Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

Disusun Oleh :

NAMA : IKA SETYASARI

NIM : 202014062

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan
tulang yang disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun
2017-2018 terdapat 1,3 juta orang yang menderita fraktur. Menurut Kemenkes
RI tahun 2018, di Indonesia sendiri juga banyak yang mengalami fraktur,
fraktur di Indonesia terdapat 45.987 orang yang mengalami fraktur, prevalensi
kejadian fraktur yang paling tinggi adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729
orang yang mengalami fraktur, sedangkan ada 14.037 orang yang mengalami
fraktur cluris dan terdapat 3.776 orang mengalami fraktur tibia. Salah satu cara
untuk mengembalikan fraktur seperti semula yaitu salah satu cara adalah
rekognisi atau dilakukan tindakan pembedahan (Sjamsuhidayat & Jong, 2016).
Upaya yang dapat dilakukan lainnya yaitu dengan cara pembidaian.
Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk mengistirahatkan bagian
yang patah. Pembidaian adalah suatu pertolongan pertama pada cedera/trauma
system muskuluskeletal untuk mengistirahatkan (imobilisasi) bagian tubuh kita
yang mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat. Pembidaian ini
bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri, mencegah
pergerakan patah tulang yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak
sekitarnya (Smeltzer, 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penting untuk mengetahui
penanganan masalah fraktur terutama yang berkaitan dengan kasus gawat
darurat. Maka disusunlah laporan pendahuluan masalah fraktur ini yang
bertujuan untuk memberikan penjelasan terkait masalah fraktur dari mulai
definisi hingga masalah keperawatan yang muncul.

B. TUJUAN
Tujuan penyusunan laporan pendahuluan fraktur ini adalah untuk
mengetahui tinjauan teori dan konsep dasar keperawatan tentang fraktur.

C. MANFAAT
Adapun manfaat dari laporan pendahuluan fraktur ini antara lain:
1. Mengetahui definisi fraktur
2. Mengetahui etiologi, klasifikasi dan manifestasi klinis dari fraktur
3. Mengetahui patofisiologi fraktur
4. Mengetahui komplikasi akibat fraktur
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang, tatalaksana medis dan asuhan
keperawatan dari fraktur
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. MASALAH
Fraktur
B. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer,
2016).
 Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat
& Jong, 2017).
C. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
D. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst)
2. Berdasarkan komplit atau tidaknya fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
4.  Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen
5.  Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound),  bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
6.  Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena
kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya.

F. PATHWAYS
Sumber: Smeltzer dan Bare, 2016.

G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna
yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan
ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya
otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai
2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur
bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya
pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X-Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang
cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Leukosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca
meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin
untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfusi multiple, atau cidera hati.

I.   KOMPLIKASI
1. Komplikasi Awal
a.  Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan
b.  Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya mencakup rasa
sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan
dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi
ini terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta
(radius atau ulna).
c. Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi
fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari
sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak
ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan oklusi pada
pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang menyebabkan sukar
bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor),
tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
e.  Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular dapat terjadi
saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling sering mengenai
fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala femur
berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena
nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu
yang lama, pasien mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia
keluar dari rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan
hal yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan
nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat
menahan beban
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
g. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks
tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat
masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau selama operasi.
Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat
tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan
sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis
yang lebih besar
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi, cacat diisi oleh  jaringan  fibrosa. Kadang
– kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor – faktor
yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya imobilisasi,
interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen contohnya
patella dan fraktur yang bersifat patologis.
c. Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk menimbulkan
deformitas, angulasi atau pergeseran.

J. STADIUM PENYEMBUHAN LUKA


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma: Pembuluh darah robek dan
terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk
fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler      


Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang
telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus
masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast
beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yg menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.  

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus


Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu
setelah fraktur menyatu. 

4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan 
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara
fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban
yang normal. 

5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya
dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
K.  PENATALAKSANAAN MEDIS
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah :
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri. Nyeri yang timbul pada fraktur bukan
karena frakturnya sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang
yang patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan
obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak
menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai
dengan cara pemasangan bidai atau gips.
 Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling
tulang.

 Pemasangan gips: Merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di


sekitar tulang yang patah. Gips yang ideal adalah yang
membungkus tubuh sesuai dengan bentuk tubuh. Indikasi
dilakukan pemasangan gips adalah
 Immobilisasi dan penyangga fraktur
 Istirahatkan dan stabilisasi
 Koreksi deformitas
 Mengurangi aktifitas
 Membuat cetakan tubuh orthotik
 Sedangkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pemasangan gips adalah :
 Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan
 Gips patah tidak bisa digunakan
 Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat
membahayakan klien
 Jangan merusak / menekan gips
 Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips /
menggaruk
 Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu
lama
2. Untuk menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
a. Penarikan (traksi) : Secara umum traksi dilakukan dengan
menempatkan beban dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat
tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris
dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan traksi
antara lain :
 Traksi manual: Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi
fraktur, dan pada keadaan emergency
 Traksi mekanik, ada 2 macam :
1. Traksi kulit (skin traction): Dipasang pada dasar sistem
skeletal untuk sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam
waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
2. Traksi skeletal: Merupakan traksi definitif pada orang dewasa
yang merupakan balanced traction. Dilakukan untuk
menyempurnakan luka operasi dengan kawat metal / penjepit
melalui tulang / jaringan metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
1. Mengurangi nyeri akibat spasme otot
2. Memperbaiki & mencegah deformitas
3.  Immobilisasi
4. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi
5.  Mengencangkan pada perlekatannya
Prinsip pemasangan traksi :
1. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga menimbulkan gaya
tarik
2. Berat ekstremitas dengan alat penyokong harus seimbang dengan
pemberat agar reduksi dapat dipertahankan
3. Pada tulang-tulang yang menonjol sebaiknya diberi lapisan khusus
4. Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
5. Pemberat harus cukup tinggi di atas permukaan lantai
b. Dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang.Pada saat ini metode
penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya mungkin adalah
pembedahan. Metode perawatan ini disebut fiksasi interna dan reduksi
terbuka. Pada umumnya insisi dilakukan pada tempat yang mengalami
cedera dan diteruskan sepanjang bidang anatomik menuju tempat yang
mengalami fraktur. Hematoma fraktur dan fragmen-fragmen tulang
yang telah mati diirigasi dari luka. Fraktur kemudian direposisi dengan
tangan agar menghasilkan posisi yang normal kembali. Sesudah
direduksi, fragmen-fragmen tulang ini dipertahankan dengan alat-alat
ortopedik berupa pen, sekrup, pelat, dan paku.
Keuntungan perawatan fraktur dengan pembedahan antara lain :
1. Ketelitian reposisi fragmen tulang yang patah
2. Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf yang
berada didekatnya
3. Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup memadai
4. Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi yang lain
5. Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin, terutama pada
kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan dengan kemampuan
mempertahankan fungsi sendi dan fungsi otot hampir normal
selama penatalaksanaan dijalankan
BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS,
diagnosa medis.
2) Keluhan Utama: Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur
adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:Provoking Incident:
apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang: Pengumpulan data yang dilakukan
untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
4) Riwayat Penyakit Dahulu: Pada pengkajian ini ditemukan
kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama
tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat
proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga: Penyakit keluarga yang berhubungan
dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic
6) Riwayat Psikososial: Merupakan respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-
harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7)  Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat: Pada kasus fraktur
akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya
dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid
yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian
alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah
klien melakukan olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme: Pada klien fraktur harus
mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal
dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien
c) Pola Eliminasi: Untuk kasus fraktur humerus tidak ada
gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan
Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas: Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak,
maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama
pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko
untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
e) Pola Hubungan dan Peran: Klien akan kehilangan peran dalam
keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani
rawat inap
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri: Dampak yang timbul pada klien
fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif: Pada klien fraktur daya rabanya
berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada
indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada
kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul
rasa nyeri akibat fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual: Dampak pada klien fraktur yaitu,
klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri
yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress: Pada klien fraktur timbul rasa
cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping
yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan: Untuk klien fraktur tidak dapat
melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien
c. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda tanda, seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk.
b)    Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen: Terdapat erytema, suhu sekitar daerah
trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
2) Kepala: Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik,
simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher: Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
4) Muka: Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,
tak oedema.
5) Mata: Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis
(jika terjadi perdarahan)
6) Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung: Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
8) Mulut dan Faring: Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak
terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
9) Thoraks: Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan
dada simetris.
10) Paru
a) Inspeksi: Pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.
b) Palpasi: Pergerakan sama atau simetris, fermitus
raba sama.
c) Perkusi: Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
d) Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing,
atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
11)   Jantung
(a)  Inspeksi: Tidak tampak iktus jantung.
(b)  Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c)  Auskultasi: Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-
mur.
2)    Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status
neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse,
Pergerakan. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a)   Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara
lain:
(1)  Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun
buatan seperti bekas operasi).
(2)  Cape au lait spot (birth mark).
(3)  Fistulae.
(4)  Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
(5)  Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-
hal yang tidak biasa (abnormal).
(6)  Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7)  Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b)   Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu
posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi
anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun
klien.Yang perlu dicatat adalah:
(1)  Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit. Capillary refill time  Normal > 3
detik
(2)  Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi
atau oedema terutama disekitar persendian.
(3)   Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot: tonus pada
waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat
di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,
maka sifat benjolan perlu dideskripsikan
permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap
dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
c)  Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah
melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat
keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak
ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan
sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,
dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral)
atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.
Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
d. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan
kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta
Johnson, M., et all. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC)  Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR/KRITIS (CLOSE FRACTURE


HUMERUS SINISTRA) PADA PASIEN An.R DI
IGD RS. ORTOPEDI PROF DR. R. SOEHARSO SURAKARTA
Disusun Oleh

NAMA : IKA SETYASARI

NIM : 202014062

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2021
Nama : An.R KELUHAN UTAMA : PAIN: Ya TRIAGE Autoanamnesa

Umur : 10 tahun 7 bulan Pasien mengatakan nyeri di QUALITY: Tajam (seperti □


bagian lengan kiri setelah tertusuk- tusuk)
Tgl Pengkajian : 20 April 2021 melakukan gerakan salto tadi pagi
sekitar pukul 08.00. REGION: Lengan kiri
Jam: 11.10 WIB
SKALA (0-10): 6
Dx Medis: Close Fracture Humerus
Sinistra TIME: Continuous

1. INNITIAL ASSESMENT (PRIMARY SURVEY)

AIRWAY BREATHING CIRCULATION DISABILITY EXPOSURE

Bicara: Spontan jelas Sesak: Tidak ada sesak Nadi: Teraba Respon: Alert (pasien Hipotermia: Tidak ada
sadar penuh, awas, hipotermia
Batuk: Tidak ada batuk Cuping Hidung: Tidak ada nafas Irama: Reguler responsif, orientasi waktu,
cuping hidung tempat, dan orang adalah Deformitas: Tidak ada
Obstruksi: Tidak ada obstruksi jalan Denyut: Kuat deformitas
baik)
nafas Pursed Lip: Tidak ada nafas
pursed lip Akral: Hangat
Kesadaran: Compos Hematoma: Tidak ada
Suara Nafas: Vesikuler hematoma
Warna kulit: Normal Mentis
Pola Nafas: Teratur
Artifisial Airway: Tidak ada artifisial Penetrasi: Tidak ada
Edema: < 1 cm Pupil: Isokor
airway Irama: Normal penetrasi
Reflek Cahaya : + │+
Retraksi dada: Tidak ada CRT: < 3 dtk Laserasi: Tidak ada
retraksi dada GCS: E4 V5 M6 laserasi
Sianosis: Tidak ada sianosis Contusio: Tidak ada
contusio
Bunyi Nafas tambahan: Tidak
ada bunyi nafas tambahan Abrasi: Tidak ada abrasi

Penggunaan otot bantu Nafas: Edema: Terdapat edema


Tidak ada penggunaan otot bantu derajat I
nafas
Nyeri: Terdapat nyeri di
lengan kiri

Suhu : 36,5 oC

DS: Pasien mengatakan


nyeri di lengan kiri
setelah melakukan
gerakan salto tadi pagi
pukul 08.00, terdapat
edema derajat I di lengan
kiri & sakit jika
digerakkan, skala nyeri 6,
nyeri yang dirasakan
adalah nyeri tajam seperti
tertusuk-tusuk dan terus
menerus.

RR : 16 x/m HR : 88 x/m

TD : 90/60 mmHg

Dx: - Dx: - Dx: - Dx: - Dx: Nyeri akut


berhbungan dengan agen
cidera fisik.
2. SECONDARY SURVEY

SIGN SYMPTOM ALLERGY & MEDICATION PAST ILLNESS LAST MEAL EVENT

Pasien tampak bengkak (edema derajat I) Keluarga mengatakan pasien tidak Keluarga mengatakan pasien tidak Pasien mengatakan terakhir kali Pasien mengatakan
di lengan kirinya dan terdapat memiliki riwayat alergi obat memiliki riwayat penyakit kronis makan hari ini adalah saat sebelumnya melakukan
kemerahan. Pasien mengatakan lengan maupun alergi makanan maupun penyakit keturunan sahur, dengan porsi makan gerakan salto di rumah
kirinya nyeri setelah melakukan gerakan normal (satu piring), komposisi karena menirukan
salto. nasi, sayur dan lauk dan minum gerakan seperti di
air putih sebanyak 2 gelas games kesukaannya,
lalu pasien terjatuh
yang mengakibatkan
lengan kirinya nyeri
serta bengkak.

HEAD TO TOE

KEPALA LEHER PULMO COR GI&GU GENITALIA,


EKSTRIMITAS,
I: Kepala pasien nampak simetris, warna I: terdapat ekspansi dada simetris, I: Ictus cordis tampak di ICS 4 I: Abdomen pasien tampak KULIT
rambut hitam, bergelombang, tebal dan tidak ada edema, tidak ada normal, warna kulit sawo
bersih bengkak, dan tidak ada laserasi P: Pekak matang, tidak ada edema, tidak Genitalia: Keluarga
ada laserasi mengatakan tidak ada
P: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada P: Pekak P: Ictus cordis teraba di ICS 4
keluhan di bagian
edema & tidak ada laserasi pada kepala A: bising usus normal genitalia pasien, tidak
P: Tidak ada nyeri tekan A: Irama regular dan denyut kuat
pasien (10x/menit) ada inkontinensia urin
A: Suara nafas vesikuler maupun inkontinensia
P: tymphani
alvi, tidak terpasang
P: tidak ada nyeri tekan di kateter urin
setiap kuadran abdomen
\ Ekstremitas:
Terdapat nyeri di
lengan kiri, skala nyeri
6, kekuatan otot di
bagian lengan kiri
lemah yakni sebesar 2
(tidak mampu melawan
gaya gravitasi dan
gerakan pasif).

Kekuatan otot
ekstremitas:

5 2

5 5

Kulit: Tampak sedikit


bengkak kemerahan di
lengan kiri pasien,
warna kulit sawo
matang, turgor kulit
normal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

RONGTEN EKG LAB DARAH MRI USG

Pemeriksaan radiologi menunjukkan - - - -


hasil: Closed fractured shaft humerus 1/3
tengah, tanpa lesi
TERAPI

1. Dilakukan tindakan pemasangan gips teknik U-Slab dari bahu arah ke sendi siku memutar ke aksila
2. Diberikan terapi obat saat pulang:
a. Calnic syr 100 ml (2x1)
b. Norages syr 250 mg/5 ml 60 ml (3x1)

TTD PERAWAT

Ika Setyasari
3. ANALISA DATA

NO TGL/ DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM


JAM

1 20 April DS: Agen cidera fisik Nyeri akut


2021
Pasien mengatakan nyeri di bagian
11.10 lengan kiri setelah melakukan
WIB gerakan salto tadi pagi sekitar pukul
08.00, skala nyeri 6, nyeri yang
dirasakan adalah nyeri tajam seperti
tertusuk-tusuk dan terus menerus.

DO:

a. Tampak sedikit bengkak


kemerahan di lengan kiri pasien
b. Pasien tampak memegangi
bagian tubuh yang sakit dan
merintih menahan nyeri
c. Hasil rontgen menunjukkan:
11.40
Closed fractured shaft humerus
1/3 tengah, tanpa lesi

2 20 April DS: Gangguan Hambatan


2021 musculoskeletal mobilitas fisik
Pasien mengatakan sakit di lengan (closed fraktur
11.25 kiri dan tidak bisa digerakkan humerus)
WIB
DO:

a. Terdapat nyeri di lengan kiri,


skala nyeri 6, kekuatan otot di
bagian lengan kiri lemah yakni
sebesar 2 (tidak mampu melawan
gaya gravitasi dan gerakan pasif).

Kekuatan otot ekstremitas:

5 2

5 5

b. Hasil rontgen menunjukkan:


Closed fractured shaft humerus
1/3 tengah, tanpa lesi

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS DIAGNOSA


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
(closed fraktur humerus)

5. RENCANA KEPERAWATAN
N TGL/ DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI TTD/
O JAM KRITERIA NAMA
HASIL

1 20 Nyeri akut Setelah dilakukan a. Kaji keadaan umum pasien


April berhubungan asuhan dan skala nyeri
2021 dengan agen keperawatan b. Lakukan pemasangan gips
cidera fisik selama 1x7 jam, teknik U-Slab bersama dengan
12.00 diharapkan masalah perawat lainnya
WIB nyeri akut dapat c. Edukasi pasien untuk
teratasi dengan melakukan teknik relaksasi
kriteria hasil: nafas dalam ketika nyerinya
muncul kembali
a. Skala nyeri dapat d. Kolaborasi dengan dokter
berkurang pemberian obat analgetik
menjadi 4 untuk meredakan nyeri
b. Pasien dapat (Norages syr 250 mg/5 ml 60
mengontrol nyeri ml 3x1)
c. Pasien dapat
merasa lebih
nyaman dan
nyerinya
berkurang

2 20 Hambatan Setelah dilakukan a. Berikan pasien posisi yang


April mobilitas fisik asuhan nyaman dan istirahat yang
2021 berhubungan keperawatan cukup
dengan selama 1x7 jam, b. Bantu pasien dalam
12.10 gangguan diharapkan masalah menggunakan arm sling untuk
WIB musculoskeleta hambatan mobilitas membatasi pergerakan tubuh
l (closed fisik dapat teratasi yang sakit dan untuk
fraktur dengan kriteria mempercepat penyembuhan
humerus) hasil: c. Edukasi pasien untuk latihan
ROM yang dapat dilakukan di
a. Pasien mampu rumah secara bertahap
melakukan d. Dampingi pasien saat mobilisasi
aktivitas mandiri dan berikan alat bantu jika
sesuai diperlukan
kemampuan
b. Pasien mampu
memenuhi
kebutuhan
dirinya sendiri
sesuai
kemampuan

6. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


NO TGL/ DIAGNOSA IMPLEMENTASI RESPON TTD/
JAM NAMA

1 20 I a. Mengkaji keadaan S:
April umum pasien dan Pasien mengatakan nyeri di
2021 skala nyeri bagian lengan kiri setelah
melakukan gerakan salto tadi
11.10 pagi sekitar pukul 08.00, skala
nyeri 6, nyeri yang dirasakan
adalah nyeri tajam seperti
tertusuk-tusuk dan terus
menerus.

O:
a. Tampak sedikit bengkak
kemerahan di lengan kiri
pasien
b. Pasien tampak memegangi
bagian tubuh yang sakit dan
merintih menahan nyeri

S:
11.45 I b. Mengajarkan pasien Pasien mengatakan akan
teknik relaksasi melakukan nafas dalam jika
nafas dalam untuk nyerinya muncul
meredakan nyeri O:
Pasien tampak kooperatif saat
diajarkan teknik relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi
nyerinya

S:
Pasien mengatakan bersedia
dilakukan pemeriksaan
c. Membantu pasien
12.30 penunjang radiologi
I melakukan
pemeriksaan O:
penunjang ke Hasil rontgen menunjukkan:
bagian radiologi Closed fractured shaft humerus
1/3 tengah, tanpa lesi

S:
Pasien mengatakan bersedia
d. Melakukan diberikan tindakan pemasangan
pemasangan gips gips
13.30 I teknik U-Slab
bersama dengan O:
perawat lainnya Bagian yang sakit (lengan kiri)
terpasang gips dengan teknik U-
Slab dari bahu ke arah sendi
siku memutar ke aksila

S:
e. Berkolaborasi Pasien dan keluarga bersedia
dengan dokter diberikan obat analgetik sesuai
pemberian obat anjuran serta sudah paham
I analgetik untuk tentang fungsi, dosis dan waktu
meredakan nyeri pemberian obat
(Norages syr 250 O:
mg/5 ml 60 ml 3x1) Pasien dan keluarga tampak
kooperatif

2 20 II a.Memberikan pasien S:
April posisi yang nyaman Pasien mengatakan sudah lebih
2021 dan istirahat yang nyaman setelah diberikan
cukup tindakan
12.45 O:
Pasien tampak nyaman ketika
diberikan posisi setengah duduk

b.Mendampingi pasien
13.05 II S:
saat mobilisasi dan
Pasien mengatakan untuk
berikan alat bantu
sementara akan beraktivitas
jika diperlukan
menggunakan anggota tubuh
yang tidak sakit
O:
c.Membantu pasien Pasien tampak kooperatif saat
dalam menggunakan diberikan asuhan keperawatan
arm sling untuk
membatasi S:
13.15 II
pergerakan tubuh Pasien mengatakan bersedia
yang sakit dan untuk
mempercepat dipasangkan arm sling di
penyembuhan bahunya
O:
d.Mengedukasi pasien Pasien tampak lebih nyaman
untuk latihan ROM saat dipasangkan arm sling dan
yang dapat dilakukan mampu mengistirahatkan
di rumah secara lengan kirinya secara optimal
II bertahap dan
menginformasikan
13.35
jadwal kontrol S:
selanjutnya Keluarga pasien mengatakan
secara bertahap akan membantu
latihan rentang gerak (ROM) &
akan memeriksakan kembali
pasien sesuai jadwal kontrol

O:
e. Berkolaborasi Keluarga dan pasien tampak
dengan dokter kooperatif saat diberikan asuhan
pemberian obat keperawatan
calnic syr 100 ml
II
(2x1)
13.45 S:
Pasien dan keluarga bersedia
diberikan obat sesuai anjuran
serta sudah paham tentang
fungsi, dosis dan waktu
pemberian obat
O:
Pasien dan keluarga tampak
kooperatif

7. EVALUASI SUMATIF
NO TGL/ DIAGNOSA EVALUASI TTD/
JAM NAMA

1 Senin, Nyeri akut S:


20 berhubungan dengan a. Pasien mengatakan nyeri di lengan
April agen cidera fisik kirinya sudah berkurang, skala nyeri
2021 berkurang dari 6 menjadi 4
b. Pasien dapat mengontrol nyeri dengan
13.30 relaksasi nafas dalam
O:
a. Pasien tampak lebih nyaman setelah
diberikan tindakan gips U-Slab dan arm
sling
b. Pasien mendapatkan obat norages syr 250
mg/5 ml 60 ml 3x1

A:
Masalah nyeri akut teratasi

P:
Hentikan intervensi

2 Senin, Hambatan mobilitas S:


20 fisik berhubungan a. Pasien mengatakan mampu melakukan
April dengan gangguan aktivitas mandiri sesuai kemampuan,
2021 musculoskeletal namun menggunakan anggota tubuh yang
(closed fraktur sehat
13.40 humerus) b. Pasien mengatakan akan mengurangi
pergerakan di bagian tubuh yang sakit
untuk memercepat proses penyembuhan
c. Keluarga mengatakan akan kembali
memeriksakan pasien sesuai jadwal
kontrol dan akan melakukan latihan
rentang gerak secara bertahap

O:
a. Pasien tampak lebih nyaman saat
dipasangkan arm sling
b. Pasien tampak dapat memenuhi
kebutuhannya secara mandiri

A:
Masalah hambatan mobilitas fisik terpenuhi

P:
Hentikan intervensi

Anda mungkin juga menyukai