjut maupun
Kepadatan parasit dapat dilakukan mendeteksi jumlah parasit.2
berdasar jumlah eritrosit yang
mengandung parasit per 1000 eritrosit. 4.3. Tes Serologi
Jumlah parasit >100.000/µl darah Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya
menandakan infeksi yang berat.2,17 antibodi spesifik terhadap malaria atau pada
keadaan jumlah parasit sangat minimal. Tes ini
kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik
sebab antibodi baru terjadi setelah dua minggu
terjadinya infeksi dan menetap 3 – 6 bulan.
Namun demikian, tes ini sangat spesifik dan
sensitif sehingga bermanfaat terutama untuk
penelitian epidemiologi atau alat uji saring
donor darah.2
Gambar 3. Hapusan darah yang baik.
Sebelah kiri adalah hapusan tipis dan kanan
4.4. Tes Molekular
hapusan tebal.
Pemeriksaan ini dianggap sangat baik karena
(Sumber: Hadjichristodoulou, dkk (2012) 17)
menggunakan teknologi amplifikasi asam
deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid =
4.2. Tes Antigen
DNA). Sensitivitas maupun spesifitasnya
Ada dua jenis antigen yang digunakan yaitu
tinggi. Keunggulan tes ini adalah walaupun
histidine rich protein II untuk mendeteksi
jumlah parasitnya sangat sedikit, masih dapat
antigen dari P. falciparum dan antigen
memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai

10
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

sebagai sarana penelitian dan belum untuk maupun herniasi otak dengan baik. Namun
2
pemeriksaan rutin. demikian, pemeriksaan MRI otak berlangsung
lebih lama dan cukup mahal. Pemeriksaan CT
4.5. Pungsi Lumbal dan Analisis Cairan scan kepala dapat menjadi pilihan jika MRI
Serebrospinal otak tidak memungkinkan.2,19 Pemeriksaan
Pungsi lumbal dan analisis CSS bermanfaat Doppler bermanfaat untuk mengevaluasi aliran
terutama untuk menyingkirkan diagnosis darah regional otak maupun memantau tanda-
banding seperti infeksi otak. Pemeriksaan ini tanda hipertensi intrakranial progresif.
perlu dikerjakan jika kita mendiagnosis
banding malaria serebral dengan infeksi otak. 5. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS
Tentu pemeriksaan ini harus memperhatikan BANDING
adanya kontraindikasi. Diagnosis malaria serebral secara umum
Secara umum, dikerjakan pemeriksaan dibuat jika ditemukan penurunan kesadaran
analisis CSS umum dan mikrobiologis. atau bangkitan pada pasien malaria (terutama
Walaupun demikian, beberapa literatur falsiparum). Namun demikian, perlu diingat
menyebutkan peran pengukuran asam laktat bahwa pada daerah-daerah endemik dengan
CSS untuk menentukan prognosis. angka hiperparasitemia asimtomatik yang
Pemeriksaan tersebut belum dapat dikerjakan tinggi, harus dipertimbangkan juga penurunan
18
di tempat kami. kesadaran atau bangkitan karena sebab yang
lain. Terutama pada pasien-pasien yang datang
4.6. Pencitraan Neurologis dengan penurunan kesadaran atau bangkitan
Pencitraan otak dikerjakan untuk membantu tanpa episode demam-menggigil-berkeringat.
menyingkirkan diagnosis banding pada Selain itu, perlu diingat bahwa penyebab
keadaan-keadaan tertentu, mencari kelainan gangguan otak dapat terjadi akibat berbagai
otak primer yang dapat terjadi pada malaria hal. Sebagai contoh, demam tinggi saja sudah
serebral, dan membantu mencari dapat menyebabkan penurunan kesadaran dan
kontraindikasi pungsi lumbal. Pemeriksaan bangkitan, terutama pada anak-anak.
MRI otak adalah pemeriksaan terpilih. Hasil Hipoglikemia, cedera ginjal, gangguan hepar,
MRI otak juga mampu memperlihatkan tanda- sepsis, dan syok juga dapat menyebabkan
tanda infark awal, penyangatan parenkim dan penurunanan kesadaran.13
leptomeningen, edema otak, hidrosefalus,

11
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

KOTAK. DASAR DIAGNOSIS MALARIA

”Diagnosis malaria didasarkan pada temuan klinis DAN parasitologis”

Diagnosis Klinis
Anamnesis
Keluhan utama: ada keluhan demam, menggigil, berkeringat
DAN
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

Adanya salah satu dari faktor-faktor risiko berikut dapat mengarahkan diagnosis ke arah malaria:
1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;
2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria;
3. riwayat sakit malaria/riwayat demam;
4. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir; dan atau
5. riwayat mendapat transfusi darah

Pemeriksaan Fisik
1. Demam (suhu badan >37,5 ºC pada pengukuran di aksila)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat (pada keadaan kronis)
3. Pembesaran limpa/splenomegali (pada keadaan kronis)
4. Pembesaran hepar/hepatomegali (pada keadaan kronis)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi, ikterik, oliguria, urin
berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever), kejang, dan sangat lemah (prostration).

Ditambah Diagnosis Parasitologis


Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan mikroskopik untuk parasit malaria positif.
2. Pemeriksaan diagnostik cepat untuk malaria positif.

Definisi malaria serebral yang lebih 4. Pada kasus kematian: Konfirmasi dengan
ketat biasanya kita gunakan dalam penelitian. menemukan gambaran histopatologi khas
Definisinya adalah ditemukan butir ke-1 dari spesimen yang diambil dari otak
sampai 3 dan bisa ditambah butir ke-4 dari melalui biopsi jarum, berupa eritrosit-
2,20
kriteria diagnosis sebagai berikut: eritrosit yang mengalami sekuestrasi.
1. Koma yang tidak dapat dibangunkan: GCS Diagnosis banding malaria serebral
<10 pada orang dewasa atau Blantyre adalah:
Coma Scale ≤2 pada anak-anak (dan tidak 1. Infeksi susunan saraf pusat.
dialami setelah suatu bangkitan umum dan 2. Stroke.
tidak membaik dengan koreksi 3. Ensefalopati tifoid.
hipoglikemia). 4. Sepsis.
2. Ditemukannya bentuk aseksual P. 5. Demam berdarah dengue atau Dengue
falciparum dalam hapusan darah. shock syndrome.
3. Penyebab koma yang lain telah dieksklusi
melalui pemeriksaan klinis (mis. spektrum 6. PENATALAKSANAAN
ensefalitis, ensefalopati metabolik, Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan
ensefalopati septik, lesi desak ruang radikal malaria dengan membunuh semua
intrakranial, toksisitas, dan trauma), stadium parasit yang ada di dalam tubuh
analisis CSS, atau pemeriksaan lain yang manusia, termasuk stadium gametosit. Adapun
relevan. tujuan pengobatan radikal adalah untuk

12
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

mendapat kesembuhan klinis dan parasitologis 6.1. Pemberian Obat Antimalaria


20
serta memutuskan rantai penularan. 6.1.1. Lini Pertama
20
Prinsip pengobatan malaria: Pada kasus malaria berat, OAM yang
1. Pasien tergolong malaria biasa (tanpa diberikan ialah artesunat intravena dengan
komplikasi) diobati dengan terapi dosis 2,4 mg/kgBB, pada jam ke-0, jam ke-12,
kombinasi berbasis artemisinin dan jam ke-24 lalu dapat diteruskan setiap 24
(artemisinin based combination therapy = jam sampai pasien sadar/membaik. Apabila
ACT). pasien sudah mampu minum obat, obat
2. Pasien malaria berat/dengan komplikasi suntikan dihentikan (tetapi setelah menerima
diobati dengan artesunat minimal tiga kali suntikan), dan dilanjutkan
intravena/intramuskular atau artemeter dengan obat ACT oral dosis lengkap tiga hari.
intramuskular. Bila keduanya tidak Pada ibu hamil dengan malaria berat,
tersedia bisa langsung diberikan Kina HCl. pengobatan sama dengan memakai artesunat
3. Pemberian pengobatan dengan ACT harus dari trimester 1 sampai trimester 3.2,20
berdasarkan hasil pemeriksaan darah Artemeter injeksi intramuskular
mikroskopis atau tes diagnostik cepat yang adalah obat pilihan ke dua setelah artesunat.
positif. Dosisnya 3,2 mg/kgBB pada hari ke-1 , dan
4. Pengobatan harus radikal dengan setelah 24 jam menjadi 1,6 mg/kgBB. Dosis
penambahan primakuin. artesunat pada anak dengan berat badan lebih
Penatalaksanaan kasus malaria berat kurang daripada 20kg diharuskan
secara umum mencakup:20 menggunakan dosis 3 mg/kgBB hari.20
1. Pemberian obat antimalaria. Pengobatan malaria berat di tingkat
2. Penanganan komplikasi. Puskesmas dilakukan dengan memberikan
3. Pengobatan simptomatik. artesunat injeksi sebagai dosis awal sebelum
merujuk ke rumah sakit rujukan. Obat kina
HCl per infus dipakai bila tidak ada obat
artesunat ataupun artemeter.20

KOTAK. KEMASAN DAN CARA PEMBERIAN ARTESUNAT

- Sediaan artesunat parenteral adalah dalam bentuk vial yang berisi 60mg serbuk kering asam artesunik
ditambah pelarutnya dalam ampul yang berisi 0,6ml natrium bikarbonat 5%.
- Larutan obat dibuat dengan mencampur 60mg serbuk kering dengan pelarutnya. Selanjutnya,
tambahkan 3 – 5ml cairan dekstrosa 5%.
- Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgBB intravena sebanyak tiga kali, yaitu pada jam ke-0, 12,
dan 24. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kgBB intravena setiap 24 jam sampai pasien mampu minum obat.
- Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular dengan dosis yang sama.
- Apabila pasien sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen
dihidroartemisinin + piperakuin atau ACT lainnya selama 3 hari.
- Pada pasien anak di bawah 20kg dosis artesunatnya menjadi 3mg/kgBB/kali.

13
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

6.1.2. Lini ke dua


Kina per infus merupakan obat lini ke dua
untuk malaria berat. Obat ini dikemas dalam
bentuk ampul kina hidroklorida 25%.2

KOTAK. KEMASAN DAN CARA PEMBERIAN KINA PARENTERAL

Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil :
- Dosis awal: 20 mg/kgBB dilarutkan dalam 500ml dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam
pertama.
- Selanjutnya selama 4 jam ke dua hanya diberikan cairan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
- Setelah itu, diberikan kina dengan dosis rumatan 10mg/kgBB dalam larutan 500ml dekstrosa 5% atau
NaCl 0,9% selama 4 jam.
- Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
- Setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti di atas sampai pasien mampu minum kina per oral.
- Apabila sudah sadar atau dapat minum, obat pemberian kina intravena diganti dengan kina tablet per
oral dengan dosis 10 mg/kgBB/kali, pemberian tiga kali per hari (dengan dosis total 7 hari dihitung sejak
pemberian kina perinfus yang pertama).

Dosis anak-anak :
- Dosis 10mg/kgBB (jika umur <2bulan dosis menjadi 6 – 8 mg/kgBB) diencerkan dengan dekstrosa 5%
atau NaCl 0,9% sebanyak 5 – 10ml/kgBB diberikan selama 4 jam.
- Diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat.

Keterangan:
- Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena karena toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan
kematian.
- Pada penderita dengan gagal ginjal, dosis rumatan kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya.
- Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB.
- Dosis kina maksimum untuk orang dewasa adalah 2000 mg/hari.
- Hipoglikemia dapat terjadi pada pemberian kina parenteral oleh karena itu dianjurkan pemberiannya
dalam dekstrosa 5%.

6.2. Penatalaksanaan Suportif 1. Memperhatikan aspek asuhan keperawatan


Penatalaksanaan malaria serebral mirip dengan pasien dengan gangguan kesadaran. Hal
penatalaksanaan malaria berat lainnya. ini akan dibicarakan lebih lanjut.
Kebanyakan malaria berat melibatkan 2. Deteksi dini dan pengobatan komplikasi
beberapa organ. Dengan demikian saat kita berat lainnya seperti bangkitan/kejang,
menemukan malaria serebral, kita perlu juga syok, cedera ginjal, pneumonia, gangguan
mencari organ lain yang terganggu lalu elektrolit, gangguan asam-basa, gangguan
2,20
melakukan penanganan secara menyeluruh. oksigenasi jaringan, koagulasi
Meskipun demikian, yang menjadi fokus kita intravaskular diseminata, dll.
kali ini adalah pasien malaria serebral yang 3. Waspadai infeksi iatrogenik, terutama
mengalami penurunan kesadaran, inflamasi di pada pasien dengan pemasangan kateter
otak, dan mungkin mengalami tekanan tinggi intravena, pipa endotrakeal, atau kateter
intrakranial. Oleh karena itu, ada beberapa hal saluran kemih, dan waspadai juga
yang perlu dikerjakan terkait dengan masalah- kemungkinan terjadinya pneumonia
2,5,20
masalah tadi, yaitu: aspirasi.

14
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

4. Pengawasan terhadap tanda-tanda tekanan penurunan dengan manitol belum cukup bukti.
tinggi intrakranial dan ancaman herniasi Meskipun demikian, beberapa protokol
otak. Upaya deteksi tekanan tinggi penanganan tekanan tinggi intrakranial pada
intrakranial dilakukan dengan malaria serebral masih mencantumkan
pemeriksaan neurologis berkala manitol. Termasuk di tempat kami. Tindakan
(pemantauan skala koma Glasgow atau hiperventilasi dibantu di intensive care unit
skala evaluasi tingkat kesadaran lain, (ICU) mungkin memberikan manfaat untuk
pemeriksaan pupil, funduskopi, dan jangka pendek.20,21
mencari paresis nervi occulares, dll)
maupun pencitraan otak pada pasien 7.2. Delirium dan Agitasi
dengan klinis penurunan kesadaran, Delirum adalah keadaan kebingungan mental
kejang, dan atau nyeri kepala. yang ekstrem karena orang mengalami
5. Pungsi lumbal dan pemeriksaan untuk kesulitan berkonsentrasi dan bicara secara
menyingkirkan diagnosis banding kelainan jelas dan masuk akal. Delirium ditandai
otak primer. dengan kesadaran berkabut yang
dimanifestasikan oleh lama konsentrasi yang
7. PENANGANAN KOMPLIKASI rendah, persepsi yang salah, dan gangguan
7.1. Tekanan Tinggi Intrakranial pikiran, gangguan pola tidur bangun,
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, gangguan persepsi, serta halusinasi. Agitasi
upaya deteksi tekanan tinggi intrakranial adalah gejala perilaku berupa aktivitas motorik
dilakukan dengan pemeriksaan neurologis berlebihan terkait dengan perasaan gelisah.
berkala (pemantauan skala koma Glasgow atau Pasien agitasi akan memperlihatkan gejala
skala evaluasi tingkat kesadaran lain, verbal (seperti memaki atau berteriak-teriak),
pemeriksaan pupil, funduskopi, dan mencari fisik (melempar, merusak barang, atau
paresis nervi occulares, dll) maupun menyerang orang), atau nonagresif (seperti
pencitraan otak pada pasien dengan klinis berjalan mondar-mandir, sedikit-sedikit
penurunan kesadaran, kejang, dan atau nyeri bertanya, tidak bisa diam, atau banyak bicara).
kepala. Selain itu, mengurangi nyeri, Delirium dan agitasi sering ditemukan pada
kegelisahan, serta batuk dan mengedan juga pasien malaria serebral. Kita akan membahas
7
perlu dikerjakan. lebih khusus untuk kedua keadaan ini.
Jika terdapat tanda-tanda tekanan Jika diagnosis delirium telah
tinggi intrakranial maka diupayakan ditegakkan maka kondisi medis penyebab,
penurunan tekanan tinggi intrakranial. dalam hal ini malaria, juga harus diobati. Hal
Berbagai penelitian tentang modalitas yang menarik adalah, beberapa OAM seperti
penurunan tekanan tinggi intrakranial derivat artemisinin dan kina juga memiliki
memperlihatkan bahwa upaya penurunan efek samping gangguan psikiatrik seperti
dengan steroid terbukti berbahaya dan upaya halusinasi.22

15
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

Pastikan komunikasi yang efektif dan infeksi malaria karena malaria sepertinya
reorientasi pada pasien (misalnya dengan meregulasi turun (down regulate) reseptor
memperkenalkan diri Anda, menjelaskan asam gama aminobutirat. Jika penanganan
identitas pasien kepada dirinya, di mana dia dengan benzodiazepin gagal atau pasien
berada, dan mengapa dia berada di sini). mengalami status epileptikus, maka dapat
Mungkin keluarga dan teman dapat digunakan protokol penanganan status
12,23
membantu. Hindari memindahkan pasien epileptikus (Tabel I).
kecuali memang diperlukan. Pemberian antikonvulsan profilaktik
Jika pasien menjadi agitatif sehingga mungkin akan mengurangi sekuele
berisiko menyakiti diri sendiri atau orang lain, neurokognitif pasien malaria serebral.
terlebih dahulu gunakan teknik verbal dan Meskipun demikian, beberapa penelitian
nonverbal untuk meredakan situasi. Jika upaya memperlihatkan bahwa pemberian fosfenitoin
tersebut gagal, dapat diberikan haloperidol, tidak mencegah bangkitan atau mengurangi
risperidone, clozapine, atau olanzapine jangka sekuele bahkan pemberian fenobarbital
pendek. Umumnya dosis dititrasi dari dosis intramuskular dosis tunggal dapat
rendah dahulu. Pada pasien yang sangat meningkatkan mortalitas. Peningkatan
agitatif, pemberian penenang seperti mortalitas ini mungkin disebabkan efek
haloperidol 5-10mg intravena/intramuskular, supresi terhadap takipnu. Padahal takipnu
haloperidol 10mg + prometazin 50mg sebenarnya bertujuan mengkompensasi
intramuskular, atau olanzapin 10mg asidosis dan peningkatan laktat. 5,12
intramuskular dapat dipertimbangkan.
Pemberiannya harus dalam pemantauan ketat,
terutama karena efek sindrom ekstrapiramidal
atau sindrom neuroleptik maligna.22

7.3. Bangkitan/Kejang
Timbulnya bangkitan dapat memperburuk
prognosis. Oleh karena itu bangkitan harus
dieliminasi secepatnya. Pemberian golongan
benzodiazepin seperti diazepam dapat
diberikan sebagai lini pertama untuk
penanganan bangkitan. Namun demikian,
perlu diingat bahwa efek antikonvulsi
benzodiazepin, yang merupakan agonis asam
gama aminobutirat, mungkin berkurang pada

16
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

TABEL I.
PROTOKOL PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS

(Sumber: Kusumastuti dkk (2014) dengan modifikasi.23)

7.4. Hipoglikemia ambilan glukosa oleh parasit, maupun


Hipoglikemia (glukosa darah sewaktu penyebab lain.2,5,12
<40mg/dl) terjadi pada sekitar 3% orang Hipoglikemia dapat menyebabkan
dewasa dengan malaria berat. Komplikasi ini perburukan kesadaran, bangkitan umum,
lebih tinggi lagi pada pasien anak-anak, posisi deserebrasi, syok, dan koma. Namun
perempuan hamil, dan pasien dalam terapi demikian hipoglikemia dapat juga terjadi tanpa
kina. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh gejala klinis. Dengan demikian, kadar glukosa
berbagai penyebab seperti efek darah harus diperiksa secara teratur pada
hiperinsulinemia pada terapi kina, peningkatan pasien dengan malaria serebral. Pada pasien
yang menerima terapi kina, perlu dilakukan

17
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

pemeriksaan glukosa darah segera jika terjadi somatostatin kerja panjang selain pemberian
penurunan kesadaran. glukosa.2
Umumnya, hipoglikemia berespons
baik terhadap terapi standar berupa pemberian 8. PEMANTAUAN RESPON
cairan glukosa. Berikan bolus glukosa 40% PENGOBATAN
intravena sebanyak 50 – 100ml. Pada anak- Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari
anak, diberikan 2 – 4 ml/kgBB dengan dengan memantau gejala klinis dan
pengenceran 1:1 dengan akuades. Untuk pemeriksaan mikroskopik. Evaluasi dilakukan
neonatus, konsentrasi maksimum glukosa sampai bebas demam dan tidak ditemukan
adalah 12,5%. Setelah diberikan bolus, parasit aseksual dalam darah selama tiga hari
lanjutkan dengan infus glukosa 10% perlahan- berturut-turut. Setelah pasien dipulangkan, dia
lahan untuk mencegah hipoglikemia berulang. harus kembali untuk kontrol pada hari ke-7,
Jika sudah terjadi hipoglikemia, lanjutkan ke-14, ke-21, dan ke-28 sejak hari pertama
pemantauan kadar glukosa darah tiap 4 – 6 mendapatkan OAM untuk dipantau kadar
jam. Hentikan pemberian kina bila haemoglobin darah dan pemeriksaan
memungkinkan dan ganti dengan OAM lain mikroskopik.1,2
dari golongan artemisinin.2,12
Perlu diingat bahwa hipoglikemia 9. KEBERHASILAN PENGOBATAN
dapat terjadi karena hiperinsulinemia akibat 9.1. Kriteria Keberhasilan Pengobatan
terapi kina. Pada kasus hiperinsulinemia pada Semua pengobatan malaria harus dilakukan
terapi kina mungkin perlu diberikan analog pemantauan sesuai dengan pedoman WHO
2001, 2003, dan 2009 (Tabel II).1
TABEL II.
KLASIFIKASI RESPON PENGOBATAN MENURUT WHO 2001, 2003, 2009

Respon Keterangan
Kegagalan Pengobatan Dini Bila pasien berkembang dengan salah satu dari keadaan berikut:
(ETF= Early Treatment Failure) 1. Menjadi malaria berat pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dengan parasitemia
2. Hitung parasit pada hari ke-2 > hari ke-0
3. Hitung parasit pada hari ke-3 > 25% hari ke-0
4. Ditemukan parasit aseksual dalam hari ke-3 disertai demam
Kegagalan Pengobatan Kasep Bila pasien berkembang dengan salah satu dari keadaan berikut pada hari ke-4 sampai
(LTF=Late Treatment Failure) dengan hari ke-28, yang sebelumnya tidak memenuhi kriteria ETF:
1. Gagal kasep pengobatan klinis dan parasitologis:
a. Menjadi malaria berat pada hari ke-4 sampai ke-28 dan parasitemia.
b. Ditemukan kembali parasit aseksual antara hari ke-4 sampai hari ke-28 disertai
demam.
2. Gagal kasep Parasitologis:
Ditemukan kembali parasit aseksual dalam hari ke-7, 14, 21, dan 28 tanpa demam.
Respon Klinis Memadai Gejala klinis (demam) hilang dan parasit aseksual tidak ditemukan pada hari ke-4
(ACR=Appropriate Clinical Response) pengobatan sampai dengan hari ke-28.
(Sumber: WHO (2017)1)

9.2. Rekurensi pengobatan selesai. Rekurensi dapat


1,2
Rekurensi adalah ditemukannya kembali disebabkan oleh:
parasit aseksual dalam darah setelah 1. Relaps : rekurensi dari parasit
aseksual setelah 28 hari pengobatan.

18
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

Parasit tersebut berasal dari hipnozoit P. 10. PENATALAKSANAAN SEKUELE


vivax atau P. ovale. DAN SINDROM NEUROLOGIS
2. Rekrudensi : rekurensi dari parasit PASCAMALARIA
aseksual selama 28 hari pemantauan Awalnya, kasus malaria serebral dianggap
pengobatan. Parasit tersebut berasal dari sembuh sempurna tetapi kemudian terbukti
parasit sebelumnya (aseksual lama). banyak pasien, terutama anak yang mengalami
3. Reinfeksi : rekurensi dari parasit cedera otak bermakna setelah sembuh. Sekitar
aseksual setelah 28 hari pemantauan 11% mengalami sekuele neurokognitif yang
pengobatan dan pasien dinyatakan jelas setelah keluar rumah sakit seperti
sembuh. Parasit tersebut berasal dari kebutaan, ataksia, dan hipotonia sentral.
infeksi baru (sporozoit). Sebagian besar sekuele ini memang membaik
Dalam pedoman WHO 2010, dengan berjalannya waktu tetapi ada sekitar
dituliskan bahwa sejak digunakannya ACT 25% dari pasien yang sekuelenya berlangsung
sebagai pengobatan malaria belum pernah lama atau menetap. Sekuele jangka panjang ini
ditemukan kegagalan obat dini (dalam tiga terutama mencakup gangguan kognitif, fungsi
hari pertama). Mayoritas kegagalan motorik, dan perilaku sedangkan epilepsi
pengobatan dengan ACT terjadi setelah 14 terjadi pada sekitar 10% kasus. Sekuele
hari. Dari 39 studi pengobatan dengan neurokognitif diperlihatkan pada Tabel III.
artemisinin yang melibatkan 6.124 subjek, Prevalensi dan pola defisit neurologis pada
didapatkan bahwa pada 32 studi dengan 4917 orang dewasa berbeda dengan anak.2,9,10
pasien tidak pernah terjadi kegagalan Sindrom neurologis pascamalaria
pengobatan sampai hari ke-14. Pada tujuh adalah kumpulan manifestasi neurologis yang
studi sisanya terjadi kegagalan pada hari ke-14 terjadi setelah pemulihan dari infeksi malaria
yang berkisar 1 – 7%.1 berat. Kriterianya adalah timbulnya
manifestasi neurologis atau neuropsikiatrik
9.3. Tindak Lanjut Kegagalan Pengobatan dalam dua bulan setelah fase akut malaria,
Apabila dijumpai gejala klinis memburuk dan pada pasien yang terbukti ada infeksi malaria
disertai parasit aseksual positif maka pasien simtomatik yang baru saja dialami tetapi tidak
segera dirujuk. Apabila dijumpai gejala klinis ditemukan lagi parasit di dalam darah, serta
tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak kesadaran telah pulih sempurna. Sindrom ini
berkurang dibandingkan pemeriksaan pertama pada umumnya sembuh sendiri dan pada
atau parasit menghilang kemudian timbul beberapa kasus berhubungan dengan
kembali selama periode pemantauan maka penggunaan meflokuin. Gejala-gejala yang
diberi pengobatan lini ke dua. Kedua keadaan paling sering adalah kebingungan, psikosis,
ini harus dilaporkan melalui sistem surveilans bangkitan umum, dan tremor. 5,9,10,22
malaria.1 Beberapa metode untuk memperbaiki
luaran neurokognitif pada malaria, baik untuk

19
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

sekuele maupun sindrom neurologis Dengan demikian, sampai saat ini,


pascamalaria, telah diteliti. Pemberian steroid, penatalaksanaan sekuele lebih ke arah
imunoglobulin, asam asetil salisilat, heparin, pemberian obat-obat simtomatik dan
anti-TNF, manitol, agen pengikat besi, neurorestorasi. Oleh karena itu,
mikronutrien, dan antikonvulsan profilaktik penatalaksanaan awal yang baik dan
tidak memberikan hasil yang baik. pencegahan tampaknya tetap berperan penting
Penggunaan pantetin dan glatiramer asetat dalam penatalaksanaan malaria secara umum
belum diketahui hasilnya. Pemberian dan serebral.
eritropoietin sedang diteliti juga dan telah
melewati uji klinis fase I.2,5
TABEL III.
SEKUELE NEUROKOGNITIF MALARIA SEREBRAL
Tipe sekuele Sekuele saat pulang Sekuele jangka panjang
Gangguan motorik Spastisitas (hemiparesis dan tetraparesis), Spastisitas (hemiparesis dan tetraparesis) dan paresis
paresis nervus-nervus kranial, dan hipotonia nervus-nervus kranial. Hipotonia sentral kebanyakan
sentral. pulih.
Gangguan gerak Ataksia, tremor, dan distonia. Distonia. Ataksia dan tremor pulih.
Gangguan visus Kebutaan dan gangguan visus yang lebih Kebanyakan gangguan visus pulih.
ringan.
Gangguan bicara dan Afasia. Afasia, gangguan pragmatik (penggunaan bahasa),
bahasa gangguan bahasa reseptif dan ekspresif, ganggua
menemukan kata, gangguan isi bahasa, gangguan
vokabulari, dan gangguan fonologi.
Defisit kognitif Gangguan memori kerja, atensi, dan belajar. Gangguan atensi, gangguan fungsi eksekutif dan memori
kerja, gangguan fungsi nonverbal, dan gangguan belajar.
Epilepsi Bangkitan tonik klonik umum dan bangkitan Kebanyakan bangkitan tonik klonik umum dan bangkitan
umum sekunder. umum sekunder.
Gangguan perilaku dan - Gangguan atensi, impusivitas dan hiperaktivitas,
sekuele neuropsikiatrik gangguan bertindak, perilaku menyakiti diri sendiri dan
destruktif pada anak, dan sindrom neurologis
pascamalaria (psikosis akut, bahasa dan perilaku tidak
layak, halusinasi, katatonia, dan bangkitan) pada orang
dewasa.

(Sumber: Idro dkk (2016) 6)

11. PROGNOSIS 4. Ada bangkitan berulang.


Prognosis malaria serebral tanpa terapi 5. Ada tanda deserebrasi.
umumnya fatal. Pada anak, angka kematian 6. Ada perdarahan retina.
akibat malaria serebral masih mencapai 15- 7. Umur muda (prognosis lebih buruk pada
20% meskipun sudah diberikan OAM umur kurang daripada 3 tahun).
(golongan kuinolin atau artemisinin). 8. Ada parasitemia berat (>20%).
Mortalitasnya lebih rendah pada orang dewasa 9. Ada asidosis laktat.
yang menerima terapi artesunat. 10. Ada hipoglikemia.
Terdapat beberapa faktor risiko 11. Ada peningkatan kadar laktat CSS.
prognosis buruk malaria serebral, yaitu:2,5,10 12. Ada peningkatan kadar enzim-enzim
1. Gangguan kesadaran berat dan lama. transaminase serum.
2. Ada hipertensi intrakranial.
3. Ada gangguan organ lain.

20
Jurnal Sinaps, Vol. 1 No. 3 (2018), hlm. 1-21

KEPUSTAKAAN negative cerebral malaria survivors.


Neurology 2012; 79(12):1268 – 72.
1. WHO. World malaria 2017. Zurich. 14. Maude RJ, Beare NAV, Sayeed AA, Chang
WHO:217. CC, Charunwatthana P, Faiz MA, dkk. The
2. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. spectrum of retinopathy in adults with
Editor. Malaria: dari mokeluler ke klinis. Plasmodium falciparum malaria. The
Edisi ke-2. Jakarta. EGC:2008. transactions of the Royal Society of
3. CDC. Malaria: Biology. Updated 20 Tropical Medicine and Hygiene
December 2017. [dikutip 4 Januari 2018]. 2009;103:665 – 71.
Tersedia dari: https:// 15. Beare NAV, Taylor TE, Harding SP,
www.cdc.gov/malaria/about/biology/. Lewallen S, Molyneux ME. Malarial
4. Miller LH, Baruch DI, Marsk K, Doumbo retinopathy: a newly established diagnostic
O. The pathogenesis basis of malaria. sign in severe malaria. Am J Trop Med Hyg
2002;Nature:415:673. 2006;75(5):790 – 7.
5. Dondorp AM. Pathophysiology, clinical 16. Sithole HL. A review of malarial
presentation and treatment of cerebral retinopathy in severe malaria. S Afr Optom
malaria. Neurology Asia 2005; 10 : 67 – 77. 2011;70(3):129-35.
6. Idro R, Marsh K, John CC, Newton CRJ. 17. Hadjichristodoulou C, Kremastinou J,
Cerebral malaria: mechanisms of brain Vakalis N, Tsakris A, Papa A,
injury and strategies for improved Papadopoulos N, dkk. Integrated
neurocognitive outcome. Pediatr Res surveillance and control programme for
2010;68:267–274. west nile virus and malaria in Greece.
7. Newton CRJ, Crawley J, Sowumni A, Malaria. Information for healthcare
Waruiru C, Mwangi I, English M, dkk. professionals. Laboratory diagnosis. 2012.
Intracranial hypertension in africans with [dikutip 17 Desember 2017]. Tersedia dari:
cerebral malaria. Archives of Disease in http://www.malwest.gr/en-
Childhood 1997;76:219–226. us/malaria/informationforhealthcareprofessi
8. Waller D, Crawley J, Nosten F, Chapman onals/ laboratorydiagnosis.aspx.
D, Krishna S, Craddock C, dkk. 18. van Crevel H, Hijdra A, de Gans J. Lumbar
Intracranial pressure in childhood cerebral puncture and the risk of herniation: when
malaria. The transactions of the Royal should we first perform CT? J Neurol
Society of Tropical Medicine and Hygiene 2002;249:129 – 37.
1991;85:362 – 4. 19. Looareesuwan S, Wilairatana P, Krishna S,
9. Brown R, Ropper AH. Adams and Victor’s Kendall B, Vannaphan S, Viravan C, dkk.
principles of neurology. Edisi ke-8. Magnetic resonance imaging of the brain in
Infections of the nervous system (bacterial, patients with cerebral malaria. Clin Infect
fungal, spirochetal, parasitic) and Dis 1995; 21(2):300 – 9.
sarcoidosis. New York.McGraw-Hill:2005. 20. Subdit Malaria Direktorat P2PTVZ. Buku
hal. 592 – 630. saku tata laksana kasus malaria. Jakarta.
10. Garg R K, Karak B, Misra S. Neurological Ditjen Pencegahan dan Pengendalian
manifestations of malaria : an update. Penyakit Kementerian Kesehatan R.I.:2017.
Neurol India [serial online] 1999 [cited 21. Okoromah CAN, Afolabi BB, Wall ECB.
2018 Jan 8];47:85-91. Available from: Mannitol and other osmotic diuretics as
http://www.neurologyindia.com/text.asp?19 adjuncts for treating cerebral malaria
99/ 47/2/85/1647. (review). Cochrane Database of Systematic
11. Shubhakaran, Sharma CM. Acute Reviews 2011 [dikutip 17 Desember
inflammatory demyelinating 2017];4:CD004615. Tersedia dari:
polyneuropathy with P. falciparum malaria. www.cochranelibrary.com.
JAPI 2003;51:223 – 4. 22. Nevin RL, Croft AM. Psychiatric effects of
12. White NJ. Malaria. Dalam : Cook, GC (Ed). malaria and anti‑ malarial drugs: historical
Manson’s Tropical Disease. Edisi ke-20. and modern perspectives. Malar J
London. Saunders:1996. hal 1087 – 64. 2016;15:332 – 45.
13. Postels DG, Taylor TE, Molyneux M, 23. Kusumastuti K, Gunadharma S, Kustiowati
Mannor K, Kaplan PW, Seydel KB, dkk. E. Editor. Pedoman tata laksana epilepsi.
Neurologic outcomes in retinopathy- Edisi ke-5. Surabaya. Airlangga University
Press:2014.

21

Anda mungkin juga menyukai