Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur adalah terjadinya diskontinuitas struktur tulang baik komplit maupun


inkomplit, yang disebabkan oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang. Penyebab
terbanyak fraktur adalah trauma, tapi bisa juga terjadi akibat faktor lain seperti proses
degeneratif dan patologi.1,2

Pada masa ini, penyakit muskuloskeletal merupakan masalah yang sering


dijumpai di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka morbiditas dan
mortalitas baik di negara maju maupun di negara berkembang.3 Di antara berbagai
penyebab trauma, kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian merupakan
penyebab yang paling sering ditemukan.Menurut penelitian di seluruh dunia pada
tahun 2000 didapatkan 1,26 juta orang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas, dan
30% kematian terjadi di Asia Tenggara. Sedangkan cedera atau luka akibat
kecelakaan tersebut sekitar 50 juta kasus.4

Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas pada tahun 2013 menyatakan bahwa di
Indonesia kecelakaan sepeda motor merupakan penyebab cedera kedua terbanyak
yaitu sekitar 40,6%, sedangkan di Sulawesi Utara sendiri memiliki presentase sekitar
47,2% dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.5

Data dari Departemen Kesehatan RI 2011, di Indonesia fraktur pada


ekstremitas bawah akibat kecelakaan memiliki prevalensi yang paling tinggi. Dari
45.987 orang dengan kasus fraktur ekstremitas bawah akibat kecelakaan.6
Berdasarkan data dari rekam medis RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado, fraktur
termasuk dalam 10 kasus penyakit terbanyak yang ada di Instalasi Rehabilitasi Medik
RSUP Prof R. D. Kandou Manado tahun 2016 dan 2017. Pada tahun 2016 terdapat
jumlah kasus fraktur sebanyak 154 kasus dan meningkat pada tahun 2017 dengan
jumlah kasus fraktur sebanyak 493 kasus.7

1
Salah satu fraktur yang paling sering terjadi adalah pada bagian paha (tulang
femur).8 Fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh
benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga
didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha di mana, kondisi fraktur
femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan
jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur
tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha.9Fraktur dapat terjadi
baik dari distal sampai ke proksimal femur. Fraktur femur secara umum dibedakan
atas: fraktur collum femur, fraktur subtrokanter, fraktur batang femur, fraktur
suprakondiler dan fraktur interkondiler. 10

Fraktur bukan hanya persoalan terputusnya kontinuitas tulang serta bagaimana


cara mengatasinya, tapi harus ditinjau secara keseluruhan dan harus diatasi secara
simultan.11,12Open Reduksi Internal Fiksasi (ORIF) adalah suatu tindakan
pembedahan untuk memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah atau fraktur
sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya. Setelah itu diperlukan penanganan
lanjut pasca operatif yaitu dengan melakukan rehabilitasi. Tujuan dari rehabilitasi
adalah untuk mengembalikan pasien pada tingkat fungsi yang sama atau mendekati
keadaan dengan sebelum terjadinya cedera.13 Untuk mengatasi berbagai pemasalahan
yang akan timbul akibat fraktur, baik untuk penanganan pre operasi maupun post
operasi maka diperlukan juga kerjasama yang melibatkan berbagai rehabilitasi medis
antara lain dokter, fisioterapi, okupasi terapi, yang secara bersama-sama bertugas
memperbaiki, menjaga dan memulihkan organ-organ yang terkena.14

Berikut ini disampaikan sebuah laporan kasus tentang Rehabilitasi Medik pada
pasien fraktur femur tertutup post ORIF.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya hubungan/kontinuitas struktur tulang atau tulang
rawan bisa komplet atau inkomplet atau diskontinuitas tulang yang disebabkan
oleh gaya yang melebihi elastisitas tulang14Trauma dapat langsung (direct),
seperti terkena pukulan dari benda yang bergerak, atau tidak langsung (indirect),
seperti gaya memutar atau gaya membengkok pada tulang. Trauma lain yang
menyebabkan fraktur adalah gaya penekanan yang terus-menerus (chronic
stress/overuse) yang disebut fatique fracture.15

B. Proses Terjadinya Fraktur

Untuk mengetahui mengapa dan bagaimana tulang mengalami kepatahan,


kita harus mengetahui keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat
menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat
menahan kompresi dan tekanan memutar (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi
karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok,
memutar, dan tarikan16.

Trauma bisa bersifat16:

a. Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada


tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b. Trauma tidak langsung. Disebut trauma tidak langsung apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh
dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.

3
Tekanan pada tulang dapat berupa 16 :

a. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik


b. Tekanan membengkok yang menyebabkan fraktur transversal
c. Tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat menyebabkan fraktur impaksi,
dislokasi, atau fraktur dislokasi
d. Kompresi vertical dapat menyebabkan fraktur komunitif atay memecah
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
e. Trauma langsung disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu akan
menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z
f. Fraktur oleh karena remuk
g. Trauma karena tarikan pada ligament atau tendo akan menarik sebagian
tulang

Gambar 1. Mekanisme Trauma


(a) berputar (b) kompresi (c) fragmen triangular butterfly (d) tension

4
C. Klasifikasi Fraktur
a. Berdasarkan penyebab3
1) Trauma. Trauma dapat dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak
langsung. Trauma langsung yaitu benturan pada tulang, biasanya
penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trokhanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras. Trauma tak langsung yaitu
titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan.
2) Non Trauma. Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan
patologis di dalam tulang, ini bisa karena kelainan metabolik atau
infeksi.
b. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan dan sekitar3,17
1) Fraktur tertutup (close fracture) adalah fraktur yang fragmen
tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan dengan
dunia luar.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
 Tingkat 0: Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
 Tingkat 1: Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
 Tingkat 2: Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
 Tingkat 3: Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka (open fracture) merupakan suatu fraktur dimana
terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi
kontaminasi sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. Luka pada
kulit dapat berupa tusukan yang tajam keluar menembus kulit (from

5
within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau
trauma langsung (from without).
Menurut Gustillo dan Anderson derajat patah tulang terbuka, yaitu:
 Derajat I: Laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
 Derajat II: Laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi
fragmen jelas.
 Derajat III: Luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
c. Berdasarkan bentuk patahan tulang.3,14
1) Transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur
semacam ini biasanya mudah dikontrol dengan pembidaian gips.
2) Spiral adalah garis fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang
timbul akibat torsi ekstremitas. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan lunak.
3) Oblik adalah garis fraktur yang memiliki patahan arahnya miring
dimana garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
4) Segmental adalah dua garis fraktur berdekatan pada satu tulang, ada
segmen tulang yang retak dan ada yang terlepas menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
5) Komunitif adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau
terputusnya keutuhan jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
6) Greenstick adalah garis fraktur tidak sempurna atau garis patahnya
tidak lengkap dimana korteks tulang sebagian masih utuh demikian
juga periosteum. Fraktur jenis ini sering terjadi pada anak – anak.
7) Fraktur impaksi adalah garis fraktur yang terjadi ketika dua tulang
menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu
vertebra dengan dua vertebra lainnya.

6
Gambar 2. Bentuk Patahan Tulang

Berdasarkan lokasinya fraktur dapat dibagi menjadi fraktur segmen


proksimal, medial atau diafisis, dan distal.

D. Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase yaitu16:

1. Fase hematoma
pabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah
kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan
pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi
fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan
terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang
terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari
daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan
suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera
setelah trauma.

7
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai
suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-
sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai
aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang
hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi
sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.
Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah
dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada
jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas.
Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari
fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik.
Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga
merupakan suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap


fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada
kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh
matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-
garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini
disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven
bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.

8
4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-
lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas
yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara
bertahap.
5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk


bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara
osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus
eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah
menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian
dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.

Gambar 3. Proses penyembuhan fraktur.

9
Proses penyembuhan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang yang terkena dan
jumlah gerakan di tempat fraktur. Penyembuhan dimulai dengan lima tahap, yaitu
sebagai berikut:1

Hematoma Proliferasi Kalsifikasi Konsolidasi Remodelling

Tulang Tulang Sel-sel Jaringan Callus Tulang


patah periosteum seluler yang yang belum menyambung
mengenai dan keluar dari masak akan baik dari luar
pembuluh endosteum masing– membentuk maupun dari
darah paling masing callus dalam canalis
Terbentuknya menonjol fragmen berlangsung medularis
hematoma pada tahap yang sudah bertahap dan Osteoblas
disekitar poliferasi matang Sel- berubah- mengabsorbsi
perpatahan Poliferasi sel memberi ubah. pembentukan
Hematoma dari selsel perlengkapan Adanya tulang yang
dibentuk dari periosteum untuk aktifitas lebih. Tulang
jaringan yang osteoblas osteoblas ekstravasi
lunak menutupi condroblas menjadi untuk
disekitarnya fraktur, sel- membentuk tulang yang sembuh
Permukaan sel ini callus yang lebih kuat berlangsung
tulang yang merupakan belum masak dan massa selama 24
patah tidak tempat dan strukturnya minggu
mendapatkan tumbuhnya membentuk belapis – sampai 1
suplay osteoblas jendolan. lapis tahun.
Berlangsung akan Adanya Berlangsung
selama 24 melepaskan rigiditas selama 12-
jam setelah unsurunsur pada fraktur 14 minggu
terjadi intraseluler Berlangsung
perpatahan dan selama 6-12
kemudian minggu.
menjadi
fragmen lain
Berlangsung
selama 3-4
hari

Tabel 1. Tahap-tahap atau proses penyembuhan tulang1

10
E. Penatalaksanaan Fraktur
a. Reposisi
Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi
dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada
fraktur radius distal. Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama
masa tertentu, misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan
imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara
manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada
fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.
Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan
fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur
kolum femur. Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi,
setelah tereposisi, dilakukan pemasangan prosthesis secara operatif pada
kolum femur.
Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar (ORIF)
dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja
yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja disatukan secara
kokoh dengan batangan logam di kulit luar. Beberapa indikasi pemasangan
fiksasi luar antara lain fraktur dengan rusaknya jaringan lunak yang berat
(termasuk fraktur terbuka), dimana pemasangan internal fiksasi terlalu
berisiko untuk terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang terhadap
luka fraktur di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun jaringan
lunak terlalu bengkak untuk operasi yang aman, pasien dengan cedera
multiple yang berat, fraktur tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau
yang terkait dengan cedera kepala, fraktur dengan infeksi.
Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan
pemasangan fiksasi interna (ORIF), misalnya pada fraktur femur, tibia,
humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di
dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan
tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi

11
sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi
tidak diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi.
Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi
kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi
displacement kembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk
dan perlahan (fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple
dimana dengan reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada
pasien dengan perawatan yang sulit (paraplegia, pasien geriatri).
b. Imobilisasi
Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa
reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi
fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa
dislokasi yang penting. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan
mengecilnya otot dan kakunya sendi. Oleh karena itu diperlukan upaya
mobilisasi secepat mungkin.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti upaya mengembalikan kemampuan anggota yang
cedera atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali seperti
sebelum mengalami gangguan atau cedera.

Rehabilitasi Medik (RM) pada fraktur

Tujuan utama program dalam bidang rehabilitasi medik adalah


perbaikan dan peningkatan fungsi, dengan cara mencegah atau mengurangi
dampak impairment, disability dan handicap. Sedangkan hal-hal tersebut
merupakan ruang lingkup kerja RM yaitu: impairment adalah penyakit atau
kelainan pada tingkat organ, disabilitas adalah kelainan pada tingkat individu
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melakukan kegiatan atau aktifitas
sehari-hari serta handicap yang merupakan gangguan atau hambatan
melakukan kegiatan atau aktifitas dalam lingkungan sosialnya.22

12
Terapi yang digunakan pada kasus fraktur dapat berupa terapi latihan
maupun terapi dengan modalitas. Terapi dengan modalitas yang sering
digunakan yaitu traksi, yang dapat mereposisi kembali tulang yang fraktur,
sekaligus juga dapat mengurangi nyeri yang timbul pada daerah fraktur.22-26
Penanganan rehabilitasi dapat berupa:

1) Dokter spesialis rehabilitasi medik


Ilmu rehabilitasi medik (disebut juga sebagai ilmu kedokteran fisik
dan rehabilitasi) adalah ilmu yang mengkhususkan diri dalam pelayanan
masyarakat sejak bayi, anak, remaja, dewasa sampai usia tua, yang
memerlukan asuhan rehabilitasi medis. Pelayanan yang diberikan
bertujuan untuk mencegah terjadinya kecacatan yang mungkin terjadi
akibat penyakit yang diderita serta mengembalikan kemampuan penderita
seoptimal mungkin sesuai kemampuan yang ada pada penderita.
2) Fisioterapi
Teknologi Fisioterapi yang digunakan adalah terapi latihan. Terapi
latihan adalah usaha pengobatan dalam fisioterapi yang pelaksanaannya
menggunakan latihan-latihan gerakan tubuh, baik secara aktif maupun
pasif.24 Pada umumnya, sebelum dan setelah pelaksanaan terapi latihan,
bagian yang mengalami operasi yaitu 1/3 medial femur sinistra pasien
dalam keadaan dielevasikan sekitar 30º.22
 Static Contraction
Terjadi kontraksi otot tanpa disertai perubahan panjang otot dan tanpa
gerakan pada sendi.25 Latihan ini dapat meningkatkan tahanan perifer
pembuluh darah, vena yang tertekan oleh otot yang berkontraksi
menyebabkan darah di dalam vena akan terdorong ke proksimal yang
dapat mengurangi oedem, dengan oedem berkurang, maka rasa nyeri
juga dapat berkurang. Ditambahkan elevasi sehingga dengan
pengaruh gravitasi akan semakin memperlancar aliran darah pada
pembuluh darah vena.25

13
 Passive Movement
Passive movement adalah gerakan yang ditimbulkan oleh adanya
kekuatan dari luar sementara itu otot pasien lemas.24Relaxed Passive
Movement merupakan gerakan pasif yang hanya dilakukan sebatas
timbul rasa nyeri. Bila pasien sudah merasa nyeri pada batas lingkup
gerak sendi tertentu, maka gerakan dihentikan.24
 Active Movement
Latihan gerak aktif merupakan gerakan yang timbul dari
kekuatan kontraksi otot pasien sendiri secara volunter / sadar.25Pada
kondisi oedem, gerakan aktif ini dapat menimbulkan “pumping
action” yang akan mendorong cairan bengkak mengikuti aliran darah
ke proksimal. Latihan ini juga dapat digunakan untuk tujuan
mempertahankan kekuatan otot, latihan koordinasi dan
mempertahankan mobilitas sendi. Active Movement terdiri dari:
Assisted Active Movement
Assisted active movement yaitu suatu gerakan aktif yang
dilakukan oleh adanya kekuatan otot dengan bantuan kekuatan dari
luar. Bantuan dari luar dapat berupa tangan terapis, papan maupun
suspension. Terapi latihan jenis ini dapat membantu mempertahankan
fungsi sendi dan kekuatan otot setelah terjadi fraktur.25
Free Active Movement
Free active movement merupakan suatu gerakan aktifyang
dilakukan oleh adanya kekuatan otot tanpa bantuan dan tahanan
kekuatan dari luar, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan
melawan pengaruh.24Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini
dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga oedem akan berkurang,
jika oedem berkurang maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini
dapat menjaga lingkup gerak sendi dan memelihara kekuatan otot.24

14
 Ortotik-Prostetik
Digunakan untuk mengembalikan fungsi, mencegah dan
mengoreksi kecacatan, menyangga berat badan dan menunjang
anggota gerak tubuh yang aktif.22
 Terapi okupasi
Terapi okupasi meliputi koordinasi aktivitas kehidupan sehari-hari
(AKS) untuk meberikan latihan dan pengembalian fungsi sehingga
penderita bisa melakukan pekerjaan / kegiatan normalnya.25
 Psikologi
Untuk memberikan motivasi dan penanaman sugesti positif
terhadap pasien agar mendapatkan kembali kepercayan dirinya untuk
melakukan kegiatan sehari-hari.24
 Sosial medik
Tujuannya adalah untuk menyelesaikan, memecahkan masalah
sosial yang berkaitan dengan penyakit penderita, seperti masalah
penderita dalam keluarga maupun lingkungan masyarakat.25

F. Fraktur Femur
Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang.
Menurut Sjamsuhidajat, fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang
disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur
femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi
fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya
kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan
fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada
paha.18,19Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat
disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadi
kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung
maupun trauma tidak langsung dengan adanya kerusakan jaringan lunak.18

15
G. Anatomi Femur
Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh. Tulang femur
menghubungkan antara tubuh bagian panggul dan lutut. Femur pada ujung bagian
atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan minor. Bagian caput
merupakan lebih kurang dua pertiga berbentuk seperti bola dan berartikulasi
dengan acetabulum dari tulang coxae membentuk articulation coxae. Pada pusat
caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan
ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan
sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan ke
bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat, pada
wanita sedikit lebih kecil dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut
ini perlu diingat karena dapat berubah karena penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher dan
batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea intertrochanterica di
depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di bagian belakang, dan
padanya terdapat tuberculum quadratum.
Bagian batang femur umumnya berbentuk cembung ke arah depan. Berbentuk
licin dan bulat pada permukaan anteriornya, pada bagian belakangnya terdapat
linea aspera, tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian medial
berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju tuberculum
adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah dengan
crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan postertior batang femur, di
bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah
berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar kearah ujung distal dan
membentuk daerah segitiga datar pada permnukaan posteriornya, disebut fascia
poplitea.

16
Gambar 4. Anatomi tulang femur

Ujung bawah femur memilki condylus medialis dan lateralis, yang di bagian
posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior condylus
dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut membentuk
articulation genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan medialis.
Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus medialis.

Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri. Saat arteri
ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis. Tiap-tiap arteri
femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri profunda femoris, ramiarteria
sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria sirkumfleksia femoris lateralis
desenden, arteri sirkumfleksia femoris medialis dan arteria perforantes. Perpanjangan
dari arteri femoralis akan membentuk arteri yang memperdarahi daerah genu dan

17
ekstremitas inferior yang lebih distal. Aliran balik darah menuju jantung dari bagian
femur dibawa oleh vena femoralis kanan dan kiri.

Gambar 5. Struktur vaskularisasi femur

18
H. Klasifikasi Fraktur Femur
Fraktur femur dapat dibagi lima jenis berdasarkan letak garis fraktur seperti
yang terlihat dibawah ini:20-22

Gambar 6. Fraktur femur berdasarkan lokasi

a. Fraktur intertrokhanter femur


Merupakan patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari femur,
sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki
risiko nekrotik avaskuler yang rendah sehingga prognosanya baik.
Penatalaksanaannya sebaiknya dengan reduksi terbuka dan pemasangan
fiksasi internal. Intervensi konservatif hanya dilakukan pada penderita yang
sangat tua dan tidak dapat dilakukan dengan anestesi general. Berdasarkan
klasifikasi Kyle, fraktur intertrochanter dapat dibagi menjadi 4 tipe menurut
kestabilan fragmen-fragmen tulangnya. Fraktur dikatakan tidak stabil jika: 1)
Hubungan antar fragmen tulang kurang baik. 2) Terjadi force yang
berlangsung terus menerus yang menyebabkan displaced tulang menjadi
semakin parah. 3) Fraktur disertai atau disebabkan oleh adanya osteoporosis.1

19
b. Fraktur subtrokhanter femur
Garis fraktur berada 5 cm distal dari trokhanter minor, diklasifikasikan
menurut Fielding & Magliato sebagai berikut: 1) Tipe 1 adalah garis fraktur
satu level dengan trokhanter minor; 2) Tipe 2 adalah garis patah berada 1-2
inci di bawah dari batas atas trokhanter minor; 3) Tipe 3 adalah 2-3 inci dari
batas atas trokhanter minor. Penatalaksanaannya dengan cara reduksi terbuka
dengan fiksasi internal dan tertutup dengan pemasangan traksi tulang selama
6-7 minggu kemudian dilanjutkan dengan hip gips selam tujuh minggu yang
merupakan alternatif pada pasien dengan usia muda.
c. Fraktur batang femur
Fraktur batang femur biasanya disebabkan oleh trauma langsung,
secara klinis dibagi menjadi: 1) fraktur terbuka yang disertai dengan
kerusakan jaringan lunak, risiko infeksi dan perdarahan dengan
penatalaksanaan berupa debridement, terapi antibiotika serta fiksasi internal
maupun ekternal; 2) Fraktur tertutup dengan penatalaksanaan konservatif
berupa pemasangan skin traksi serta operatif dengan pemasangan plate-
screw.
d. Fraktur suprakondiler femur
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi
sehingga terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya
rotasi. Penatalaksanaan berupa pemasangan traksi berimbang dengan
menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, cast-bracing dan
spika pinggul serta operatif pada kasus yang gagal konservatif dan fraktur
terbuka dengan pemasangan nail-phroc dare screw.
e. Fraktur kondiler femur
Mekanisme trauma fraktur ini biasanya merupakan kombinasi dari
gaya hiperabduksi dan adduksi disertai denga tekanan pada sumbu femur ke
atas. Penatalaksanaannya berupa pemasangan traksi tulang selama 4-6 minggu
dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan gips minispika sampai

20
menyatu sedangkan reduksi terbuka sebagai alternatif apabila konservatif
gagal.

H. Komplikasi Fraktur Femur


Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam
beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau
lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas
permanent jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur
femur yaitu:1,3,23,24
a. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang
rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra
karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi
kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma,
khususnya pada fraktur femur pelvis.
b. Deep vein thrombosis
Trombosis vena merupakan sumbatan pada vena oleh karena pembentukan
trombus pada lumen yang disebabkan oleh aliran darah yang statis,
kerusakan endotel dan hiperkoagubilitas darah. Insiden diperberat oleh
imobilisasi yang terlalu lama post operasi. Trombosis ini akan berkembang
menjadi penyebab kematian pada operasi ini apabila trombus lepas dan
terbawa oleh cairan darah kemudian menyumbat pada daerah-daerah yang
vital seperti paru dan jantung. kemungkinan terjadinya komplikasi
trombosis lebih besar pada penggunaan ortose secara general dari pada lokal
maupun melalui lumbal.
c. Stiff Joint (kaku sendi)
Kekakuan sendi terjadi akibat oedema, fibrasi pada kapsul, ligament dan
otot sekitar sendi atau perlengketan dari jaringan lunak satu sama lain.

21
Keadaan ini bertambah lunak satusama lain. Keadaan ini bertambah jika
immobilisasi berlansung lama dan sendi dipertahankan dalam posisi
ligament memendek, tidak ada latihan yang akan berhasil sepenuhnya
merentangkan jaringan ini dan memulihkan gerakan yang hilang.
d. Emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cedera
remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda 20-30
tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam
darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau
karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam
aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok
otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat,
dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran
khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia.
e. Sindrom kompartemen (Volkmann's Ischemia)
Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan
tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam
kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra
kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi
jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf
dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot
individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai
dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang
hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah
tungkai bawah dan tungkai atas.

22
f. Atrofi otot
Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran
normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu sel-
sel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien
fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga
metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot.
g. Nekrosis avaskular tulang
Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia
tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering
dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os.
Lunatum, dan os. Talus.

I. Malunion Fraktur25
Malunion adalah keadaan tulang patah yang telah mengalami penyatuan
dengan fragmen fraktur berada dalam posisi tidak normal (posisi buruk).
Malunion terjadi karena reduksi yang tidak akurat, atau imobilisasi yang tidak
efektif dalam masa penyembuhan.
Tiga keadaan malunion batang femur yang memerlukan operasi adalah:
1. Terdapat tumpang tindih (overlap) lebih dari 5 cm
2. Terdapat angulasi antara fragmen fraktur lebih 15 derajat.
3. Terdapat rotasi antara kedua fragmen fraktur lebih 45 derajat dengan ada atau
tidak ada angulasi.

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan standar untuk trauma pada femur adalah foto Xray dengan
posisi anteroposterior (AP), lateral, dan dua oblik. Foto X-ray digunakan untuk
mengidentifikasi garis fraktur dan pergeseran yang terjadi tetapi tingkat kominusi
atau depresi dataran mungkin tidak terlihat jelas.21CT-scan digunakan untuk
mengidentifikasi adanya pergeseran dari fraktur femur. Magnetic resonance

23
imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi trauma ataupun sebagai alternative
dari CT-scan atau arthroscopy. MRI dapat mengevaluasi tulang serta komponen
jaringan lunak dari lokasi trauma. Namun, tidak ada indikasi yang jelas untuk
penggunaan MRI pada fraktur femur.19

24
BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : NW

Jenis Kelamin : Laki-laki

TTL/ Umur : Manado, 30 November 1998 / 19 tahun

Alamat : Paniki Satu

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Kristen Protestan

No. RM : 54. 02. 18

Tanggal pemeriksaan : 28 Agustus 2018

No. Telpon : 085397116648

Autoanamnesis

Keluhan utama:

Nyeri pada paha kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Nyeri pada paha kanan dialami penderita sejak 31 Juli 2018 akibat kecelakaan lalu
lintas. Awalnya pasien dibonceng oleh temannya dengan tidak menggunakan helm
dari tomohon ke tondano, saat perjalanan ada belok-belokan, saat membelok ada
mobil yang tiba-tiba menabrak motor yang diboncengi pasien. Kemudian pasien jatuh
dan terlempar ke jalan beraspal dan dibawa ke RS GMIM Bethesda Tomohon, lalu

25
dirujuk ke RSUP Prof Dr. R. D. Kandouw Manado. Sesudah kejadian, pasien dengan
keadaan sadar dengan keluhan nyeri kepala sedang dan tidak ada keluhan muntah.
Operasi (Open Reduction Interrnal Fixation atau ORIF) pada paha kanan dilakukan
pada tanggal 06 Agustus 2018. Pasien rawat inap selama 14 hari (01 Agustus – 14
Agustus 2018). Sesudah operasi pasien dikonsulkan ke Rehabilitasi Medik dan
mendapat penanganan. Setelah keluar rumah sakit, pasien datang kembali
menggunakan kursi roda ke poliklinik Rehabilitasi Medik tanggal 28 Agustus 2018
diantar oleh orang tuanya. Pasien mengatakan, nyeri ringan dirasakan hilang timbul
pada luka bekas operasi di paha kanan. Tungkai kanan masih terasa lemah dan
pergerakkan masih terbatas. Pasien belum bisa berdiri dari kursi roda. Aktivitas
sehari-hari pasien (ke toilet, berpakaian, berjalan, transfer, ambulasi, dan naik-turun
tangga) terganggu.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat trauma sebelumnya tidak ada


 Riwayat DM dan hipertensi tidak ada
 Riwayat alergi obat tidak ada
 Riwayat alergi makanan tidak ada
 Riwayat keganasan tidak ada
 Riwayat batuk lama tidak ada

Riwayat Psikologis

Pasien merasa cemas dengan kondisi saat ini. Pasien takut tidak dapat kembali ke
aktivitas sebelumnya. Pasien berkeinginan untuk dapat beraktivitas tanpa bantuan
orang lain atau alat dan bisa kembali beraktivitas seperti dahulu.

26
Riwayat Kebiasaan

 Riwayat merokok ada


 Riwayat alkohol ada

Riwayat Sosial Ekonomi

Penderita berkuliah di salah satu universitas di Bitung. Kebutuhan sehari-hari


keluarga pasien dibiayai oleh orang tua pasien. Pasien tinggal di sebuah rumah
permanen bersama keluarganya yang terdiri dari ayah, ibu, dan saudara laki-laki dari
pasien. Jalan menuju rumah pasien datar. Rumah pasien dua lantai, terdiri dari 4
kamar dan 2 kamar mandi. Toilet yang digunakan adalah toilet duduk yang berada di
luar dan dalam kamar. Sumber penerangan PLN, sumber air minum air isi ulang.
Biaya hidup sehari-hari cukup dan biaya pengobatan ditanggung BPJS.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Karnofsky performance scale (KPS) 70: Peduli diri sendiri,
tetapi belum mampu melakukan aktivitas normal atau untuk
melakukan pekerjaan aktif.

Kesadaran : Compos mentis,

Glasgow comma scale: E4M6V5

Tanda Vital : T: 120/80 mmHg

N: 79 x/menit

R: 20 x/menit

Suhu: 36 oC (axilla)

27
Status Generalis:

Kepala : Normosefali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,

ɸ 3 mm kiri=kanan, RC+/+ normal.

Hidung : sekret (-/-)

Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), gigi karies (-)

Tenggorok : Faring hiperemis (-) tonsil T1-T1

Telinga : serumen (-/-), sekret (-/-)

Leher : Pembesaran KGB, deviasi trakea (-)

Thorax:

Inspeksi : Simetris statis dinamis

Palpasi : Stem fremitus ka = ki

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : Ronkhi (-), Wheezing (-)

Cor:

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V 1-2 cm media linea midclaviculasinistra

Perkusi : Batas-batas jantung normal

Auskultasi : BJ I-II normal, gallop (-) murmur (-)

Abdomen:

Inspeksi : Cembung

Auskultasi : Bising usus (+) Normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)

28
Perkusi : Pekak sisi (-), pekak alih (-), tympani (+)

Ekstremitas

Akral hangat, edema -/-, CRT <2 detik

Status Lokalis

Ekstremitas Inferior:

Regio Femur Dextra

Look : edema (+), hiperemis (+), tampak beberapa luka bekas operasi yaitu
sepanjang 30cm (+)

Feel : nyeri tekan (+), Pulsasi arteri dorsalis pedis (+)

Movement : LGS hip dextra terbatas karena nyeri

LGS Knee dextrs terbatas karena nyeri

Visual Analogue Scale (VAS) femur dextra : 4

no pain 4 severe pain

(dinamis)

Lingkup Gerak Sendi (LGS)

DEXTRA SINISTRA Normal

HIP Aktif Aktif

Extension-Flexion sde 30°-0°-120° 30°-0°-120°

Abduction-Adduction sde 40°-0°-35° 40°-0°-35°

Rotasi Internal-Eksternal sde 45°-0°-40° 45°-0°-40°

29
KNEE

Extension – Flexion 0°-0°-45° 0°-0°-135° 0°-0°-135°

ANKLE AND FOOT

Plantar Flexion- Dorso flexion 50°-0°-15° 50°-0°-15° 50°-0°-15°

Inversion- Eversion 35°-0°-20° 35°-0°-20° 35°-0°-20°

Ekstremitas Inferior

Manual Muscle Test

Dextra Sinistra

sde 5/5/5/5

Antropometri

Lingkar Paha
45 cm 37 cm
(15cm diatas tuberositas tibia)

Lingkar betis

(15cm dibawah tuberositas 26 cm 24 cm


tibia)

Pengukuran: LLD (Leg Length Discrepancy)

True Leg length (TLL) 90 cm 90 cm

Apparent leg length (ALL) 98 cm 98 cm

30
Pemeriksaan Penunjang

01 Agustus 2018 06 Agustus 2018

Gambar 7. Pemeriksaan rontgen femur sinistra

Resume

Seorang laki-laki, 19 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada paha kanan dialami
penderita sejak 31 Juli 2018 akibat kecelakaan lalu lintas. Pasien riwayat operasi
(Open Reduction Interrnal Fixation atau ORIF) pada paha kanan yang pertama pada
tanggal 06 Agustus 2018 di RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado. Pasien belum bisa
berjalan karena belum kuat menumpu berat hanya pada kaki kiri, maka menggunakan
kursi roda. Nyeri dirasakan pasien masih hilang timbul, Pada keadaan umum
karnofsky performance scale 70. Tanda-tanda vital: Tekanan darah 120/80 mmHg,
nadi 79x/menit, respirasi 20x/menit, suhu badan 36oC. Status lokalis regio femur
dextra, Look: luka bekas operasi terawat (+), Feel: nyeri tekan minimal(+) pulsasi

31
arteri dorsalis pedis (+), move: LGS HIP dan Knee dextra terbatas. Pada pemeriksaan
VAS femur dextra didapat skor 4. Lingkar paha kanan lebih besar 8 cm dibanding
dengan lingkar paha kiri dan lingkar betis kanan lebih besar 2 cm disbanding dengan
lingkar betis kiri. Pengukuran TLL dan ALL didapatkan sama sinistra dan dextra.

Diagnosis

Diagnosis Klinik : Post (Open Reduction Interrnal Fixation atau ORIF) femur
dextra

Diagnosis Topis : os femur dextra


Diagnosis Etiologi : Fraktur femur dextra
Diagnosis Fungsional:
 Body function: Nyeri dan keterbatasan LGS pada hip dextra
 Body structure: os. femur dextra, HIP, dan knee femur dextra
 Activity: Gangguan aktivitas sehari-hari (ke toilet, berpakaian, berjalan, transfer,
ambulasi, dan naik-turun tangga)
 Participation: Belum bisa kembali beraktivitas layaknya mahasiswa
 Environment: Jalan menuju rumah pasien datar. Rumah pasien dua lantai,
aktivitas pasien di lantai satu
 Personal factor: Laki-laki, 19 tahun, Mahasiswa

Problem Rehabilitasi Medik

 Nyeri pada paha kanan (VAS 4)


 Terdapat keterbatasan LGS hip dan knee kanan
 Gangguan aktivitas sehari-hari (ke toilet, berpakaian, berjalan, transver, ambulasi,
dan naik-turun tangga)
 Kecemasan
 Pasien sudah 1 bulan tidak beraktivitas seperti biasanya

32
Program

Fisioterapi

Evaluasi:

 Nyeri pada paha kanan (VAS 4)


 Keterbatasan LGS hip genu

Program:

 Magneto terapi pada region femur dextra


 Latihan isometrik extremitas inferior dextra
 Latihan ankle pumping dextra
 Latihan LGS aktif pada ekstremitas inferior dextra
 Latihan berjalan dengan axillary crutches (non weight bearing)
 Latihan penguatan kedua ekstremitas superior

Okupasi Terapi

Evaluasi:

 Nyeri pada paha kanan


 Gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari

Program: (-)

Ortotik/Prostetik

Evaluasi:

 Gangguan transfer dan gangguan ambulasi

33
Program:

 Pasien akan menggunakan axillary crutches (non weight bearing) + 2 point gait
sebagai alat bantu jalan saat terapi.

Psikologi

Evaluasi:

Penderita merasa cemas jika keadaanya tidak kembali seperti semula. Pasien
berkeinginan untuk segera pulih agar bisa beraktivitas tanpa bantuan orang lain dan
alat, serta dapat kembali bekerja.

Program:

Memberi dukungan pada penderita agar rajin mengikuti terapi dan kontrol secara
teratur serta rajin latihan di rumah. Memberi dukungan mental pada pasien dan
keluarga.

Sosial Medik

Evaluasi:

 Pasien masih menuntut ilmu sebagai mahasiswa


 Pekerjaan orang tua pasien sebagai PNS
 Memiliki 1 saudara laki-laki yang sudah bekerja
 Biaya hidup sehari-hari cukup
 Biaya perawatan ditanggung oleh BPJS
 Memiliki rumah permanen 2 lantai
 Kegiatan sehari-hari pasien di lantai 1
 Tinggal bersama ayah, ibu, dan saudara kandung laki-laki
 Menggunakan WC duduk
 Sumber air dari sumur dan menggunakan pompa air
 Pasien sudah 1 bulan tidak beraktivitas seperti biasanya

34
Program:

 Home Visite melihat lingkungan rumah yang tidak bertangga dan lantai dilapisi
tehel.
 Memberikan edukasi pada penderita untuk berobat dan latihan secara teratur
 Memberikan edukasi kepada keluarga dan pihak kesatuan tentang kondisi
penderita

Edukasi:

 Pasien harus kembali check-up ke poli bedah/ortopedi


 Latihan di Rehabilitasi Medik

Prognosis

Quo ad vitam : Bonam


Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

35
Lampiran
Karnofsky Performance Scale

Gambar 8. Karnofsky Performance Scale26

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley A, Graham. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem APLEY.7 th ed.
Jakarta: Widya Medika. 1995.
2. Depkes RI. 2005 [cited 2018 Apr 24]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
kesja.pdf
3. Buckley R., Panaro CDA. General principles of fracture care. Available from :
http://www.emedicine.com/orthoped/byname/General-Principles-of-Fracture-
Care.htm
4. Kahlon I. A., Hanif A. & Awais S. M., 2004, Analysis of emergency care of
traumapatients with references to the type of injuries, treatment and cost,
Departement ofOrthopedics, General Hospital, Lahore, ANNALS Volume 16,
No.1, Jan-Mar,2010.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI
tahun 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013:101-2.
6. Depkes RI. 2005 [cited 2018 Jun 11]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
kesja.pdf
7. Panyakit Terbanyak di Instalasi Rehabilitasi Medik tahun 2016 dan 2017.
Manado.
8. Oglen. JA.2000. Skeletal Injury in The Child Second Edition. New York: W.B
Saunders Company. Pg 857-72
9. AAPC. Fracture classification in ICD-10-CM. 2013.Medline Plus. Dislocation.
US National Library of Medicine. 2013.
10. Depkes R.I. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Diunduh 7 November 2017.
http://www.depkes.co.id
11. Alexa. Ilmu bedah fraktur terbuka. Available from
: www.bedahugm.net/frakturterbuka
12. Sjamsuhidayat R, Jong W. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta.

37
13. Ropyanto CB. Tesis Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status
fungsional pasien paska ORIF fraktur ekstremitas bawah di RS ortopedi Prof.
Soeharto Surakarta. 2011.
14. Join Pain Expert. Joint-pain-expert.org. [Online]; 2016 [cited 2017 June 11.
Available from: http://www.joint-pain-expert.net/elbowdislocation.html
15. Lateef F. Riding motorcycles: is it a lower limb hazard, Singapore Med J
2002;43(11):566-9.
16. Chairuddin, Rasjad Prof, MD, PhD.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 2003.
Makasar
17. Arief Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI; 2002.

18. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang
Lamumpatue; 2000. h.343-536.
19. Sela Y, et al. pediatric femoral shaft fractures: treatment strategies according to
age -13 year of experience in one medical center. Journal of orthopaedic surgery.
2013 p1-6
20. Ropyanto CB. Tesis Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status
fungsional pasien paska ORIF fraktur ekstremitas bawah di RS ortopedi Prof.
Soeharto Surakarta. 2011
21. Delahay JN, Sauer S. Skeletal Trauma. In: Wiesel S, Delahay JN, editor.
Essentials of orthopedic surgery. 3rd ed. Washington: Springer; 2007. p.40-83.
22. McRae E. The diagnosis of fractures and principles of treatment. In: McRae E,
Esser R, editor. Practical fracture treatment. 4th ed. Churchil Livingstone. p.25-
54.
23. Armis, Prinsip-pinsip Umur Fraktur dalam Trauma Sistem Muskuloskeletal,
FKUGM, Yogyakarta
24. Department of Orthopaedic Surgery University of Stellenbosch. External fixator
[online]. 2016 [cited 2017 November 8]; Available from: URL:
http://www0.sun.ac.za/ortho/webct-ortho/general/exfix/exfix.html

38
25. Hanafiah H, 2007; Pengamatan Terbuka pada Rekonstruksi Malunion Fraktur
Batang Femur; Divisi Ilmu Bedah Orthopedi dan Traumatologi Departemen
Ilmu Bedah Universitas Sumatera Utara.
26. Crooks, V, Waller S, et al. The use of the Karnofsky Performance Scale in
determining outcomes and risk in geriatric outpatients. J Gerontol. 1991; 46:
M139-M144.

39

Anda mungkin juga menyukai