Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KONSEP KEBUTUHAN ISTIRAHAT PADA LANSIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


KEPERAWATAN GERONTIK
Dosen pengampu : Ns. Ayesi Natasa Zulka, S.Kep., M.Kep
Nama Kelompok :
Mohammad Farhan Setya Budi _2001021007
Lusiana Dwi Anggraeni _2001021011
Anwar Ibrahim _2001021014
Firman Ihsanul Arif _2001021022
Richo Belgista Krisna _2001021025
Aldinasa Hardika Putra _1901021031
Samsul Arifin_ 2101021038

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
Tahun Ajaran 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kelompok telah berhasil menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran
Keperawatan Gerontik. Makalah ini juga disusun karena ingin memberikan
informasi kepada semua pembaca mengenai “Konsep Kebutuhan Istirahat Pada
Lansia”.

Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat


kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran para pembaca akan kami terima
dengan senang hati demi menyempurnakan makalah ini di masa yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

JEMBER, 29

OKTOBER 2021

ii
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................2
1.4 Manfaat...............................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Tidur Dan Fungsinya Pada Lansia......................................................................3
2.2 Fisiologi Tidur....................................................................................................4
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pada Lansia..........................................................5
2.4 Mengatasi Gangguan Pola Tidur Pada Lansia....................................................8
2.5 Gangguan Tidur Pada Lansia..............................................................................9
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................12

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lansia merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang
dimana telah terjadi kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap atau
yang di sebut dengan proses menua. Usia merupakan factor penentu lamanya
tidur yang di butuhkan seseorang. Semakin tua, maka semakin sedikit pula
lama tidur yang dibutuhkan.
Lanjut usia (Lansia) adalah kelompok orang yang sedang mengalami
suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade
dan merupakan kenyataan yang tidakdapat dihindari (Notoatmodjo, 2007).
Secara umum dikatakan lanjut usia apabila usia yang mencapai 60 tahun ke
atas, hal ini berdasarkan Undang Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia.
Proses yang dialami lansia merupakan tahap akhir perkembangan pada
daurkehidupan manusia dimana tubuh akan mencapai titik perkembangan
yang maksimal danmulai menurun dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel
yang ada di di dalam tubuh. Kemudian, tubuh juga akan mengalami
penurunan fungsi secara perlahan - lahan yang disebut juga dengan proses
penuaan. Proses penuaan merupakan suatu proses yang secara perlahan- lahan
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya (Maryam, S. 2011).
Menjadi lansia ditandai adanya penurunan biologis maupun fisiologis
yang terlihat sebagai penurunan yang terjadi adalah kemampuan-kemampuan
kognitif seperti suka lupa, penurunan orientasi terhadap waktu, ruang, tempat,
serta tidak mudah menerima hal ide baru. Penurunan lain yang dialami adalah
penurunan fisik antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut
memutih/beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan
berkurang, mudah lelah, gerakan menjadi lambat dan kurang lincah, serta
terjadi penimbunan lemak di perut dan pinggul (Maryam, 2008).

1
Penurunan fungsi fisiologis yang paling sering dialami oleh lansia
adalah penurunan kebutuhan istirahat dan tidur. Perubahan pola tidur yang
terjadi selama proses penuaan berhubungan dengan gangguan pada
mekanisme pengaturan tidur di otak. Namun, penting untuk diketahui bahwa
ada banyak kondisi medis yang dapat mengganggu tidur dimalam harinya,
sehingga mengakibatkan mengantuk di siang hari. Hal ini meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Tidur juga dapat terganggu pada stadium awal
penyakit neurologis (contohnya, penyakit Parkinson dan Alzheimer), dimana
sistem saraf merupakan salah satu penyebab yang dapat mempengaruhi tidur
pada lansia (Potter & Perry, 2010). Kondisi ini dan keadaan potensial lainnya
yang dapat menyebabkan gangguan tidur pada lanjut usia harus dieksklusi
sebelum memikirkan perubahan intrinsik pada mekanisme sirkadian
pengaturan tidur yang menjadi penyebabnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu tidur dan fungsinya pada lansia?
2. Bagaimana fisiologi tidur?
3. Apa saja factor yang mempengaruhi tidur?
4. Bagaimana pola tidur yang baik untuk lansia?
5. Gangguan tidur pada lansia?
1.3 Tujuan
Mengetahui bagaimanakah konsep kebutuhan istirahat pada lansia.
1.4 MANFAAT
1. Bagi mahasiswa
Bagi Mahasiswa Sebagai pengembangan kemampuan mahasiswa
dalam hal perawatan komprehensif dan menambah pengalaman mahasiswa
dalam merawat lansia .
2. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan,
khususnya disiplin ilmu keperawatan mengenai perawatan kompreshensif
pada lansia.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Tidur Dan Fungsinya Pada Lansia


Tidur adalah proses istirahat bagi semua makhluk hidup dan bahkan
ini sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia. Tanda - tanda kehidupan
seperti kesadaran, puls, dan frekuensi pernapasan mengalami perubahan.
Dalam tidur normal biasanya fungsi saraf motoric juga saraf sensorik untuk
kegiatan yang memerlukan koordinasi dengan sistem saraf pusat akan
diblokade dan beberapa organ ada yang beristirahat, karena hal itulah maka
daya tanggap dan respon tubuh kita menjadi berkurang. Pada Lansia tidur
merupakan hal yang penting, semakin berumur seseorang jam tidurnya juga
semakin berkurang. Dalam tidur juga mengenal 2 Fase yaitu :
1. Pradormitium adalah fase peralihan ketika masih sadar menuju tidur. Pada
fase ini, biasanya kita masih sadar dan bisa mendengar suara di sekitar.
2. Postdormitium adalah kebalikan dari pradormitium. Ini merupakan fase
peralihan saat tidur untuk kembali sadar. Kebanyakan orang tidak
menyadari sedang mengalami fase ini.
Tidur mempunyai fungsi restoratif, yaitu fungsi pemulihan kembali
bagian-bagian tubuh yang lelah, merangsang pertumbuhan, serta
pemeliharaan kesehatan tubuh. Proses tidur jika diberi waktu yang cukup
dan lingkungan yang tepat akan menghasilkan tenaga yang luar biasa. Lebih
lanjut, tidur dapat memulihkan, meremajakan, dan memberikan energi bagi
tubuh dan otak selain itu tidur yang baik dapat meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit (Maas, 2002). Kurang tidur dalam jangka waktu
yang panjang dapat menyebabkan kerusakan otak, bahkan kematian.
Selain kondisi fisik, tidur juga mempengaruhi kondisi mental
seseorang, tidur yang kurang dapat mempengaruhi suasana hati seseorang
(Webb, 2001). tidur yang baik merupakan kunci untuk merasa nyaman

3
dan bahagia. Tidur yang buruk, sebaliknya, dapat mengakibatkan
kelelahan, mudah tersinggung, mudah marah dan depresi klinis (Khavari,
2000). periode kekurangan tidur yang panjang, terkadang menyebabkan
disorganisasi ego, halusinasi dan waham selain itu, orang yang kekurangan
tidur REM mungkin menunjukkan sikap mudah tersinggung dan letargi
(merasa kehilangan energi dan antusiasme), (Kaplan & Sadock, 1997).
kualitas tidur merupakan suatu keadaan di mana saat seseorang lansia
terbangun dari tidurnya dapat merasakan suatu kebugaran kesegaran, dan
kepuasan terhadap tidur tanpa seseorang meminum obat apapun untuk
mendapatkannya. Sehingga apabila kebutuhan tidur lansia sudah terpenuhi
maka tidak akan muncul perasaan lelah, gelisah, lesu dan apatis.

2.2 Fisiologi Tidur


Tidur adalah suatu periode istirahat bagi tubuh berdasarkan atas
kemauan serta kesadaran dan secara utuh atau sebagian fungsi tubuh yang
akan dihambat atau dikurangi.. Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh
sistem pengaktivasi retikularis. Waktu tidur lansia berkurang berkaitan
dengan faktor ketuaan. Fisiologi tidur dapat dilihat melalui gambaran
elektrofisiologik sel-sel otak selama tidur. Polisomnografi merupakan alat
yang dapat mendeteksi aktivitas otak selama tidur. Tidur yang normal
melibatkan dua fase : tahapan Non REM (Non Rapid Eye Movement)
NREM atau disebut juga active sleep dan tahapan REM (Rapid Eye
Movement) atau disebut juga quiet sleep.

Tabel Tahapan Siklus Tidur

Tahapan Karakteristik
siklus
tidur
Tahap1 : - Tahap transmisi diantara mengantuk dan tertidur
NREM
- Ditandai dengan pengurangan aktivitas fisiologis yang dimulai
dengan menutupnya mata, pergerakan lambat, otot berelaksasi serta
penurunan secara bertahap tanda-tanda vital dan metabolisme,
- Seseorang mudah terbangun pada tahap ini

4
- Tahap ini berakhir 5-10 menit
Tahap2 : - Tahap tertidur ringan
NREM
- Denyut jantung mulai melambat, menurunnya suhu tubuh, dan
berhentinya pergerakan mata
- Masih relative mudah untuk terbangun
- Tahap ini akan berakhir 10 hingga 20 menit
Tahap3 : - Tahap awal dari tidur yang malam
NREM
- Laju pernapasan dan denyut jantung terus melambat karena system
saraf parasimpatik semakin mendominasi.
- Otot skeletal semakin berelaksasi, terbatasnya pergerakan dan
mendengkur mungkin saja terjadi.
- Pada tahap ini, seseorang yang tidur sulit dibangunkan, tidak dapat
diganggu oleh stimuli sensori.
- Tahap ini berakhir 15 hingga 30 menit.
Tahap4 : - Tahap tidur terdalam
NREM
- Tidak ada pergerakan mata dan aktivitas otot
- Tahap ini ditandai dengan tanda-tanda vital menurun secara
bermakna disbanding selama terjaga, laju pernapasan dan denyut
jantung menurun sampai 20-30 %
- Seseorang terbangun pada saat tahap ini tidak secara langsung
menyesuaikan diri, sering merasa pusing dan disorientasi untuk
beberapa menit setelah bangun dari tidur.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Tidur Pada Lansia


Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur antara lain :
a. Stress
Kecemasan tentang masalah pribadi atau situasi dapat mengganggu
tidur pada lansia. Stress emosional menyebabkan lansia menjadi tegang
dan sering kali mengarah frustasi apabila tidur. Stress merusak
keseimbangan alamiah dalam diri lansia. Mengalami keadaan tidak
normal secara terus-menerus akan merusak kesehatan tubuh dan
berdampak pada beragam gangguan fungsi tubuh. Salah satu

5
dampaknya adalah kesulitan tidur (mimpi buruk). Stress juga
menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras untuk tidur, sering
terbangun selama siklus tidur, atau terlalu banyak tidur. Stress yang
berlanjut dapat menyebabkan kebiasaan tidur buruk (Potter & Perry,
2005).
b. Lingkungan
Lingkungan fisik tempat lansia tidur juga berpengaruh penting
pada kemampuan untuk tidur dan tetap tertidur. Ventilasi yang baik
adalah esensial untuk tidur yang tenang. Ukuran, kekerasan, posisi tempat
tidur mempengaruhi kualitas tidur dan suara juga mempengaruhi tidur.
Suara yang rendah lebih sering membangunkan seseorang dari tidur tahap
1, sementara suara yang keras membangunkan orang pada tahap tidur 3
atau 4 (Potter & Perry, 2005). Kebisingan merupakan suara atau bunyi
yang mengganggu tidur. Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan
seperti gangguan fiologis dan gangguan psikologis. Pada umumnya
bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau
datangnya tiba-tiba. Bising dengan intensitas yang tinggi dapat
menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat
merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga yang akan
menimbulkan efek pusing/vertigo, perasaan mual, susah tidur, dan sesak
nafas. Hal ini karena adanya rangsangan bising terhadap sistem saraf,
keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem
pencernaan dan keseimbangan elektrolit (Frizzy, 2009).
c. Obat-obatan dan Substansi Lain
Dari daftar obat resep atau obat bebas menuliskan mengantuk
sebagai satu efek samping, 486 menulis insomnia, dan 281 menyebabkan
kelelahan (Buysse, 1991). Mengantuk dan defrivasi tidur adalah efek
samping mediksi yang umum (Potter & Perry, 2005). Berikut daftar
obat-obatan yang dapat mengganggu tidur, yaitu : Hipnotik; mengganggu
dengan mencapai tahap tidur yang lebih dalam, hanya memberikan
peningkatan kualitas sementara, seringkali menyebabkan “rasa

6
mengembang” sepanjang siang hari perasaan mengantuk yang
berlebihan, bingung, penurunan energi, memperburuk apnea tidur pada
lanjut usia. Kafein; mencegah seseorang tertidur, dapat menyebabkan
seseorang terbangun di malam hari.
d. Latihan Fisik
Lansia yang kelelahan menengah (moderate) biasanya memperoleh
tidur yang mengistirahatkan, khususnya kelelahan adalah hasil dari kerja
atau latihan yang menyenangkan. Latihan 2 jam atau lebih sebelum waktu
tidur membuat tubuh mendingin dan mempertahankan suatu kelelahan
yang meningkatkan relaksasi. Akan tetapi, kelelahan yang berlebihan
yang dihasilkan dari kerja yang meletihkan atau penuh stress membuat
sulit tidur (Potter & Perry, 2005).
e. Penyakit
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidak nyamanan
fisik (misal: kesulitan bernafas), atau suasana hati (seperti: kecemasan
atau depresi) dapat menyebabkan masalah tidur. Penyakit pernafasan
seperti emfisema, asma, bronchitis, rhinitis alergi mengubah irama
pernafasan dan mengganggu tidur. Penyakit jantung koroner sering
dikarakteristikkan dengan episode nyeri dada yang tiba-tiba dan denyut
jantung yang tidak teratur dapat mengalami frekuensi terbangun yang
sering dan perubahan tahapan selama tidur (Potter & Perry, 2005).
f. Gaya Hidup
Rutinitas harian seseorang mempengaruhi pola tidur. Individu
yang bekerja bergantian dan berputar (misal: 2 minggu siang diikuti
oleh 1 minggu malam) sering mempunyai kesulitan menyesuaikan
perubahan jadwal tidur. Jam internal tubuh di atur pukul 22, tetapi
sebaliknya jadwal kerja memaksa untuk tidur pada pukul 9 pagi. Individu
mampu untuk tidur 3 sampai 4 jam karena jam tubuh mempersepsikan
bahwa ini adalah waktu terbangun dan aktif. Kesulitan mempertahankan
kesadaran selama waktu kerja menyebabkan penurunan dan bahkan
penampilan yang berbahaya. Setelah beberapa minggu bekerja pada

7
malam hari, jam biologis seseorang biasanya dapat disesuaikan. Perubahan
lain dalam rutinitas yang menggangu pola tidur meliputi: kerja berat yang
tidak biasanya, terlibat dalam aktifitas social pada larut malam, dan
perubahan waktu makan malam (Potter & Perry, 2005).

2.4 Mengatasi Gangguan Pola Tidur Pada Lansia


Untuk mengataasi gangguan tidur atau insomnia pada lansia selain dengan
bantuan obat yang diberikan oleh dokter dapat pula dengan penatalaksanaan
non-medis, antara lain:
1. Mengatur jadwal tidur yang teratur
Tidur di jam yang sama setiap harinya dapat membantu lansia
mendapatkan tidur yang nyenyak. Para lansia dianjurkan untuk pergi tidur
dan bangun tidur pada jam yang sama setiap harinya, termasuk di akhir
pekan atau saat berlibur. Hal ini bila dilakukan secara rutin, tubuh akan
memiliki ritme tersendiri dengan mengirimkan sinyal bahwa kegiatan
tersebut mengantarkan para lansia pada waktu tidur malam. Cara ini juga
dapat membantu merilekskan tubuh dan membantunya tidur lebih cepat.
2. Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur
3. Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bias tidur
4. Relaksasi sebelum tidur
5. Menghindari atau membatasi tidur siang
Bila memang harus untuk tidur siang, tidur siang dapat dilakukan
sekitar 15-45 menit saja. Meski terasa singkat, ini justru bermanfaat untuk
meningkatkan kewaspadaan dan daya ingat lansia. Sebaliknya, terlalu
lama tidur siang dapat membuat lansia lebih sulit berkonsentrasi setelah
bangun tidur.
6. Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur
Kunci utama mengatasi susah tidur nyenyak pada lansia adalah
dengan menghadirkan suasana tidur yang nyaman. Begitu kondisi kamar
terasa nyaman, tubuh akan lebih mudah menyesuaikan diri sehingga akan
lebih cepat terlelap. Orang dengan usia lanjut cenderung lebih sensitive

8
dengan suara, cahaya, dan udara panas. Maka itu, pastikan kamar tidur
dalam kondisi tenang, gelap, dan sejuk.
Bila tetap tidak bias tidur, gunakan bantuan alat white noise dari kipas atau
AC, penutup mata, dan sumbatan telinga (earplug) untuk membantu
meredam cahaya dan kebisingan. Hindari berbagai hal yang bias
mengganggu tidur lansia seperti suara dan cahaya dari televisi, handphone,
atau laptop. Pastikan Anda sudah mematikan seluruh alat komunikasi
sebelum tidur agar bias mendapatkan tidur nyenyak. Jadikan kamar tidur
hanya sebagai tempat untuk tidur, bukan tempat menonton TV, makan,
atau bekerja.
7. Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20-30 menit setiap hari
sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur,
8. Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
9. Menghindari makan besar sebelum tidur
10. Cek kesehatan secara rutin
11. Jika terdapat nyeri dapat menggunakan obat anti nyeri bilaperlu.

2.5 Gangguan Tidur Pada Lansia


Gangguan tidur pada lansia dapat bersifat nonpatologis karena
faktor usia dan ada pula gangguan tidur spesifik yang sering ditemukan pada
lansia. Ada beberapa gangguan tidur yang sering ditemukan pada lansia,
yaitu :
a. Insomnia Primer
Insomnia primer tidak terjadi secara eksklusif selama ada
gangguan mental lainnya. Tidak disebabkan oleh faktor fisiologis langsung
kondisi medis umum. Ditandai dengan keluhan sulit untuk memulai
tidur. Keadaan ini berlangsung paling sedikit selama 1 bulan. Seseorang
dengan insomnia primer sering mengeluh sulit masuk tidur dan terbangun
berkali-kali. Bentuk keluhannya bervariasi dari waktu ke waktu.

9
b. Insomnia Kronis
Insomnia kronis biasanya disebut juga insomnia psikofisiologis
persisten. Insomnia ini dapat disebabkan oleh kecemasan, dapat juga
terjadi akibat kebiasaan perilaku maladaptive di tempat tidur. Adanya
kecemasan yang berlebihan karena tidak bisa tidur menyebabkan
seseorang berusaha keras untuk tidur tapi ia semakin tidak bisa tidur.
Ketika berusaha untuk tidur terjadi peningkatan ketegangan motorik dan
keluhan somatik lain sehingga menyebabkan tidak bisa tidur.
c. Insomnia Idiopatik
Insomnia idiopatik merupakan insomnia yang telah terjadi
sejak dini. Terkadang insomnia ini sudah terjadi sejak lahir dan dapat
berlanjut selama hidup. Penyebabnya pun tidak jelas, ada dugaan
disebabkan oleh ketidakseimbangan neurokimia otak di formasioretikularis
batang otak atau disfungsi forebrain. Lansia yang tinggal sendiri atau
ada rasa takut pada malam hari dapat menyebabkan kesulitan tidur.
Insomnia kronis dapat menyebabkan penurunan mood (risiko depresi
dan ansietas), menurunkan motivasi, energy dan konsentrasi serta
menimbulkan rasa malas. Kualitas hidup berkurang menyebabkan
lansia tersebut lebih sering menggunakan fasilitas kesehatan.

10
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tidur adalah proses istirahat bagi semua makhluk hidup dan bahkan ini
sangat penting bagi kesehatan tubuh manusia. Tidur mempunyai fungsi
restoratif, yaitu fungsi pemulihan kembali bagian-bagian tubuh yang
lelah, merangsang pertumbuhan, serta pemeliharaan kesehatan tubuh.
Proses tidur jika diberi waktu yang cukup dan lingkungan yang tepat
akan menghasilkan tenaga yang luar biasa.

11
DAFTAR PUSTAKA

Admin. (2018, September 4). PT DUTA MAS MANDIRI. Diambil kembali dari
IN.THE.BOX: https://inthebox.net/blog/pengertian-tidur
Arief Riadi Arifin, R. d. (2021). FISIOLOGI TIDUR. 13.
Nugroho, C. (2020). TINJAUAN TEORI KONSEP LANSIA. 31.

12

Anda mungkin juga menyukai