Anda di halaman 1dari 18

Visi:

Pada tahun 2025 menghasilkan Ners yang unggul dalam asuhan


keperawatan lanjut usia dengan menerapkan Ilmu dan Teknologi
keperawatan

LAPORAN PRAKTIKUM KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH IV


ASUHAN KEPERAWATA PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKOLOSKELETAL: FRAKTUR

Program Studi: : Program Sarjana Terapan dan Program Studi


Pendidikan Profesi Ners Program Profesi

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah IV

Dosen Pembimbing : Dr. Santa Manurun, S.KM., M.Kep.

Kelas/Semester : Tingkat III/ 6 (Enam)

Kelompok : 3 (tiga)

Disusun oleh : Vidia Eka Septiasari (P3.73.20.2.17.038)

1
JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2019

A. Definisi Trauma Muskuloskeletal


Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat
mencederai fisik maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal
dapat berupa vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau
robekan parsial (sprain), putus atau robekan (avulsi atau rupture), gangguan
pembuluh darah dan gangguan saraf. Trauma atau cedera pada tulang
menimbulkan patah tulang (fraktur) dan dislokasi yang memberikan disfungsi
struktur disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau
disangganya. Dapat dikatakan akibat dari trauma muskuloskeleteal atau
cedera adalah fraktur dan dislokasi.

B. Definisi Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang
bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang bisa
diabsorpsinya. 1. Close Fraktur
Close fraktur adalah patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit
(Smeltzer, Suzanne C & Bare, 2012).
2. Fraktur humerus
Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan
oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung
(Sjamsuhidajat & de jong, 2012)

C. Etiologi Fraktur
Fraktur dapat disebabkan karena pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, bahkan kontraksi otot ekstrem. Selain tulang
patah, jaringan sekitar akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan

2
lunak, pendarahan ke otot, dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendo. Organ
tubuh pun dapat mengalami cedera akibat fraktur.

D. Klasifikasi Fraktur
Berdasarkan komplit atau tidak komplitnya fraktur
1. Fraktur komplit
Merupakan patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran dari posisi normal.
2. Fraktur tidak komplit
Merupakan patah yang terjadi di sebagian dari garis tengah tulang.
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1. Fraktur tertutup (fraktur simpel)
Merupakan fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kuli
2. Fraktur terbuka
a. Grade 1: Adalah luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
b. Grade II: Luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
c. Grade III : Sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang (Budiman, 2010).

3
E. Tanda atau Gejala
Fraktur yang terjadi dapat menimbulkan gejala yang umum yaitu nyeri
atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk tubuh. Nyeri merupakan
perasaan yang tidak nyaman dan bersifat subjektif dimana hanya penderita
yang dapat merasakannya.
1. Tanda atau Gejala Fraktur Humerus
Menurut (Smeltzer, Suzanne C & Bare, 2012) tanda dan gejala dari
fraktur humerus adalah :
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas
Pergeseran fragmen padafraktur menyebakan deformitas
terlihat maupun terasa), deformitas dapat diketahui dengan
membandingkan ekstremitas yang normal.

Sumber: (Smeltzer, Suzanne C & Bare, 2012)

c. Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa,terasa adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang terasa akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.

4
d. Pembengkakan dan perubahan warna.
Pembengkakan dan perubahan lokal pada kulit terjadi dan
perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Rasjad, 2012), pemeriksaan penunjang fraktur berupa:

1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur,


harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
a. Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
b. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
c. Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan
yang normal)
d. Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
a. Darah rutin,
b. Faktor pembekuan darah,
c. Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
d. Urinalisa,
e. Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk
kliren ginjal).
3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan
vaskuler akibat fraktur tersebut.

G. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut
b) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
c) Fraktur disloksi
2. Komplikasi lanjut.

5
a) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.
b) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
c) Kelemahan otot
H. Manajemen Keperawatan : Asuhan Keperawatan Fraktur
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalahmasalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Data Subjektif
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa
yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan,
asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa
medis.
b) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat
beraktivitas atau mobilisasi pada daerah fraktur tersebut
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien fraktur atau patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma atau kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang
didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat atau
perubahan warna kulit dan kesemutan.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang
atau tidak sebelumnya dan ada atau tidaknya klien mengalami

6
pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis
sebelumnya
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga klien ada atau tidak yang menderita
osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain
yang sifatnya menurun dan menular
2) Pola-pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain
itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat
terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari
yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah
muskoloskeletal terutama pada lainsia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,

7
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini
juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,
sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan
tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

e) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
f) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah
(gangguan body imange).
h) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak
timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri
akibat fraktur
i) Pola Reproduksi Seksual

8
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, lama perkawinannya
j) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan
fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.

k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan


Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak
klien
b. Data obyektif
1) Keadaan Umum: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien. 32
2) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
3) pemeriksaan fisik :
a) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
c) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.

9
d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi
perdarahan)
f) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak
ada lesi atau nyeri tekan.
g) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan Faring


Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
i) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j) Paru
(1) Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
(2) Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(3) Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
(4) Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi
k) Jantung
(1) Inspeksi

10
Tidak tampak iktus jantung.
(2) Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(3) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. 34
l) Abdomen
(1) Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(2) Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
(3) Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(4) Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
m) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan
BAB
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang
nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan.
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan fraktur
meliputi :
a. Nyeri akut b.d agen pencederaan fisik trauma
b. Perfusi perifer tidak efektif b.d trauma fraktur
c. Gangguan mobilatas fisik b.d gangguan integritas struktur tulang
d. Resiko syok hipovelemia d.d trauma fraktur

11
3. Intervensi
No Diagnosa Intervensi
1 Nyeri akut b.d agen pencederaan fisik a. Identifikasi skala nyeri
. b. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
trauma
c. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
d. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurai rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

2. Perfusi perifer tidak efektif b.d trauma a. Kaji TTV


fraktur b. Observasi dan periksa bagian yang luka atau cedera
c. Kaji kapilary refill tiap 2 jam
d. Kaji adanya tanda-tanda gangguan perfusi jaringan;
Keringat dingin pada ekstremitas bawah, kulit sianosis, baal
e. Monitor cairan tubuh

3. Gangguan mobilatas fisik b.d gangguan a. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lain
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
integritas struktur tulang
c. Anjurkan pasien melakukan mobilisasi dini
d. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
e. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan

12
4. Resiko syok hipovelemia d.d trauma a. Kaji rasa nyeri pada area disekitar fraktur
b. Kaji skala nyeri dan ketidaknyaman pasien.
fraktur
c. Gunakan upaya untuk mengontrol rasa nyeri:
1) Membidai dan menyangga daerah cedera
2) Melakukan perubahan posisi dengan perlahan
3) Meberikan analgetik sesui ketentuan
4) Menganjurkan tehnik
relaksasi
d. Atur posisi klien sesuai kondisi, untk fraktur ekstremitas bawah sebaiknya
posisikan kaki lebih tinggi dari badan.
e. Dorong latihan drentang gerak aktif dan pasif pada sendi yang tidak
diimobilisasi; dorong untuk melakukan perubahan posisi sebatas yang bisa
dilakukan
f. Alat imolisasi

13
I. Kasus Klinik
Seorang laki-laki berusia 28 tahun tahun, dirawat diruang bedah orthopedic dengan keluhan nyeri pada kaki kiri karena kecelakaan
mobil. Saat pengkajian ,pasien mengeluh nyeri pada femur kiri post operasi pemasangan pen. Nyeri dirasakan seperti disayat-sayat
benda tajam. Nyeri bertambah bila bergerak, skala nyeri 5 pada rentang 0-10. Nyeri berkurang bila diistirahatkan. Berdasarkan
pengkajian fisik: pasien tampak meringi kesakitan, frekuensi napas 18x/menit, nadi 95x/menit, tekanan darah 110/80 mmHg, CRT 3
detik pada kuku kaki. Akral teraba dingin dan turgor kulit jelek. Data lab: Hb 11.7 g/dl, hematokrit 36%, leukosit 11000/mm3,
trombosit 450000 mm3/gr dl. Protein total 6,8 g/dl. Pasien mendapatkan terapi Cefriaxone 2 x 1 gr IV, vitamin B kompleks 3x1 tablet,
vitamin C 3x1 tablet, infus NaCl 5 tetes/menit, Calc 3x1 tablet, diet TKTP.

Identifikasi Data (Lengkapi Identifikasi Masalah Analisis dan Jelaskan Tentukan Rencana
Data Yang Diperlukan) Keperawatan Terjadinya Masalah Keperawatan (Tujuan Yang
Ingin Dicapai, Kriteria Hasil,
Tindakan Dan Rasional Dari
Tindakan)
Data Subjektif Nyeri akut Trauma (langsung, tidak Tujuan:
1. Pasien mengatakan nyeri langsung) dan kondisi Setelah dilakukan asuhan
pada femur sebelah kiri patologis keperawatan selama 3x24 jam
setelah post operasi pen di harapkan nyeri pasien
2. Nyeri dirasakan seperti Fraktur teratasi
disayat-sayat benda tajam Kriteria Hasil:
3. Nyeri bertambah bila 1. Mampu mengontrol nyeri
bergerak Diskontinuitas tulang dengan menggunakan
4. Skala nyeri 5 pada rentang teknik non farmakologi
0-10 2. Skala nyeri pasien

14
5. Nyeri akan berkurang jika di Pergeseran frakmen tulang berkurang
istirahatkan Tindakan Keperawatan
Data Objektif 1. Identifikasi skala nyeri
1. TD: 110/80 mmHg Nyeri akut 2. Kontrol lingkungan yang
2. RR : 18x/menit memperberat rasa nyeri
3. N : 95x/menit 3. Ajarkan teknik
nonfarmakologi untuk
4. Pasien tampak meringis mengurai rasa nyeri
kesakitan 4. Kolaborasi pemberian
5. Pengkajian nyeri pasien: analgetik jika perlu
Rasional:
P: Nyeri pada femur kiri post
oprasi pemasangan pen 1. Indentifikasi skala nyeri
Q: Nyeri sepeti di sayat-sayat merupakan suatu hal yang
benda tajam amat penting untuk
R: Nyeri pada kaki kiri menentukan tindakan
S: Skala nyeri 5 pada rentang keperawatan selanjutnya
0-10
T:Nyeri bertambah bila 2. Untuk mengurangi stress
bergerak dan akan pasien dan membantu
berkurang jika di pasien untuk lebih
istirahatkan nyaman
3. Tindakan ini mengajarkan
pasien untuk
mendapatkan rasa kontrol
terhadap nyeri

15
4. Tindakan ini membantu
mengurangi nyeri pasien
dengan pemberian
analgetik
Data Subjektif Perfusi perifer tidak Trauma (langsung, tidak Tujuan
1. Pasien mengatakan nyeri efektif langsung) dan kondisi Setelah dilakukan asuhan
pada ekstremitas bawah patologis keperawatan selama 3x24 jam
Data Objektif di harapkan perfusi perifer
1. Akral teraba dingin Fraktur membaik
2. Turgor kulit jelek Kriteria Hasil:
3. CRT 3 detik 1. TTV dalam batas normal
Diskontinuitas tulang 2. Akral kulit hangat
3. CRT < 2 detik
Kerusakan frakmen tulang Tindakan Keperawatan
1. Kaji TTV
2. Observasi dan periksa
Tek sumsum tulang lebih bagian yang luka atau
tinggi dari kapiler cedera
3. Kaji kapilary refill tiap 2
jam
Melepaskan katekolamin 4. Kaji adanya tanda-tanda
gangguan perfusi jaringan;
Keringat dingin pada
Metabolik asam lemak ekstremitas bawah, kulit
sianosis, baal

16
Bergambung dengan trombosit 5. Monitor cairan tubuh

Rasional:
Penyumbatan pembuluh darah
1. Mengetahui status
kardiorespirasi pasien
Perfusi perifer tidak efektif 2. Memantau keadaan luka
pasien untuk mengetahui
kemajuan pada luka
3. Sirkulasi perifer dapat
menunjukan tingkat
keparahan penyakit
4. Untuk menentukan
tindakan keperawatan yang
akan di ambil berikutnya
5. Mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh
pasien

17
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, C. (2010). Patah Tulang Dan Pembidaian. KOPRPS Sukarela PMI


UNPAD.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC (Edisi Revi). Mediaction Jogja.
Rasjad, C. (2012). Penghantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi Keti(Yasrif
Watampore), 355–357.
Sjamsuhidajat & de jong. (2012). Buku Ajar Bedah. EGC.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, B. G. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Dewan Pengurus PPNI.

18

Anda mungkin juga menyukai