Anda di halaman 1dari 19

KETIDAK TAHUAN MASYARAKAT TENTANG

BAHAYA PENYAKIT MALARIA DI DESA


BLUMBUNGAN

Oleh :

Tika Puja Sulistiono

NIM : 14.101

PEMERINTAH KA BUPATEN PAMEKASAN


AKADEMI KEPERAWATAN
A. Masalah

Penyakit malaia masih menjadi wabah yang sulit dihindari di wilayah kerja Puskesmas di
Desa Blumbungan

B. Fakta

Namun faktanya, pada desa Blumbungan dari survey pada 10 rumah , 8 di antaranya
masyarakat tidak mampu megetahui bahaya dari penyakit malaria tersebut.

C. Teori

Badan Kesehatan Dunia (WHO), menggambarkan walaupun berbagai upaya telah dilakukan,
hingga tahun 2005 malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 107 negara di dunia.
Penyakit ini menyerang sedikitnya 350-500 juta orang setiap tahunnya dan bertanggung
jawab terhadap kematian sekitar 1 juta orang setiap tahunnya. Diperkirakan masih sekitar 3,2
miliar orang hidup di daerah endemis malaria (Silalahi, 2004)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh
dunia. Malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika bagian
selatan dan daerah Oceania, serta kepulauan Karibia. Dalam buku The World Malaria Report
2005, Badan Kesehatan Dunia (WHO), menggambarkan walaupun berbagai upaya telah
dilakukan, hingga tahun 2005 malaria masih menjadi masalah kesehatan utama di 107 negara
di dunia. Penyakit ini menyerang sedikitnya 350-500 juta orang setiap tahunnya dan
bertanggung jawab terhadap kematian sekitar 1 juta orang setiap tahunnya. Diperkirakan
masih sekitar 3,2 miliar orang hidup di daerah endemis malaria (Silalahi, 2004)

Menurut survey dari data sepuluh penyakit terbanyak pada Puskesmas Blumbungan
Kota pamekasan tahun 2008, malaria menempati peringkat kedua setelah ISPA dengan
jumlah 1332 kasus dari 8460 kunjungan pasien yang datang berobat di Puskesmas
blumbungan Kota Pamekasan ( Profil Kesehatan Puskesmas Blumbungan, 2008).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan pada rumah keluarga yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Blumbungan, terdapat 21 rumah yang lingkungan rumahnya kurang baik yang
bisa memungkinkan bersarangnya nyamuk, seperti tidak terpasangnya kasa di ventilasi
rumah, adanya genangan air hujan di selokan-selokan rumah pada hari hujan membuat
selokan banjir karena sampah yang menumpuk dan membuat genangan air yang
menyebabkan tempat bersarangnya nyamuk. Selain itu dapat dilihat pula lahan kosong,
daerah rawah dan selokan besar yang masih menjadi tempat bersarangnya nyamuk, selain itu
juga disebabkan oleh faktor manusia itu sendiri, faktor itu berkaitan dengan faktor perilaku
atau kebiasaan masyarakat itu sendiri.Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik
mengambil topik "Hubungan lingkungan tempat tinggal dengan kejadian malaria di wilayah
puskesmas blumbungan kota pamekasan tahun 2009?".

Penyakit malaria sebenarnya merupakan suatu penyakit ekologis. Penyakit ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk untuk
berkembang biak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan parasit
malaria. Contoh faktor-faktor lingkungan itu antara lain hujan, suhu, kelembaban, arah dan
kecepatan angin, ketinggian. Air merupakan faktor esensial bagi perkembang-biakan
nyamuk. Karena itu dengan adanya hujan bisa menciptakan banyak tempat
perkembangbiakan nyamuk akibat genangan air yang tidak dialirkan di sekitar rumah atau
tempat tinggal. Nyamuk dan parasit malaria juga sangat cepat berkembang biak pada suhu
sekitar 20º - 27º C, dengan kelembaban 60-80 % (Ermi, 2006).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan lingkungan tempat tinggal dengan kejadian malaria wilayah kerja
Puskesmas Blumbungan Kota Pamekasan Tahun 2009?".
1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan lingkungan tempat tinggal dengan kejadian malaria di


RT.05 Kelurahan Kendal wilayah kerja Puskesmas Blumbungan.

2. Tujuan Khusus

a.untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan dengan penyakit malaria

b.untuk mengetahui angka kejadian malaria di puskesmas Blumbungan

c.untuk mengetahui hubungan faktor-faktor lingkungan dengan penyakit malaria

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Puskesmas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas sebagai salah satu
usaha pencegahan malaria di masyarakat.

1. Bagi Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa
dijurusan keperawatan sebagai pelayanan kapada masyarakat mengenai penyebab malaria
dan bagaimana cara mengatasinya.

1. Bagi Masyarakat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat
mengenai apa penyebab malaria dan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk
pencegahannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

A. Malaria

1. Pengertian

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh
protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali
(Mansjoer, A, 1999).

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Depkes RI, 2008).

Malaria adalah penyakit menular yang dapat menyerang semua orang baik laki-laki
maupun perempuan pada semua golongan umur dari bayi, anak-anak dan orang
dewasa (Harijanto, 1997).

2. Etiologi

Malaria terjadi akibat invasi eritrosit oleh masing-masing dari 4 spesies parasit
protozoa dari genus plasmodium yaitu :

1. Plasmodium palsifarum, penyebab malaria tropika.


2. Plasmodium viva, penyebab pnyakit malaria tertiana.
3. Plasmodium Malaria, penyebab penyakit malaria kuartana.
4. Plasmodium ovale, jenis ini jarang dijumpai di Indonesia.

Tiga infeksi terakhir hampir tidak menimbulkan akibat yang fatal karena dapat mengalami
rekurensi berminggu-minggu setelah setelah terlihatnya penyembuhan dari suatu serangan
primer secara jelas. Berbeda dengan infeksi-infeksi palsifarum, yang merupakan penyebab
penyakit malaria yang paling berbahaya. Karena infeksi ini dapat menyerang susunan saraf
pusat dan dapat menimbulkan kematian (Nelson, 1992).

1. Patogenesis
2. Menurut Mansjoer, A (1999) daur hidup spesies terdiri dari fase seksual eksogen
(sporogoni) dalam badan nyamuk Anopheles dan fase aseksual (skizogoni) dalam
badan hospes vertebra termasuk manusia.

a. Fase Aseksual
Fase aseksual terbagi atas fase jaringan dan fase eritrosit. Pada fase jaringan ,
sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak mebentuk
skizon hati yang mengandung ribuan merozoit. Proses ini disebut skizogoni
praeritrosit. Lama fase ini berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini, skizon pecah
dan merozoit keluar dan masuk aliran darah, disebut sporulasi. Pada P.vivak dan
P.ovale sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati sehingga dapat
mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens.

Fase eritrosit dimulai dan merozoit dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoit. Proses berlanjut menjadi tropozoit-skizon-merozoit. Setelah 2-3 generasi
merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa
prapaten, sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit
dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam.

b. Fase Seksual

Fase seksual masuk dalam lambung betina nyamuk. Bentuk ini mengalami
pematangan menjadi mikro dan makrogametosit dan terjadilah pembuahan yang
disebut zigot (Ookinet). Ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk
dan menjadi ookista. Bila ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan mencapai
kelenjar liur nyamuk.

Patogenesis malaria ada 2 cara :

1. Alami, melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia.


2. Induksi, jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia
melalui transfusi, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu yang
terinfeksi (kongenital).

Malaria Nyamuk Anopheles betina

Dalam Hati Kelenjar Liur

sumber : Arief Mansyur, 2001.

Gambar 2.2 : Daur hidup parasit malaria

4. Manisfetasi Klinis.

Menurut Dep Kes RI (2008), manisfestasi klinis malaria berupa :

a. Demam
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofag, monosit,
atau limfosit yang mengeluarkan berbagai sitokin antara lain Tumor Nekrosis
Factor (TNF), TNF akan dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat
pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses skizogoni pada ke empat
plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda. P.Falsiparum memerlukan
waktu 36-48 jam, P. Vivax/ovale 48 jam, dan P.Malariae 72 jam. Demam pada
P.Falciparum dapat terjadi setiap hari. P.vivax/ovale selang waktu satu hari dan P.
Malariae demam timbul selang waktu 2 hari. Demam khas malaria terdiri atas 3
stadium, yaitu menggigil (15menit – 1 jam), puncak demam (2-4 jam). Demam
akan mereda secara bertahap karena tubuh dapat beradaptasi terhadap parasit dalam
tubuh dan ada respon imun.

b. Anemia

Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah
sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut maupun kronis. Plasmodium vivax
dan Plasmodium ovale hanya menginfeksisel darah merah muda yang jumlahnya
hanya 2% dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan Plasmodium malariae
menginfeksi sel darah merah tua yang jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah
merah, sehingga anemia yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, Plasmodium
ovale dan Plasmodium malariae umumnya terjadi pada keadaan kronis.

c. Splenomegali

Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-sel


makrofag dan limfosit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan limfa membesar.

d. Ikterus

Ikterus disebabkan karena hemolisis dan gangguan hepar. Malaria laten adalah masa pasien
di luar masa serangan demam. Periode ini terjadi bila parasit tidak dapat ditemukan dalam
darah tepi, tetapi stadium eksoeritrosit masih bertahan dalam jaringan hati.

Relaps adalah timbulnya gejala infeksi setelah serangan pertama. Relaps dapat bersifat :

1. Relaps jangka pendek (rekrudesensi), dapat timbul 8 minggu setelah serangan


pertama hilang karena parasit dalam eritrosit yang yang berkembang biak.
2. Relaps jangka panjang (rekurens), dapat muncul 24 minggu atau lebih setelah
serangan pertama hilang karena parasit eksoeritrosit hati masuk ke darah dan
berkembang biak.

5. Pemeriksaan Penunjang.

Pemeriksaan darah tepi, pembuatan preparat darah tebal dan tipis dilakukan untuk
melihat keberadaan parasit dalam darah tepi, seperti trofozoit yang berbentuk cincin.
Pemeriksaaan penunjang untuk malaria berat yaitu hemoglobin dan hematokrit,
hitung jumlah leukosit dan trombosit, kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin,
albumin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium), analisis cairan serebrospinalis,
biakan darah dan uji serolaogi, urinalisis.(Depkes RI, 2008)

6. Komplikasi

Definisi malaria berat/komplikasi adalah ditemukannya plasmodium


falciparum stadium aseksual dengan satu atau beberapa manifestasi klinis dibawah ini
:

 Syok hipopolemik, ditandai dengan dehidrasi akibat muntah-muntah.


 Hipertermia, penderita tidak mampu berkeringat sehingga suhu tubuh
terus naik sampai 42-43ºC.
 Anemia berat, dimana kadar hemoglobin < 59% atau hematokrit <15%.
 Malaria serebral (malaria otak) adalah malaria dengan penurunan
kesadaran atau koma lebih dari 30 menit setelah serangan kejang yang
tidak disebabkan oleh penyakit lain.
 Gangguan fungsi ginjal, adanaya peningkatan ureum dan kreatinin darah,
penurunan produksi urin sampau anuria.
 Hipoglikemia, gual darah <40 mg%.
 Black water fever, urin menjadi merah tua atau hitam karena
hemoglobinuria hemolisis yang berlebihan.
 Edema paru, terjadi akibat adult respiratiry distres sindrome (ARDS) dan
overhidrasi akibat pemberian cairan.
 Distress pernafasan, sering terjadi pada anak-anak. Penyebabnya adalah
asidosis metabolic.

7. Pencegahan Penyakit Malaria (Kemofilaksis)

Kemofilaksis bertujuan untuk mengurangi faktor resiko terinfeksi malaria sehingga


bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Kemofilaksis ini ditujukan kepada
orang yang berpergian ke daerah endemis malari dalam waktu yang terlalu lama
seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain. Untuk kelompok ataua
individu yang akan berpergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya
menggunakan personal protection, seperti, pemakaian kelambu, repellent, kawat kasa
dan lain-lain.

Oleh karena Plasmodium Falciparum merupakan spesies yang virulensinya tinggi


maka kemofilaksis terutama ditujukan pada infeksi spesies ini. Sehubungan dengan
laporan tingginya tingkat resistensi plasmodium falsiparum terhadap kloroquin, maka
tidak lagi digunakan kloroquin sebagai kemofilaksis, oleh sebab itu doksisiklin
menjadi pilihan untuk mkemofilaksis. Doksisiklin diminum satu hari sebelum
keberangkatan dengan dosis 2mg/kg bb setiap hari selama tidak lebih dari 12 minggu.
Dokisiklin tidak boleh diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.
1. Penatalaksanaan

Menurut DepKes RI (2003), pengobatan umum malaria berdasarkan :

1. Pengobatan Umum

Jenis obat yang dipakai :

1. Kina : merupakan obat terpilih untuk malaria berat (life saving, bekerja
cepat). Cara pemberian : parentral tertama bila telah timbul gejala
koma, kejang, muntah dan diare.

a). Infus : 500-100mg kina dihidroklorid/ hidroklorid dalam


500ml larutan garam fisiologis dan glukosa atau plasma atau
dextran. Lama pemberian 1-2 jam. Dalam 24 jam apat diulang
sampai dicapai dosis maksimal kina 2000mg.

b). Intravena : Kina 200-500 mg dalam 20 ml larutan garam


fisiologis dan glukosa. Lama pemberian tidak boleh lebih cepat
dari 10 menit. Pemberian terlalu cepat dapat menimbulkan
penurunan tekanan darah yang mendadak serta aritmia jantung.

c). Imtramuskular (IM)

Larutan obat harus steril dan Ph netral.

(1). Alat suntik harus benar-benar steril

(2). Di suntik di daerah gluteal 6-7,5 cm di bawah pertengahan


krista iliaka.

(3).Jumlah trombosit > 20.000/mm3 untuk menghidarkan


hematoma

(4). Dosis perkali maksimal 100 mg dengan dosis total 200mg/24


jam

(5). Bila pasien dalam keadaan syok, pemberian kina ini


mungkin tidak dapat menolong karena adaya gangguan absorpsi
obat.

2). Klorokuin : memberi hasil sebaik kina pada P.Falciparum yang


sensitif.

Cara pemberian :

a). Interavena : dosis per kli (dewasa) 200-300 mg basa dalam


larutan 4-5%.
b). Infus : cara seperti kina, diberikan dalam tetesan lambat.

c). Intramuskular : lebih disukai karena tidak menyebabkan


nekrosis, toleransi lebih baik dan onsetnya sama seperti
pemberian intravena. Dosis detiap kali (dewasa) 300-400 mg
basa (10ml dalam larutan 5%). Pemberian dapat diulang sampai
maksimal 900 mg basa/24 jam.
b. Pengobatan pada anak-anak

Pada dasarnya sama dengan pengobatan pada orang dewasa. Umumnya anak-
anak lebih tahan terhadap kina tetapi pemberian klorokuin ini perlu dilakukan
secara hati-hati.

Pada pasien dalam keadaaan koma dan muntah hebat pengobatan enteral harus
segera diberikan, meskipun pemberian obat per oral jauh lebih aman bagi anak-
anak. Obat yang dapat diberikan adalah :

1). Kina

Cara pemberian :

a). Infus : 5-10 mg/kg Bb dalam 20-30 ml garam fisologis diberikan


selama 2-4 jam, bila perlu diulang setelah 6-12 jam sampai maksimal
20mg/Kg BB/24 jam.

b). Intramuskular : Syarat pemberian sama dengan pada dewasa. Dosis


tunggal maksimal : 15 mg/kgBb

2). Klorokuin

Cara pemberian :

a). Intravena : dosis pertama 5 mg/Kg BB dalam larutan isotonus 20 ml,


disuntikkan selama 10-15 menit. Bila perlu dapat diulang setelah 6-8 jam.
Suntikan sebaiknya diberikan separuh dosis dahulu dan sisanya diberikan
selang 1-2 jam kemudian.

b). Infus : 7 mg basa/kg BB diberikan secara terus menerus selama 24


jam.

c). Intramuskular : dosis pertama maksimal 5 mg/kg BB dengan dosis


total tidak lebih dari 10 mg/Kg BB/24 jam. Sebaiknya dosis suntikan
dibagi dua dan masing-masing diberikan dengan perbedaan waktu 1-2
jam. Tidak diberikan pada bayi dan anak kecil karena dapat menimbulkan
kejang-kejang epileptik yang fatal atau gangguan susunan saraf pusat
yang menetap.

d). Untuk menghindari muntah, klorokuin dapat dicampur dengan gula


atau muda, pasien perlu diamati selama 30 menit dan bila muntah
pengobatan diulang kembali.

3). Sulfadoksin/Primetamin

Pasien infeksi Falsiparum di daerah resisten dapat diberikan suntikan fansidar.


9. Prognosis

Malaria vivax, prognosis biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Jika tidak
mendapatkan pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung selam 2 bulan atau
lebih. Malaria malaria e, jika tidak diobati maka infeksi dapat berlangsung sangat
lama. Malaria ovale dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Malaria falciparum
dapat menimbulkan komplikasi yang menyebabkan kematian.(Dpkes RI, 2003).

Obat anti malaria terdiri dari 5 jenis antara lain :

1. Skizontisid jaringan primer yang membasmi parasit praeritrosit, yaitu progualin,


pirimetamin
2. Skizontisid jaringan sekunder yang membasmi parasit eksoeritrosit yaitu
primakuin.
3. Skizontisid darah yang membasmi parasit fase eritrosit yaitu kina, klorokuin dan
amodiakuin.
4. Gametosid yang menghancurkan bentuk seksual. Primakuin adalah gametosid
yang ampuh bagi keempat spesies. Gametosid untuk P.vivax, P.malariae, P. Ovale
adalah kina, klorokuin dan amodiakuin.
5. Sporontosid mencegah gametosid dalam darah untuk membentuk ookista dan
sporozoid dalam nyamuk anopheles, yaitu primakuin dan proguanil.

Penggunaan obat anti malaria tidak terbatas pada pengobatan kuratif saja tetapi juga termasuk
:

1. Pengobatan pencegahan (profilaksis) bertujuan mencegah terjadinya infeksi atau


timbulnya gejala klinis. Penyembuhan dapat diperoleh dengan pemberian terapi
jenis ini pada infeksi malaria oleh P.Falciparum karena paransit ini tidak
mempunyai fase eksoeritrosit.
2. Pengobatan kurativ dapat dilakukan dengan obat malaria jenis skizontisid.
3. Pencegahan transmisi bermanfaat untuk mencegah infeksi pada nyamuk atau
mempengeruhi sporogonik nyamuk. Obat anti malaria yang dapat digunakan
seperti jenis gametosid atau sporontosid.

Adapun cara perawatan malaria yaitu :

1. Istirahat total di tempat tidur.


2. Berikan minuman sesuai kebutuhan.
3. Pemberian kompres hangat.
4. Menggunakan pakaian atau selimut tebal pada saat menggigil.
5. Berikan makanan bubur
6. Hindarkan makanan yang merangsang seperti buah-buahan yang asam.
B. Lingkungan

Environment (lingkungan) adalah tempat dimana manusia dan nyamuk berada. Faktor
lingkungan dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu :

1. Lingkungan Fisik seperti terdapatnya genangan air disekitar rumah, banyaknya

Lingkungan fisik sangat mempengaruhi dalam perkembangbiakan nyamuk,seperti


banyaknya genangan air disekitar rumah, banyaknya sampah yang menumpuk, air
parit yang mampet.

2. Lingkungan Kimiawi

Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat
perindukan. (Depkes RI,2003)

3. Lingkungan Biologik (flora dan fauna)Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan


berbagai jenis tumbuhan lainnya yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk
(Gunawan, 2003).

4. Lingkungan sosial ekonomi dan budaya

Adapun yang termasuk lingkungan sosial ekonomi adalah status pendidikan, penghasilan,
gizi dan tempat perindukan buatan manusia. Sedangkan yang termasuk lingkungan sosial
budaya berkaitan dengan perilaku atau gaya hidup seperti perilaku aktifitas di malam hari,
tidur menggunakan kelamu, ventilasi berkawat kassa, menggunakan obat anti nyamuk,
pengetahuan serta persepsi mesyarakat tentang malaria. Faktor tersebut terkadang lebih besar
pengaruhnya dibandingkan dengan faktor lingkungan lain. (Depkes RI, 2003).

C. Lingkungan fisik yang berhubungan dengan kejadian penyakit malaria

1. Bebas jentik nyamuk

Jentik nyamuk akan menjadi nyamuk yang akan menggganggu kenyamanan bahkan
dapat menularkan penyakit, seperti malaria.

Agar rumah bebas dari jentik dan nyamuk perlu dilakukan suatu tindakan
pengendalian mulai dari tempat perindukan nyamuk sampai jentiknya. Khususnya
untuk pengendalian tempat perindukan nyamuk anopheles dan nyamuk Aedes
Aigepty adalah sebagai berikut :

a. Pengendalian mulai dari tempat perndukan nyamuk sampai jentiknya.

1). Menutup bak penampungan air dalam rumah

2).Mengganti secra teratur air hewan peliharaan, vas bunga dan lain-lain.
3). Memasang kawat kasa pada jedela pintu dan lubang angin (ventilasi).

4). Menyakinkan bahwa pintu dan jendela tertutup rapat

5). Menggunakan kelambu dan obat pengusir nyamuk

b. Pengendalian nyamuk disekitar rumah

1). Membersihkan air yang tergenang di talang/atap

2). Menutup tempat penampungan air dan memperbaikinya bial ada


kebocoran.

3). Mengatur pengalihan dan pembuangan air buangan

4). Menyimpan barang bekas dan barang buangan lainnya dalam bak tertutup.

5). Memanfaatkan hewan ternak sebagai umpan untuk tempat hinggapnya


nyamuk.

c. Pengendalian nyamuk di lingkungan

1). Melakukan pengaliran air yang tepat

2). Membuat desain saluran pembuangan air yang tepat guan dan parit
penahan

3). Pengaliran atau penimbunan genangan air yang tidak mengalir seperti
kubangan selokan dan lain-lain.

4). Memangkas semak-semak dan cabang pohon yang tumbuh dekat rumah.

5). Mengatur pembuangan air kotor dan sampah

D. Hipotesis

Lingkungan (environment) adalah tempat dimana manusia dan nyamuk berada. Lingkungan
fisik sangat berpengaruh pada perkembang biakan nyamuk. Lingkungan fisik terdiri dari
suhu, kelembaban, serta curah hujan. Lingkungan rimah yang kurang baik bisa
memungkinkan bersarangnya nyamuk, seperti tidak terpasangnya kassa di ventilasi rumah,
adanya genangan air hujan diselokan- selokan rumah pada hari hujan membuat selokan
banjir. Walaupun lingkungan tempat tinggal baik baik masih ada yang mengalami malaria.
Hal ini berkaitan dengan lingkungan sekitar tempat tinggal dan berkaitan dengan faktor
manusia itu sendiri seperti kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kebersihan
lingkungan.

Ha : Ada hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan kejadian malaria.Ho : Tidak ada
hubungan antara lingkungan tempat tinggal dengan kejadian malaria
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah secara observasional analitik
dengan metode cross sectional dimana variabel independent, yaitu lingkungan tempat tinggal
serta variabel dependent, yaitu kejadian malaria akan diukur secara bersamaan (Sudigdo,
2002). Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan 3.1. Rancangan Penelitian

3. 2Kerangka Konsep

Variabel independent pada penelitian ini adalah lingkungan tempat tinggal, sedangkan
variabel dependent adalah kejadian malaria. Maka dapat dibuat hubungan variabel
sebagai berikut :

Bagan 3.2. Variabel PenelitianVariabel Independent Variabel Dependent C. Definisi


Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Definisi Alat Hasil Skala


No Variabel Cara Ukur
Opersional Ukur Ukur Ukur
Kurang :
0 Jika
Keadaan tempat <60% (8
tinggal responden chek list)
Lingkungan
dan tempat
1. tempat Observasi Chek list Baik : 1 Ordinal
perkembang
tinggal Jika >
biakan nyamuk
malaria 75% (11-
14 check
list)
Penderita yang Malaria =
telah terdiagnosa Format 0
Kejadian Cek
2. terkena malaria pengumpulan Tidak Nominal
malaria dokumen
yang diperoleh data (chek list) malaria =
dari register 1

3.3 Populasi dan Sampel

1. Popul

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel penelitian yang menyangkut masalah
yang diteliti (Nursalam, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah di
Puskesmas Sukamerindu baik yang terkena malaria maupun yang tidak terkena malaria
sebanyak 77 rumah.
2. Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2002). Teknik pengambilan sampel dilakukan
secara total sampling yaitu. Seluruh populasi tempat tinggal keluarga di Puskesmas
Sukamerindu Kota Bengkulu sebanyak 77 rumah.

3. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Sukamerindu pada bulan mei 2011.

3.4 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data skunder yang diperoleh dari register mengenai alamat
rumah dan data primer yang diperoleh langsung dari responden yaitu data observasi
dari rumah penderita malaria.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan perangkat komputer yang melalui
beberapa tahap berikut :

1. Editing Data
2. Dilakukan untuk memeriksa ulang kelengkapan, kemungkinan kesalahan dan
konstitusi data
3. Coding Data Memberikan kode terhadap jawaban yang diberikan untuk
mempermudah proses pengolahan data. Untuk lingkungan kurang diberi kode 0,
baik diberi kode 1, sedangkan untuk kejadian malaria yang menderita malaria diberi
kode 0 dan tidak malaria diberi kode 1.
4. Entrydata
5. Setelah dilakukan coding, kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam master
tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian dengan
menggunakan program SPSS for windows
6. Cleaning Data Mengecek kembali data yang sudah diproses apakah ada kesalahan
atau tidak pada masing-masing variabel yang sudah diproses sehingga dapat
diperbaiki dan dinilai (scorer) yang ada sesuai pengumpulan data.

3. Analisis Data

a. Analisis Univariat

Di lakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel bebas dan terikat
sehingga dapat diketahui variasi dari masing-masing variabel dengan rumus yang
sebagai berikut (Notoatmodjo, 2005) :
f

P = x 100 %

Keterangan :

P = Jumlah persentase yang dicari

f = Jumlah frekuensi untuk setiap alternatif jawaban

n = jumlah sampel

b. Analisis Bivariat

Di gunakan untuk melihat hubungan antara varibel independent (lingkungan tempat


tinggal) dan variabel dependent (malaria) dengan menggunakan analisis uji statistik
X² (chi-square), dengan tingkat kemaknaan yang digunakan adalah p = 0,05.
dengan rumus :

(0- E )2

X2 = ∑

Keterangan :

X2 : Chi – square

O : Frekuensi yang diamati

E : Frekuensi yang diharapkan

Untuk mengetahui derajat ke eratan hubungan variabel tersebut digunakan analisis


tabel 2 x 2 sebagai berikut :
Tabel 3.2. Tabel hubungan lingkungan tempat tinggal dengan kejadian
malaria

Kejadian Malaria
Variabel Lingkungan Total
Ya Tidak
Kurang A B A+B
Baik C D C+D
Total A+C B+D A+B+C+D

Keterangan :

A = Lingkungan tempat tinggal kurang, menderita malaria

B = Lingkungan tempat tinggal kurang, tidak menderita malaria

C = Lingkungan tempat tinggal baik, menderita malaria

D = Lingkungan tempat tinggal baik, tidak menderita malaria

Hasil Perhitungan diterjemahkan ;

Apabila X2 hitung > X2 tabel / P≤ 0,05 berarti lingkungan tempat tinggal berhubungan
dengan kejadian malaria.

Apabila X2 hitung < X2 tabel / P > 0,05 berarti lingkungan tempat tinggal tidak ada
hubungan dengan kejadian malaria.

Anda mungkin juga menyukai