TINJAUAN TEORI
1.1.2 Etiologi
1) Kekerasan langsung
Terkena pada bagian langsung trauma
2)Kekerasan tidak langsung
Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
3)Kekerasan akibat tarikan otot
4)Pathologis ( osteoporosis )
1.1.3 Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis ,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
1
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a. Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
2
a. Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
3
1.1.5 Patofisiologi
Terbuka Tertutup
Kontaminasi
Kerusakan integritas
Risti infeksi kulit
Gangg. Pemenuhan ADL
1.1.6 Komplikasi
1) Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
4
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan
dari luar seperti gips dan bebatan yang terlalu kuat.
3. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
5
(3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
(Black, J.M, et al, 1993).
1.1.8 Penatalaksanaan
1. Reduksi, untuk memperbaiki kesegarisan tulang (menarik)
2. Immobilisasi, untuk mempertahankan posisi reduksi dan memfasilitasi
union (eksternal gips, traksi, fiksasi eksternal. Internal nail &
plate).
3. Rehabilitasi, mengembalikan ke fungsi semula.
6
Kebas / kesemutan (parestesis).
Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi.
4) Blader
Sulit BAK karena menahan nyeri dan imobilisasi, kesulitan melakukan
kebutuhan ADL
5) Bowel
Normal, beberapa klien mengeluh sulit BAB karena konstipasi akibat bed
rest yang lama dan imobilisasi
6) Bone
Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna.
Deformitas lokal; angulasi abnomal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi
berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri / ansietas atau trauma lain)
Pembengkakan lokal (dapat meningkatkan secara bertahap / tiba – tiba)
7
b. Perubahan pada tonus ott
c. Tingkah laku distraksi atau gelisah
(3) Keamanan
d. Trauma pada jaringan lunak
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh
8
R : Membantu proses pem-bekuan darah dan untuk menghentikan
perdarahan.
7. Pemeriksaan laborato- rium (Hb, Ht)
R : Untuk mengetahui kadar Hb, Ht apakah perlu transfusi atau tidak.
Diagnosa 2
Nyeri berhubungan dengan geseran/pergerakan fragmen tulang.
Data penunjang :
a. Nyeri saat digerakkan
b. Bengkak pada lokasi fraktur.
c. Spasme otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri
berkurang, dan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
1. Klien tidak mengeluh nyeri.
2. Pembengkakan hilang atau berkurang.
3. Otot relaksasi
Intervensi Keperawatan
1. Observasi karakteristik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan
menggunakan skala nyeri (0-10)
R : Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis
tindak annya
2. Mempertahankan immobilisasi (back slab)
R : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka
3. Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
R : Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri
4. Menjelaskan seluruh prosedur di atas
R : Untuk mempersiapkan mental serta agar pasien berpartisipasi pada
setiap tindakan yang akan dilakukan
5. Pemberian obat-obatan analgesik
R : Mengurangi rasa nyeri
Diagnosa 3
Potensial infeksi berhubungan dengan adanya luka fraktur terbuka.
Data penunjang :
Adanya luka pada daerah fraktur.
9
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam infeksi
tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1. Penyembuhan luka sempurna.
2. Tidak ada tanda infeksi.
3. Bagian yang fraktur/luka dapat berfungsi seperti semula
Intervensi Keperawatan :
1. Observasi keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema,
rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
R : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi
2. Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
R : Meminimalkan terjadinya kontaminasi
3. Merawat luka dengan menggunakan tehnik aseptic
R : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang
4. Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak, edema
lokal, eritema pada daerah luka.
R : Merupakan indikasi adanya osteomilitis
5. Pemeriksaan darah : leokosit
R : Lekosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi
6. Pemberian obat-obatan :
antibiotika dan TT (Toksoid Tetanus)
R : Untuk mencegah kelanjutan terjadinya infeksi. dan pencegahan tetanus
7. Persiapan untuk operasi sesuai indikasi
R : Mempercepat proses penyembuhan luka dan dan penyegahan
peningkatan infeksi.
Diagnosa 4
Ansietas b/d adanya ancaman terhadap konsep diri/citra diri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, klien
memiliki rentang respon adaptif
Kriteria Hasil :
1. Tampak relaks dan melaporkan ansietas menurun sampai dapat
ditangani.
2. Mengakui dan mendiskusikan rasa takut.
3. Menunjukkan rentang perasaan yang tepat.
10
Intervensi keperawatan :
1. Dorong ekspresi ketakutan/marah
R : Mendefinisikan masalah dan pengaruh pilihan intervensi.
2. Akui kenyataan atau normalitas perasaan, termasuk marah
R : Memberikan dukungan emosi yang dapat membantu klien melalui
penilaian awal juga selama pemulihan
3. Berikan informasi akurat tentang perkembangan kesehatan.
R : Memberikan informasi yang jujur tentang apa yang diharapkan
membantu klien/orang terdekat menerima situasi lebih evektif.
4. Dorong penggunaan manajemen stres, contoh : napas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
R : membantu memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi,
dan meningkatkan penigkatan kemampuan koping
Diagnosa 5
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan fungsi gerak akibat
fraktur
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan perbaikan mobilitas fisik
Kriteria Hasil :
1) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
fraktur
2) Dapat melakukan aktivitas secara mandiri/bertahap
3) Menunjukkan perbaikan nilai MMT
Intervensi dan Rasional :
1) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring).
R : Menurunkan resiko terjadinya trauma atau iskemia jaringan.
2) Mulailah melakukan latihan rentang gerak pasif pada ekstremitas yang sakit
R : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
3) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada lengan
R : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku
4) Berikan tempat tidur dengan matras bulat (seperti tempat tidur listrik)
R : meningkatkan distribusi merata berat badan yang menurunkan tekanan
pada tulang-tulang tertentu
5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan analgesik
R : Mengurangi rasa nyeri sehingga dapat merasa lebih nyaman dalam
melakukan mobilisasi.
11
DAFTAR PUSTAKA
Black, J.M, et al, 1993. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3 Jakarta : EGC
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis
Company.
Smelter & Bare, 2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 4. Jakarta : Rineka
Cipta
12