Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN PRE OPERASI OPEN FRAKTUR TIBIA
SINISTRA DI RUANG BEDAH BOUGENVILLE

RSUD Dr. SOETOMO

SURABAYA

OLEH :

EMMALIA ADHIFITAMA

132023143005

ANGKATAN 2016

PRAKTIK PROFESI PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2021
KONSEP DASAR OPEN FRAKTUR TIBIA SINISTRA
A. DEFINISI

Fraktur merupakan terputusnya kontrinuitas tulang, retak, atau patahnya tulang


yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma dan tingkat keparahannya
ditentukan oleh jenis dan luas trauma (Lukman, 2007). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas,
gangguan fungsi, pemendekan , dan krepitasi (Doenges, 2002).
Sedangkan fraktur tibia merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan
dengan fratur pada tulang Panjang lainnya. Fraktur tibia adalah terputusnya hubungan
tulang tibia yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung yang mengenai kaki
(Muttaqin, 2013). Fraktur Tibia terjadi pada tibia kanan (sinistra) maupun kiri
(dextra).
B. KLASIFIKASI FRAKTUR TIBIA
1. Fraktur Tertutup
Jenis fraktur yang tidak disertai luka bagian luar permukaan kulit, sehingga bagian
tulang yang patah tidak berhubungan dengan lingkungan luar.
2. Fraktur terbuka
Yaitu jenis fraktur dengan adanya luka pada daerah yang patah sehingga keluar
permukaan kulit, disertai pendarahan yang banyak, kemudian biasanya disertai tulang
yang patah menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua. Pada fraktur
jenis ini memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi.
3. Fraktur Kompleksitas
Terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstremitas terjadi patah tulang,
sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
Kerusakan jaringan pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya
( Black & Hawks, 2014) :
a) Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b) Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c) Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan lunak,
saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus
ditangani karena dapat mengakibatkan terjadinya resiko infeksi.
C. ETIOLOGI
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat dibedakan
menjadi :
a) Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan secara langsung pada jaringan tulang
seperti kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dan benda keras oleh kekuatan
langsung.
b) Trauma tidak langsung (indirect)
Trauma yang disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringangan tulang
atau otot, atau bisa juga pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan : contoh
olahragawan, pesenam.
c) Trauma Patologik
Adalah kerusakan akibat proses penyakit dengan trauma minor seperti : tumor tulang,
infeksi seperti ostemielitis, Rakhitis, atau secara spontan disebabkan oleh stress
tulang yang terus menerus.
D. Manifestasi Klinis Fraktur ( Black dan Hawks, 2014) :
1. Deformitas
Pembengkaan dari pendarahan local dapat menyebabkan deformitas pada lokasi
fraktur, Spasme otot mengakibatkan pemendekan tungkai.
2. Pembengkakak
Edema dapat muncul segera, akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta
ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
3. Memar
Memar terjadi akibat adanya pendarahan subkutan pada lokasi fraktur
4. Spasme otot
Kontraksi satu otot atau lebih secara tiba-tiba dan tidak disengaja
5. Nyeri
Nyeri muncul karena adanya spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau
cedera pada struktur sekitarnya. Nyei akan muncul terus-menerus, dan meningkat
keparahannya jika adanya mobilisisasi
6. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi dapat terjadi karena adanya rasa nyeri yang disebabkan fraktur atau
karena hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan
juga dapat terjadi dari cedera pada saraf.
7. Perubahan Neurovaskular
Cedera neurovaskuler dapat terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan.
8. Syok
Syok dapat terjadi karena adanya pendarahan yang terjadi secara terus-menerus
E. Patofisiologis
Keparahan dari fraktur bergantung dengan adanya gaya yang menyebabkan fraktur.
Jika ambang fraktur hanya terlewati sedikit, maka tulang hanya mengalami keretakan saja
bukan patah. Namun jika gaya yang diberikan ekstrem seperti tabrakan mobil kemunkingkan
tulang dapat pecah menjadi kepingan. Saat terjadinya fraktur, otot yang melekat pada ujung
tulang dapat mengalami gangguan, otot tersebut akan mengalami spasme dan menarik
fragmen fraktur keluar dari posisi semula. Pada kelompok otot yang besar akan menciptakan
kekuatan yang dapat menggeser tulang besar seperti femur. Fragmen fraktur dapat bergeser
ke samping, ke sudut tertentu, atau menimpa segmen tulang lain, atau berpindah posisi.
Perioesteum dan pembuluh darah di korteksi serta sumsum dari tulang yang patah juga
terganggu, dan menyebabkan cedera jaringan lunak yang mengakibatkan adanya pendarahan.
Jaringan disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang heba,
sehingga pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi, edema, nyeri dan kehilangan fungsi.
F. Komplikasi Fraktur
Menurut Black dan Hawks (2014) komplikasi fraktur antara lain :
1. Cedera Saraf
Adanya perubahan pada kemampuan klien untuk menggerakkan jari-jari tangan atau
tungkai, parestesia, atau adanya keluhan nyeri yang meningkat
2. Sindroma Kompartemen ( gangguan sirkulasi)
Sindroma ini paling sering terjadi ditungkai bawah atau lengan. Ditemukan sensasi
keseutan dan rasa terbakar (paresfesra) pada otot, nyeri, dan kebas.
3. Kontraktur Volkman
Kontraktur ini akibat sindroma kompartemen yang tak tertangani. Tekanan yang
terus-menerus menyebabkan iskemia otot yang kemudia perlahan diganti jaringan
fibrosa yang menjepit tendon dan saraf.
4. Sindroma emboli lemak
5. Kaku sendi atau atritis akibat adanya imobilisasi jangka Panjang
6. Sindroma nyeri regional kompleks
Suatu sindroma disfungsi dan penggunaan yang salah, disertai nyeri dan
pembengkakan area yang sakit.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2. CT Scan tulang, temogram, atau scan CT/MRIB untuk memperlihatkan fraktur lebih
jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Anteriogram, dapat dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4. Darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun pada perdarahan,
selain itu bisa terjadi peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan hang
terjadi.
H. Penatalaksanaan
Istiqomah (2017), penatalaksaan pada fraktur, meliputi :
1. Diagnosis dan Penilaian fraktur dapat dilakukan dengan pemeriksaan klinis dan
radiologi.
Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus
mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
a. Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
b. Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
c. Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun
yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)
d. Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Reduksi : reduksi tertutup dengan traksi manual atau mekanis, sedangkan traksi
terbuka dengan menggunakan alat fiksasi internal dengan tujuan untuk
mempertahankan posisi tulang sampai solid kembali.
Calat fiksasi internal : Pen, kawat, skrup, dan plat, dilakukan melalui pembedahan
ORIF (Open Reduction Internal Fictation).
3. Retensi untuk mencegah pergeseran fragmen
4. Rehabilitasi : terdapat tiga kategori ( melakukan Gerakan aktif, pasif dan Latihan
penguatan)
I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan adanya
cedera traumatis yang terjadi (D.0077)
2. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan fungsi moorik dan
sensorik (D.0054)
3. Gangguan Integritas kulit/ Jaringan berhubungan dengan perubahan sirkulasi akibat
faktor mekanis(penekanan) ditandai dengan kerusakan jaringan, nyeri dan adanya
pendarahan yang terjadi (D.0129)
4. Risiko Hipovolemi b.d kehilangan cairan secara aktif atau perdarahan (D.0034)
5. Risiko Perdarahan b.d trauma (open fraktur femur) (D.0012)
6. Risiko Syok d.d kekurangan volume cairan karena perdarahan (D. 0030)

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian klien : Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi pembiayaan layanan Kesehatan ,
golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama: pasien mengeluh nyeri pada tibia sinistra
b. Riwayat penyakit Sekarang : pasien memiliki luka pada ekstremitas bawah, tibia
sinistra, tulang menonjol keluar, pasien akan mengalami operasi
c. Riwayat penyakit dahulu : Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang
atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan
pernah menderita osteoporosis sebelumnya

d. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda- Tanda vital TD : 130/80 (missal), Suhu dalam batas normal 36-
37,5℃, GCS : 456. Kesadaran: Compos Metis
2) Sistem Pernafasan (B1)
Pasien tidak mengalami gangguan pernafasan
Inspeksi : kaji pola napas dan Gerakan dada
Palpasi : adanya cairan atau tidak
Perkusi :adanya bunyi tambahan atau tidak, sonor atau hipersonor
Auskultasi : adanya bunyi nafas tambahan atau tidak
RR normal, alat bantu nafas tidak ada
3) B2 (Blood)
Pasien bisa saja mengalami takikardi karena terdapat respon nyeri atau rasa
cemasnya. Bisa juga terjadi hipotensi akibat kehilangan darah yang banyak. CRT
lambat yaitu >2 detik, penurunan frekuensi nadi pada bagian distal (bagian yang
cedera) dan pucat pada bagian yang cedera
4) B3 (Brain)
Bisa saja terdapat agitasi sbg akibat dari nyeri, ansietas, maupun trauma.
Biasanya terdapat kebas atau kesemutan dan hilang sensasi akibat fraktur. Bisa
juga takikardi karena kontaminasi luka terbuka dengan dunia luar.
5) B4 (Bladder)
Biasanya tidak ditemukan masalah, kemampuan berkemih pasien pun secara
spontan.
6) B5 (Bowel)
Biasanya tidak ditemukan masalah. Tidak ditemukan nyeri tekan, bising usus
terdengar normal dan tdak ada lesi pada abdomen
7) B6 (Bone)
Biasanya terdapat paratesis, spasme otot, laserasi kulit, perdarahan, perubahan
warna pada daerah cedera, terdengar krepitasi
- Inpeksi : bengkak, memar, deformitas (penonjolan yang abnormal) adanya
fragmen tulang yang keluar
- Palpasi : terdapat nyeri setempat, penurunan frekuensi nadi pada daerah
distal (Bagian yg cedera)
Ekstremitas atas : tangan kanan dan kiri dapat bergerak dengan normal,
tidak menutup kemungkinan bisa mengalami permasalahan jika terjadi
multiple trauma.
Ekstremitas bawah: Kedua kaki lengkap, kaki kanan dapat digerakkan
dengan leluasa. Pada kaki kiri terdapat luka fraktur terbuka pada tulang
tibia, terdapat jejas pendarahan, kekuatan otot melemah bahkan bisa
mengalami kelumpuhan, bisa juga tulang tampak menonjol keluar.
INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI

Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)


( D.0077) dalam 3 jam, diharapkan nyeri dapat 1. Identifikasi karakteristik nyeri
berkurang. Dengan kriteria hasil sebagai (lokasi, skala, kualitas,
berikut: intensitas, dll)
2. Identifikasi respon nyeri non
Tingkat Nyeri
verbal
 Keluhan nyeri menurun mis dr skala 6
3. Berikan teknik non-
ke 4
farmakologisi (relaksasi dan
 Gelisah menurun
distraksi)
 Frekuensi Nadi membaik (60-100 4. Kolaborasi pemberikan
x/menit)
analgesic
Kontrol Nyeri
Pemberian Analgesik (I.08243)
 Melaporkan nyeri terkontrol
meningkat 5. Identifikasi riwayat alergi obat
6. Monitor TTV sebelum dan
 Kemampuan menggunakan teknik
non-farmakologis meningkat sesudah pemberikan analgesic
7. Dokumentasi respon terhadap
efek analgesic dan efek yang
tidak diinginkan
8. Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik yang sesuai
Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3 x 24 Dukungan Ambulasi (L.0617)
 Monitor tekanan darah
Mobilitas jam, diharapkan gangguan mobilitas fisik
sebelum dilakukan
Fisik dapat berkurang, dengan kriteria hasil: ambulasi dan setelah
dilakukan ambulasi
(D.0054) Mobilitas Fisik ( L.050402)
 Identifikasi adanya nyeri
 Pergerakan ekstremitas meningkat (5) atau keluhan fiisik yang
lainnya
 Kelemahan fisik menurun (5)
 Fasilitasi aktivitas
 Kekuatan otot meningkat (5-5-5-5) ambulasi dengan
menggunakan kursi roda
 Ajarkan ambulasi
sederhana (bangun dari
tempat tidur)
 Kolaborasi pemberian
analgetic jika ada cidera
yang mengalami nyeri
Pembidaian (I.05180)
 Identifikasi kebutuhan
dilakukannya pembidaian
(obs)
 Meminimalkan
pergerakan pada bagian
yang cidera (t)
 Anjurkan membatasi
gerak pada area yang
cidera(e)
Gangguan Setelah diberikan tindakan asuhan Perawatan Luka (I.45664)
Integritas keperawatan selama 1 x 60 menit diharapkan  Monitor karakteristik luka
keluhan gangguan integritas kulit dan jaringan
Kulit/Jaringan (warna, ukuran, drainase)
dapat membaik dg kriteria hasil:
(D.0192)  Monitor tanda2 infeksi (rubor,
 Kerusakan lapisan kulit menurun
color, dolor)
 perdarahan menurun
 Bersihkan daerah luka dengan
 Suhu membaik (36.5’C – 37,5 ‘C) cairan NaCl 0,9%
 Pasang balutan seluas jenis
luka dan tidak memodifikasi
apapun terhadap fragmen
tulang yang terlihat
 Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
 Kolaborasi prosedur
debridement dan operatif
untuk fraktur klien
 Kolaborasi pemberian
antibiotic untuk mengurangi
riisko infeksi akibat
pemaparan mikroorganisme
pathogen thrdp open fraktur

DAFTAR PUSTAKA
DPP. PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Jakarta : PPNI

DPP. PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Jakarta : PPNI

DPP. PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Jakarta : PPNI

Parahita, P. S., Kurniyanta, P., Sakit, R., Pusat, U., & Denpasar, S. (2013). Management of
Extrimity Fracture in Emergency Department. E-Jurnal Medika Udayana, 2(9), 1597–1615.

Helmie, 2012. Buku Saku Kedaruratan Dibidang Bedah Ortopedi. Jakarta : Salemba Medika

Yanuar, Citra SY, dkk (2018) . Asuhan keperawatan pada klien pre operasi fraktur Femur di RSU
Bangil-Pasuruan. Studi Kasus

WOC COMINGSOON

Anda mungkin juga menyukai