Di susun oleh :
40220004
TAHUN 2020
BAB I
LAPIRAN PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Fraktur adalah patah atau retak pada tulang yang utuh. Biasanya fraktur
disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik
berupa langsung dan trauma tidak langsung ( Black dan Hawks, 2014).
Close fraktur adalah terputusnya kontinuitas fragmen tulang yang tidak menegenai
jaringan kulit dan tidak tampak dari luar.
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan
oleh trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), kelelahan otot,
kondisi – kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/ steoporsis ( Black dan Hawks,
2014).
B. KLASIFIKASI
1. Incmplit
Faktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.
2. Complit
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang dan fagmen tulang biasanya berubah tempat atau bergeser ( bergeaser dari
posisi normal ).
3. Tertutup ( simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka ( compound)
Faktur tulang meluas melwati otot dan adanya perlukaan di kulit yang terbagi
menjadi 3 derajad:
Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, keruskan pada jaringan lunak sedikit, tidak
ada remuk, faktur sederhana atau kominutif ringan dan kontaminasi minimal.
Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
faktur kominutuf sedang, dan kontaminasi sedang.
Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas ( struktur kulit, otot, dan
neurovaskulier) serta kontaminasi derajad tinggi.
C. ETIOLOGI
Etiologi dari fraktur menurut (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014) yaitu :
1. Cidera atau benturan (jatuh pada kecelakaan)
2. Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah oleh
karena tumor, kanker dan osteoporosis
3. Fraktur karena letih
4. Fraktur beban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang-orang yang baru saja
menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru diterima dalam angkatan
bersenjata atau orang-orang yang baru mulai latihan lari.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014)
1. Deformitas Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas
pada lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur
dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan
serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
4. Spasme otot Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk
mengurangi gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing
klien. Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini
terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada
struktur sekitarnya.
6. Ketegangan Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur
atau karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasi Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian
tengah tulang atau gesekan antar fragmen fraktur.
9. Perubahan neurovaskular Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf
perifer atau struktur vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas
atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
10. Syok Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
E. PATOFISIOLOGI
Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya
retak saja bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan mobil, maka
tulang dapat pecah berkepingkeping. Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada
ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen
fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat
bahkan mampu menggeser tulang besar, seperti femur. Walaupun bagian proksimal
dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun bagian distal dapat bergeser karena
faktor penyebab patah maupun spasme pada otot-otot sekitar. Fragmen fraktur dapat
bergeser ke samping, pada suatu sudut (membentuk sudut), atau menimpa segmen
tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah.
F. PENATALAKSANAAN
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi semula dan
mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang.
1. Proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi, misalnya menggunakan mitela.
Biasanya dilakukan pada fraktur iga dan fraktur klavikula pada anak.
2. Imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya dilakukan pada patah tulang tungkai
bawah tanpa dislokasi.
3. Reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya
dilakukan pada patah tulang radius distal.
4. Reposisi dengan traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal ini
dilakukan pada patah tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi di dalam
gips.
5. Reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar.
6. Reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara
operatif.
7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna yang biasa disebut dengan
ORIF (Open Reduction Internal Fixation).
8. Eksisi fragmen patahan tulang dengan prosthesis
G. KOMPLIKASI
1. Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan
yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
2. Mal union.
Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek menyebabkan mal union,
sebab-sebab lainnya adalah infeksi dari jaringan lunak yang terjepit diantara
fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan membentuk
sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union).
3. Non union
Non union adalah jika tulang tidak menyambung dalam waktu 20 minggu. Hal ini
diakibatkan oleh reduksi yang kurang memadai.
4. Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung dalam waktu
lama dari proses penyembuhan fraktur.
5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada
saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti
plate, paku pada fraktur.
6. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah
kecil, yang memsaok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
7. Sindrom Kompartemen
Masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang
dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Berakibat kehilangan fungsi ekstermitas
permanen jika tidak ditangani segera.
8. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia, dan
gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri atau keadaan
penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan atau pemasangan traksi.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray
2. Foto Ronsen
3. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
4. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
5. CCT kalau banyak kerusakan otot.
I. WOC
B1 B3 B6
MK : ketidakefektifan pola
napas
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. PENGKAJIAN
1. `Anamnesa
a. Identitas :
Terdiri nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, pekerjaan, alamat, pendidikan,
tanggal MRS dan diagnosa medis.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama
Berdasarkan PQRST, penyebab dari kekurangan cairan, seberapa parah gangguan
kekurangan cairan yang terjadi seberapa jauh gangguan kekurangan cairan yang
terjadi, kapan gangguan kekurangan cairan mulai di rasakan pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Meliputi riwayat penyakit menular, penyakit keturunan dan alergi obat-obatan atau
makanan.
· Status Ekonomi
· Cairan
· Status gizi
c. Pola Eliminasi
· Defekasi
· Urine / Miksi.
· Suasana lingkungan.
3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
- Keadaan penyakit : Ringan, sedang, berat, akut, kronik.
- Kesadaran : Apakah kompesmetis, apatis, soporus,
prekoma, koma.
- Suara bicara : Apakah Jelas, serak, aphasia.
- Pernapasan : Apakah Meningkat/Menurun.
- Suhu tubuh : Apakah Meningkat/Menurun.
- Nadi : Apakah Meningkat/Menurun, kuat, lemah.
- Tekanan darah : Apakah Meningkat/Menurun.
b. B1-B6
B2 (Blood) : Hipotensi, bradikardi,
c. Kepala
d. Muka
e. Mata
f. Telinga
Apakah simestris.
g. Hidung
h. Mulut + Gigi
Apakah simestris, mukosa binir kering atau basah,apakah ada caries gigi.
i. Leher
j. Thoraks
Apakah simestris.
k. Paru
l. Abdomen
Apakah abdomen terlihat membucit, datar atau menonjol. Adakah nyeri
tekan,bisung usus atau menunjukkkan obstruksi.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. X.Ray
b. Foto Ronsen
c. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
d. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
e. CCT kalau banyak kerusakan otot.
f. Laaboratorium (darah lengkap)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (tarauma) d.d pasien mengeluh nyeri skala 8,
pasien salalu memeganggi kaki kiri, hasil rongsen CF femuralis sinistra.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d pasien tidak
bisa menggerkakkan kaki kiri, pasien tampak enggak melakukan pergerakan, nyeri
bertambah saat kaki di gerakkan.
3. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d pasien tampak cemas, pasien resah saat
akan di lakukan operasi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (tarauma) d.d pasien mengeluh nyeri skala 8,
pasien salalu memeganggi kaki kiri, hasil rongsen CF femuralis sinistra.
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1 x 8 jam di harapkan nyeri
berkurang.
Kriteria hasil : Nyeri berkurang
Intervensi :
a. Observasi
b. Terapeutik
c. Edukasi
d. Kolaborasi
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d pasien tidak
bisa menggerkakkan kaki kiri, pasien tampak enggak melakukan pergerakan, nyeri
bertambah saat kaki di gerakkan.
Tujuan : Setelah di kalukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam di harapkan
mobilitas fisik membaik.
Kriteria hasil : Gerakan terbatas menurun, nyeri menurun, kelemahan fisik
menurun
Intervensi :
a. Dukungan Ambulasi
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya.
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi.
3. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi.
4. Anjurkan melakukan ambulasi dini.
5. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi).
b. Terapeutik
c. Edukasi
d. Kolaborasi
DiGiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh (2014), Keperawatan Medikal bedah,
Ed. I, Yogyakarta: Rapha publishing
Oswari, E. 2011. Bedah Dan Perawatannya. Edisi 3. Jakarta : balai penerbit FKUI.
1. IDENTITAS
Nama Pasien : Tn. J Penanggung jawab Biaya :
Umur : 30 th Nama : Ny. T
Suku/ Bangsa : Indonesia Alamat : Kediri
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Sawasta
Alamat : Kediri
Kesadaran :
√ Compos Mentis Apatis
Somnolen Sopor Koma
Masalah Keperawatan : Intoleransi aktifitas
b. Keadaan Umum : Baik
c. Sistem Pernafasan
Inspeksi
a.
PalpasiKeluhan Sesak Nyeri waktu
Pemeriksaan taktil / vokal fremitus : Getaran antara kanan nafas dan kiri teraba ( sama / tidak
Batuk : produktif
sama ), lebih bergetar pada sisi........................ kering darah
PerkusiSekret : - Bau : -
Warna
Area paru : : - sonor hipersonor Konsistensi :-
dulness
b.Irama nafas √ teratur tidak teratur
Auskultasi
c.Pola Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes
Suara nafas :
d.Bentuk dada √ simetris asimetris
Area Vesikuler √ Bersih Halus Kasar
e.bentuk thorax √ Normal chest Pigeonchest
Area Brochial √ Bersih Halus Kasar
Funnelchest Barrelchest
Area Bronkovesikuler √ Bersih Halus Kasar
f. Retraksi Intercotas Ya √ Tidak
Suara tambahan Crakles Wheezing
g. Retraksi Suprastenal Ya √ Tidak
Ronchi Pleural Friction rub
h. Pernafasan cuping Ya √ Tidak
hidung
i. alat bantu nafas Ya Tidak
Jenis : Flow : Lpm
Lain-lain :
Masalah Keperawatan :-
d. Sistem Kardio vaskuler
Inspeksi
Ictus Cordis ( + / - ), pelebaran................. cm
Palpasi
Pulsasi pada dinding tórax teraba Lemah √ Kuat Tidakteraba
Perkusi
Batas – batas jantung normal adalah
Batas atas :..................................(N = ICS II)
Batas bawah :..................................(N = ICS V)
Batas Kiri :..................................(N = ICS V Mid clavikula Sinistra)
Batas Kanan :..................................(N = ICS IV Mid sternalis Dextra)
Auskultasi
BJ I terdengar ( tunggal / ganda ), Keras / lemah ), (reguler / irreguler )
BJ II terdengar ( tunggal / ganda ), Keras / lemah ), (reguler / irreguler )
Bunyi jantung tambahan : BJ III ( + / - ), Gallop Rhythm ( + / - ), Murmur ( + / - )
0 5
- -
Lain-lain :
Masalah Keperawatan : Gangguan mobilitas fisik
i. Sistem Endokrin
Pembesaran kelenjat tyroid Ya √ Tidak
Pembesaran Kelenjar getah bening Ya √ Tidak
Hipoglikemia Ya √ Tidak
Hiperglikemia Ya √ Tidak
Luka gangren Ya √ Tidak
Lain-lain: -
Masalah Keperawatan :-
6. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
a. Persepsi klien terhadap √ cobaan Tuhan hukuma lainnya
penyakitnya n
b. Ekspresi klien terhadap murung/diam tegang
penyakitnya
√ gelisah marah/menangis
c. Reaksi saat interaksi √ kooperatif tidak kooperatif
curiga
d. Gangguan konsep diri Ya √ Tidak
Lain-lain:
Masalah Keperawatan :
b. Pola Eliminasi
No Pemenuhan Sebelum Sakit Setelah Sakit
Eliminasi
BAB / BAK
1 Jumlah / Pagi : BAB Pagi :1X
Waktu dan BAK 1x BAB dan BAK
Siang : 1x Siang : 2X
BAK BAK
Malam : 1x Malam :3X
BAK BAK
2 Warna BAK : Kuning BAK : Kuning
BAB : Kuning BAB : Kuning
3 Bau Khas Khas
4 Konsistensi Lunak Lunak
5 Masalah - -
eliminasi
6 Cara - -
mengatasi
masalah
e. Merokok √ Ya Tidak
f. Alkohol √ Ya Tidak
Masalah Keperawatan : -
8. PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kebiasaan beribadah
a. Sebelum sakit Sering √ kadang- kadang tidak pernah
b. Selama sakit Sering kadang- kadang √ tidak pernah
Masalah Keperawatan :-
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM :
A. Darah Lengkap
Leukosit :......................... ( N : 3.500 - 10.000 mL )
Eritrosit :......................... ( N : 1,2 juta - 1,5 juta )
Trombosit :......................... ( N : 150.000 – 350.000 / mL )
Hemoglobin :..........................( N : 11,0 – 16,3 gr / dl )
Hematrokit :..........................( N : 35,0 – 50 gr / dl )
B. Kimia Darah
Ureum :..........................( N : 10 – 50 mg / dl )
Creatinin :..........................( N : 07 – 1,5 mg / dl )
SGOT :..........................( N : 2 – 17 )
SGPT :..........................( N : 3 – 19 )
BUN :..........................( N : 20 – 40 / 10 – 20 mg / dl )
Bilirubin :..........................( N : 1,0 mg / dl )
Total Protein :..........................( N : 6,7 – 8,7 mg / dl )
GD Puasa :..........................( N : 100 mg / dl )
GD 2 JPP :..........................( N : 140 – 180 mg / dl )
C. Analisa elektrolit
Natrium :..........................( N : 136 – 145 mmol / l )
Kalium :..........................( N : 3,5 – 5,0 mml / l )
Clorida :..........................( N : 98 – 106 mmol / l )
Calsium :..........................( N : 7,6 – 11,0 mg / dl )
Phospor :..........................( N : 2,5 – 7,07 mg / dl )
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (tarauma) d.d pasien mengeluh nyeri skala 8,
pasien salalu memeganggi kaki kiri, hasil rongsen CF femuralis sinistra.
2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang d.d pasien tidak bisa
menggerkakkan kaki kiri, pasien tampak enggak melakukan pergerakan, nyeri
bertambah saat kaki di gerakkan.
C. INTERVENSI
N DX KEP TUJUAN INTERVENSI
O
1. Nyeri akut b.d Tujuan : Setelah di Intervensi utama :
agen pencedera lakukan tindakan
fisik (tarauma) d.d keperawatan 1 x 8 jam di Dukungan nyeri akut :
Pemberian analgesic
pasien mengeluh harapkan nyeri
a. Observasi
nyeri skala 8, berkurang. 1. Identifikasi
pasien salalu Kriteria hasil : Nyeri karakteristik nyeri
memeganggi kaki berkurang (mis. pencetus, pereda,
kiri, hasil rongsen kualitas, lokasi,
CF femuralis intensitas, frekuensi,
sinistra. durasi)
2. Identifikasi riwayat
alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik (mis.
narkotika,
nonnarkotika, atau
NSAID) dengan
tingkat keparahan
nyeri
4. Monitor tanda-tanda
vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
5. Monitor efektifitas
analgesik
b. Terapeutik
1. Diskusikan jenis
analgesik yang disukai
untuk mencapai
analgesia optimal, jika
perlu
2. Pertimbangkan
penggunaan infus
kontinu, atau bolus
oploid untuk
mempertahankan
kadar dalam serum
3. Tetapkan target
efektifitas analgesik
untuk
mengoptimalkan
respons pasien
4. Dokumentasikan
respons terhadap efek
analgesik dan efek
yang tidak diinginkan
c. Edukasi
1. Jelaskan efek terapi
dan efek samping obat
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis
analgesik, sesuai
indikasi
a. Observasi
1. Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri
non verbal
4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
b. Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
c. Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu