Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS

Close Fractur 1/3 Distal Radius-Ulna Regio Antebrachii Sinistra

Disusun Sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan


Program Internship Dokter Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat

Disusun Oleh:
dr. Aulannisa Handayani

Pembimbing:
dr. Antonius Permadi,M.Kes. Sp.OT

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
DINAS KESEHATAN KOTA MATARAM
RUMAH SAKIT BHAYANGKARANUSA TENGGARA BARAT
PERIODE MEI 2020-PEBRUARI 2020

1
BERITA ACARA PRESENTASI DISKUSI KASUS

Pada hari ini tanggal November 2020, telah dipresentasikan Laporan Kasus oleh:

Nama peserta : dr. Aulannisa Handayani


Dengan judul/topik : Close Fractur 1/3 Distal Os Radius-Ulna Regio Antebrachii Sinistra
Nama pendamping : dr.Mochammad Dilliawan, Sp.PD
Nama pembimbing : dr. Antonius Permadi, M.Kes.Sp.OT
Nama wahana : Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Mataram, NTB.

No Nama Peserta Presentasi Tanda Tangan

1 dr. Ida Ayu Paramitha Atmaja 1.


2 dr. Ahia Zakira Rosmala 2.
3 dr. Nisa Fathonah 3.
4 dr. Nadiah Restu Meilindha 4.
5 dr. Bayu Kusuma Wardhana 5.
6 dr. Irwani Mandalika 6.
7 dr. Rohmatul Hajiriah Nurhayati 7.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pembimbing Pendamping

(dr. Antonius Permadi, M.Kes.Sp.OT) (dr.Mochammad Dilliawan, SpPD)


Spesialis Orthopedi IPDA NRP.85122064

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Close Fractur 1/3 Distal Os Radius-Ulna Regio Antebrachii Sinistra” dengan baik dan tepat
waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas program internship dokter
Indonesia. Di samping itu, laporan kasus ini ditujukan untuk menambah pengetahuan tentang
Fraktur.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Antonius Permadi,
M.Kes.Sp.OT selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada rekan–rekan anggota kelompok internship.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesar–besarnya, semoga tugas ini
dapat memberikan tambahan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, November 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………5
1.2 Tujuan ……………………………………………………………………5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi…………………………………………………………..............5
2.2 Definisi…………………………………………………………………...12
2.3 Etiologi….……………………………………………………………......12
2.4 Klasifikasi ………………………………………………………………..15
2.5 Manifestasi Klinis ………………………………………..........................16
2.6 Tatalaksana……….....................................................................................18
2.7 Komplikasi ................................................................................................20
BAB III
LAPORAN KASUS…………………………………………………………..23
BAB IV
RESUME DAN ANALISA KASUS …………………………………………31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ………………………………….…………………………..34
5.2 Saran …………………………………………………………………….34
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...35

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang,tulang, baik yang bersifat total maupun
sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma,
rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi,
gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskuler.1

Dalam melakukan penanganan fraktur yang baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang
terjadi, baik pada tulang maupun jaringan lunak sekitarnyanya, serta mekanisme trauma yang
menjadi penyebab fraktur. Hal yang perlu diketahui dalam penangan fraktur yakni: primary
survey, meminimalkan rasa nyeri, mencegah terjadinya iskemia, serta mencegah
terjadnya infeksi. Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal secara umum ada 4, yaitu
recognition (mengenali), reduction (mempertahankan), retention (mengembalikan), dan
rehabilitation.2,3,4

Hal yang serius yang harus dicegah dari kasus fraktur ialah kemungkinan terjadinya
komplikasi. Komplikasi pada kasus fraktur dapat dibagi menjadi 2, yaitu early dan late. Adapun
early complication yang dapat terjadi berupa syok, kompartemen sindrom, . Sedangkan untuk
late complication yaitu: Delayed union, malunion, nekrosis avascular tulang.1

1.2. Tujuan

Tujuan dari laporan kasus ini antara lain:


o Sebagai bahan pembelajaran untuk lebih mengetahui tentang fraktur,dan cara
penanganannya di fasilitas kesehatan.
o Sebagai salah satu persyaratan pemenuhan tugas sebagai internship di Rumah Sakit
Bhayangkara Mataram.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Regio Antebrachii

2.1.1 Anatomi Otot

Gambar 1. Otot lengan bawah lapisan superfisial; aspek fleksor.5

6
Gambar 2. Otot lengan bawah lapisan superfisial; aspek ekstensor.5

7
Gambar 3. Lateral view otot-otot regio antebrachii.5

Gambar 4. Origo dan insersio pada bagian dorsal antebrachia.5

2.1.2 Anatomi Tulang

8
Gambar 5. Regio Antebrachii.5

(a) (b)

Gambar 6. (a) Os Radius dan (b) Os ulna.5

Regio antebrachii tersusun atas dua buah tulang yaitu os radius dan os ulna. Os radius dan
ulna secara konseptual dapat diibaratkan sebagai dua kerucut (cones) yang terletak
berdampingan dengan satu sama lain saling menunjuk pada arah yang berlawanan. Karena
letaknya yang berdampingan, maka segala cedera yang terjadi pada regio antebrachii
menimbulkan efek pada kedua tulang tesebut beserta ligamen yang melekat pada os radius dan
os ulna. Seperti dikatakan sebelumnya bahwa secara konseptual, os radius dan ulna diibaratkan
sebagai dua kerucut (cones) yang ujungnya sejajar, hal ini memungkinkan gerakan supinasi dan
pronasi dengan radius bergulir di sekitar ulna. Hal ini memunculkan aksioma bahwa fraktur pada
salah satu tulang di regio antebrachii, terutama ketika terjadi angulasi dan displacement, biasanya
disertai oleh fraktur atau dislokasi dari tulang regio antebrachii lainnya.6

9
2.1.3 Vaskularisasi dan Innervasi

Gambar 7. Gambaran arteri pada regio antebrachia.5

Vaskularisasi utama pada regio antebrachii terdiri dari arteri utama : a.radialis dan
a.ulnaris. Arteri ulnaris berawal dalam fossa cubiti & melintas ke distal melalui kompartemen
anterior lengan bawah & memasuki telapak tangan. sedangkan arteri radialis berawal dalam
fossa cubiti dan melintas ke lateral dan distal disebelah dalam m.brachioradialis. Dibagian distal
lengan bawah a.radialis terletak pada permukaan anterior radius dan tertutup hanya oleh kulit dan
fascia. Pada area tangan a.radialis dan a.ulnaris membentuk anastomosis sebagai arcus palmaris
superfisial dan arcus palmaris profundus.6

10
Gambar 8. Inervasi Ekstremitas atas.5

11
(c) (d)

Gambar 7. (a) N. musculocutaneus, (b) N. medianus, (c) N. ulnaris, (d) N. radialis.6

Regio antebrachia diinervasi oleh 4 nervus, yaitu (1) n.musculocutaneus yang mensarafi
otot-otot kompartemen anterior (fleksor) lengan atas. Saraf ini menembus m.coracobrachialis dan
melintas kedistal antara m.biceps dan m.brachialis. Dalam sela antara m.biceps dan m. brachialis,
n.musculocutaneus bercabang menjadi n.cutaneus antebrachii lateralis dan mengurus persarafan
kulit lateral lengan bawah; (2) n.medianus merupakan saraf utama kompartemen anterior. Saraf
ini meninggalkan fossa cubiti melintas antara caput m.pronator teres melintas disebelah dalam
m.fleksor digitorum superfisial (FDS) dan berlanjut ke distal antara FDS dan m. fleksor
diditorum
profunda; (3) n. ulnaris memasuki lengan bawah melintas antara caput m. fleksor carpi nulnaris
ke distal diantara m.fleksor carpi ulnaris dan m.fleksor digitorum profundus. Nervus ulnaris
menjadi superfisial di pergelangan tangan dan mensarafi kulit pada sisi medial lengan; (4)
n.radialis mensarafi otot-otot posterior (ekstensor) lengan atas.6

2.2 Fraktur Regio Antebrachii

2.2.1 Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang,tulang rawan, baik yang bersifat total maupun
sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Fraktur regio antebrachii ialah fraktur yang terjadi
pada tulang yang membentuk region antebrachii yaitu fraktur os radius dan os ulna. Fraktur
radius-ulna tertutup adalah terputusnya hubungan tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh
cedera pada lengan bawah, baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung.2

2.2.2 Etiologi

Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanis pada suatu tulang, saat tekanan yang
diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya. Jumlah gaya
pasti yang diperlukan untuk menimbulkan suatu fraktur dapat bervariasi, sebagian bergantung

12
pada karakteristik tulang itu sendiri. Fraktur dapat terjadi karena gaya secara langsung, seperti
saat sebuah benda bergerak menghantam suatu area tubuh di atas tulang.2

Menurut Nampira (2014) fraktur batang radius dan ulna biasanya terjadi karena cedera
langsung pada lengan bawah, kecelakaan lalu lintas, atau jatuh dengan lengan teregang. Fraktur
radius dan ulna biasanya merupakan akibat cedera hebat. Cedera langsung biasanya
menyebabkan fraktur transversa pada tinggi yang sama, biasanya di sepertiga tengah tulang.2,7

(1) Fraktur akkibat trauma1

Fraktur dapat disebabkan oleh trauma, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Trauma langsung menyebabkan tulang patah dan terjadinya kerusakan pada titik tumpu dan
jaringan lunak. Fraktur yang dihasilkan dapat berbentuk transversal Hantaman langsung
biasanya mematahkan tulang secara transversal atau kominutif. Sedangkan pada trauma
tidak langsung menyebabkan patah tulang jauh dari lokasi tenaga hantaman yang diberikan
dan kerusakan jaringan lunak pada tempat fraktur jarang terjadi. Fraktur yang dihasilkan
dapat berbentuk spiral dan oblik.

Gambar 9. Mekanisme trauma dan bentuk fraktur yang ditimbulkan1

a) Fraktur spiral akibat terpeluntir;


b) Fraktur oblique pendek akibat kompresi;

13
c) Fraktur dengan fragmen triangular “butterfly” akibat pembengkokan;
d) Fraktur transversal akibat tekanan.

(2) Fraktur patologis1

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, seperti :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
atau progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D.

(3) Fraktur akibat Stress1

Fraktur ini terjadi pada tulang normal akibat tumpuan berat berulang, seperti pada atlet,
penari, atau anggota militer yang menjalani program berat. Hal dapat ini menciptakan
perubahan bentuk yang memicu proses normal remodeling kombinasi dari resorpsi tulang
dan pembentukan tulang baru menurut hukum Wolff. Ketika pajanan terhadap stress dan
perubahan bentuk terjadi berulang dan dalam jangka panjang, resorpsi terjadi lebih cepat
dari pergantian tulang, mengakibatkan daerah tersebut rentan terjadi fraktur. Masalah yang
sama terjadi pada individu dengan pengobatan yang mengganggu keseimbangan normal
resorpsi dan pergantian tulang.

2.2.3 Klasifikasi Fraktur8

14
Gambar 10. Klasifikasi Fraktur

Fraktur dapat dijelaskan dengan banyak cara. Bahkan ada lebih dari 150 tipe
fraktur yang telah dinamai bergantung pada berbagai metode klasifikasi.8,9

a. Berdasarkan sifat fraktur

Gambar 11. Klasifikasi fraktur berdasarkan sifatnya

1. Fraktur tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih karena kulit masih utuh tanpa
komplikasi.
2. Fraktur terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur


1. Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2. Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti :
- Hair line fracture (patah retak rambut) yang disebabkan oleh stress yang tidak
biasa atau berulang-ulang dan juga karena berat badan terus menerus pada
pergelangan kaki.
- Buckle atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa  dibawahnya.
- Green stick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.

15
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma:
1. Fraktur tranversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur oblik: Fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3. Fraktur spiral: Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4. Fraktur kompresi: Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang arah permukaan lain.
5. Fraktur avulsi:  Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang
d. Berdasarkan jumlah garis patahannya

Gambar 12. Fraktur berdasarkan jumlah garis patahannya

1. Fraktur komunitif: Fraktur dimana garis patah lebuh dari satu dan saling
berhubungan.
2. Fraktur segmental: Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan
3. Fraktur simple: Fraktur dimana garis patahannya tidak lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang
1. Fraktur undisplaced (tidak bergeser): Garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan masih utuh

16
2. Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contraction (pergeseran searah sumbu
dan overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh.

2.2.4 Manifestasi Klinis dan Diagnosis10

a. Anamnesis
Biasanya penderita datang dengan suatu trauma, baik yang ringan maupun berat
disertai dengan ketidak-mampuan untuk menggunakan anggota gerak. Anamnesis harus
dilakukan dengan cermat, karena fraktur tidak selamanya terjadi di daerah trauma dan
mungkin fraktur terjadi padadaerah lain. Pasien biasanya datang karena adanya nyeri,
pembengkakan,keterbatasan fungsi anggota gerak, dan gejala lainnya.
b. Pemeriksaan fisik
Hal-hal yang harus diperhatikan saat melakukaan pemeriksaan awal yaitu jika
terjadi syok atau perdarahan aktif, adanya kerusakan kerusakan pada organ-organ lain,
dan abdomen, dan adanya fraktur patologis.

c. Pemeriksaan status lokal


1. Look
Perhatikan mimic atau ekspresi wajah pasien karena nyeri kemudian
memandingkan area yang fraktur dengan bagian yang sehat, vaskularisasi
perhatikan posisi anggota gerak apakah terdapat deformitas berupa angulasi, rotasi,
dan pemendekan, adanya pembengkakan, gerakan yang abnormal, terdapat luka
pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur tertutup atau terbuka,
ekstravasasi darah subkutan (ekimosis) dalam beberapa jam sampai beberapa hari.
2. Palpasi (Feel)

17
Palpasi dilakukan secara hati-hati dikarenakan pasien dapat mengeluh nyeri. Hal-
hal yang perlu diperhatikan adanya demam setempat, nyeri tekan yang bersifat
superfisial, krepitasi, palpasi pembuluh darah setempat untuk menilai vaskularisasi
3. Pergerakan (Move)
Dilakukan dengan cara meminta pasien untuk menggerakan secara aktif dan pasif
daerah yang mengalami trauma. Pemeriksaan harus dilakukan secara hati-hati
karena dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah
dan saraf.
d. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris
serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis, atau neurotmesis.
e. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi, serta
ekstensi fraktur. Untuk menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak sebelumnya,
maka sebaiknya mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Tujuan pemeriksaan radiologis
yakni untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi dan menkonfirmasi adanya
fraktur agar dapat melihat sejauh mana pergerakan dan konfigurasi fragmen serta
pergerakannya serta untuk menentukan teknik terapi. Selain itu juga pemeriksaan
radiologi dapat menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak, apakah fraktur intra-
artikuler atau ekstra-artikuler, dan untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada
tulang dan melihat adanya benda asing, misalnya peluru.
Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan, MRI,
tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan foto polos kita dapat
mendiagnosis fraktur.10

2.2.5 Tatalaksana1

Tatalaksana fraktur akibat trauma sama dengan tatalaksana trauma pada


umumnya. Pada awal pasien datang tentu mengutamakan prinsip umum yaitu melakukan
identifikasi terhadap adanya kondisi yang mengancam nyawa dengan primary survey.
Kemudian, melakukan identifikasi terhadap adanya kondisi yang mengancam akibat

18
trauma ekstremitass dengan secondary survey dan melakukan pemeriksaan sistematis
untuk menghindari adanya trauma muskuloskletal lain dengan continuous reevaluation.11
Seluruh fraktur terbuka diasumsikan sebagai fraktur yang terkontaminasi sehingga
terdapat 4 tatalaksana dasar yang harus dilakukan1.
 Pemberian antibiotik profilaksis
 Debridement luka dan fraktur segera
 Stabilisasi fraktur
 Penutupan luka segera
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan secara definitif,
prinsip tatalaksana pada fraktur ada empat (4R), yaitu 1:

1. Recognition: mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan meanamnesis,


pemeriksaan fisik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi
fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, dan
komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan.
2. Reduction: reduksi anatomis sedini mungkin dapat mengembalikan fungsi normal
dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis
di kemudian hari. Posisi yang baik adalah alignment dan posisi yang sempurna.
3. Retention: melakukan imobilisasi pada area fraktur.
4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin

Pada pasien dengan multipel trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur
tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif
fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan “ORIF” (Open
Reduction Internal Fixation) maupun “OREF” (Open Reduction External Fixation).
Tujuan tatalaksana fraktur yaitu : 1

a. Reposisi
Reposisi bertujuan untuk mengembalikan fragmen fraktur pada posisi
anatominya. Teknik reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi
tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal.

19
Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada pasien yang telah
mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur
multipel, dan fraktur patologis.
b. Imobilisasi/fiksasi
Imobilisasi/fiksasi memiliki tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi
sampai menyatu. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan
(shortening), fraktur unstable serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan
sekitar. Berdasarkan jenis fiksasi dapat dibagi 2 :
a. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Contoh dari OREF yaitu Gips (plester cast) dan traksi. Trakasi dapat berupa
traksi Gravitasi (U- Slab pada fraktur humerus), skin traksi dan skeletal traksi
(K-wire, Steinmann pin atau Denham pin)..
Indikasi OREF :
1. Fraktur terbuka derajat III
2. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
3. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
4. Fraktur Kominutif
5. Fraktur Pelvis
6. Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
7. Non Union
8. Trauma multipel
b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara
ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.
Indikasi ORIF :
1. Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi,
misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur.
2. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan
fraktur dislokasi.

20
3. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur
Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan
kaki.

2.2.6 Komplikasi1

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma yang menyebabkan fraktur atau
akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.

a. Komplikasi umum1
Komplikasi umum yang sering dialami pasien fraktur yaitu terjadi syok
hipovolemik akibat . Komplikasi tersebut dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca
trauma Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT),
tetanus atau gas gangren.
b. Komplikasi Lokal1
Komplikasi lokal dibagi menjadi 3 yaitu urgent, less urgen dan late. Komplikasi
lokal pada fraktur termuat dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 1..Komplikasi lokal pada fraktur1

Selain itu, ada juga yang membagi komplikasi berdasarkan waktu munculnya
komplikasi setelah kejadian fraktur, yaitu sebagai berikut:1,12

1. Komplikasi dini (Early Complication)

21
Komplikasi dini adalah komplikasi yang terjadi dalam waktu satu minggu pasca trauma,
sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
lanjut. Komplikasi dapat terjadi pada berbagai struktur organ pada lokasi fraktur seperti
pada tulang, otot, pembuluh darah, jaringan lunak, dan saraf.
a. Tulang
1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
2. Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada
fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non
union
b. Pada Jaringan lunak
1. Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena
edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan
pemasangan elastik.
2. Dekubitus. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena
itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.
c. Pada Otot
1. Robekan otot
2. Crush syndrome
3. Compartemen Syndrome
d. Pada pembuluh darah
1. Robekan pembuluh darah
2. Perdarahan
e. Pada saraf
1. Neuropraksi
2. Neurometsis (saraf putus),
3. Aksonometsis (kerusakan akson).

2. Komplikasi lanjut (Late Complication)


Komplikasi lanjut yang dapat terjadi anatara lain malunion, delayed union atau non
union, osteomyelitis, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
- Delayed union terjadi bila penyembuhan fraktur lebih dari 6 bulan,

22
- Nonunion diartikan sebagai gagal tersambungnya tulang yang fraktur,
- Malunion adalah penyambungan yang tidak normal pada fraktur.

Gambar 13. Malunion dan Non union

BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny. S / Perempuan / 73 tahun

23
b. Pekerjaan/Pendidikan : -/ SD
c. Alamat : Dasan Agung, Mataram
d. Rekam Medis : 102737
II. Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga
Status ekonomi keluarga : Cukup
III. Keluhan Utama:
Nyeri pada lengan bawah kiri.
IV. Riwayat Penyakit Sekarang : (autoanamnesa)
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara di antar oleh keluarganya dengan keluhan
nyeri pada lengan bawah kiri setelah terjatuh saat berjalan menuju kamar mandi. Pasien
langsung dilarikan ke IGD ± 30 menit setelah kejadian. Pasien mengeluhkan lengan
bawahnya terasa sangat nyari dan sulit digerakkan. Pasien mengatakan ia terpeleset saat
masuk kamar mandi dan terjatuh ke arah depan dengan telapak tangan menopang tubuhnya
tidak. Saat ini pasien sadar dan masih mengingat kejadian tersebut. Tidak ada benturan
kepala, keluhan pusing, mual, muntah, demam disangkal oleh pasien. BAB dan BAK
pasien dalam batas normal.

V. Aspek Psikologis di Keluarga


Tidak ada masalah psikologis dalam keluarga

VI. Riwayat Penyakit Dahulu dan Operasi


 Riwayat keluhan serupa sebelumnya (+) yaitu pada tahun 2009 pasien pernah
mengalami patah tulang pada bagian pergelangan tangan kanannyas karena terjatuh.
Saat itu pasien tidak dilakukan operasi.
 riwayat penyakit HT (+) dan DM (+) sudah sejak tahun dan rutin menjalani
pengobatan, penyakit keturunan (-), penyakit tulang (-), penyakit tumor atau keganasan
(-).
VII. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, jantung dan asma disangkal

24
VIII. Riwayat Alergi
Tidak ada alergi obat, makanan dan minuman

IX. Pemeriksaan Fisik :


Keadaan Umum
1. Keadaan sakit : sedang
2. Kesadaran : compos mentis
3. Suhu : 36,5°C
4. Nadi
 Frekuensi : 96x/menit
 Irama : Regular
5. Tekanan Darah : 150/70 mmHg
6. Pernafasan
 Frekuensi : 20x/menit
 Irama : reguler
7. Kulit
 Turgor : baik
 Lembab / kering : kering
 Lapisan lemak : ada
Pemeriksaan Organ
1. Kepala
 Bentuk : normocephal
 Ekspresi : tampak kesakitan
 Simetri: simetris
2. Mata
 Exopthalmus : (-)
 Kelopak : normal
 Conjungtiva : anemis (-/-)
 Sklera : ikterik (-/-)
 Kornea : normal

25
 Pupil : bulat, isokor, RC+/+
 Lensa : normal, keruh (-)
3. Hidung : tak ada kelainan
4. Telinga : tak ada kelainan
5. Mulut
 Bibir : basah, tidak pucat
 Palatum : deviasi (-)
 Gusi : warna merah muda, perdarahan (-)
 Selaput Lendir: normal
 Lidah : ulkus (-)
6. Leher
 KGB : tak ada pembengkakan
 Kel.tiroid : tak ada pembesaran
 JVP : tidak ada peningkatan
7. Thorax
 Bentuk : simetris
 Pergerakan dinding dada : tidak ada yang tertinggal
Pulmo

Pemeriksaan Kanan Kiri


Inspeksi Simetris
Palpasi fremitus normal fremitus normal
Perkusi Sonor Sonor
Batas paru-hepar :ICS
VI kanan
Auskultasi Wheezing (-), Ronkhi Wheezing (-), Ronkhi
(-) (-)

Jantung

Inspeksi Ictus cordis terlihat di ICS V linea midclavicula kiri

26
Palpasi Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula kiri

Perkusi Batas-batas jantung :


Atas : ICS II kiri
Kanan : linea sternalis kanan
Kiri : ICS VI linea midclavicula kiri
Auskultasi BJ I/II regular, murmur (-), gallop (-)

8. Abdomen
 Inspeksi : Distensi (-), Striae(-), Sikatrik (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) normal, bourborigmi (-), metallic
sound (-)
 Palpasi : Teraba massa (-), Nyeri tekan pada epigastrium (-)
 Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen
9. Ekstremitas Atas
 Kekuatan : 5 / tidak dievaluasi
 Edema : (-) / (+)
10. Ekstremitas bawah
 Kekuatan :5/5
 Edema : (-) / (-)
11. Status Lokalis Regio Antebrachii Sinistra
 Look : tampak edema (+), tidak tampak terlihat tulang (-), vulnus
laceratum akibat terjatuh ukuran 1 cm
 Feel : nyeri tekan (+),teraba hangat (+), palpasi distal a. radialis (+),
deformitas (+), krepitasi (+), sensoris (+)
 Move : ditemukan keterbatasan gerak (masih nyeri) jari-jari tangan masih
dapat digerakkan sendiri.

X. Pemeriksaan Penunjang:

27
 Pemeriksaan EKG
 Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Xray thorax AP
 Pemeriksaan Xray Regio Antebrachii AP/Lat

XI. Diagnosis Kerja :


Close Fracture 1/3 Distal Os Radius-Ulna Regio Antebrachii Sinistra

XII. Diagnosis Banding


Dislokasi Os Radius-Ulna

XIII. Initial Plan Treatment :


- Pemeriksaan Penunjang
o Pemeriksaan Laboratorium
 Darah lengkap :
Tanggal 29/07/2020
Hemoglobin 10,2 g/dl
Hematokrit 29,8%
Eritrosit 3.78 juta/mm3
Leukosit 8,60 rb /mm3
Trombosit 161 rb/mm3
MCV 78,8
MCH 25,9
MCHC 32,9
GDS 147
BT 2 menit 20 detik
CT 7 menit 22 detik
SGOT -
SGPT -
Ureum -
Creatinin -

o Xray Thorax AP

28
Interpretasi :
 Cor : Tampak membesar dengan CTR 60%, bentuk normal
 Pulmo : Tak tampak infiltrate/kelainan
 Kedua sinus phrenicocostalis tajam
 Tulang-tulang tampak baik
 Kesimpulan : Cardiomegali

o Xray Reg Antebrachii AP/Lat

29
Interpretasi :
 Tampak fraktur 1/3 distal os radius et ulna disertai gambaran
malposisi
 Trabekulasi tulang baik
 Celah dan permukaan sendi baik
 Tak tampak gambaran dislokasi sendi
 Tak tampak tanda-tanda osteomyelitis
 Tampak soft tissue swelling
 Kesimpulan : Fraktur 1/3 distal os radius et ulna disertai gambaran
malposisi

 Penatalaksanaan
IGD
a. Rawat luka
b. Pasang bidai
c. Injeksi ceftriaxone 1gr
d. Infus NaCl 0,9% 15 tpm
Ruangan
a. IVFD NaCL 0,9% 15 tpm
b. Injeksi ceftriaxone 1gr
c. Gentamicin 1 amp
d. Santagesic 1 amp k/p
e. Ondansetron 8 mg
f. Pro ORIF
g. Konsul dokter Sp.PD : Captopril 1x50 mg dan Amlodipin 1x10 mg

XIV. Diagnosis Akhir :


- Close Fracture 1/3 Distal Os Radius-Ulna Regio Antebrachii Sinistra
- HT grade II
- DM tipe II

30
XV. Prognosis :
 Quo ad vitam : dubia at bonam
 Quo ad sanationam : dubia at bonam
 Quo ad functionam : dubia at bonam

BAB IV
RESUME DAN ANALISA KASUS

4.1 Resume
Ny. S berusia 73 tahun datang ke IGD RS Bhayangkara di antar oleh keluarganya
dengan keluhan nyeri pada lengan bawah kiri setelah terjatuh saat berjalan menuju kamar
mandi. Pasien langsung dilarikan ke IGD ± 30 menit setelah kejadian. Pasien mengeluhkan
lengan bawahnya terasa sangat nyari dan sulit digerakkan. Pasien mengatakan ia terpeleset
saat masuk kamar mandi dan terjatuh ke arah depan dengan telapak tangan menopang
tubuhnya tidak. Saat ini pasien sadar dan masih mengingat kejadian tersebut. Tidak ada
benturan kepala, keluhan pusing, mual, muntah, demam disangkal oleh pasien. BAB dan
BAK pasien dalam batas normal.
Dari pemeriksaan status lokalis regio anterachii sinistra, sudah terpasang bidai.
Terdapat nyeri pada pergelangan dan keterbatasan gerak karena sudah terpasang bidai.
Pemeriksaan penunjang berupa rontgen dan didapatkan hasil berupa fraktur 1/3 distal os
radius-ulna sinistrra. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tipe II
terkontrol.

4.2 Analisa Kasus

Beberapa data yang perlu diperhatikan:

31
 Nyeri pada lengan bawah kiri
 Tampak edema pada area pergelangan tanga kiri
 Ditemukan keterbatasan gerak lengan bawah kiri namun masih bisa menggerakkan jari-
jarinya.

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang,tulang, baik yang bersifat total maupun
sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Gejala dan tandanya berupa adanya riwayat
trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, gangguan fungsi
muskuloskeletal.1 Pada kasus diatas didapatkan tanda dan gejala demikian sehingga dapat
didiagnosa dnegan fraktur.

Berdasarkan mekanisme terjadi fraktur, fraktur akan terjadi akibat tingginya energi
yang datang dari luar tubuh sehingga menyebabkan patahan pada tulang. Fraktur terbuka
diakibatkan oleh trauma karena energi tinggi, paling sering di jumpai pada tabrakan
langsung, maupun jatuh dari kendaraan bermotor. Fraktur tertutup diakibatkan oleh
mekanisme cedera dan kekuatan energi yang tidak terlalu besar, seperti terjatuh, terkilir, dan
tertimpa benda berat yang terjadi pada kecelakaan lalu lintas maupun non-lalu lintas.1,2,3,4
Pada kasus yang dialami Ny. S yang terpeleset saat berjalan ke kamar mandi, tidak
ditemukan adanya paparan tulang yang menembus kulit, sehingga bisa diklasifikasikan
sebagai fraktur tertutup (close fracture).

Pasien wanita yang mengalami fraktur berkaitan dengan onset terjadinya menopause
seiring bertambahnya usia. Penambahan usia ini merupakan faktor risiko mengalami
osteoporosis. Ciri osteoporosis yakni lemahnya kekuatan tulang akibat pengeroposan tulang,
sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur akibat terjatuh dari ketinggian maupun
terpeleset. International Osteoporosis Foundation (2013) menyatakan bahwa pria dan wanita
mulai kehilangan kepadatan tulang saat mendekati umur 30 tahun. Osteoporosis Canada
(2014) mencatat penurunan kekuatan tulang pada wanita lebih tinggi sekitar 2-3%
pertahun.13

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis yakni


dengan melakukan pemeriksaan radiologis agar dapat menentukan keadaan, lokasi, serta
ekstensi fraktur. Pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan yakni foto polos, CT-Scan,
32
MRI, tomografi, dan radioisotop scanning. Umumnya dengan foto polos kita dapat
mendiagnosis fraktur.10

Tatalaksana fraktur akibat trauma sama dengan tatalaksana trauma pada umumnya.
Pada awal pasien datang tentu mengutamakan prinsip umum yaitu melakukan identifikasi
terhadap adanya kondisi yang mengancam nyawa dengan primary survey. Kemudian,
melakukan secondary survey yaitu melakukan identifikasi terhadap adanya kondisi yang
mengancam akibat trauma ekstremitas dengan dan melakukan pemeriksaan sistematis untuk
menghindari adanya trauma muskuloskletal lainnya. Tujuan dari tatalaksana fraktur sendiri
adalah untuk reposisi dan imobilisasi.1,12

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan secara definitif,


prinsip tatalaksana pada fraktur ada empat (4R), yaitu: (1) Recognition: diagnosis dan
penilaian fraktur; (2) Reduction: reduksi fraktur apabila perlu; (3) Retention; imobilisasi
fraktur; (4) Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.
Penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi
dengan “ORIF” (Open Reduction Internal Fixation) maupun “OREF” (Open Reduction
External Fixation).1 Pada pasien ini dilakukan Tindakan operatif ORIF pada tanggal 21
oktober 2020.

33
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Dilaporkan seorang pasien perempuan berusia 73 tahun, datang dengan keluhan
nyeri pada lengan bawah kiri akibat terjatuh terpeleset saat ke kamar mandi. Pada
pemeriksaan status lokalis pada regio antebrachii sinistra didapatkan nyeri, edema,
deformitas,krepitasi , nyeri saat digerakkan, dan sudah terbalut bidai. Dari pemeriksaan
foto rontgen regio antebrachii didapatkan hasil fraktur 1/3 distal os radius-ulna region
cruris sinistra. Pasien juga memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus tipe
II sejak 5 tahun yang lalu dan rutin berobat. Pasien selanjutnya dirawat dan menunggu
perbaikan kondisi umum dan selanjutnya direncanakan tindakan ORIF dengan plate and
screw.

5.2. Saran
Dengan adanya laporan kasus ini, diharapkan kepada para dokter, dan tenaga
medis lainnya untuk lebih mengetahui serta memahami tentang Close Fractur Regio
Antebrachii, serta tanda gejala juga penatalaksanaannya.

34
Follow Up Pasien Post-Operatif

Tanggal S O A P
21/10/2020 Nyeri pada KU: sedang - Post-Op ORIF - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
pergelangan Kes: compos antebrachia - Inj. Ceftriaxone 1gr/12
tangan, mual mentis sinistra H+1 jam
TD: 150/90 - HT grade II - Inj. Gentamicin 1 amp/12
N: 80x/menit - DM tipe II jam
RR: 20x/menit - Inj. Santagesic a amp k/p
Suhu: 36,5
- Inj. Ondansetron 8 mg k/p
- Amlodipine tab 1 x 10 mg
- Calcium tab 2x1
22/10/2020 Nyeri pada KU: sedang - Post-Op ORIF - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
pergelangan Kes: compos antebrachia - Inj. Ceftriaxone 1gr/12
tangan, tapi sudah mentis sinistra H+2 jam
dapat digerakkan TD: 140/70 - HT grade II - Inj. Gentamicin 1 amp/12
sedikit-demi N: 84x/menit - DM tipe II jam
sedikit RR: 20x/menit - Inj. Santagesic a amp k/p
Suhu: 36,3
- Inj. Ondansetron 8 mg k/p

35
- Amlodipine tab 1 x 10 mg
- Calcium tab 2x1
23/10/2020 Nyeri pada KU: sedang - Post-Op ORIF - IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
pergelangan Kes: compos antebrachia - Inj. Ceftriaxone 1gr/12
tangan berkurang, mentis sinistra H+3 jam
lengan kiri sudah TD: 130/70 - HT grade II - Inj. Gentamicin 1 amp/12
dapat digerakkan N: 88x/menit - DM tipe II jam
dan diangkat RR: 20x/menit - Inj. Santagesic a amp k/p
Suhu: 36,1
- Inj. Ondansetron 8 mg k/p
- Amlodipine tab 1 x 10 mg
- Calcium tab 2x1
- KIE: sering latih untuk
menggerakkan
pergelangan tangan agar
tidak bengkak
- Pasien BPL hari ini

Foto Xray Post-Op Regio antebrachia sinistra Ap/Lat

36
Interpretasi :
- Tampak fraktur 1/3 distal os radius et ulna yang sudah terpasang internal fiksasi dan
tereposisi dengan baik.
- Trabekulasi tulang baik
- Celah dan permukaan sendi baik
- Tak tampak gambaran dislokasi sendi
- Tak tampak tanda-tanda osteomyelitis
- Tampak soft tissue swelling
- Kesimpulan : Fraktur 1/3 fraktur 1/3 distal os radius et ulna yang sudah terpasang
internal fiksasi dan tereposisi dengan baik.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Nayagam S. Principles of Fractures. Dalam: Solomon L, Warwick D, Nayagam S.


Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. London: Hodder
Education. 2010. p687-732
2. Helmi ZN. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika. 2011.
p411-55
3. Bucholz RW, Heckman JD, Court-Brown CM. Rockwood & Green's Fractures in
Adults, 6th Edition. USA: Maryland Composition. 2006. p80-331
4. Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG. 2011. p959-1083
5. Pabst R., Putz R, editors. Sobotta, 14th Edition. 14th ed. Munchen: Elsevier; 2006. 426 p.
6. Simon RR, Brenner BE. Emergency procedures and techniques. Lippincott Williams &
Wilkins; 2002
7. Nampira, yudhistira, citrashanti. Keperawatan medikal bedah manajemen klinis
(Ed.1).2014 Jakarta: Salemba medik
8. Chapman MW. Chapman’s Orthopaedic Surgery. 3rd ed. Boston: Lippincott
Williams&wilkins; 2001.

37
9. Black, J.M dan Hawks J.H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Singapura:Elsevier
10. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: Yarsif Watampone; 2009.
11. American College of Surgeons Comittee on Trauma. Advanced Trauma Life Support for
Doctors (ATLS) Student Course Manual. 10th ed. Chicago, IL : American College of
Surgeons ; 2018
12. R.Noorisa, D.Apriliwati, A.Aziz, S.Bayusentono. The characteristic of patients with
femoral fracture in department of orthopedic and traumatology RSUD Dr. Soetomo
surabaya 2013 – 2016. Unair, Vol 6 No. 1. ISSN 2460-8742 . Surabaya;2017.

38

Anda mungkin juga menyukai