Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A      Latar Belakang


Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di distregritas tulang,
penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi faktor lain seperti proses
degenerative juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner &
Suddarth, 2008 ). Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih
besar dan kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat
menyebabkan disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan
atau kehilangan fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang
berupa infeksi dan tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan
kematian beberapa minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah
memastikan adanya fraktur maka harus segera dilakukan stabilisasi atau
perbaikan fraktur( Brunner & Sudart, 2002)
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan
Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan
oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul.
Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8
%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770
orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes 2009) Dan menurut data depkes 2005
kalimantan timur korban fraktur akibat dari kecelakaan berkisar 10,5%,
sedangkan bedasarkan data yang diperoleh dari catatan medical record di rumah
sakit islam samarinda, data pada tahun 2012 (periode januari – juni ) didapatkan
14 kasus fraktur, sedangkan untuk bulan juli ada 7 kasus fraktur.

1
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada
bagian tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa
nyeri yang di rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan
integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar
lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur
diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan
fisik. Kecacatan fisik dapat dipulihkan secara bertahap melalui mobilisasi
persendian yaitu dengan latihan range of motion (ROM). Range of motion adalah
latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005). Pasien
harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin. Hal
tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien post operasi untuk
mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal mungkin atau melatih klien dan
menggunakan fungsi yang masih tertinggal seoptimal mungkin.

B.     Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari fraktur?
2. Sebutkan klasifikiasi fraktur?
3. Bagaimana etiologi fraktur?
4. Apa manifestasi klinis fraktur?
5. Sebutkan komplikasi dari fraktur?
6. Apa penatalaksanaan fraktur?
7. Sebutkan pemeriksaan penunjang?
8. Bagaimana patofisiologi dari fraktur?
9. Jelaskan kemungkinan data focus?
10. Bagaimana analisa data ?
11. Sebutkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul?
12. Bagaimana perencanaan dari fraktur?

2
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien fraktur dengan dokumentasi
keperawatan, yang meliputi
1. Pengkajian?
2. Riwayat kesehatan?
3. Pemeriksaan fisik?
4. Data psikologis?
5. Data sosial?
6. Data spiritual?
7. Pola aktivitas sehari-hari?
8. Data penunjang?
9. Terapi medis?
10. Analisa data?
11. Proses keperawatan?
12. Catatan perkembangan?

C.     Tujuan
1. Mengetahui definisi dari fraktur
2. Mengetahui klasifikiasi dari fraktur
3. Mengetahui etiologi dari fraktur
4. Mengetahui manifestasi klinis dari fraktur
5. Mengetahui komplikasi dari fraktur
6. Mengetahui penatalaksanaan
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang
8. Mengetahui patofisiologi
9. Mengetahui kemungkinan data fokus
10. Mengetahui analisa data
11. Mengetahui diagnosa keperawatan
12. Mengetahui perencanaan

3
Serta untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur dengan
dokumentasi keperawatan, yang meliputi
1. Pengkajian
2. Riwayat kesehatan
3. Pemeriksaan fisik
4. Data psikologis
5. Data sosial
6. Data spiritual
7. Pola aktivitas sehari-hari
8. Data penunjang
9. Terapi medis
10. Analisa data
11. Proses keperawatan
12. Catatan perkembangan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai
dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang
dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
 Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong,
2005).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2007).

B.     Klasifikasi
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan cruris
dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a) Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui
kedua korteks tulang).

5
b) Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah:
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen
5.  Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
 Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
 Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
 Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
 Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
ddan ancaman sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound),  bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit.Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu

6
 Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
 Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
 Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
c. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
 Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
  Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
  Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
 Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
 Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
 Tidak adanya dislokasi.
 Adanya dislokasi
 At axim : membentuk sudut.
 At lotus : fragmen tulang berjauhan.
 At longitudinal : berjauhan memanjang
  At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
e. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
 1/3 proksimal
 1/3 medial
 1/3 distal
f.  Fraktur Kelelahan  : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

7
8
C. Etiologi
 Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut
mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah
tulang).
 Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pegelangan tangan
 Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis
 Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang
dijelaskan secara rinci sebagai berikut:
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur
lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas
normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal
otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.

9
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur.
Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi
(permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur
bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya
pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat tarauma
4. Gangguan fungsional anggota gerak
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi atau datang
E. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
 Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.

10
 Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam
ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala – gejalanya
mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada
kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan pasif pada otot yang
terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi lebih sering pada
fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
 Fat Embolism Syndrom
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan
kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak
terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.
Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat menyebabkan
oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak
mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah,
marah, bingung, stupor), tachycardia, demam, ruam kulit ptechie.
 Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
 Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan  nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular
dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling

11
sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher),
saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi
suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup proses yang terjadi
dalam periode waktu yang lama, pasien mungkin tidak akan
merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh karena
itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus
menyuruh pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten
atau nyeri yang menetap pada saat menahan beban
 Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
 Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum
dan korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar
tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam tubuh).
Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus, atau
selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka
yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur –
fraktur dengan sindrom kompartemen atau luka vaskular memiliki
risiko osteomyelitis yang lebih besar
2.  Komplikasi Dalam Waktu Lama
 Delayed Union (Penyatuan tertunda)
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.
 Non union (tak menyatu)
Penyatuan tulang tidak terjadi,  cacat diisi  oleh  jaringan
fibrosa.kadang dapat terbentuk sendi palsu pada tempat ini. Faktor –
faktor yang dapat menyebabkan non union adalah tidak adanya

12
imobilisasi, interposisi jaringan lunak, pemisahan lebar dari fragmen
contohnya patella dan fraktur yang bersifat patologis..
 Malunion
Kelainan penyatuan tulang karena penyerasian yang buruk
menimbulkan deformitas, angulasi atau pergeseran.
.       

E. Penatalaksanaan
1. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tu;ang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung ujungnya saling berhubungan ) dengan
manipulasi dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai
dan alat yang lainya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna
mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakana. Perkiraan,
waktu imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan lingkungan yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.

F. Proses Penyembuhan Tulang


Proses penyembuhan patah tulang meliputi:

1. Peradangan

Patah tulang pasti akan menyebabkan adanya peradangan, sekecil apapun itu.
Peradangan akan ditandai dengan beberapa gejala pada jaringan di sekitar
patah tulang, di antaranya bengkak, memerah, dan terasa hangat ketika diraba
serta sudah pasti akan terasa sakit. Tahap ini akan dimulai ketika patah tulang
itu terjadi dan akan berlangsung selama 2 sampai 3 minggu.

13
2. Pembentukan Kalus Halus

Setelah proses peradangan selesai, pada kedua ujung tulang yang patah akan
terbentuk kalus halus sebagai cikal bakal yang akan menjembatani
penyambungan tulang yang patah. Akan tetapi, kalus halus ini belum bisa
terlihat melalui pemeriksaan sinar rontgen. Tahap ini akan berlangsung selama
4 hingga 8 minggu setelah mengalami cedera.

3. Pembentukan Kalus Keras

Setelah pembentukan kalus halus berlangsung, antara 4 sampai 8 minggu


setelah mengalami cedera akan terbentuk kalus keras atau tulang baru yang
mulai menjembatani fraktur atau kedua ujung tulang yang patah. Dalam
tahapan ini, kalus halus berubah menjadi kalus keras. Berbeda pada kalus
halus, kalus keras sudah bisa dilihat melalui pemeriksaan sinar rontgen.
Dalam waktu 8 sampai 12 minggu setelah  cedera, tulang baru sudah bisa
mengisi fraktur.

4. Remodeling Tulang

Tahapan ini akan dimulai pada 8 sampai 12 minggu setelah mengalami


cedera. Sisi fraktur akan mulai mengalami remodeling, yaitu proses
memperbaiki atau merombak diri. Tahap ini merupakan tahap akhir pada
proses penyembuhan patah tulang an mampu bertahan hingga beberapa tahun.
Lamanya tahap remodeling ini bisa berbeda pada setiap orang, bergantung
pada usia, kesehatan, jenis fraktur, dan tulang yang terlibat dalam insiden
tersebut. Umumnya, tulang anak-anak memiliki kemampuan yang lebih cepat
dalam proses penyembuhan dibandingkan pada orang dewasa. Adapun rata-
rata waktu yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan tulang untuk setiap
jenis tulang adalah:

14
Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa

 Falang /metacarpal /metatarsal/ kosta :3-6 minggu


 Distal radius :6 minggu
 Diafisis ulna dan radius :12 minggu
 Humerus :10-12 minggu
 Klavikula : 6 minggu
 Panggul : 10-12 minggu
 Femur : 12-16 minggu
 Kondilusi femur / tibia : 8-10 minggu
 Tibia/fibula:12-16 minggu
 Vertebra : 12minggu

15
G. Patofisiologi

Trauma langsung
G. Patofisiologi Trauma Tidak Langsung Kondisi Fatologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran Frakmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan frakmen tulang

Tekanan sumsum tulang lebih


Pergeseran fragmen tulang Spame otot tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tekanan kapiler Melepaskan Katekolamin

G3 fungsi Ekstremitas Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Hambatan mobilitas fisik Protein plasma hilang Bergabung dengan trombosit

Emboli
Laserasi Kulit Edema

Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh darah

Ketidakefektifan jaringan perfusi


Kerusakan integritas kulit, Resiko jaringan perifer
Putus vena / arteri
infeksi
16

Pendarahan Kehilangan volume cairan Resiko syok (hipovolemik)


H. Kemungkinan Data Fokus

1. Wawancara
a. Identitas
 Klien
 Penanggung jawab
b) Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
 Riwayat penyakit sekarang
 Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat penyakit keluarga
c) Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum
 Tampilan
 Kesadaran
 Tanda-tanda vital
 Pemeriksaan fisik head to toe
 Kepala
Inspeksi: kesimetrisan, kebersihan kulit kepala
Palpasi : ada lesi atau tidak
 Rambut
Inspeksi: kebersihan rambut, warna rambut, tekstur rambut,
jumlah, distribusi rambut, ada rontok atau tidak
Palpasi : ada lesi atau tidak
 Mata
Inspeksi : konjungtiva, pergerkan mata, pupil, sclera, ada
kantung mata atau tidak, pergerakan bola mata, fungsi
penglihatan
 Hidung

17
Inspeksi : fumgsi penciuman, kesimetrisan
Palpasi : ada lesi atau tidak
 Mulut
Inspeksi :mukosa bibir, ada lesi atau inflamasi, pita suara baik
atau tidak
 Telinga
Inspeksi : fungsi pendengaran, kesimetrisan, kebersihan,
 Leher
Inspeksi: kesimetrisan, terdapat benjolan atau tidak, pergerakan
leher
 Thorax
Inspeksi: kesimetrisan, irama jantung dan nafas, adanya lesi
atau tidak
 Abdomen
Inspeksi: adanya nyeri tekan atau tidak, adanya asites, ikterik
Auskultasi : bising usus/menit
 Ektremitas
Palpasi : pergerakan otot baik atau tidak, adanya lesi atau
tidak , kekuatan otot baik atau tidak , krepitasi
 Genital
Inspeksi : adanya lesi atau tidak,
 Kulit
Inspeksi : adanya lesi atau tidak, tugor kulit baik atau tidak

2. Pemeriksaan diagnostik
 X-ray: menentukan lokasi/ luasnya fraktur
 Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
 Aritrogrm : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vesikuler

18
 Hitung darah lengkap: hemokonsentarasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahn; peningkeatan lekosit sebagai respon
terhadap peradang
 Kretinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untik klirens
ginjal
 Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi atau cidera hati.

I.ANALISA DATA

NO Data Etiologi Problem


1 Ds: klien Trauma tidak langsung Nyeri akut
mengeluh nyeri
pada area patah fraktur
tulang
Do: klien tampak pergeseran frakmen tulang

meringis
Skala nyeri (0-10) nyeri akut

2 Ds : klien Protein plama hilang Ketidak


mengeluh Edema efektifan perfusi
merasakan penurunan suplai darah jaringan
kelemahan kejarinagan.
Do: klien tampak
lemah Penekanan pembuluh darah
3 Do: gangguan Fraktur Kerusakan
pada bagian tubuh integritas kulit
yang terdapat Perub jaringan sekitar
fraktur
Kerusakan lapisan Laserasi kulit

19
kulit Kerusakan integritas kulit
4 Do: kesulitan Pergeseran fragmen tulang Hambatan
merubah posisi mobilitasi fisik
Keterbarasan Deformalitas
ROM
Gerakan sangat Gangguan fungsi ekstremitas

lambat dan tidak


terkoordinasi Hambatan mobilitasi fisik

5 Ds: klien Perub jaringan sekitar Resiko infeksi


mengeluhn nyeri
pada area fraktur Laerasi kilit
Do: adanya luka
yang diverban Resiko infeksi

6 Do: klien tampak Putus vena/arteri Resiko syok


lemah
Mukosa bibir Perdarahan
kering
Warna kulit pucat Kehilangan volume cairan

Resiko syok (hipovolemik)

J.Diagnosa keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen anjuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema
cedera jaringan lunak, pemasangan trksasi.
2. Ketidak efektifan perfusi jaingan perifer b.d penurunan suplai darah
kejarinagan.
3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksasi( pen,
sekrup, kawat)
4. Hambatan mobilitasi fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi
restriktif(imobilisasi)

20
5. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur
invasive(pemasangan traksasi)
6. Resiko syok b.d kehilamgan volume darah akibat trauma ( fraktur)

K. Perencanaan

DX NOC NIC
I Setelah dilakukan tidakan  Lakukan pengkajian nyeri
keperawatan nyeri akut dapat secara komprehensif
teratasi dengan kiteria hasil:  Observasi reaksi nonverbal dari
 Mampu mengontrol nyeri ketidak nyamanan
 Melaporkan bahwa  Ajarkan teknik nonfarmakologi
penyakit berkurang  Gunakan teknik komunikasi
dengan menggunakan terapetik untuk mengetahui
manajemen nyeri. pengalaman nyeri pasien
 Mampu mengenali nyeri  Bantu pasien dan keluarga untuk
 Menyatakan rasa nyaman mencari dan menemukan
setelah nyeri berkurang dukungan
 TTV dalam rentang  Kontrol lingkungan yang dapat
normal mempengaruhi nyeri
II Setelah dilakukan tindakan  Monitor adanya daerah tertentu
keperawatan, Ketidak efektifan yang hanya peka terhadap
perfusi jaingan perifer dapat panas/dingin/tajam/tumpul
teratasi dengan kiteria hasil:  Monitor adanya paretese
 Tekanan systole dan  Instruksikan kelurga untuk
diastole dalam rentang mengobservasi kulit jika ada isis
yang diharapkan atau laserasi
 Tidak ada ortostastik  Gunakan sarung tangan untuk
hipertensi proktesi

21
 Tidak ada tanda tanda  Kolaborasi pemberian analgetik
peningkatan tekanan  Monitor adanya tromboplebitis
intraktranial  Diskusi mengenai penyebab
perubahan sensai.
III Setelah dilakukan tindakan  Anjurkan pasien untuk
keperawatan, Kerusakan integritas menggunakan pakaian yang
kulit dapat teratasi dengan kiteria longgar
hasil:  Hindari kerutan pada tempat
 Integritas kulit yang baik tidur
bisa dipertahankan  Jaga kebersihan kulit agar tetap
 Perfusi jaringan baik bersih dan kering
 Menunjukan pemahaman  Mobilisasi pasien
dalam proses perbaikan  Monitor kulit akan adanya
kulit dan mencegah kemerahan
terjadinya sedera berulang  Oleskan latoin atau minyak
 Mampu melindungi kulit  Monitor aktivitas dan mobilisasi
dan memepertahankan pasien
kelembaban kulit dan  Monitor status nutrisi pasien
perawatan alami

IV Setelah dilakukan tindakan  Monitoring vital sign


keperawatan. Hambatan sebelum/sesudah latihan dan
mobilitasi fisik dapat teratasi lihat respon pasien saat
dengan kiteria hasil: pelatihan
 Klien meningkat dalam  Konsultasikan dengan terapi
aktifitas fisik fisik tentang rencana ambulasi
 Mengerti tujuan dari sesuai dengan kebutuhan
peningkatan mobilisasi  Bantu klien untuk menggunakan
 Memverbalisasikan tonggkat saat berjalan dan cegah
perasaan dalam terhadap cedera

22
meningkatkan kekuatan  Ajarkan pasien atau tenaga
dan kemampuan berpindah kesehatan lain tentang teknik
 Memeperagakan ambulasi.
penggunanna alat  Kajian kemampuan pasien
 Bantu untuk mobilitasi dalam mobilisasi
 Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLS secara
mandiri sesuai kemamapuan
 Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasai dan bantu
pemenuhan kebutuhan ADLS
V Setelah dilakukan tindakan  Pertahankan teknik isolasi
keperawatan. Resiko infeksi dapat  Batasi pengunjung bila perlu
teratasi dengan kiteria hasil:  Dorong masukan nutrisis yang
 Klien bebas dari tanda dan cukup
gejala infeksi  Dorong masukan cairan
 Mendeskrifsikan proses  Dorong istirahat
penularan penyakit  Laporkan kultur positif
 Menunjukan kemmapuan  Laporkan kecurigaan infeksi
untuk mencegah
 Monitor tanda dan gejala terjadi
timbulnya infeksi
infeksi
 Jumlah leukosit dalam
 Cuci tangan setiap sebelum dan
batasan normal
sesudah tindakan keperawatan
 Menunjukan prilaku hidup
 Pertahankan lingkungan aseptik
sehat
selama pemasangan alat
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
VI Setelah dilakukan tindakan  Monitor status sirkulasi bp,
keperawatan. Resiko syok dapat warna kulit, jantung, suhu, nadi,

23
teratasi dengan kiteria hasil: ritme
 Nadi dalam batas normal  Monitor pernafasan
 Irama jantung dalam batas  Monitor inpit dan out put
normal  Monitor tanda dan gejala asies
 Frekuensi nafas normal  Monitor tanda awal syok
 Suara nafas normal  Berikan cairan iv atau oral yang
 Mata tidak cekung tepat
 Tidak ada demam  Ajarkan keluarga paien tanda
 Tidak ada hidrasi dan gejala datngnyan syok

DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, A.N,Dkk.2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


dan NANDA NIC NOC edisi revisi jilid 2.Jogjakarta:MediAction

Tamanriztha.worpress.com/2012/3/3Asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman


nyeri (diakses pada 20 oktober 2017 jaam 11.28)

Dwinugrahaeni 124.co.id/2014/10/15 laporan pendahuluan gangguan rasa nyaman


nyeri (diakses pada 20 oktober 2017 jam11.30)

Tiaramadan96.blogspot.in/2016/04/19 laporan pendahuluan nyeri (diakses pada 20


oktober 2017 jam11.34)

Aryasandyhasim.blogspot.in /2015/09/14 laporan pendahuluan gangguan rasa


nyaman nyeri (diakses pada 20 oktober 2017 jam11.37)

Shelvysetyawati.blogspot.in/2017/04/02/ laporan pendahuluan KDM gangguan rasa


aman nyaman (nyeri) (diakses pada 20 oktober 2017 jam11.42)

Handriprihantara.worldpress.com/2012/10/03/ asuhan keperawatan pada pasien


fraktur (diakses pada 20 oktober 2017 jam11.53)

24
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A
DENGAN GANGGUAN RASA NYERI “FRAKTUR MANDIBULA,
FEMUR”2/3 DISTAL SINISTRA”

DI RUANG MARJAN ATAS RSUD dr. SLAMET GARUT

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A

Umur : 24 tahun

Alamat : Kp. Cikendi Ds. Mekarjaya kec. Tarogong


Kaler

Agama : Islam

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SMP

Tanggal masuk RS : 24 Oktober 2017 pukul 23:17

Tanggal pengkajian : 24 oktober 2017 pukul 9:05

No. CM : 01057249

Diagnosa medis : Close # mandibula dan femur serta intoksikasi


Alkohol

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. A

Umur : 56 tahun

25
Alamat : Kp. Cikendi Ds. Mekarjaya Kec. Tarogong
Kaler

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Hubungan dengan klien : Ayah kandung

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri

2. Riwayat penyakit sekarang


Pada saat dikaji pada tanggal 24 oktober 2017 pukul 9 : 05, klien
mengeluh nyeri pada bagian tubuh yang mengalami patah tulang, yaitu
paha kiri dan rahang (R) dikarenakan mengalami kecelakaan saat
mengendarai sepeda motor (P). Nyeri yang di rasakan begitu tajam,
bersifat menetap,terlokalisasi di satu/ dua titik (Q) dengan skala nyeri 7 (0
– 10) (S). Nyeri terasa berat ketika terjadi pergerakan pada area fraktur (T)
3. Riwayat penyakit dahulu
Berdasarkan penuturan klien, klien belum pernah mengalami hal ini
sebelumnya

4. Rriwayat kesehatan keluarga


Menurut penuturan klien, tidak ada yang pernah mengalami patah tulang
dan tidak ada juga penyakit keturunan menular yang dapat memperparah
keadaan klien.

C. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum

- Tampilan : klien tampak meringis


- Kesadaran: cm
- TTV : TD = 100/80mmHg, R = 20x/menit

26
P = 123x/menit, T = 36,5C
Pemeriksaan fisik head to toe

 Kepala
Inspeksi: simetris, kulit kepala bersih
Palpasi : tidak ada lesi
 Rambut
Inspeksi: rambut bersih, warna rambut hitam kecokelatan,
tekstur rambut kasar, jumlah, distribusi rambut, ada rontok
Palpasi : tidak ada lesi
 Mata
Inspeksi : konjungtiva putih, pergerkan mata kurang, sclera
putih, ada kantung mata, pergerakan bola mata kurang, fungsi
penglihatan baik (klien dapat membaca tulisan dari jarak 25
cm), pupil mengecil saat terkena cahaya

 Hidung
Inspeksi : fumgsi penciuman baik (klien mampu menyebut
bau), simetris, tidak ada bantuan otot bantu paaernafasan
Palpasi : ada lesi
 Mulut
Inspeksi :mukosa bibir, ada lesi atau inflamasi, pita suara baik
atau tidak, klien dapat membedakan rasa makanan, klien dapat
menelan makanan lembek (bubur), ada reflex saat menelan
makanan, tidak dapat menggerakan lidah dengan baik

 Telinga
Inspeksi : fungsi pendengaran baik, simetris, bersih
 Leher
Inspeksi: simetris, tidak terdapat lesi/benjolan, terdapat
kesulitan saat menggerakan leher (tidak dapat menggerakan
leher), bahu bisa di gerakan, ada pembesaran KGB

27
 Thorax
Inspeksi: Simetris antara kiri dan kanan, tidak ada sumbatan
jalan nafas , tidak ada sesak, frekuensi 20x/menit, tidak ada
suara nafas tambahan dan tidak ada batuk, tidak ada lesi. Nadi
berdenyut 123x/menit, reguler, tekanan darah 100/80 mmHg,
tidak ada sakit dada, dan kelainan bunyi jantung

 Abdomen
Inspeksi: adanya nyeri tekan , adanya asites, tidak ada ikterik
Auskultasi : bising usus 9x/menit
 Genital
Inspeksi : adanya lesi atau tidak, Pola rutin BAK 4-5x/hari
kurang lebih 1100 cc dengan warna dan bau khas urine. Tidak
ada distensi kandung kemih

 Kulit
Inspeksi : adanya lesi pada femur 2/3 distal sinistra, Kotor,
elastisitas tugor menurun, CRT >2 detik, tidak ada ikterik
maupun sianosis, dan ada tanda tanda infeksi (nyeri)

 Ekstremitas
Inspeksi : pergerakan terbatas pada kaki kiri (terkena fektur)
kekuatan otot ektremitas atas baik dextra maupun sinistra
masing-masing 5 dan ekstremitas bawah dextra 5 dan sinistra 1

Skala kekuatan otot (0-5)

0 : tidak ada kontraksi otot

1 : kontraksi otot dapat di palpasi tanpa gerakan persendian

2 : tidak mampu melakukan gaya gravitasi (gerakan pasif)

3 : hanya mampu melawan gaya gravitasi

28
4 : mampu menggerakan persendian dengan gaya gravitasi, mampu melawan
dengan tahan Sedang

5 : mampu menggerakan persendian dalam lingkup gerak penuh, mampu


melawan gaya gravitasi, mampu melawan dengan tahan penuh

D. Aspek psikologis

Konsep diri : klien bertanya mengapa terjadi pada dirinya

Pola interaksi : klien adalah seorang yang mudah berinteraksi


dengan keluarga, perawat, dokter, dan penjenguk, serta pasien lain.

Keadaan emosional : klien tampak cemas dan berharap sakitnya


segera sembuh

Penanggulangan masalah : ketika merasa nyeri,klien segera memberi tahu


keluarganya / segera di obati

E. Data sosial
Pola hubunganperan : klien adalah anak ke 3 dari 5 bersaudara

Pola olahraga : klien rutin olahraga lari tiap pagi

Pola rekreasi : klien selalu menyempatkan pergi ke tempat rekreasi

Pola kebudayaan : selama di RS klien bersikap ramah/wajar kepada


semua orang

F. Data spiritual
Keagamaan / kepercayaan dan keyakinan kepada tuhan yang baik kepada
tuhan

Selama sakit, jarang melaksanakan ibadah shalat sehubungan dengan penyakit


klien . klien dapat melaksanakan ibadah dzikir dan berdoa untuk
kesembuhannya

29
G. Pola aktivitas sehari-hari

No Pola Aktivitas Sebelum masuk RS Selama di RS


1 Pola Nutrisi
a. Makan
- Jenis Nasi dan Lauk Nasi dan Lauk
- Frekuensi Pauk Pauk
b. Minum 3x1 hari 3x1 hari
- Jenis
Air mineral Air mineral
- Frekuensi
Sering Cukup
- jumlah
7-8 gelas 6-7 gelas
2 Pola Istirahat Tidur
a. malam
- lama 6-7 jam 3-4 jam
- kualitas nyenyak Terputus putus,
b. siang nyenyak
- lama jarang
- 1-2 jam
- kualitas
Kurang nyenyak
3 Pola Eliminasi
a. BAK
- Frekuensi 3-5x/ hari 4-6x/ hari
- Jumlah Kurang lebih 1500 Kurang lebih
- Warna cc 1700 cc
- Bau Kuning khas urine Khas urine
b. BAB Khas urine Khas urine
- Frekuensi
1x/hari 1x/3 hari
- Warna Kuning khas feses Kuning khas
- Konsistensi padat feses
Padat
4 Personal Hygine
a. mandi
- frekuensi 2x1 hari 1x/hari, di seka
- sikat gigi 2x1 hari 1x/hari
b. berpakaian
- frekuensi 2x1 hari 1x/hari
5 Pola Aktivitas dan Mobilitas
a. aktivitas yang
dilakukan Normal Berbaring
- kesulitan
b. mobilitas fisik Tidak ada Bediri
- tangan
Bergerak bebas Sebelah kiri

30
- kaki terpasang
Bergerak bebas infus
tidak dapat
bergerak bebas

H. Data penunjang
Nama Test Hasil Unit Nilai Normal
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 9,9 9/dL 13-18
Hematokrit 29 % 40-32
Leukosit 13.450 /mm³ 3800-10.600
trombosit 264.000 /mm³ 150.000-440.000
eritrosit 3,30 Juta/mm³ 3,5-6,5
Hitung jenis leukosit
Basofil 1 % 0-1
Esinofil 1 % 1-6
Batang 0 % 1-3
Netrofil 52 % 30-70
Limfosit 13 % 30-45
Monosiit 3 % 2-10
Keterangan
 Ht rendah menunjukkan terjadinya kehilangan darah (perdarahan)
 Leukosit tinggi menunjukan adanya respon peradangan
Terapi Medis
- Citicolin 3x1 amp IV : 3x1 ampul, 3x250 mg/2ml, jika dosis dokter
250 mg, 1 x pemberian 2 ml
1000 mg
- Cefotaxim 2x1 gr IV : 2x1 gr, dilarutkan dengan 5cc, x 5 ml
1000 mg
= 5 ml (tiap pemberian)
- Ketorolac 3x1 amp IV : 3x tiap 1x pemberian sebanyak 1 ampul =
30mg/2ml
- Ranitidin 2x1 amp IV : 2x2m/mg tiap sekali pemberian = 2ml
- Monitol 4x75 cc IV : tiap sekali pemberian75 cc (sediaan
500 cc)
- Piracetam 2x3 gr IV : tiap pemberiandiberikan 3 gr, sediaan 1
gr 5 ml. Total 15 ml

31
Nama Golongan Indikasi Cara kerja
Citikolin - Nootropik Keadaan akut Meningkatkan
- Neurotonik/ Kehilangan aktivitas
neutropik kesadaran akibat pembentukan
trauma retikular dalam
- Aktivator serebra serebral/KLL sop otak khusussnya
otak pada aktivasi
Keadaan kronik sistem retikuler
asending, etar
kaitannya dengan
kesadaran,
meningkatkan
aktivitas sistem
piramidal dan
memperbaiki
paralisis motorik
ddan
meningkatkan
aliran oksigen
dan metabolisme
serebral
Cefotaxim Antibiotik golongan Alternatif Menghambat
cefalosporin generasi ketiga pertama bakteri sintesis
resisten penicilin mukopeptida
Perawatan infeksi pada dinding sel
bakteri bakteri
Ketorolack Anti inflamasi non steroid/ Mengatasi nyeri Menghambat
NSAID sedang hingga produksi
berat untuk prostaglandin
sementara sehingga
mengurangi rasa
sakit
Ranitidine Antihistamin ( H2- antagonis Mengobati ulkus Menghambat
lambung dan sekresi asam
duodenum lambung
Melindungi dari berlebih,
ulkus sehingga rasa
Digunakan sakit reda, luka
sebelum operasi pada lambung
bedah perlahan sembuh
Mengobati

32
masalah asam
pada
kerongkongan
Monitol Duiretik Mencegah dan/ Meningkatkan
atau mengobati pembentukan
fase oliguria urine oleh ginjal
Menurunkan Membantu
tekanan dalam pengeluaran Na+
tempuurung dan air dalam
kepala tubuh sehingga
kadar cairan
yang beredar di
pembuluh darah
menurun
Piracetam Nootropik dan neurotropik Mengobati Melindungi
kondisi korteks serebri
mioklonus, gejala ( bertanggung
involusi pada jawab dalam
lansia proses berpikir,
Mengobati daya ingat,
alkoholisme motorik),
kronik dan kemampuan
kecanduan sosial, bahasa,
Membantu dalam dan penyelesaian
memulihkan masalah
gejala pacsa
trauma

I. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
1 Ds : klien mengeluh nyeri pada Faktur Nyeri akut
kaki kiri dan rahang bawah ↓
Do : klien tampak meringis Terputusnya
Skala nyeri 7 ( 0-10) kontinuitas tulang
Tingkah laku berhati-hati ↓
Berfokus pada diri sendiri Merangsang
neurotransmitter

Merangsang spinal
cord

33

hipotalamus

Cortex cerebri

Nyeri di
presepsikan
2 Ds : klien mengeluh tidak dapat Pergeseran fragmen Gangguan
menggerakan kaki dan tidak bisa tulang mobilitas fisik
melakukan aktivittas ↓
Do : terdapat trauma femur 2/3 Deformitasi
distal dan mandibula ↓
Gangguan fungsi
ekstremitas

Gangguan mobilitas
tubuh
3 Ds : klien mengatakan nyeri pada Luka Resiko infeksi
area luka ↓
Do : leukosit 13.450/ mm3 Luka basah
( normal : 3.800-10.600) ↓
Kerusakan jaringan dan Tempat
peningkatan paparan lingkungan berkembang
mikroorganisme

Resiko infeksi

34
PROSES KEPERAWATAN
Nama :Tn. A Ruang: Marjan Atas
2
Umur : 24 tahun DX: fraktur femur distal
3
sinistra dan fraktur mandibula
No Diagnosa Perencanaan Implementasi Evaluasi
. keperawatan Tujuan NIC
1 Nyeri akut b.d Setelah kaji tingkat Tanggal 24 S : Klien
terputusnya dilakukan nyeri Oktober 2017 mengatakan
kontinuitas tindakan anjurkan Mengkaji nyeri
tulang keperawata teknik tingkat nyeri berkurang
Ds : klien n selama relaksasi Lokasi : femur intesitasnya
mengeluh nyeri 3x24 jam nafas dalam 2/3 sinistra dan O : Skala
pada kaki kiri masalah kolaborasi mandibula. nyeri 6 (0-
dan rahang teratasi pemberian Nyeri terasa 10)
bawah dengan terapi obat berat saat di A : Masalah
Do : klien kriteria analgetik gerakan. Skala teratasi
tampak hasil : libatkan nyeri 7, jam 09 : sebagian
meringis Ds : klien keluarga 05 P:
Skala nyeri 7 mengatakan dalam Menganjurkan Lanjutkan
( 0-10) nyeri pengendalian teknik relaksasi intervensi
Tingkah laku berkurang nyeri nafas dalam jam
berhati-hati Do : skala kendalikan 09 : 11
Berfokus pada nyeri 4 faktor Memberikan
diri sendiri Klien lingkungan deexketopropen
tampak yang bisa 1 ml jam 09 : 15
tenang menambah Melibatkan
Td : 120/80 nyeri seperti keluarga dalam
mmHg lingkungan pengendalian
P : 85x/ berisik nyeri jam 09 :
menit 21
Mengendalikan
faktor
lingkungan
( bising ) jam 09
: 23
2 Gangguan Setelah bantu Membantu S : Klien
mobilitas fisik dilakukan mnenggeraka mnenggerakan mengatakan
b.d perubahan tindakan n ekskremitas ekskremitas tidak bisa

35
fragmen tulang keperawata klien yang klien yang tidak menggeraka
Ds : klien n selama tidak terluka terluka. Jam 09 : n kakinya
mengeluh tidak 3x24 jam anjurkan 17 O : terdapat
dapat masalah klien Menganjurkan keterbatasan
menggerakan teratasi mobilisasi klien mobilisasi bergerak
kaki dan tidak dengan ringan ringan perlahan Terdapat
bisa melakukan kriteria perlahan 09 : 19 kesulitan
aktivittas hasil : latih klien Melatih klien merubah
Do : terdapat Ds : klien dalam dalam posisi
trauma femur mengatakan memenuhi memenuhi A : Masalah
2/3 distal dan nyeri kebutuhan kebutuhan Adl teratasi
mandibula berkurang Adl secara secara mandiri sebagian
Do : skala mandiri sesuai P:
nyeri 4 sesuai kemampuan jam Lanjutkan
Klien kemampuan 09 : 25 intervensi
tampak
tenang
Td : 120/80
mmHg
P : 85x/
menit
3 Resiko infeksi Setelah cuci tangan Melakukan cuci S : Klien
b.d adanya dilakukan sebelum dan tangan sebelum mengatakan
akses masuk tindakan sesudah dan sesudah nyeri masih
mikroorganism keperawata tindakan tindakan tera
e n selama kolaborasi (dilaksanakan intesitasnya
Ds : klien 3x24 jam pemberian setiap sebelum O : adanya
mengatakan masalah obat dan sesudah kerusakan
nyeri pada area teratasi analgetik tindakan) jarigan
luka dengan pertahankan Memberikan Adanya
Do : leukosit kriteria teknik isolasi cepotaxim 5 ml paparan
13.450/ mm3 hasil : ajarkan jam 9 : 12 lingkungan
( normal : Ds : klien pasien dan Mempertahanka A : Masalah
3.800-10.600) mengatakan keluarga n teknik isolasi teratasi
Kerusakan nyeri tanda dan Menganjurkan sebagian
jaringan dan berkurang gejala infeksi pasien dan P:
peningkatan Do : skala keluarga tanda Lanjutkan
paparan nyeri 4 dan gejala intervensi
lingkungan Klien infeksi
tampak
tenang
Td : 120/80
mmHg
P : 85x/
menit

36
Jam Dx Implementasi Evaluasi
25 Oktober 2017 S : Klien mengatakan masih
14 : 31 I Mengkaji tingkat nyeri, skala nyeri 6 nyeri, tetapi berkurang
14 : 37 I,III,I Menganjurkan treknik relasi nafas dalam intensitasnya
16 : 00 V Memberikan terapi obat analgetik ketorolac Klien bisa mobilisasi secara
14 : 41 I,IV Meberikan informasi tentang nyeri mandiri
15: 02 I Melibakan keluarga dalam pengendalian O : skala nyeri 5
15 : 11 I,IV nyeri Td : 100/70 mmHg
15 : 37 I,IV Mengendalikan faktor lingkungan N : 92x/menit
I,II (kebisingan dan pencahayaan) R : 20x/ menit
16 : 21 Memonitor TTV S : 36.8c
16 : 38 II TD : 100/70 RR : 20 P : 92x S : 36,8 c A : Masalah teratasi
16 : 59 II Mengkaji kemampuan klien dalam sebagian
17 : 07 II mobilitas P : lanjutkan intervensi
18 :45 I, II Melatih klien dalam memenuhi ADL
19 : 08 III Mendampingi klien saat mobilisasi
20 : 00 I,III,I Mengajarkan merubah posisi dan
V membantu
IV, I Menjelaskan ppentingnya tidur
Menciptakan lingkungan yang nyaman
III Mencuci tangan sebelum dan sesudah
I,III,I tindakan keperawatan
V Memberikan antibiotik cefotaxim
IV,I

37
Catatan perkembangan
Nama : Tn. A Ruang : Marjan Atas
2
Umur : 24 tahun Dx : fraktur femur
3
distal sinistra dan fraktur mandibula
No Tanggal , Jam Dx Catatan Perkembangan Pelaksana
1 25 Oktober 2017 I S : klien masih mengeluh nyeri,
15 : 25 namun sudah tidak terlalu nyeri
O : skala nyeri 5 Paraf
A : Masalah teratasi (Wiwin S.R)
P : Hentikan intervensi
2 25 Oktober 2017 II S : klien belum bisa menggerakan
15 : 47 kaki, tetapi sedikit sedikit bisa di
gerakan
O : klien tampak lebiih tenang Paraf
A : masalah teratasi sebagian (Wiwin S.R)
P : lanjutkan intervensi
3 25 Oktober 2017 III S : klien mengatakan dapat tidur
16 : 14 dengan nyenyak
O : klien tampak tenang
Jumlah jam tidur 6 jam Paraf
A : masalah teratasi sebagian (Wiwin S.R)
P : lanjutkan intervensi
4 25 Oktober 2017 IV S : klien mengatakan nyeri
16 : 36 berkurang
O : kien tampak tenang
A : masalah teratasi sebagian Paraf
P : lanjutkan intervansi (Wiwin S.R)

38
39

Anda mungkin juga menyukai