Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah penderita malaria di dunia masih tergolong tinggi meskipun data menunjukkan
sudah terjadi penurunan angka penderita malaria di dunia. Oleh karena itu perlu terus di
waspadai sehingga tidak terjadi peningkatan, bahkan bisa diturunkan prevalensinya. Menurut
Laporan Badan Kesehatan Dunia tahun 2010, terdapat 225 juta kasus malaria dan
diperkirakan 781. 000 meninggal pada tahun 2009. Data ini mengalami penurunan dari 233
juta kasus dan 985 000 kematian pada tahun 2000. Sebagian besar kematian terjadi di antara
anak yang tinggal di Afrika di mana seorang anak meninggal setiap 45 detik akibat malaria
dan penyakit ini menyumbang sekitar 20% dari semua kematian anak di dunia.
Di Indonesia malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang utama, berdampak pada kualitas hidup, ekonomi dan
tidak sedikit menyebabkan kematian. Penyakit malaria masih mempunyai pengaruh yang
besar pada angka kematian bayi, balita, ibu melahirkan dan dapat menimbulkan penurunan
produktivitas pekerja.
Berdasarkan data Riskesdas (2007), Tiga provinsi yang menduduki prevalensi malaria
tertinggi adalah Papua barat (26,1%), Papua (18,4%) dan NTT (12%). Hingga akhir 2008
kasus malaria menunjukkan kecenderungan menurun, namun masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Berdasarkan data Departemen Kesehatan Indonesia baik API (Annual
Parasite Incidence) maupun AMI (Annual Malaria Incidence) menunjukan penurunan selama
periode 2000-2008. API pada tahun 2000 berada pada angka 0,81 per 1000 penduduk terus
turun hingga 0,15 per 1000 penduduk pada tahun 2004. Angka ini meningkat menjadi 0,19
pada tahun 2006, untuk kemudian kembali turun pada angka 0,16 per 1000 penduduk pada
tahun 2007-2008. Hal yang sama terjadi pada AMI. Pada periode 2000-2004 AMI cenderung
menurun dari 31,09 menjadi 21,2 per 1000 penduduk kemudian hingga tahun 2008 turun
menjadi 18,82 per 1000 penduduk. Kemudian berdasarkan data dari Pusat Data dan 
Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010, angka AMI turun hingga
12,27 per 1000 penduduk.
Terjadinya peningkatan kasus malaria yang cenderung mengarah ke terjadinya KLB di
beberapa daerah, salah satu penyebabnya karena pemantauan dan analisa data malaria yang
masih lemah di semua jenjang, sehingga tindakan yang dilaksanakan sering tidak
memberikan hasil yang optimal.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memperoleh data informasi tentang penyakit malaria dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
1.2.2 Tujuan Khusus
 Melakukan pengamatan dini malaria dalam rangka mencegah KLB
malaria.
 Menghasilkan informasi yang cepat dan akurat.
 Penanggulangan KLB malaria secara dini.
 Mendapatkan gambaran distribusi penyakit malaria menurut orang,
tempat dan waktu.

1.3 Sistematika Penulisan


Makalah ini menggunakan sistematika penulisan yang terdiri dari Bab I:
pendahuluan, Bab II: tinjauan pustaka, Bab III: pembahasan, Bab IV: kesimpulan dan
saran.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Malaria


Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini ditularkan oleh gigitan
nyamuk Anopheles betina.
Spesies Plasmodim yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia meliputi
Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.
Jenis plasmodium yang ada di Indonesia adalah P.falcifarum dan P.vivax, akan tetapi di
beberapa propinsi di Indonesia seperti Lampung, Nusa Tenggara Timur dan Papua ditemukan
juga P. Malariae, dan juga ditemukan P.ovale di propinsi Nusa Tenggara Timur dan Papua.

2.2 Siklus Hidup Plasmodium


Siklus hidup parasit malaria melibatkan dua hospes yaitu manusia dan nyamuk
anopheles betina.
2.2.1 Siklus pada Manusia
Pada waktu nyamuk anopheles betina infektif menghisap darah manusia, sporozoit
yang ada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk ke peredaran darah manusia.
Perjalanan sporozoit akan berlanjut masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati
dan kemudian akan berkembang menjadi scizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000
merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus ini dinamakan siklus ekso eritrositer yang
berlangsung kurang labih selama 2 minggu.
Pada P. Vivax dan P. Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang biak
menjadi scizon, tetapi ada yang berbentuk dorman yang disebut dengan hipnozoit.
Hipnozoit dapat tinggal selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun di sel hati sehingga
apabila imunitas tubuh dalam keadaan menurun akan memungkinkan terjadinya
kekambuhan.
Skizon yang ada di sel hati lama kelamaan akan pecah menjadi merozoit yang akan
masuk ke peredaran darah manusia dan menginfeksi sel darah merah manusia. Di
dalam sel darah merah parasit malaria akan berkembang dari stadium tropozoit sampai
dengan scizon.Proses perkembangan parasit yang ada dalam manusia disebut

3
perkembangan aseksual atau scizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi akan pecah
dan merozoit akan keluar dan akan menginfeksi sel darah merah lainnya.
Setelah melewati sikusscizogoni dlam darah selama 2-3 siklus, sebagian merozoit yang
menginfeksi darah manusia akan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan
betina)
2.2.2. Siklus pada Nyamuk Anopheles Betina
Nyamuk anopheles betina yang menghisap darah manusia yang terinfeksi parasit
malaria yang mengandung gametosit, pada tubuh nyamuk akan terjadi pembuahan
gamet jantan dan gamet betina menjadi zigot. Zigot kemudian akan berkembang
menjadi ookinet kemudian akan menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding
luar lambung nyamuk, ookinet akan berkembang menjadi sporozit. Sporozit yang
infektif sudah siap ditularkan ke manusia lagi.

2.3 Masa inkubasi


Masa inkubasi malaria berbeda-beda tergantung jenis plasmodium yang
menginfeksinya. Masa Inkubasi Plasmodium falcifarum adalah 9-14 hari, diambil rerata
ditengahnya adalah 12 hari. Masa inkubasi Plasmodium vivax adalah antara 12 sampai
dengan 17 hari atau sekitar 15 hari sedangkan pada Plasmodium ovale mencapai 17 hari dan
pada Plasmodium malariae periode inkubasinya sangat panjang yaitu 18-40 hari atau sekitar
28 hari.
2.4 Patogenesis
Penyakit malaria pertamakali ditandai gejala demam yang muncul akibat pecahnya scizon
dalam darah yang menyebabkan pengeluaran antigen. Antigen ini akan merasang aktivitas
makrofage, monosit atau limpfosit yang akan mengeluarkan sitokin salah satunya TNF
(Tumor Nekrosis Factor) yang akan dibawa ke aliran darah oleh hipotalamus. Proses ini
mengakibatkan gangguan pengaturan suhu tubuh di hipotalamus sehingga timbullah demam.
Proses scizogoni tiap plasmodium akan berbeda-beda, untuk plasmodium falcifarum
memerlukan waktu sekitar 36-38 jam, P.vivax/ovale memerlukan waktu 48 jam, sedangkan
P.malariae memerlukan waktu 72 jam.
Anemia juga mungkin akan terjadi sebagai komplikasi kejadian malaria. Anemia terjadi
akibat pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Plasmodium
falcifarum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia akan terjadi baik
dalam kondisi akut maupun kronis. Berbeda dengan Plasmodium vivax dan Plasmodium

4
ovale yang hanya menginfeksi sel darah merah yang masih muda yang jumlahnya hanya
sekitar 2 % dari total sel darah merah. Plasmodium malariae hanya menginfeksi sel darah
merah tua yang jumlahnya sekitar 1% dari total keseluruhan sel darah merah. Oleh sebab itu
anmenia yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, P.ovale dan P.malariae terjadi ketika
infeksi sudah dalam tahap kronis.
Pembesaran Limpa atau splenomegali jugamerupakan salah satu tanda dan gejala yang
muncul pada malaria. Splenomegali disebabkan oleh peningkatan aktivitas dan jumlah sel
makrofage dan limposit yang menhancurkan plasmodium. Proses penghancuran ini
merupakan mekanisme pertahanan tubuh.
Malaria berat juga akan terjadi khususnya pada malaria falcifarum. Eritrosit yang terinfeksi
P.Falcifarum akan mengalami sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang mengadung parasit
ke pembuluh darah kapiler tubuh. Selain itu di pemukaan eritrosit yang terinfeksi akan
membentuk knob yang berisi antigen Plasmodium falcifarum. Pada saat terjadi sitoadherensi,
knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibatnya terjadi proses
obstruksi dalam pembuluh darah kapiler yang menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.
Terjadinya sumbatan ini juga dipacu adanya rosette yaitu bergerombolnya eritrosit yang
berparasit dengan eritrosit lainnya.
2.5 Diagnosis dan Manifestasi klinis
Diagnosis pasti penyakit malaria ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
juga pemeriksaan laboratorium. Diagnosis juga harus diperkuat dengan adanya pemeriksaan
darah mikroskopik Rapid Test Diagnostik (RDT).
Pada langkah anamnesa, hal-hal yang perlu diperhatikan terkait tanda dan gejala
malaria meliputi:
2.5.1 Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat, akit kepala, mual, muntah, diare,
nyeri otot, pegal-pegal.
2.5.2 Riwayat berkunjung dan bermalam dalam kurun waktu 1-4 minggu yang lalu ke
daerah endemik malaria.
2.5.3 Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
2.5.4 Riwayat sakit malaria.
2.5.5 Riwayat minum obat malaria dalam satu bulan terakhir.
2.5.6 Riwayat mendapatkan transfusi darah.
Selain hal-hal yang tersebut di atas, penderita malaria berat dapat ditemukan tanda
dan gejala di bawah ini:
2.5.1 Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.

5
2.5.2 Keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk atau berdiri).
2.5.3 Kejang.
2.5.4 Panas tinggi.
2.5.5 Ikterus pada mata atau badan.
2.5.6 Perdarahan di hidung, gusi dan atau saluran pencernaan.
2.5.7 Nafas cepat atau sesak napas.Muntah terus menerus dan tidak dapat makan atau
minum.
2.5.8 Warna urin berwarna teh tua dan bisa sampai kehitaman.
2.5.9 Oliguri atau anuria.
2.5.10 Telapak tangan sangat pucat.
Langkah kedua setelah anamnesa dalam mengidentifikasi malaria, perlu dilakukan
pemeriksaan fisik. Adapun hal-hal yang menunjukkan tanda dan gejala malaria yang dapat
dilakukan melalui pemeriksaan fisik adalah:
2.5.1 Demam (suhu di atas 37,5°C).
2.5.2 Konjungtiva atau telapak tangan pucat atau sangat pucat.
2.5.3 Pembesaran limpa (splenomegali).
2.5.4 Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada kasus malaria berat, sering ditemukan tanda dan gejala di bawah ini:
2.5.1 Temperatur rektal 40°C.
2.5.2 Nadi cepat dan lemah.
2.5.3 Tekanan sistolik <70mmHg pada dewasa dan <50mmHg pada anak-anak.
2.5.4 Frekuensi napas >35 x/menit pada orang dewasa, >40x/menit pada balita dan
>50x/menit untuk anak di bawah 1 tahun.
2.5.5 Penurunan derajat kesadaran dengan GCS <11.
2.5.6 Manifestasi perdarahan (petechie, purpura,hematom).
2.5.7 Tanda dehidrasi (mata cekung, penurunan turgor dan elastisitas kulit,bibir kering,
penurunan produksi urin (anuria, oliguria).
2.5.8 Tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat, dan lain-
lain).
2.5.9 Terlihat ikterik pada mata.
2.5.10 Adanya bunyi ronchi di kedua lapang paru.
2.5.11 Pembesaran limpa atau hepar.
2.5.12 Oliguria dan anuria bahkan bisa menimbulkan gagal ginjal.
2.5.13 Gejala neurologi (kaku kuduk).

6
Pemeriksaan malaria harus ditunjang dengan pemeriksaan mikroskopis yaitu
pemeriksaan sediaan darah tebal dan tipis untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria,
spesies plasmodium, stadium plasmodium dan kepadatan parasit. untuk penderita malaria
berat bila pemeriksaan darah pertama negatif maka perlu pemeriksaan ulang setiap 6 jam
sampai 3 hari berturut-turut. Bila hail pemeriksaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut
tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan.
Pemeriksaan diagnostik yang kedua adalah melalui pemeriksaan diagnosis cepat
(Rapid test Diagnostik). Mekanisme tes ini berdasarkan reaksi antigen parasit malaris dengan
metode immunokromatografi, dalam bentuk dipstik.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Surveilans Malaria.


Surveilans epidemiologi adalah suatu rangkaian pengamatan yang dilaksanakan secara
terus menerus, bersifat sistematik dan berkesinambungan melalui langkah pengumpulan,
analisa dan intepretasi data kesehatan sebagai upaya untuk memantau suatu peristiwa
kesehatan agar dapat dilakukan penatalaksanaan secara efektif dan efisien.
Surveilans malaria dapat diartikan sebagai pengawasan yang dilakukan secara terus
menerus dan sistematik terhadap distribusi penyakit malaria dan faktor-faktor penyebab
kejadian kesakitan serta yang berkaitan dengan sehat dan sakit yang kegiatnnya meliputi :
pengumpulan, analisis, penafsiran dan penyebaran data dan dianggap sangat berguna untuk
penanggulangan penyakit secara efektif.
Surveilans malaria dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara terus menerus,
teratur, sistematis dan berkesinambungan dalam hal pengumpulan, analisa dan intepretasi

7
data malaria, untuk menghasilkan informasi yang akurat yang dapat dipublikasikan dan
digunakan sebagai dasar dalam upaya penggulangan secara cepat dan tepat sesuai kondisi
setempat
Surveilans malaria merupakan suatu sistem pelaporan khusus yang diadakan untuk
lebih memantapkan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit malaria.
3.2 Tujuan.
Untuk memperoleh data informasi tentang penyakit malaria (frekuensi, distribusi,
insiden, dll) dan faktor-faktor yang berpengaruh serta dapat dibaca secara cepat dan untuk
menjawab pertanyaan apa, dimana dan kapan sehingga dapat dilaksanakan tindakan
pencegahan/penanggulangan cepat dan terarah.

3.3 Kegunaan Surveilans.


3.3.1 Identifikasi kejadian luar biasa (KLB) malaria guna pemastian tindakan
penanggulangan dan pengendalian.
3.3.2 Evaluasi pelaksanaan program.
3.3.3 Membantu penetapan masalah kesehatan prioritas dan sasaran.
3.3.4 Identifikasi kelompok resiko tinggi menurut umur,alamat pekerjaan, dll dimana
masalah kesehatan sering terjadi.

3.4 Sumber Informasi.


3.4.1 Laporan dari fasilitas pelayanan kesehatan : puskesmas, RS, dll.
3.4.2 Laporan masyarakat.
3.4.3 Laporan dari pemeriksaan laboratorium.
3.4.4 Laporan dari petugas lapangan.

3.5 Komponen Surveilans Malaria.


3.5.1 Pengumpulan data.
Merupakan komponen yang sangat penting karena kualitas informasi yang diperoleh
sangat ditentukan kualitas data yang dikumpulkan :
3.5.1.1 Pencatatan angka kematian.
3.5.1.2 Laporan penyakit.
3.5.1.3 Laporan hasil pemeriksaan laboratorium.
3.5.1.4 Hasil survey.
3.5.1.5 Pengamatan vektor/reservoir penyakit.

8
3.5.1.6 Laporan wabah/KLB,dll.
3.5.2 Kompilasi, analisis dan interpretasi data.
Data yang telah terkumpul dikompilasi dan dianalisa berdasarkan orang, tempat dan
waktu baik berupa teks, tabel, grafik, spot map, dll.
Tujuannya adalah untuk menjawab pertanyaan seperti apakah terjadi peningkatan
kasus/ KLB atau faktor-faktor yang berpengaruh sehingga dapat diambil tindakan
secara tepat dan cepat.
3.5.3 Penyebaran hasil analisa dan interpretasi.
Hasil analisa dan interpretasi data harus disebarkan pada unit-unit yang
berkepentingan agar dapat dipergunakan untuk perencanaan tindak lanjut.
Penyebaran informasi bisa kepada lintas sektor, lintas program, masyarakat maupun
sebagai feed back pada unit-unit yang mengirimkan laporan.
Bagian ini salah satu komponen terpenting dalam sistem surveilans karena pada
bagian ini biasanya digunakan untuk perencanaan maupun pengambilan keputusan
program kesehatan masyarakat.

3.6 Bentuk Kegiatan Penemuan Penderita Malaria


3.6.1 Penemuan penderita (case detection)
Adalah kegiatan rutin maupun khusus dalam pencarian penderita malaria berdasarkan
gejala klinis, yaitu demam, menggigil, berkeringat, sakit kepala, mual atau muntah
dan gejala khas daerah setempat, melalui pengambilan spesimen darah/sediaan darah
(SD) dan pemeriksaan lainnya terhadap orang yang menunjukkan gejala klinis
malaria tersebut.
3.6.2 Active Case Detection (ACD)
Yaitu upaya penemuan penderita dengan cara petugas/JMD/kader secara aktif
mencari penderita dengan mendatangi rumah penduduk secara rutin dalam siklus
waktu tertentu berdasarkan tingkat insiden kasus malaria di daerah tersebut.
Sasaran:
Semua penderita malaria klinis.
Metode:
Pengambilan sediaan darah tebal pada semua penderita malaria klinis yang ditemukan
dari kunjungan ke rumah penduduk.
Siklus kunjungan ke rumah penduduk:
 Desa kategori High Case Incidence (HCI): kunjungan rumah, 2 minggu sekali.

9
 Desa kategori Middle Case Incidence (MCI): kunjungan rumah, 1 bulan sekali.
 Desa kategori Low Case Incidence (LCI): kunjungan dukuh/dusun/kampung, 1
bulan sekali.
Petugas Pelaksana:
 Juru Malaria Desa (JMD) organik/permanen dan harian lepas.
 Kepala Juru Malaria Desa (KJMD)
Kebutuhan JMD:
 Desa HCI = Jumlah rumah x 2 siklus
40 rumah x 25 hari
 Desa MCI = Jumlah rumah x 1 siklus
40 rumah x 25 hari
 Desa LCI = Jumlah dukuh x 1 siklus
25 hari

Jumlah rumah yang dikunjungi JMD per hari disesuaikan dengan keadaan geografis
daerah.
Kebutuhan KJMD:
Setiap 3 – 5 JMD dibutuhkan 1 KJMD yang dipilih dari JMD yang berpengalaman.
Rincian Kegiatan ACD:
Juru Malaria Desa (JMD):
 Mengunjungi rumah penduduk setiap hari kerja sesuai dengan wilayah dan jadwal
kerjanya, serta mengisi buku sensus kunjungan rumah.
 Membuat sediaan darah semua penderita malaria klinis.
 Mencatat dan menyerahkan sediaan darah yang dibuatnya ke puskesmas wilayah
kerjanya atau ke KJMD.
Kepala Juru Malaria Desa (KJMD):
 Membawa sediaan darah hasil JMD ke puskesmas untuk diwarnai dan diperiksa
oleh mikroskopis puskesmas.
 Bila hasil pemeriksaan sediaan darah positif maka puskesmas memberikan data
tersebut kepada KJMD. KJMD harus melacak penderitanya dan memberikan
pengobatan sesuai jenis plasmodium yang positif kepada penderita tersebut.
 Melakukan penyelidikan epidemiologi untuk mengetahui asal penularan penderita
dan melakukan survey kontak dengan pengambilan sediaan darah dari penghuni 5
rumah disekitarnya (± 25 orang).

10
 Memberitahu setiap JMD yang penderitanya positif agar dilakukan follow up pada
kunjungan berikutnya, secara terjadwal:
Penderia Plasmodium falciparum (+) di follow up pada hari ke 7 dan ke 28 setelah
pengobatan.
Penderita Plasmodium vivax (+) di follow up pada hari ke 7, 28 dan 3 bulan
setelah pengobatan.
Monitoring dan Evaluasi:
Dilakukan oleh puskesmas dan wasor malaria kabupaten/propinsi.
3.6.3 Passive Case Detection (PCD)
Yaitu upaya penemuan penderita secara pasif menunggu penderita datang berobat,
dilakukan oleh petugas kesehatan di unit pelayanan kesehatan.
Sasaran:
Semua penderita malaria klinis dan gagal pengobatan yang datang ke unit pelayanan
kesehatan. Di daerah bebas malaria tidak dilakukan pengambilan sedian darah rutin
tetapi hanya dilakukan pada penderita dengan gejala klinis malaria yang ada riwayat ±
2 minggu yang lalu berada di daerah endemis malaria, dan pada penderita gagal
pengobatan (yang masih kambuh setelah diobati).
Metode:
Pengambilan sediaan darah tebal terhadap semua penderita malaria klinis dan penderita
gagal pengobatan yang datang ke unit pelayanan kesehatan.
Waktu:
Setiap hari kerja unit pelayanan kesehatan setempat.
Pelaksana:
Rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu.
Rincian Kegiatan:
Pelaksanaan penemuan dan pengobatan:
 Semua penderita malaria klinis dan gagal pengobatan yang datang ke unit
pelayanan kesehatan diambil sediaan darahnya. Penderita klinis malaria yang
sediaan darahnya positif diberikan pengobatan sesuai jenis plasmodiumnya.
Penderita gagal pengobatan apabila sediaan darahnya masih positif diberi
pengobatan lini berikutnya.
 Didaerah endemis malaria, dilakukan pemeriksaan limpa kepada semua penderita
umur 2 – 9 tahun yang datang ke unit pelayanan kesehatan untuk mengumpulkan

11
data jumlah penderita dengan pembesaran limpa per desa dalam rangka screening
lokasi desa indeks malariometric survey (MS) dasar.
 Setiap puskesmas di daerah endemis malaria harus mempunyai fasilitas
laboratorium, mikroskop dan petugas mikroskop malaria.
 Apabila di wilayah tersebut tidak ada JMD, maka jumlah sediaan darah yang
dikumpulkan melalui kegiatan PCD tidak boleh < 5 % dari penduduk cakupan
puskesmas pertahun.
Monitoring dan Evaluasi:
Dilakukan oleh pimpinan puskesmas dan wasor malaria kabupaten/kota.
Pencatatan dan Pelaporan:
Laporan bulanan oleh puskesmas ke kabupaten/kota menggunakan formulir laporan
bulanan puskesmas. Dari kabupaten/kota ke propinsi dengan formulir laporan bulanan
kabupaten/kota dan dari propinsi ke pusat dengan formulir laporan tahunan.
3.6.4 Mass Fever Survey (MFS)
Adalah kegiatan pengambilan sediaan darah pada semua orang yang menunjukkan
gejala demam di suatu wilayah. Penderita yang positif malaria langsung diobati sesuai
dengan jenis plasmodium yang ditemukan.
Tujuan :
 Memastikan bahwa desa yang kasusnya nol atau rendah, memang benar-benar
telah mempunyai tingkat transmisi yang rendah.
 Mengintensifkan pencarian dan pengobatan penderita agar reservoir parasit
dilapangan dapat dikurangi. Hal ini dilakukan bila ACD, PCD dan penyelidikan
epidemiologi tidak berhasil menurunkan kasus.
Sasaran:
Semua penderita demam yang ditemukan di dukuh/dusun yang melaporkan
peningkatan kasus malaria klinis.
Metode:
Pengambilan sediaan darah (mikroskopis atau RDT) terhadap semua penderita demam
yang diikuti dengan pemberian obat malaria terhadap penderita yang positif (Mass
Fever Treatment/MFT).
Pelaksana:
Tenaga puskesmas setempat di kabupaten.
Waktu:
 Untuk konfirmasi: pada saat puncak fluktuasi kasus malaria.

12
 Untuk mencegah KLB (SKD KLB): sebelum puncak fluktuasi.
Kriteria Pelaksanaan:
 MFS konfirmasi
Dilakukan bila hasil pemantauan SKD menunjukkan tidak ada kecenderungan
kenaikan penderita di daerah, dengan kriteria:
a. Desa pernah HCI
b. Kondisi lingkungan reseptif
c. Mobilitas penduduk tinggi
d. Daerah dengan surveilans tidak memenuhi standar kunjungan JMD
 MFS khusus
Dilakukan bila pada pemantauan SKD bulanan ada kecenderungan kenaikan
penderita di desa fokus, dengan kriteria:
a. Ditemukan satu kasus indigenous bayi.
b. MOPI kumulatif dua bulan berturut-turut 3 ‰ atau dua kali MOPI bulan
sebelumnya.
Rincian Kegiatan:
 Puskesmas memberitahu desa tentang rencana dan jadwal survey.
 Kepala desa memberitahu warganya tentang rencana survey dan jadwalnya.
 Pelaksana survey oleh puskesmas/kabupaten. Semua penderita demam yang
ditemukan diambil sediaan darahnya, dan diberikan obat anti malaria bila sediaan
darahnya positif.
 Waktu pemeriksaan sediaan darah diharapkan tidak lebih dari 7 hari, untuk
mengurangi transmisi.
3.6.5 Malariometric Survey (MS)
Yaitu kegiatan untuk mengukur endemisitas dan prevalensi malaria di suatu wilayah.
Kegiatan ini digunakan untuk mendapatkan data dasar dan menilai hasil kegiatan dari
program pemberantasan malaria.
Tujuan :
 Menentukan prevalensi malaria di suatu daerah.
 Mendapatkan stratifikasi masalah malaria di suatu wilayah, yaitu dengan
membandingkan endemisitas dan prevalensi malaria di beberapa daerah yang
masing-masing mewakili suatu daerah kesatuan epidemiologi yang berbeda
sehingga dapat dibuat peta endemisitas bagi wilayah tersebut.

13
 Menilai hasil kegiatan di suatu wilayah, misalnya penyemprotan, larvisiding,
pengobatan dan sebagainya, dengan cara membandingkan hasil survey sebelum
dan sesudah pelaksanaan kegiatan.
Jenis Malariometric Survey
 Malariometrik survey dasar (basic): dilakukan sekali saja.
Lokasi:
Dilaksanakan di lokasi indeks, yaitu lokasi yang terletak di desa indeks yang
dianggap mewakili wilayah stratum epidemiologi dimana desa indeks itu berada.
Yang dimaksud wilayah stratum epidemiologi adalah suatu wilayah yang secara
topografi mempunyai ciri-ciri yang sama, misalnya daerah pantai, perbukitan,
pegunungan dan sebagainya. Bila wilayah stratum epidemiologi tersebut
mencakup daerah yang luas maka perlu ditetapkan beberapa desa indeks yang
letaknya tersebar supaya dapat diperoleh gambaran situasi malaria yang lebih
baik. Sedangkan lokasi indeks adalah suatu wilayah kampung/dusun atau
kelompok rumah yang menurut laporan puskesmas atau kepala desa setempat
menunjukkan penderita paling banyak.
Waktu Pelaksanaan MS Dasar:
Dilaksanakan pada saat prevalensi malaria mencapai puncak (point prevalence).
Untuk mengetahui puncak tersebut, digunakan beberapa indikator:
a. Angka klinis malaria di suatu daerah yang dikumpulkan oleh unit pelayanan
kesehatan setempat secara teratur setiap bulan. Berdasarkan data yang
dikumpulkan pada tahun-tahun sebelumnya (sedikitnya 3 tahun), dapat
diperkirakan pada bulan apa puncak angka klinis malaria itu terjadi.
Malariometric survey dilakukan pada bulan yang diperkirakan jumlah
penderita malaria klinisnya paling tinggi (cukup sekali setahun).
b. Angka Slide Positivity Rate (SPR) pada unit pelayanan kesehatan yang
melakukan pemeriksaan sediaan darah malaria. Survey dilaksanakan saat SPR
mencapai angka tertinggi.
c. Angka kepadatan vektor yang diperoleh dari penyelidikan entomologi secara
teratur setiap bulan sekali selama satu tahun. Malariometric survey
dilaksanakan sekitar 1 – 1,5 bulan sesudah kepadatan vektor tertinggi dicapai.
d. Angka Infant Parasite Rate (IPR) yang merupakan indeks transmisi
dikumpulkan sebulan sekali, sekali dalam satu tahun. Angka ini diperoleh
melalui pengumpulan sediaan darah bayi umur 0 – 1 tahun. Malariometric

14
dilakukan pda waktu angka IPR paling tinggi. Cara ini paling tepat tetapi
dalam pelaksanaannya banyak dijumpai hambatan dalam pengambilan sediaan
darah bayi.
Sasaran MS Dasar:
 Semua anak umur 0 – 9 tahun, diambil sediaan darahnya.
 Semua anak umur 2 – 9 tahun, diperiksa limpanya.
Jumlah anak yang diperiksa adalah semua anak yang ada di lokasi indeks, terletak
di desa indeks yang terpilih mewakili suatu stratum epidemiologi.
Pelaksana MS Dasar:
Tim malariometric survey terdiri dari petugas puskesmas dan kabupaten, salah
seorang diantaranya adalah mikroskopis.
 Malariometrik survey lanjutan (evaluasi): dilakukan berulang-ulang.
Lokasi:
Dilaksanakan di lokasi indeks yang terletak di desa yang mendapat
menyemprotan rumah (IRS). Lokasi indeks dipilih karena menurut laporan
puskesmas, kepala desa dan penduduk setempat, di lokasi tersebut paling banyak
ditemukan penderita malaria.
Waktu Pelaksanaan MS Evaluasi:
Kegiatan MS evaluasi dilakukan pada periode yang sama dengan MS dasar. MS
evaluasi dilakukan berulang-ulang sampai pemberantasan vektor di daerah
tersebut dihentikan.
Lokasi dan Sasaran MS Evaluasi:
 Di wilayah unit pemukiman transmigrasi (UPT)
Lokasi indeks adalah suatu wilayah RT yang dipilih karena menurut laporan
puskesmas, kepala desa, kepala UPT dan penduduk setempat, di lokasi tersebut
paling banyak ditemukan penderita malaria.
Sasaran adalah semua anak umur 0 – 9 tahun di RT tersebut sampai mencapai
100 anak diambil sediaan darahnya. Bila jumlahnya belum mencukupi, ulangi
kegiatan pengambilan sediaan darah itu pada anak-anak di semua RT yang
berbatasan. Setiap kali perpindahan RT, semua anak disitu harus diperiksa,
dalam hal ini ada kemungkinan jumlah anak yang diperiksa melebihi 100 anak.
Bila seluruh RT di UPT tersebut telah diperiksa dan jumlah anak kurang dari
100 orang maka survey dihentikan dan dianggap selesai, tidak perlu pindah
UPT.

15
 Diluar wilayah UPT
Bila suatu desa disemprot maka perlu dilakukan MS Evaluasi. Caranya
adalah sebagai berikut:
a. Tentukan dulu dusun/kampung/kelompok rumah yang menurut
laporan puskesmas, kepala desa, dan penduduk setempat, di lokasi tersebut
paling banyak ditemukan penderita malaria.
b. Anak umur 0 – 9 tahun di dusun tersebut sampai mencapai 100
anak diambil sediaan darahnya. Bila jumlahnya belum mencukupi, ulangi
kegiatan pengambilan sediaan darah itu pada anak-anak di semua dusun yang
berbatasan. Setiap kali perpindahan dusun, semua anak disitu harus
diperiksa, dalam hal ini ada kemungkinan jumlah anak yang diperiksa
melebihi 100 anak.
c. Tidak perlu berpindah dusun meskipun jumlah anak yang
diambil sediaan darahnya kurang dari 100, bila dusun perbatasan yang
terdekat jaraknya > 2 kilometer.
Pelaksana MS Evaluasi:
Sama dengan pelaksana malariometric survey dasar.
Pencatatan dan Pelaporan Survey:
Petugas/tim pelaksana survey membuat laporan dengan menggunakan formulir
yang telah ditentukan.
Cara Pemeriksaan Malariometric Survey
a. Survey Limpa
Pada infeksi tunggal malaria, limpa dapat membesar (splenomegali) tetapi
dengan pengobatan yang adekuat limpa dapat mengecil kembali ke ukuran
normal dalam waktu yang singkat. Bila infeksi malaria terjadi berulang-
ulang tanpa diobati secara benar hingga limpa membesar, akan sulit kembali
mengecil ke ukuran normal. Pada umumnya pembesaran limpa seperti inilah
yang ditemukan pada waktu malariometric survey. Pembesaran limpa dapat
juga disebabkan karena penyakit lain, misalnya schistosomiasis, kalaazar,
dan sebagainya.
Cara pemeriksaan limpa:
Ada dua cara untuk memeriksa limpa, yaitu penderita dalam posisi berbaring
dan posisi berdiri. Pada posisi berbaring, penderita berbaring telentang
dengan kedua lutut dilipat. Posisi demikian dimaksudkan agar otot-otot

16
dinding perut dalam keadaan relaksasi (mengendur) yang maksimal. Pada
posisi berdiri, otot dinding perut tidak dalam keadaan relaksasi yang optimal
karena pengaruh penekanan diafragma. Untuk itu pemeriksaan limpa dengan
posisi berbaring lebih dianjurkan karena lebih mudah dan lebih teliti.
Cara pemeriksaan adalah sebagai berikut:
- Telapak tangan kiri pemeriksa jari-jarinya dirapatkan, diletakkan di daerah
ginjal kiri dibawah iga XI dan iga XII.
- Tangan kiri tersebut menekan dinding belakang perut ke depan, sehingga
pembesaran rongga dada pada waktu menarik napas dapat dibatasi.
- Tangan kanan pemeriksa dengan jari yang dirapatkan dan ujung jari agak
membengkok ke arah abdomen, menekan ujung abdomen. Posisi jari tegak
lurus dengan arcus costae (batas bawah iga bagian depan/dada).
- Pencarian tepi limpa dilakukan pada garis medio klavikularis.
- Bila limpa tidak teraba pada pernapasan biasa, penderita disuruh
mengambil napas dalam. Limpa yang teraba pada pemeriksaan dengan
napas dalam inipun diperhitungkan pula.
Tingkat pembesaran limpa:
Tingkat pembesaran limpa ditentukan oleh titik terendah dari proyeksi limpa
dan bukan dari kedudukan apeks (puncak) nya. Splenomegali dalam survey
diukur berdasarkan sistim Hackket, sebagai berikut:
Gambar: Pengukuran splenomegali dengan sistim Hackket

17
Tabel 1: Keterangan gambar pembesaran limpa

Pembesaran Limpa Keterangan


H0 Limpa tidak teraba meskipun dengan
pernapasan dalam
H1 Limpa teraba pada pernapasan dalam
Limpa teraba pada pernapasan biasa,
H2 tetapi proyeksinya tidak melebihi garis
horizontal yang ditarik melalui
pertengahan arcus costae ingá
umbilikus, yang diukur pada garis medio
klavikularis kiri
H3 Limpa teraba di bawah garis horizontal
yang melalui umbilikus
H4 Limpa teraba di bawah garis horizontal
yang melalui umbilikus tetapi tidak
melewati garis horizontal yang ditarik
melalui pertengahan umbilikus dan
simfisis pubis
H5 Limpa teraba di bawah garis horizontal
yang ditarik melalui pertengahan
umbilikus dan simfisis pubis

Golongan umur yang diperiksa:


Pemilihan kelompok umur dalam survey limpa penting karena imunitas
terhadap malaria di daerah endemis meningkat sesuai umur. Pada awal survey
limpa dianjurkan untuk memeriksa golongan umur 2 – 9 tahun karena
golongan umur ini merupakan kelompok yang peka terhadap malaria.
Golongan di bawah 2 tahun tidak diperiksa karena pada golongan ini terutama
pada bayi (dibawah usia 1 tahun) limpa sering teraba (Hackket) meskipun
tidak terinfeksi malaria. Pada daerah yang endemisitasnya tinggi, golongan
umur 10 tahun perlu diperiksa untuk membedakan sutatu daerah hiperendemis
atau holoendemis.
Hasil Survey Limpa:

18
a. Spleen Rate (SR):
Adalah persentase dari orang yang membesar limpanya terhadap orang
yang diperiksa.
Jumlah anak (2 – 9 tahun) dengan limpa membesar
SR= X 100 %
Jumlah anak (2 – 9 tahun) yang diperiksa limpanya
b. Average Enlarged Spleen Rate (AES):
Adalah rata-rata pembesaran limpa dari orang yang membesar limpanya.
Cara menghitung:
Jumlah orang yang limpanya membesar pada tiap ukuran limpa dikali ukuran
pembesaran limpa pada suatu golongan umur, dibagi jumlah orang yang
limpanya membesar pada golongan umur tersebut.

Contoh: Tabel 2: Hasil pemeriksaan survey limpa

Golongan Jumlah Jumlah orang (n) nxs ∑ ns =


s :
umur diperiksa menurut kelas AES
kelas
pembesaran limpa (s) N
0 1 2 3 4 1 2 3 4
5 5
2 – 4 th 369 226 91 30 13 91 60 39 32 227 =
8 1 5 1,6
143
5 – 9 th 314 169 98 34 10 98 68 30 12 208 =
3 0 0 1,4
145
10 – 14 945 409 318 151 48 318 302 144 846 =
th 13 6 52 30 1,6
536
15 th 347 166 121 46 10 121 92 30 259 =
4 0 16 0 1,4
181
Jumlah 1975 970 628 261 81 628 522 243 1540 =
28 7 112 35 1,5
1005
pembesaran limpa dari 1 s/d 5

19
n : jumlah orang menurut kelas pembesaran limpa
N : jumlah orang dengan limpa membesar

Dari contoh diatas, cara perhitungannya adalah sebagai berikut:


SR (2 – 4 tahun)= 91 + 30 + 13 + 8 + 1 x 100 % = 38,8 %
369

SR (2 – 9 tahun)= 143 + 145 x 100 % = 42,2 %


369 + 314

AES (2 – 9 tahun)= 227 + 208 = 435 = 1,5


143 + 145 288

Tingkat endemisitas penyakit malaria


Tingkat endemisitas penyakit malaria di suatu daerah ditentukan oleh nilai spleen rate yang
ada di daerah tersebut. WHO mengklasifikasikan daerah endemis menjadi 4 tingkatan, yaitu
seperti pada tabel 3:

Tabel 3: Klasifikasi daerah endemis menurut WHO

Nilai Spleen Rate Tingkat Endemisitas


Pada Golongan Umur 2 – 9
Tahun
0 – 10 % Hipoendemis
11 – 50 % Mesoendemis
> 50 % Hiperendemis
Spleen rate orang dewasa : tinggi
> 75 % Holoendemis
Spleen rate orang dewasa : rendah

Catatan:
 Imunitas orang dewasa di daerah hiperendemis belum setinggi di daerah
holoendemis. Pada daerah holoendemis, bila orang dewasa kita periksa
justru banyak yang menunjukkan tidak adanya parasit atau pembesaran
limpa.

20
 Kelemahan survey limpa:
- Di daerah yang pembesaran limpanya diperkirakan banyak disebabkan
oleh penyakit lain selain malaria, maka spleen rate tidak dapat
digunakan untuk mengukur endemisitas malaria.
- Pembesaran limpa maupun pengecilannya berlangsung lambat sehingga
spleen rate tidak dapat digunakan untuk mengukur transmisi yang
sedang berlangsung.
- Penggunaan obat-obat malaria memberikan hasil yang bervariasi pada
proses pengecilan limpa.
b. Survey Darah
Mengenai cara pembuatan sediaan darah, pewarnaan dan pemeriksaan diuraikan
pada buku Pedoman Laboratorium.
Golongan umur yang diperiksa:
Pada survey darah, golongan umur yang diperiksa adalah 0 – 9 tahun. Dengan
pengelompokan umur sebagai berikut:
0 – 11 bulan
12 – 23 bulan
2 – 4 tahun
5 – 9 tahun
Bila yang diperiksa pada golongan umur diatas 9 tahun maka dikelompokkan
menjadi 10 – 14 tahun dan 15 tahun keatas. Seperti halnya pada pemeriksaan
limpa, pada pemeriksaan darah pun diprioritaskan pada golongan umur yang peka
terhadap penyakit malaria. Pemeriksaan pada bayi (dibawah 1 tahun) sangat
penting artinya karena adanya penderita pada golongan umur ini menunjukkan
bahwa di daerah tersebut sedang terjadi transmisi (penularan) karena penularan
secara transfusi dan kongenital/bawaan sangat jarang terjadi.
Hasil survey darah:
a. Parasite Rate (PR)
Adalah persentase dari orang yang dalam darahnya ditemukan parasit malaria
terhadap orang yang diperiksa pada suatu saat.

Jumlah sediaan darah (SD) positif


Parasite Rate= X 100 %
Jumlah SD yang diperiksa

21
Untuk lebih jelasnya, parasite rate yang dimaksud di dalam penulisan
sebaiknya diberikan keterangan dibelakangnya, misalnya PR (10 – 14 th)
berarti PR pada golongan umur 10 – 14 tahun. PR (total) berarti pada
golongan semua umur (dari 0 th – dewasa). Parasite Rate pada golongan umur
1 – 9 tahun disebut Children Parasite Rate (CPR).
b. Infant Parasite Rate (IPR)
Adalah persentase dari bayi (0 – 11 bulan) yang didalam darahnya ditemukan
parasit malaria terhadap bayi yang diperiksa.

Jumlah SD (0 – 11 bulan) positif


IPR = X 100 %
Jumlah SD (0 – 11 bulan) diperiksa

Infant Parasite Rate disebut juga Indeks Transmisi (indeks penularan). Indeks
ini sangat penting artinya untuk penilaian hasil upaya pemberantasan malaria,
karena adanya penderita pada bayi menunjukkan masih adanya penularan
didaerah tersebut. Sebaliknya, apabila IPR = 0 tidak berarti bahwa didaerah
tersebut tidak ada penularan.
c. Parasite Formula
Adalah persentase dari salah satu spesies terhadap jumlah seluruh sediaan
darah yang positif.

Jumlah Pf positif + infeksi campuran


Parasite Formula = X 100 %
P. falciparum Jumlah SD positif

Adanya Plasmodium falciparum yang dominan di suatu daerah memperkuat


indikasi bahwa di daerah itu sedang terjadi transmisi.

Contoh perhitungan seperti pada tabel 4

Tabel 4: Hasil pemeriksaan survey darah

22
Golongan Jumla Jum- Species
Campuran
umur h lah
P P P P
Pf Pv Pm Po
Diperi positi
(f.v (f.m) (v.m (f.v.m
ksa f
) ) )
0 – 11 bulan 20 8 4 3 1 0 0 0 0 0
12 – 23 25 12 6 4 1 0 1 0 0 0
bulan 60 18 8 8 0 0 2 0 0 0
2 – 4 tahun 175 30 14 12 0 0 4 0 0 0
5 – 9 tahun 200 50 21 24 2 0 3 0 0 0
10 – 14 120 32 17 9 2 0 4 0 0 0
tahun
≥ 15 tahun
TOTAL 600 150 70 60 6 0 14 0 0 0

IPR = 8 x 100 % = 40 %
20

PR = 8 + 12 + 18 + 30 x 100 % = 24,3 %
(0 – 9 th) 20+25+60+175

PR = 150 x 100 % = 25 %
(Total) 600

Parasite Formula = 70 + 14 x 100 % = 56 %


P. falciparum 150
3.6.6 Mass Blood Survey
Adalah upaya pencarian dan penemuan penderita malaria melalui survei di daerah
endemis malaria tinggi yang penduduknya tidak lagi menunjukkan gejala spesifik
malaria.
Pengertian:
Survei Darah Massal (SDM), biasa dikenal dengan Mass Blood Survey (MBS), adalah
upaya pencarian dan penemuan kasus malaria melalui pemeriksaan darah pada semua
penduduk di daerah endemis dan daerah yang diduga endemis malaria.

23
Tujuan:
 Tujuan umum:
Menemukan dan mengobati seluruh penderita malaria pada tempat dan waktu
tertentu.

 Tujuan Khusus:
a. Mencari dan menemukan kasus malaria secara massal di daerah endemis dan
daerah yang di duga endemis malaria.
b. Mencari dan menemukan kasus malaria di daerah endemis tinggi dimana
penderita tidak lagi menunjukkan gejala klinis malaria yang spesifik.
c. Mencari dan menemukan penderita malaria di daerah yang belum terjangkau
oleh unit pelayanan kesehatan.
d. Mencari dan menemukan penderita malaria di daerah yang sedang terjadi
peningkatan kasus.
e. Meningkatkan cakupan pengobatan penderita malaria dengan konfirmasi
laboratorium.
f. Membantu memutuskan rantai penularan malaria.
Sasaran:
Semua penduduk yang ada di lokasi kegiatan.
Metode:
a. Penentuan lokasi
- Lokasi ditentukan berdasarkan hasil analisis data kasus puskesmas
perdesa 3 – 5 tahun terakhir. Dipilih desa dengan kasus malaria tertinggi.
- Lokasi dapat pula ditentukan berdasarkan laporan masyarakat dimana
banyak ditemukan penderita demam yang dicurigai malaria.
- Di daerah yang sedang terjadi KLB.
b. Pengambilan dan pemeriksaan darah dapat dilakukan secara:
- Rapid Diagnostic Test (RDT).
- Mikroskopik.

c. Pengobatan pada penderita yang positif malaria


- Malaria falciparum.
- Campuran malaria falciparum dan non falciparum.
- Malaria non falciparum.

24
Waktu:
Pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan pada beberapa kondisi:
 Idealnya dilaksanakan pada saat puncak kasus.
 Pada keadaan tertentu (survei khusus).
Pengorganisasian:
Perencanaan:
 Tenaga
Pelaksana kegiatan adalah petugas kesehatan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat, yaitu:
a. Petugas Kabupaten/Kota: Pengelola P2 Malaria atau Mikroskopis (satu orang).
b. Petugas Puskesmas: Pengelola P2 Malaria dan atau Mikroskopis (dua orang).
c. Pembantu survei: kader posmaldes dan atau pamong desa setempat (dua
orang).
d. Jika diperlukan dapat ditambah satu atau dua orang tenaga pendamping baik
dari Pusat maupun dari Propinsi.
 Pembiayaan, meliputi:
a. Uang harian.
b. Transport antar daerah, transport lokal dan transport daerah sulit.
c. Akomodasi.
d. Bahan, alat dan obat.

 Logistik
a. Perencanaan kebutuhan:
- Jumlah alat dan bahan laboratorium dihitung sesuai dengan jumlah
populasi yang akan dilakukan SDM ditambah toleransi 10%.
- Jumlah obat yang disediakan adalah 25% dari populasi ditambah toleransi
10%.
b. Bahan:
- Rapid Diagnostic Test (RDT)
- Object glass/kaca sediaan
- Blood lancet
- Kapas
- Alkohol 70%
- Spidol tahan air

25
- Sarung tangan karet
- Giemsa stock
- Aquades
- Anisol/minyak imersi
- Methanol
- Tissue
- Kertas lensa
- Format SDM1 dan SDM2
- Potongan kertas untuk nomor urut
c. Alat:
- Mikroskop
- Gelas ukur
- Tabung ukur 10 cc dan 100cc
- Rak pewarnaan
- Slide box
- Tempat pengeringan slide darah
- Pipet tetes
- Timer Bell
- Botol tetes
- Map slide
d. Obat anti malaria:
- Artesunat – amodiakuin (ACT)
- Primakuin
- Kina
Pelaksanaan:
 Persiapan di lapangan:
a. Koordinasi dengan pihak terkait di lokasi survei.
b. Pelatihan singkat.
c. Menentukan jadwal kegiatan.
d. Pembagian tugas (pembantu survei, petugas pencatat, petugas pengambil darah,
mikroskopis, pengawas, tenaga pendamping)
 Pelaksanaan di lapangan
a. Saat pengambilan darah
Tugas pembantu survei:

26
- Mengumpulkan dan memanggil warga yang belum datang.
- Mengatur urutan orang yang akan diambil darahnya.
Tugas pencatat survei:
- Mencatat identitas orang yang akan diambil darahnya
- Dicatat pada form SDM1 (MBS 1).
- Menuliskan nama (atau nomor urut) dan tanggal saat
pemeriksaan pada kaset RDT atau object glass/kaca sediaan.
- Merekap hasil pemeriksaan.
Tugas pengambil dan pemeriksa darah:
Mengambil darah dari jari secara steril, kemudian diperiksa dengan RDT atau
dibuat sediaan darah untuk diperiksa menggunakan mikroskop.
Dengan cara RDT:
- Satu RDT digunakan untuk satu orang.
- Mencatat waktu (jam dan menit) sesaat setelah meneteskan larutan buffer
pada kaset RDT.
- Mengamati hasil positif/negatif pada RDT sesuai waktu yang ditetapkan.
- Menyerahkan hasil RDT pada petugas pencatat.
- Untuk memastikan sensitivitas dari RDT perlu dilakukan cross check.
Misalnya, dari 10 orang yang diperiksa darahnya, diambil satu orang secara
acak untuk dibuat sediaan darah (SD) pada object glass dan diperiksa dengan
mikroskop. SD untuk cross check dapat disesuaikan dengan jumlah orang
yang diperiksa.
Secara mikroskopik:
- Setiap orang yang diambil darahnya dibuat sediaan darah pada object glass.
- Membuat SD tebal dan tipis.
- Mewarnai SD.
- Memeriksa SD secara mikroskopik.
- Memberikan hasil pemeriksaan SD kepada petugas pencatat.
Tugas pemberi obat:
- Memberikan pengobatan dengan ACT pada penderita yang
ditemukan positif termasuk ibu hamil trimester 2 dan 3. Obat ACT diberikan
bersama primakuin, kecuali pada ibu hamil dan anak usia kurang dari 1 tahun.
- Untuk ibu hamil trimester 1 menggunakan kina
- Memberi petunjuk cara minum obat

27
b. Memproses hasil SDM
Petugas Puskesmas:
- Merekap data hasil SDM di tingkat desa ke dalam formulir SDM 2 (MBS 2).
- Mengirim form SDM 2 ke Kabupaten/Kota dan diteruskan secara berjenjang
sampai ke tingkat Pusat.
- Membuat laporan hasil SDM 2 dibantu oleh tenaga pendamping.
Tenaga pendamping
Membimbing petugas Kabupaten dan Puskesmas dalam analisis data hasil SDM,
dan membuat peta endemis malaria yang dilengkapi angka parasite rate (PR) 0-9 %
Pelaporan:
 Hasil kegiatan dilaporkan dengan melampirkan formulir–formulir SDM yang
tersedia.
 Laporan dikirim ke Kabupaten dan diteruskan secara berjenjang sampai ke tingkat
Pusat.
3.6.7 Surveilans Migrasi
Adalah kegiatan pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang menunjukkan
gejala klinis malaria yang datang dari daerah endemis malaria. Kegiatan ini dilakukan
terutama di desa yang reseptif dan diketahui penduduknya banyak melakukan migrasi
ke darah endemis malaria.
Merupakan bagian dari program surveilans malaria, yaitu suatu strategi program
peningkatan kewaspadaan terhadap timbulnya malaria.
Sasaran:
Orang-orang yang menunjukkan gejala klinis malaria yang baru datang dari daerah
endemis malaria. Kegiatan ini dilakukan terutama didesa reseptif dan diketahui
penduduknya banyak melakukan migrasi ke daerah endemis malaria.
Metode:
Pengambilan sediaan darah terhadap penduduk dengan gejala klinis malaria. Bila
positif, diberikan pengobatan sesuai plasmodium yang ditemukan.
Pelaksana:
JMD dalam kegiatan ACD dan petugas puskesmas.
Waktu:
Sesuai dengan jadwal kunjungan JMD atau setiap hari kerja unit pelayanan
kesehatan/puskesmas dengan memperhatikan pola musim migrasi penduduk.

28
(Misalnya: menjelang lebaran banyak penduduk pulang kampung dan sebagian
mungkin ada yang datang dari darah endemis malaria).
Kegiatan:
 Melalui instruksi Bupati/Walikota diharapkan pamong desa/kelurahan membantu
memberikan informasi ke puskesmas atau JMD tentang adanya pendatang atau
warga desa yang baru kembali dari daerah endemis malaria.
 Melalui penyuluhan oleh pamong desa/kelurahan, para pendatang dan warga yang
baru tiba itu dimotivasi untuk memeriksakan darahnya ke puskesmas atau ke
JMD/KJMD.
 Dengan menggunakan form kasus, diajukan pertanyaan kepada para pendatang
untuk mendapatkan keterangan tentang riwayat penyakitnya dan untuk menjaring
kawan pendatang lainnya.
 Pendatang dengan gejala klinis malaria sesudah pulang dari daerah endemis, atau
pernah mengalami gejala klinis sebelum kembali, diambil sediaan darahnya dan
dilakukan tindak lanjut seperti pada kegiatan ACD.
3.6.8 Kontak Survey
Merupakan kegiatan pengambilan sediaan darah pada orang-orang yang tinggal
serumah dengan penderita positif malaria dan atau orang-orang yang berdiam di dekat
tempat tinggal orang yang menderita malaria (berjarak ± 5 rumah disekitar rumah
penderita malaria).
Merupakan bagian dari kegiatan penyelidikan epidemiologi pada penderita positif
malaria dan diberikan pengobatan pada ACD.
Tujuan:
Untuk mengetahui apakah kasus positif yang ditemukan itu telah menularkan
penyakitnya pada orang-orang yang tinggal serumah atau tinggal berdekatan dengan
rumah penderita.
Metode:
Melakukan pengambilan sediaan darah dari penghuni 5 rumah di sekitar rumah
penderita (± 25 orang).
Monitoring dan Evaluasi:
Puskesmas bersama dengan wasor malaria kabupaten/propinsi.

G. Tujuan Penemuan Penderita Malaria

29
1. Menemukan penderita secara dini untuk dapat segera dilakukan pengobatan yang
diperlukan. Pengobatan yang segera dilakukan ini selain akan melepaskan penderita dari
penyakiitnya, juga mengurangi kemungkinan terjadinya penularan penyakit malaria
kepada orang lain.
2. Memantau fluktuasi malaria, MOPI (Monthly Parasite Incidence), MOMI
(Monthly Malaria Incidence), kasus bayi, kasus indigenous dan prosentase Plasmodium
falciparum pada daerah dan waktu tertentu.
3. Alat bantu untuk menentukan musim penularan.
4. Menilai hasil kegiatan pemberantasan disuatu wilayah.
5. Peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya KLB (SKD-KLB).

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

30
Penyakit malaria sebagai penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB perlu
diperhatikan dan diamati secara kontinyu, supaya tidak berpotensi menimbulkan KLB. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu sistem surveilans, untuk mendeteksi malaria secara
dini.Sehingga dapat digunakan untuk menentukan upaya penganggulangan yang efektif dan
efisien.
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria terus dilakukan
melalui program pemberantasan malaria, yang meliputi diagnosa dini dan pengobatan tepat,
serta pemantauan, pencegahan dan penanggulangan KLB malaria secara dini.

DAFTAR PUSTAKA

Buletin jendela data dan informasi kesehatan, Epidemiologi malaria di Indonesia,Volume


I,Kemenkes RI,Tahun 2011.

Depkes RI, Ditjen. P2PL, Dit. P2B2, Pedoman Teknis Penemuan Penderita Malaria, Jakarta,
2007.

Kepmenkes No.275/Menkes/SK/III/2007, Dirjen PPM & PL, Depkes RI Tahun 2007

31
Undang-undang RI No.4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Dirjen PPM & PL,
Depkes RI, tahun 2004

32

Anda mungkin juga menyukai