Anda di halaman 1dari 19

Atasan Langsung

Ttd & stempel

___________________________
NIP.

LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR
A. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan
umumnya dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur adalah rupturnya kontinuitas
struktur dari tulang atau kartilago dengan tanpa disertai subluksasi fragmen yang terjadi
karena trauma atau aktivitas fisik dengan tekanan yang berlebihan (Ningsih, 2011).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tualng, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya
(Lukman & Ningsih, 2009). Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang
digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain fraktur inkomplit,
fraktur simple dan fraktur compound ( Elizabet J. Crowin, Phd, MSN, CNP, 2008).
Fraktur dibedakan menjadi:
1. Fraktur Tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur Terbuka adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah tembus,
dan terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:
a. Grade I : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm, kerusakan jaringan,
tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, komunikatif ringan, kontaminasi
minimal.
b. Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm, kerusakan
jaringan lunak tidak luas, flap, komunikatif sedang, kontaminasi sedang.
c. Garde III : Banyak sekali jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan pembuluh
darah serta luka sebesar 6-8 cm.
(Sjamsuhidayat, 2010 dalam wijaya & putri, 2013).

B. Etiologi
Etilogi fraktur berdasarkan klasifikasinya antara lain :
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedara tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebakan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat menyebabkan fraktur, seperti:
a. Tumor tulang (jinak dan ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.
(Sachdeva, 2002 dalam Kristiyansari, 2012)
C. Patofisiologi dan Pathways
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, dan patologik. Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar maka terjadi trauma yang mengakibatkan
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh darah
serta saraf korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang akan rusak.
Sewaktu patah tulang biasanya terjadi perdarahan disekitar tempat patah kedalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Infusiensi pmbuluh darah
atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak dapat
ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan
saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan. faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu tekanan dari luar tergantung
besar kecilnya tekanan dan daya tahan tulang seperti kepadatan atau kekerasan tulang.

Pathways

Tekanan eksternal : pemukulan, penghancuran, penarikan dan benturan dan fraktur patologis

Ketidakmampuan tulang menahan tekanan eksternal

Pergeseran tulang Tekanan langsung Kerusakan jaringan G3. neuro


Nyeri
Deformitas akut kerusakan fragmen tulang laserasi kulit luka terbuka

Ekstremitas tidak berfungsi


Gangguan Resiko
secara baik pembuluh darah terputus integritas kulit infeksi

Perdarahan hebat penurunan kekuatan otot


Hambatan mobilitas
fisik
kelemahan

Resiko syok hipovolemik


G3 body image Defisit perawatan diri

G3 pola tidur
tidur
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat karena
penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
2. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebakan oleh ketergantungan
fungsional otot pada kesetabilan otot.
3. Pembengkakan akibat vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan leukosit
pada jaringan disekitar tulang.
4. Saat ektremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Kurang sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana saraf ini
dapat terjadi atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri atau
spasme otot.
7. Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan sekitarnya.
8. Pergerakan abnormal.
9. Spasme otot karena tingkat kecatatan, kekuatan otot yang sering disebabkan karena
tulang menekan otot.
(Mansjoer, Arif, 2014)

E. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


1. X-ray: untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang: untuk memperlihatkan fraktur dengan jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Arteriogram: untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vasekuler.
4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
5. Kreatinin: trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah atau
cedera hati.
(Dongoes, 2002 dalam Wijaya Putri, 2013 : 2014)

F. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ
yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar sebagai
akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur pelvis.
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin yang
dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula lemak ini
bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang dapat menyumbat
pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak, paru- paru, ginjal dan organ
lainnya.
c. Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh karena
penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat, balutan yang terlalu
ketat dan peningkatan isi kompartemen karena perdarahan atau edema.
d. Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati
intravaskular.

2. Komplikasi lambat
a. Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak terjadi
dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi (tarikan) dari
fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan kesalahan
bentuk dari penyatuan tulang (malunion). Tidak adanya penyatuan (nonunion)
terjadi karena kegagalan penyatuan ujung- ujung dari patahan tulang.
b. Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang
yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada
kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala. Nyeri
dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah tersebut
meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai,
kegagalan material, berkaratnya alat, respon alergi terhadap logam yang
digunakan dan remodeling osteoporotik disekitar alat.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalakasanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur yang mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat apada anggota
gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidang eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai
eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan gips atau
macam-macam bidai dari plastik atau metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi ekterna
dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, tindakan ini
mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap imobilisasi.

2. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi perkuatan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal tulang yaitu:
c. Open Reduction and Internal Fixation atau reduksi terbuka dengan fiksasi internal.
Orif akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan dengan
memasukkan paku, skrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk mengfiksasi
bagian tulang pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal sering digunakan
untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
d. Open Reduction Terbuka dengan Fiksasi Eksternal. Tindakan ini merupakan
pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan
konselosascrew atau dengan metilmetaklirat (aklirik gigi) atau fiksasi eksterna
dengan jenis-jenis lain seperti gips.
(Muttaqin, 2008)
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk
itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi, meliputi:
apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau pedesaan, dan keadaan rumah
redup atau terang, suasana rumah ramai atau tenang.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas, distress
pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan
melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban kulit, tanda-
tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
i. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam. Gambaran umum perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau
buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis,
sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan,
keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur
biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
d) Mata
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak ada sekret.
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan
tidak ada sekret.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada defands
muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
l) Genetalia-Anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada kesulitan
BAB.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanis.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang, gangguan musculoskeletal.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan tingkat nyeri
menurun
Kriteria Hasil :
1) Keluhan nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Sikap protektif menurun
4) Gelisah menurun
5) Kesulitan tidur menurun
6) Frekuensi nadi membaik
Tindakan
Observasi
1) Indetifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2) Indetifikasi skala nyeri
3) Indetifikasirespon nyeri non verbal
4) Indetifikasi identivikasi factor yang memperberat dan meper ringan nyeri
5) Indetifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
6) Indetifikasi pengaruh nyeri terhadapkualitas hidup
7) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
8) Monitor efek samping penggunaan analgentik
Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis TENS,
hipnosis, akkupressure, terapi musik, dll)
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
3) Fasilitasi istirahat tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanis.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan integritas
kulit dan jaringan meningkat
Kriteria Hasil :
1) Kerusakan jaringan menurun
2) Kerusakan kulit menurun
Tindakan :
Observasi
1) Monitor karakteristik luka
2) Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
1) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2) Cukur rambut daerah luka, jika perlu
3) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
4) Bersihkan jaringan nekrotik
5) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
6) Pasang balutan sesuai jenis luka
7) Pertahankan tehnik steril saat melakukan perawatan luka
8) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
9) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
10) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
11) Berikan suplemen vitamin dan mineral sesuai indikasi
12) Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transcutaneous), jika perlu
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Anjurkan mengkomsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3) Ajarkan prosedur merawat luka secara mandiri
Kolaborasi
1) Kolaborasi prosedur debridement, jika perlu
2) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang, gangguan musculoskeletal.
Tujuan :
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan mobilitas
meningkat
Kriteria Hasil :
1) Pergerakan ekstremitas meningkat
2) Kekuatan otot meningkat
3) Rentang gerak meningkat
4) Nyeri menurun
Tindakan
Observasi
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum dan sesudah mobilisasi
4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
2) Fasilitas melakukan pergerakan, jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

Daftar Pustaka

Elizabeth J. Corwin . 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media.
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

PPNI, 2017, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1, Cetakan III, Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II, Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Cetakan II, Jakarta: DPP PPNI.

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


IDENTITAS PASIEN Tanggal : 28 Februari 2021
No.reg : 635242
Nama : Ny.T Tgl lahir Usia: 71 Tahun Jenis Kelamin:
4/3/1950  pria  wanita
Alamat : Agama: Jenis pembayaran: Umum
Islam
Waktu kedatangan : 23.00 WIB Waktu Dead On Arrival (DOA):
diperiksa  Denyut nadi (-)
:23.02  Refleks cahaya (-/-)
WIB  EKG Asistole
Jam Penentuan Kematian:-

Jenis Kasus : Tanggal dan jam Kejadian: 28/02/2021, 18.00 WIB Kondisi Diantar oleh:
 Trauma Tempat Kejadian: Kamar mandi kedatangan:  Ambulance
Mekanisme Cedera: 2 minggu sebelumnya pasien  sadar  keluarga
 Non Trauma jatuh terpeleset di kamar mandi dan sejak 1 minggu  tidak sadar  datang sendiri
yang lalu kaki klien bertambah bengkak. Tanggal  rangsang verbal  polisi
28/2/2021 pukul 18.00 WIB klien mengeluh nyeri  rangsang nyeri  lain2 : Perawat B
mulai pangkal paha sampai sepanjang oaha dan tidak rujukan dari RS
bisa digerakkan pada kaki sebelah kanan. Keluarga Persada
membawa klien ke RS Persada dan setelah diberikan
terapi untuk nyeri klien dirujuk ke IRS RSSA

Informasi diperoleh dari :  pasien  keluarga, nama : Tn.D  orang lain , nama : Perawat B (RS Persada)

FALSE
TRIASE / NON
RESUSITASI EMERGENCY URGENT EMERGENC
KATEGORI URGENT
Y
JALAN NAPAS  Sumbatan  Stridor/disstres  Bebas  Bebas  Bebas
PERNAPASAN  Henti Napas  Napas >32x/menit  Napas 24-32  Napas  Napas
 Napas  Wheezing x/menit Normal 16- Normal 16-20
<10x/menit  Wheezing 20 x//menit x//menit
 Sianosis
 Henti Jantung  Nadi tidak  Nadi 100-150  Nadi  Nadi
 Nadi tidak teraba/lemah x/menit Normal Normal
teraba/lemah  Bradikardia  TD Sistole  Perdarahan  Luka
 Pucat (<50x/mnt) >160 mmHg Ringan Ringan
 Akral Dingin  Takikardia  TD Diastole  Cedera
 GDA < 80 (>150x/mnt) >100 mmHg Kepala
mg/dl  Pucat  Perdarahan ringan
 GDA >200  Akral Dingin sedang  Muntah /
SIRKULASI mg/dl  CRT >2 setik  Muntah diare tanpa
 Kejang  TD Sistole <100  dehidrasi dehidrasi
mmHg  Kejang tapi  Nyeri
 TD Diastole <60 sadar ringan
mmHg  Nyeri Sedang
 Nyeri akut (>8)
 Perdarahan akut
 multiple Fraktur
 Suhu >39 C
DISABILITY  GCS <9  GCS 9-12  GCS >12  GCS 15  GCS 15
AREA P1 P2 P3
RESPON TIME 1 MENIT 10 MENIT 60 MENIT
Pengkajian Perawat, jam: 23.02 WIB Riwayat Penyakit Dahulu:
Keluhan utama (SAMPLE):  TB  Kanker  Infark
S: Klien mengeluh nyeri dan kaki tidak bisa digerakkan pada kaki Miokard
sebelah kanan  PPOK  Hepatitis 
A: Tidak mempunyai alergi makanan dan obat-obatan Peny.Jantung
M: Klien mengonsumsi OAD  DM  Hipertensi  Stroke
P: Klien memiliki riwayat DM sejak tahun 2017  Kejang  Asma 
L: Keluarga mengatakan klien makan nasi dan lauk Lain2:___________
E: Keluarga mengatakan klien mengeluh nyeri sejak pukul 18.00 WIB Riwayat Pemakaian Alkohol:
dan tidak bisa digerakkan kaki sebelah kanan  YA  TIDAK Jml/hri: -
Riwayat Merokok:
 YA  TIDAK Jml/hri: -
Riwayat Alergi:
 YA  TIDAK Jenis Alergi:-
TD: 130/70 mmHg Nadi: 94 x/menit Suhu: 36,65 C TB:160 cm / BB: 67 Kg
GDA: 217 mg/dl SaO2: 96 % Skala Nyeri (0-10): 5 Status Gizi: Baik
Skala Nyeri Untuk Umur > 9 Tahun: Skala Nyeri Untuk Umur < 9 Tahun: NILAI SKALA
NYERI:
0 (Tidak
Nyeri)
 1-3
(Ringan)
 4-6
(Sedang)
 7-10 (Berat)

Diagram kode diagram


A : Abrasi
B: Bruise
Bu : Burn
E : eritema
L : laserasi
P : Ptekie
Pu : Pressure ulcer
R : Rash
S : Scar
ST: stoma
U : Ulcer
O : other (tato,
amputasi, perubahan
warna)
Ket: Close fraktur pada
femur dextra dan soft
tissue swelling

Pemeriksaan fisik head to toe) (DCAPBTLS): (D=Deformitas, C=Contution, A=Abration, P=Penetration, B=Burns,
T=Tenderness, L=Laceration, S=Swelling)

A. Kepala:
Bentuk kepala normal chepalic, tidak terdapat lesi dan peradangan, kulit kepala bersih dan tidak bau, rambut rapi
dan berwarna putih kehitaman. Rambut terdistribusi merata diseluruh permukaan kulit kepala. Bentuk wajah oval
dan simetris kanan dan kiri. Ekspresi wajah meringis saat klien menggerakkan kaki sebelah kanan.
B. Leher:
Posisi trakea di tengah, tidak terdapat benjolan pada tiroid, suara normal dan jelas, tidak terdapat pembesaran
kelenjar lymphe, tidak terdapat bendungan vena jugularis.
C. Bahu :
Tidak terdapat dislokasi/fraktir, tidak terdapat peradangan dan lesi.
D. Dada:
Eupnea, normal chest, simetris kanan dan kiri, pengembangan dada simetris saat inspirasi dan ekspirasi, retraksi
interkosta dan tidak terdapat peradangan. Frekuensi 18x/menit dengan irama regular. Tidak terdapat nafas cuping
hidung.

E. Perut :
Tidak terdapat benjolan atau massa, peristaltik usus 20 kali/menit, tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat tanda-
tanda asites, tidak terdapat pembesaran hepar dan nyeri tekan, tidak terdapat pembesaran dan nyeri tekan. Suara
abdomen timpani.
F. Genitalia:
Keluarga mengatakan tidak terdapat masalah.
G. Punggung:
Tidak terdapat dislokasi dan fraktur, tidak terdapat peradangan dan lesi.
H. Panggul:
Tidak terdapat dislokasi dan fraktur, tidak terdapat peradangan dan lesi.
I. Tangan:
Tidak terdapat dislokasi dan fraktur, tidak terdapat peradangan dan lesi. Kuku merah muda dan bersih.
J. Kaki:
Nyeri dan kebiruan pada femur sebelah kanan, skala nyeri 5 (sedang), klien tampak meringis, bersikap protektif,
nyeri dirasakan hilang timbul, klien berfokus pada nyeri
Penilaian Resiko Jatuh
MORSE FALL SCALE (MFS)/ SKALA JATUH DARI MORSE
NO PENGKAJIAN SKALA NILAI KET.
1. Riwayat jatuh: apakah lansia pernah jatuh dalam 3 Tidak 0 25 Terpeleset
bulan terakhir? Ya 25 dikamar
mandi
2. Diagnosa sekunder: apakah lansia memiliki lebih Tidak 0 15 Riwayat DM
dari satu penyakit? Ya 15
3. Alat Bantu jalan: 0
- Bed rest/ dibantu perawat 0
- Kruk/ tongkat/ walker 15
- Berpegangan pada benda-benda di sekitar 30
(kursi, lemari, meja)
4. Terapi Intravena: apakah saat ini lansia terpasang Tidak 0 20 Terpasang
infus? Ya 20 infus RL 20
tpm 500 cc
5. Gaya berjalan/ cara berpindah: 20 Kaki kanan
- Normal/ bed rest/ immobile (tidak dapat bergerak 0 tidak dapat
sendiri) digerakkan
- Lemah (tidak bertenaga) 10
- Gangguan/ tidak normal (pincang/ diseret) 20
6. Status Mental 15
- Lansia menyadari kondisi dirinya 0
- Lansia mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total Nilai 95

Keterangan:
Nilai MFS Tindakan
Tingkatan Risiko
Tidak berisiko 0 - 24 Perawatan dasar
Risiko rendah 25 - 50 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh standar
Risiko tinggi ≥ 51 Pelaksanaan intervensi pencegahan jatuh risiko tinggi
Pemeriksaan diagnostic jam : 23.30 RENCANA PROSEDUR
 tidak ada  USG  orofaringeal airway  terapi nasogastrik
 darah lengkap  X Ray  nasofaringeal airway  kateter urin
 BUN  MRI  intubasi ETT  kateter vena sentral (CVP)
 enzim jantung  CT scan  terapi oksigen  perawatn Ob/Gyn
 glukosa  lain-lain  terapi nebulizer  perawatan orthopedic
 tes fungsi hati  urinalisis  CPR  terapi trombolitik
 gas darah arteri  tes kehamilan  IV fluid  perawatan luka
 alcohol dalam darah  oksmetri nadi  DC shock lain-lain : Pemasangan skin traksi
 HIV serologi  EKG

RENCANA TERAPI MEDIKASI:


Infus RL 20 tpm
Metformin tablet 3x500 mg
Glimepirid tablet 1x2 mg
Injeksi metamizole 3x1 gr
Injeksi ranitidin 2x50 mg

DIAGNOSIS MEDIS: Close Fraktur Intertrochanter Femur

DIAGNOSIS 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik ditandai dengan:
KEPERAWATAN: DS: P: Klien mengeluh nyeri saat kaki kanan digerakkan
Q: Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
R: Nyeri pada paha kanan
S: Skala 5 (sedang)
T: Nyeri dirasakan hilang timbul
DO:
a. Tanda –tanda vital
TD: 130/70 mmHg
N: 94x/menit
RR: 18x/menit
SB: 36,5OC
b. Ekspresi wajah klien meringis
c. Klien bersikap protektif
d. Klien berfokus pada nyeri
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
JAM TINDAKAN
23.02 a. Mengukur tanda-tanda vital klien dengan hasil:
TD: 130/70 mmHg
N: 94x/menit
RR: 18x/menit
23.03 SB: 36,5OC
23.10 b. Memonitor saturasi oksigen dengan hasil 96%
23.20 c. Cek GDA dengan hasil 217 mg/dL
23.30
00.00
d. Pengkajian nyeri secara komprehensif
00.30 e. Menganjurkan teknik relaksasi napas dalam
f. Kolaborasi memberikan cairan intravena NS 20 tetes per menit
g. Kolaborasi pemberian terapi
Metformin tablet 3x500 mg
Glimepirid tablet 1x2 mg
Injeksi metamizole 3x1 gr
Injeksi ranitidin 2x50 mg
S: Klien mengatakan masih nyeri
O:
- KU cukup baik
- Tanda-tanda vital
TD: 130/70 mmHg
N: 95x/menit
RR: 18x/menit
SB: 36,2OC
EVALUASI - SaO2 96%
- GCS: E 4 V 5 M 6
- GDA 210 mg/dL
- Ekspresi wajah masih meringis
- Klien masih bersikap protektif terhadap nyeri
- Nampak sulit tidur
A: Masalah nyeri akut belum teratasi
P: Klien direncanakan rawat inap
PERAWATAN  Rawat  Rawat Inap Pulang Paksa  dirujuk  Meninggal
LANJUTAN Jalan
Bila Rawat Jalan/pulang paksa, Tanggal: - Jam:- Vital Sign Sebelum
transfer/rujuk/pulang:
Bila Rawat Inap, Transfer ke Ruang: R19 TD: 130/70 mmHg

Bila Meninggal, Tanggal: Jam: Nadi: 95x/menit


Penyebab:
RR: 18x/menit
Bila dirujuk/alih rawat, Tanggal: Jam:
Suhu: 36,2OC

SpO2: 96%
GCS: E 4 V 5 M 6

Malang, 28 Februari 2021

Ttd Perawat

(……………………………)

Anda mungkin juga menyukai