Anda di halaman 1dari 8

Tinjauan Pustaka

MALARIA SEREBRAL
Kiking Ritarwan*

ABSTRACT

Introduction: Cerebral malaria is the most severe neurological complication of Plasmodium


falcifarum. It occurs in about 1-2% in patients infected with plasmodium falcifarum and the mortality is
still high.
There is three main hypohesis of pathogenesis of cerebral malaria such as mechanical, toksis and
permeability
Prognosis severe malaria depend on speed and accuracy of diagnosis and also therapy
Keywords: Cerebral malaria, pathogenesis, prognosis, mortality

ABSTRAK
Pendahuluan: Malaria serebral adalah komplikasi neurologik malaria berat dari infeksi Plasmodium
falcifarum yang terjadi pada 1-2% penderita dengan Plasmodium falcifaeum dan angka kematian masih
tinggi.
Ada tiga hipotesis utama patogenesis terjadinya malaria serebral yakni mekanis, toksis dan
permeabilitas.
Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan
Kata kunci: Malaria serebral, patogenesis, prognosis, angka kematian

*Departemen Neurologi FK Universitas Sumatera Utara/UPF Neurologi RSUP H.Adam Malik Medan

PENDAHULUAN
Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh suatu organisme filum protozoa
dari genus Plasmodium. Infeksi terhadap manusia terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles
betina.
Malaria sampai saat ini masih merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia. Lebih
dari 40 % penduduk dunia dari seratus negara berada pada daerah endemic malaria.1
Setiap tahun dilaporkan 210 –220 juta penderita malaria 2, bahkan sampai 300 –500 juta 1,
menyebabkan kematian 1,5 – 3 juta jiwa, terutama pada anak dan bayi di Afrika.
Di Indonesia, sebagai salah satu negara sedang berkembang, malaria merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat. Setiap tahun dilaporkan lebih dari 30 juta penderita dan lebih dari
100.000 orang mengalami kematian karena malaria. Banyak faktor di Indonesia yang
memperburuk keadaan antara lain luasnya daerah , banyaknya vector malaria, perpindahan
penduduk serta pembanguan irigasi yang secara tidak sengaja menjadi tempat perindukan (
breeding place) bagi vector malaria.
Adanya laporan dari WHO beberapa tahun belakangan ini ditemukannya resistensi terhadap
Chloroquin dari parasit dan resistensi dari vector ( nyamuk) terhadap insektisida merupakan
khabar buruk terhadap pemberantasan malaria.
ETIOLOGI
Malaria disebabkan oleh Plasmodium. Ada 4 species yang ditemui pada manusia yaitu P.
vivax, P.falcifarum, P.ovale dan P. malariae. Di Indonesia yang paling banyak dijumpai adalah P.
falcifarum dan P. vivax.. Hanya P. falcifarum yang dilaporkan menyebabkan kematian,
sedangkan yang lainnya hanya menyebabkan anemia ringan 5-8

Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010


Tinjauan Pustaka

P.falcifarum dapat menimbulkan komplikasi yang berat, salah satu komplikasi yang paling
berbahaya adalah malaria serebral, jika tidak segera ditangani dengan tepat dan cepat berakhir
dengan fatal.
Secara definisi dapat dikatakan bahwa malaria serebral adalah seseorang yang terinfeksi
malaria falcifarum dimana pemeriksaan dengan smear positif bentuk asexual, disertai gangguan
kesadaran dan atau gejala neurologis lainnya, tanpa ditemuinya penyebab infeksi lainnya seperti
bakteri, virus ataupun jamur .1-3
LINGKARAN HIDUP PLASMODUM
Manusia dapat terinfeksi P. falcifarum melalui cara : 1,4,5
1. Gigitan nyamuk anopheles betina
2. Transfusi darah penderita
3. Jarum suntik yang terkontaminasi
4. Melalui plasenta ibu terhadap bayi yang dikandung.
Lingkaran hidup dari Plasmodium terdiri dari :
1. Dalam tubuh manusia ( vertebrata ), disini terjadi kembang biak secara schizogoni.
Dimulai dengan penularan sporozoit melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, lalu
memasuki sel parenkim hati, berkembang biak menghasilkan merozoit, hal ini disebut
Siklus pre eritrositer. Merozoit yang keluar tadi sebagian akan memasuki sel parenkim hati
( kecuali P. falcifarum), lalu berkembang biak menghasilkan merozoit, ini disebut Siklus
Eksoeritrositer. Merozoit yang dihasilkan siklus ini akan menyerbu eritrosit memasuki
siklus eritrositer. Siklus eritrositer akan menyebabkan pecahnya eritrosit dan merozoit akan
keluar mencari eritrosit baru, sebagian ada yang akan menjadi gametosit dan jika dihisap
oleh nyamuk Anopheles betina, akan memulai siklus baru.
2. Dalam tubuh nyamuk terjadi kembang biak secara sporogoni.
Bentuk gametosit mikro dan makro gametosit yang terhisap bersama darah manusia, akan
berkembang biak dalam dinding lambung nyamuk membentuk sporokista, kemudian pecah
akan menghasilkan sporozoit. Sporozoit berada di proboscis bersama ludah nyamuk dan
siap untuk ditularkan pada manusia pada gigitan terhadap calon penderita malaria.
Sporogoni memerlukan waktu 8 – 12 hari.
GAMBARAN KLINIK
Gejala klinik yang timbul pada malaria falcifarum, ditentukan oleh strain parasit, parasitemia,
dan keadaan immunitas dari penderita, begitu juga usia penderita . 1-4
Gejala malaria serebral dapat timbul mendadak, dapat juga secara pelan-pelan. Penderita
mengeluh dengan sakit kepala, rasa ngantuk, acute mental disturbances dan kemudian koma.
Adanya nyeri tengkuk, muscular twitching bahkan kejang-kejang. 4
PADA ORANG DEWASA
Pada orang dewasa gejala malaria serebral didahului oleh demam dan gejala non spesifik
lainnya, beberapa hari sebelumnya.
Kesadaran secara tiba-tiba jadi jelek, setelah kejang umum yang terus-menerus, penderita
jatuh dalam koma.1,4 Untuk pegangan diagnosis malaria serebral, koma harus menetap selama
lebih dari setengah jam dan setelah terjadinya kejang umum. Koma biasanya menetap selama 24
– 72 jam. Gejala malaria serebral pada dewasa disimpulkan adanya gangguan kesadaran, kejang-
kejang, mulut terkunci, bruxism, gejala UMN bilateral, deviation conjugae, serta adanya
perdarahan retina.
Pada 32 orang dewasa penderita malaria serebral di Menado 3 , dilaporkan usia penderita 17 –
60 tahun, dimana laki-laki 19 ( 59,4%) dan wanita 23 ( 40,6%). Lamanya kesadaran menurun

Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010


Tinjauan Pustaka

dirumah 71,8% antara 25 – 48 jam, kebanyakan deliver ( 34 %) dan koma 15%. Kelainan
neurologis yang ditemui : kaku kuduk 3,1 %, kejang-kejang 31,2%, hemiparese 2,5%, aphasia
9,4%, gerakan involunter 6,2% dan ataksia 3,1%. Pemeriksaan liquor tidak menunjukkan
kelainan berarti. Angka kematian 21,8 %.
PADA ANAK-ANAK
Pada daerah endemik malaria, manifestasi keparahan malaria falcifarum dan komplikasinya,
hanya terlihat pada anak, dimana mereka belum mempunyai immunitas ( yang didapat) sebagai
akibat dari infeksi yang berulang. 1,10 Gejala pendahuluan yang bersifat umum adalah demam,
anoreksia, muntah, batuk dan kejang-kejang. Malaria serebral dijumpai pada anak lebih sering
menimbulkan flaksid paralise sedangkan pada dewasa spastis. Perdarahan retina dijumpai pada
malaria serebral anak di Zambia 16 %, Malawi 35%.
Di Manado telah dilaporkan malaria serebral pada anak sebanyak 41 orang penderita dari
bulan Januari 1980 sampai dengan bulan desember 1987, dimana ini adalah 9,7% dari semua
penderita malaria falcifarum yang ditemui usia dari 6 bulan sampai 13 tahun.2 Sebagian besar
penderita berusia dibawah 5 tahun ( 63,4%), laki-laki lebih banyak dari perempuan. Lama sakit
sebelum dibawa ke Rumah Sakit 6 jam sampai 14 hari. Suhu tubuh penderita berkisar 37 – 41 o C,
penderita dirawat dalam keadaan koma 77,7%, confusion 19,8%, delirium 9,8%.
Penderita yang mengalami kejang umum lebih dari 90%, sebagian besar mengalami kejang
untuk perttama kalinya. Ada 25 % dari penderita yang sadar kembali dibawah 24 jam, 50%
setelah dirawat 25-48 jam, 14,6% setelah 2-3 hari. Mortaliti rate adalah 14,6%. Satu dari
penderita yang selamat, menderita hemiparese setelah sembuh.
PATOLOGI
Parasit malaria pertama kali ditemukan oleh Charles Louis Alphonse Laveran pada 1880.
4
Proses patologi pada malaria adalah akibat dari siklus eritrositik.1
Patologi malaria serebral, antara lain :
* Pada autopsi otak terlihat sering terjadi oedematous dan padat ( berat).
* Pada pembuluh darah yang lebih besar eritrosit yang terinfeksi terdapat di pinggir
pembuluh, pada endothel. Lebih dari 70% eritrosit didalam pembuluh darah otak terinfeksi
parasit.
* Pada substansi alba terlihat banyak perdarahan cincin ptechiae. Hal ini
sebagai akibat dari perdarahan di end arteriole proksimal dari tempat
terjadinya penyumbatan akibat plug dari eritrosit yang terinfeksi.
Telah ditemukan antigen P.falcifarum dan IgG deposit dibasement membrana
kapiler otak.
* Histopatologi dari terjadinya perdarahan retina yang timbul karena sequester
eritrosit yang terinfeksi, perlengketan sel pada kapiler dan venule di dalam mata. 10
PATOGENESIS
Eritrosit yang diinfeksi oleh plasmodium dalam hal ini bentuk merozoit, akan mengalami
perubahan total. Eritrosit yang mengandung plasmodium (EP) bentuknya berubah, struktur
biomolekulernya berubah begitu juga mekanisme transport membran sel, menurunnya
deformabilitas, perubahan rheologi, serta terbentuknya tonjolan berbentuk kerucut pada
membran, tonjolan ini disebut Knop. Pada knop inilah terjadinya perlengketan antara EP dengan
endotel dari pembuluh kapiler otak. 1,4,5Perlengketan ini disebut sitoadherens.
Eritrosit yang berisi plasmodium terlokalisir didalam mikrovaskuler otak seperti terasing dan
mobil bersama sirkulasi, ini yang disebut sekuester, terjadinya malaria serebral amat erat
kaitannya dengan sekuester ini.

Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010


Tinjauan Pustaka

Hal lain yaitu terjadinya adhesi antara EP dengan eritrosit yang tidak terinfeksi, dimana
beberapa eritrosit yang tidak terinfeksi berlengketan dengan satu EP sehingga berbentuk roset,
bahkan bisa 90% dari EP masing-masing satu dapat mengikat sampai sepuluh eritrosit tak
terinfeksi. 8-10
P.falcifarum mempunyai parasitemia yang amat tinggi, tidak ada siklus eksoeritrositer di
hepar dan eritrosit yang diinvasi tidak peduli tua maupun muda. Terjadinya lisis dari eritrosit
yang hebat akan menghasilkan radikal bebas serta sisa metabolisme serta toksin dan Lactic acid (
asam laktat), disamping anemia. Hal ini menyebabkan terjadinya anoksia jaringan otak.
Banyak sekali teori tentang patogenesis dari malaria serebral yang dikemukakan. Pada 70
tahun belakangan ini setelah berkembangnya pengetahuan dibidang immunologi dan
biomolekuler serta penemuan mikroskop electron, cakrawala tentang patogenese malaria serebral
semakin terbuka. Dari beberapa teori, dapat digolongkan pada 3 kelompok
kategori/hipotese,yakni : mekanis,toksik dan permeabilitas.
Pada teori mekanis ditekankan terjadinya penyumbatan pembuluh darah otak. Hal ini
disebabkan terjadinya sitoadherens, sekuester,resetting serta faktor rheologi yang terjadi.
Pada teori toksik, dianggap bahwa pada infeksi plasmodium terhadap eritrosit, maka
makrofag akan menghasilkan TNF ( Tumor nekrosis Faktor), yaitu suatu mediator nonspesifik
yang amat berperan dalam timbulnya malaria serebral. Pelepasan TNF akan memicu lepasnya
toksin lain yaitu sitokin dan interleukin. Disamping itu terjadinya hemolisis, terbentuknya radikal
bebas menyebabkan rusaknya endotel sehingga memicu terjadinya malaria serebral.
Pada hipotese permeabilitas didasari karena berkurangnya deformabilitas seritrosit, serta
terjadinya adhesi parasit pada endothel, vascular, serta banyaknya faktor-faktor toksik yang lepas
sewaktu lisis dari EP, toksik product serta radical bebas terutama Nitric Oxida (NO). Produksi
NO diinduksi oleh sitokine dan schizon squester. Ada yang berpendapat bahwa NO inilah yang
pegang peranan uatama terjadinya koma pada malaria serebral.6-8 Semua ini menyebabkan
permeabilitas vaskuler meningkat tajam serta terganggunya Blood Brain Barrier (BBB), sehingga
terjadi edema serebri, penurunan kesadaran dan malaria serebral.

DIAGNOSA BANDING
1. Ensefalitis / Meningitis oleh virus, bakteri, jamur, protozoa
2. Infeksi sistemik dengan ensefalopatia
3. Metabolik ensefalopatia
4. Toksemia Gravidarum ( Eklampsia )
5. Hipertensi maligna, Serebrovasculer accidents
6. Heat stroke
7. Toksik ensefalopatia.
DIAGNOSIS
a. Adanya gejala klinik malaria serebral, berupa sakit kepala, gangguan mental, nyeri
tengkuk,kaku otot, kejang-kejang umum.
b. Gangguan kesadaran atau koma yang menetap lebih dari setengah jam ( biasanya
24 – 72 jam ).
c. Pada pemeriksaan darah ( Thin/Thick smear) dijumpai bentuk aseksual P. falcifarum.
d. Tidak ditemukan infeksi lain seperti virus, bakteri, jamur dan parasit lainnya.
e. Untuk konfirmasi kepastian diagnosis dapat dilakukan autopsi, ditemukan ciri
khas dimana terdapat perlengketan eritrosit yang berisi pigmen pada kapiler
dan vena di otak. 4,5

Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010


Tinjauan Pustaka

DIAGNOSA LABORATORIUM DAN PEMERIKSAAN LAINNYA


Bagi penderita yang dicuriagai malaria serebral, pemeriksaan darah perifer harus dilakukan
setiap 8 – 12 jam, dimana dibuat sediaan darah tebal dan tipis.
Pemeriksaan terbaru yaitu dengan metode diagnostik QBC ( Quantative Buf by Coat) dan
Para Sight F Dipistick Antigen Cupture Assay. Pemeriksaan ini sangat sensitive dibandingkan
cara konvensional mikroskopik. Untuk konfirmasi diagnostik malaria serebral dapat dilakukan
autpsi. Jika bedah otak tidak memungkinkan, untuk autopsy ini dapat dilakukan dengan jarum
spesial melalui fissura orbitalis superior, foramen magnum, rongga hidung atau ethmoidalis atau
melalui fontanella dari anak.
PENEMUAN LAIN PADA MALARIA SEREBRAL
Pada penderita selalu dijumpai anemia hemolitik yang parah. Biasanya dijumpai leukositosis
dan thrombositopenia. Total dan plasma bilirubin direct konsentrasinya meningkat, sedangkan
serum albumin menurun. Lebih kurang 1/3 dari penderita malaria serebral fungsi ginjalnya
terganggu. Serum phosphokinase konsentrasinya meningkat.
Tanda yang penting lainnya adalah hipoglicaemia. Kelainan / gangguan elektrolit lain adanya
hiponatremia, hipofospatemia. 1,2
Pada pemeriksaan liquor dijumpai peningkatan protein, pleocytosis mencapai 80 cel/micron
kubik, limfosit sampai 15.
Pada CT dan MRI dijumpai tanda-tanda edema serebri ( sebagian kecil penderita), di
Thailand serebral edema merupakan tanda yang jelas. 1,4
TATA LAKSANA
Malaria serebral merupakan keadaan emergensi dan gawat neurology, memerlukan
perawatan serta intervensi cepat sehingga pasien perlu dirawat di ICU. Diagnosa pasti harus
segera ditegakkan dan penyakit lain harus disingkirkan terlebih dahulu.
Ada 2 kategori prinsip terapi malaria serebral : 3,5,7
1. Pengobatan secara umum / Supportive care
- Penderita dirawat seperti perawatan koma lainnya di ICU.
- Pemberantasan terhadap kejang dengan preparat Benzodiazepin
- Pencegahan aspirasi pneumoni dipasang NGT dan endotrachel intubasi.
- Pemberian cairan yang cukup serta elektrolit yang seimbang.
- Untuk mengatasi oedema serebral dan peninggian tekanan intra serebral, diberikan
mannitol 10-20% 125 cc habis dalam 30 menit, dapat diulangi 6 jam kemudian.
- Pertahankan vital sign serta keperluan oksigen, jika sesak diberi oksigen.
- Suhu tubuh dimonitor dan cegah hiperpireksia
- Diet porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbohodrat, garam mineral.
- Hindarkan trauma, cegah dekubitus, juga kebersihan kulit.
- Melakukan exchange transfusion ( transfusi ganti).1,4
Cara ini diindikasikan pada penderita malaria serebral dengan parasitemia lebih dari 10 %
yang non-immun dengan cara pengobatan konvensional tidak berhasil. Darah yang
dipergunakan sebanyak 5 – 12 liter. Cara ini dengan cepat dapat menurunkan parasitemia
dibandingkan chemoterapi dan ada keutungan lain dengan demikian memindahkan hasil
metabolisme / toksin, dan cytokins, mediator lainnya, serta mengembalikan eritrosit
normal, platelet, faktor pembekuan, albumin dll. Beberapa penderita yang dilakukan
transfusi ganti ini memperlihatkan hasil perbaikan secara klinik, dimana kesadaran jadi
pulih dengan segera.

Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010


Tinjauan Pustaka

2. Pengobatan spesifik.
Prinsip pengobatan spesifik adalah untuk membasmi semua bentuk fase eritrositer P.
falcifarum, dengan menggunakan obat golongan schizontocide yang efektif 4,5,9,10,11 Cara
pemakaian obat adalah dengan melalui parenteral, karena penderita mengalami gangguan
gastrointestinal ( muntah), jika keadaan membaik dilanjutkan dengan peroral.
Satu-satunya obat yang direkomendasikan untuk malaria serebral adalah kinine
dihidroklorid = quinine dihydrochloride = kina HCl.
Jadwal cara pemberian :
- Hari 0
* jam 0 : 20 mg/kgBB dilarutkan dalam larutan Dextrose 5% 100-200 cc
atau Nacl phisiologis dibaerikan selama 4 jam.
* Disusul dengan pemberian 10 mg/kgBB dalam larutan yang sama selama 4
jam.
* Pemberian dilanjutkan dengan dosis 10 mg/kgBB setiap 8 jam.
- Hari 1
* diberikan 10 mg/kgBB setiap 8 jam
- Hari 2 dan seterusnya :
* diberikan 5 mg/kgBB setiap 8 jam
■ Pemberian kinine HCl dapat diberikan selama 7 hari, maksimal 14 hari
■ Jika sudah dapat menelan ( sadar) dilanjutkan pada hari ke tiga peroral dengan
dosis 10 mg/kgBB setiap 8 jam ( 3 x sehari).
■ Jika satu keadaan demikian rupa sehingga tidak dapat diberikan baik perinfus maupun
peroral , dapat diberikan secara intramuskular dengan loading dosis 20 mg/kgBB
diberikan di dua tempat, dilanjutkan dengan 10 mg/kgBB setiap 8 jam sampai dapat
diberikan peroral.4 Pada pemberian kinine dihidroklorid harus diwaspadai terjadinya
hipoglisaemia , karena hipoglisaemia merupakan suatu komplikasi yang penting dari
malaria falcifarum. 4,11,12
Obat lain yang dapat dipakai terhadap malaria serebral; yakni :
1. Chloroquin.
Obat ini sangat baik diberikan pada yang tidak resisten, apalagi obat chloroquin tidak
menimbulkan hipoglicaemia. Efek yang tidak diinginkan, adalah sifat chloroquin yang
cardiotoxic, menimbulkan hipotensi dan vasodilatasi. Oleh karena itu pemberian intravena harus
perlahan-lahan.
Adapun cara pemberian chloroquin :
♦Intra vena ( infus):
10 mg base / KgBB dilarutkan dalam 500 cc cairan isotonis dihabiskan dalam 8 jam,
diikuti dengan 5 mg/kgBB selama 8 jam, diikuti dosis yang sama untuk 2 kali 8 jam
berikutnya. ( total dose 25 mg/kgBB/32 jam ).
♦Jika pemberian IN tidak memungkinkan, dapat diberikan intramuscular atau subcutan
dengan dosis 2,5 – 3,5 mg/kgBB interval 4 – 6 jam.
♦Jika cara diatas juga tidak memungkinkan, dapat diberikan secara suppositoria ataupun
melalui NGT.
2. Derivat Artemisinin ( Qinghaosu)
Obat baru , yang berasal dari daratan Cina. Telah dipakai sejak ribua tahun lalu untuk demam,
ternyata amat efektif terhadap P. falcifarum walaupun resisten terhadap obat. 4,5,10
Ada 3 jenis Artemisinin :
a. Artesunat :
Sediaan dalam bentuk powder, dikemas dengan pelarutnya, dapat diberikan IV,

Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010


Tinjauan Pustaka

dosis 2 mg/kgBB diberikan 2 hari dilanjutkan selama 4 hari dengan dosis 2 mg/
kgBB sehari.
b. Artemeter :
Dalam larutan minyak, dimerikan intramuscular.
Dosis : 160 mgi.m.dosis loading, dilanjutkan dengan 80 mg sehari selama 4 hari.
c. Artemisinin :
Diberikan dalam bentuk suppositoria
Dosis : 10 mg/kgBB pada jam 0, dilanjutkan 4 jam kemudian dengandosis 7 mg /
kgBB serta demikian juga setiap 12 jam selama 4 hari.
3. Obat Lain :
- Primakuin
- Amodiakuin
- Mepakuin
- Proguanil
- Kuinidin
- Kuinimax
- Meflokuin
- Halofantrin
MANIFESTASI NEUROPSIKIATRI DARI MALARIA FALCIFARUM
1. PSYCHOSIS MALARIA
Adalah bentuk lain dari malaria serebral disebabkan P.falcifarum, sehubungan dengan
pemakaian anti malaria terutama chloroquin, mefloquin, dan atebrin. Gejala bisa berupa
insomnia, toxic confusional, perubahan kepribadian, mania bahkan bisa bunuh diri.
2. GANGGUAN FUNGSI SEREBELLUM
Timbul setelah 3-4 minggu serangan demam P. falcifarum.
Gejala ataksia gait, vertigo, intention tremor, dysmetria, dysdiadokinese, nystagmus dan
dysrthria serebellar.
3. GEJALA NEUROLOGI LAIN
Sebagai sequele dari malaria serebral bisa dijumpai tropical spastic paralise, polyneuropatia,
Guillain Barre Syndroma dan periodic paralise.
PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap malaria serebral adalah sama dengan pencegahan terhadap malaria
umumnya. Cara yang dapat ditempuh adalah :
- Dengan pemberian preparat anti malaria (chemoprofilaxis)
- Perlindungan diri terhadap gigitan nyamuk
- Vaksinasi. 4,5
Chemoprofilaksis
Banyak obat yang dapat diberikan antara lain :
- Chloroquine, diberikan 300 mg sekali seminggu, diberi mulai 2 minggu sebelum, selama
dan 6 minggu setelah kembali dari daerah endemic, bagi pendatang (touris).
- Mefloquine, dosis 250 mg perminggu, diberikan 2 minggu sebelum, sedang dan 4
minggu sesudah kembali.
- Obat lain: pirimetamin, proguanilamodiaquin, fansidar.
Perlindungan diri terhadap nyamuk
Dengan mencegah terhadap gigitan nyamuk Anopheles betina seperti : pemakaian repellent,
kelambu, khasa, dll.
Vaksinasi.

Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010


Tinjauan Pustaka

Secara teoritis ada beberapa kemungkinan vaksinasi:


- vaksin anti penyakit
- vaksin anti infeksi
- vaksin anti transmisi
Sampai saat ini telah banyak dicoba dan berhasil dibuat, tetapi belum dipasarkan karena secara
klinik manfaatnya belum jelas dan belum berhasil.
Beberapa vaksin yang sudah dicoba :
- SPf 66, telah dicoba di Amerika Selatan, Afrika dan Asia Tenggara, tetapi masih
controversial.
- Campuran antigen MSP –1,MSP –2 dan RESA
- NYVAC-Pf 7
- Beberapa penelitian sedang diuji coba, tetapi belum berhasil.
PROGNOSIS
Prognosis malaria serebral ditentukan oleh banyak faktor antara lain cepat/lambatnya dapat
pertolongan, gejala klinik-gangguan kesadaran, gejala neurologis fokal, parasitemia, terlibatnya
hepar dan ginjal, serta timbulnya asam laktat, dan hipoglikemia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Warel, David A. Cerebral Malaria. Tropical neurology. The Centre for Tropical Medicine, University
Oxford, Nuffield Dept. of Clinical medicine JR Hosp. Headington Oxford OX DU,UK; 2003
2. Arif ID, Kapoyos MY, Tjiuadi J. Cerebral Malaria in Children Hermana GH, Lembean and Neurol,
Dept . Gunung Wenang GH, Medical Faculty,Sam Ratulangi,Manado.1995
3. Kapojos,MTh,Kapojos EJ, Arif Inda, et al. Malaria Serebral pada penderita dewasa di RSU Gunung
Wenang,FK Unsrat, Manado.
4. Herijanto,PN. Malaria. Epidemiologi,Patogenesis,Manifestasi Klinis dan Penanganan Penerbit EGC,
1999 ; 54 – 181.
5. Syahril Rasyad. Malaria serebral, Neurona,1999; 17 ; 24 – 30.
6. Clark ,IA and Rocket ,KA. The Cytokine Theory of Human cerebral Malaria, Parasitology Today,
2004;10;410-411.
7. Harijanto,PN. Penanganan Malaria, Kecendrungan dan Pengalaman, Subdit Malaria, Dit.
Jen. PPM-PLP, DepKes RI, Jakarta, 1997.
8. Graug GE and Kossodo, S. Cerebral Malaria Mediators, Mechanical Obstruction or more ?Parasitology
Today, Switzerland,1994; 10.
9. Direktorat Jenderal pencegahan Pemberantasan Penyakit menular dan Penyehatan Lingku
ngan Pemukiman, in: Penatalaksanaan malaria Berat di Rumah Sakit dan Pus-kesmas,1995;1-43.
10.Gilles,MH. Management of fever and complicated malaria, A Practical Handbook, WHO Geneve, 1991;
52-75.
11.Erunkulu,OA, Hill,AVS, Kwiatkoski,DP, et al.Severe Malaria in Gambia Children is not due to lack of
previous exposure to Malaria.MRC Lab,Banjul, The Gambia Inst Mol. Med.JRC Oxford UK and Dept.
of Immunology, Sweden, 1992;89;296-300.
12. Kiire,CF. Hypoglycaemia and Cerebral Malaria, Postgraduate medical journal,1986,62; 401-402.
13.Barent,AR, Turner ,GD and Newbold,CI. Cerebral Malaria, in: The sequetration Hypothesis. Molecular
Parasitology Group, Institute of molecular medicine RHH, Oxford, Parasitology Today,1994;10;412-
414.

Neurona Vol. 28 No. 1 Oktober 2010

Anda mungkin juga menyukai