Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR FEMURALIS

S T I K E S

OLEH :

MUHAMMAD AULIA RAHMAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

CAHAYA BANGSA BANJARMASIN

PROFESI-NERS

2015
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR FEMURALIS

DI RUANG O.K RSUD DR. H. MOCH ANSARI SALEH

Di susun oleh :

Muhammad Aulis Rahman, S.Kep

NIM. 14. 31. 0341

Banjarmasin, Agustus 2015

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan


A. Definisi fraktur femur.

Fraktur femur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan
oleh kekerasan. (E. Oerswari :2011).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Frakturterbuk
adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi
(sjamsuhidajat, 2000).

B. Etiologi fraktur femur.


Menurutsachdeva (2012), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Cedera traumatic.
Cedera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
mislanya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
2. Frakturpatologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomyelitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan kegagalan absorbs vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secaraspontan :disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dapat muncul pada klien dengan fraktur, diantaranya:
a. Nyeri sedang sampai hebat dan bertambah berat saat digerakkan.
b. Hilangnya fungsi pada daerah fraktur.
c. Edema/bengkak dan perubahan warna local pada kulit akibat trauma yang mengikuti
fraktur.
d. Deformitas/kelainan bentuk.
e. Rigiditas tulang/ kekakuan
f. Krepitasi saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang akibat
gesekan fragmen satu dengan yang lain.
g. Syok yang disebabkan luka dan kehilangan darah dalam jumlah banyak.
Menurut Smeltzer & Bare (2002:2358), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan
warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya. ( uji
kripitasi dapat membuat kerusakan jaringan lunak lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah bebebrapa
jam atau hari setelah cedera.

Menurut Mansjoer,dkk, (2000), daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak,
ditemukan tanda functio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas
angulasi ke lateral atau angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah.
Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan
adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu periksa
juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis.
D. Patofisiologi

Tulang cukup rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan (Aplay,A. Graham, 1993). Tetapi apabila tekana eksternal yang dating lebih besar
dari yang dapat di serap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Pendarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hemotoma di rongga medulla
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan kebagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon implamasi yang di tandai dengan
vasodilatasi, eksudat plasma dan leukosit, dan implamasi sel darah putih. Kejadian ini lah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M,etal. 1993)

Pathway fraktur femur.

Traumatik, spontan,

Terputusnya tulang

Fraktur Nyeri

Kerusakan Tindakan operasi Cidera pada jaringan


integritas tulang

Luka Intoleransiaktivitas
Cidera vaskuler terbuka(pen,plat)

Kerusakan rongga Luka operasi Perlukaan (luka)


neuvaskuler

Kurang informasi Keluar nanah


Adanya luka

Kurangnya Resiko infeksi


Kerusakan pengetahuan
integritas kulit
E. Komplikasi fraktur femur.

Komplikasiawal
1. Avaskulernekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu yang
bias menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya volkman’s ischemia.
2. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkat permeabilitas kapiler yang
bias menyebabkan menurunya oksigenasi.

Komplikasidalamwaktu lama
1. Delayed union (pernyatuan tertunda)
2. Non union (tak menyatu), penyatuan tulang tidak terjadi,cacat, kadang-kadang dapat
terbentuk sendi palsu pada tempat ini.
3. Malunion (tulang patah sembuh dalam posisi yang tidak semestinya)

F. Penatalaksanaan

1. Fraktur Reduction
a. Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali
secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya.
b. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi
pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat,
sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung
umur klien.
Peralatan traksi :
 Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
 Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi
a. Pembalutan (gips)
b. Eksternal Fiksasi
c. Internal Fiksasi
d. Pemilihan Fraksi
3. Fraksi terbuka
a. Pembedahan debridement dan irigrasi
b. Imunisasi tetanus
c. Terapi antibiotic prophylactic
d. Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
G. Pengkajian

Menurut hidayat (2004:98), pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada. Adapun pengkajian pada pasien post operasi menurut Suratun
(2008:66) adalah :
1. Lanjutkan perawatan pra operatif
2. Kaji ulang kebutuhan pasien berkaitan dengan kebutuhan rasa nyeri, perfusi jaringan,
promosi kesehatan, mobilitas dan konsep diri
3. Kaji dan pantau potensial masalah yang berkaitan dengan pembedahan: tanda vital, derajat
kesadaran, cairan yang keluar dari luka, suara nafas, bising usus, keseimbangan cairan, dan
nyeri.
4. Observasi resiko syok hipovolemia akibat kehilangan darah akibat pembedahan mayor
(frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun, konfusi dan gelisah).
5. Kaji peningkatan komplikasi paru dan jantung: observasi perubahan frekuensi nadi,
pernafasan, warna kulit, suhu tubuh, riwayat penyakit paru, dan jantung sebelumnya.
6. Sistem perkemihan: pantau pengeluaran urin, apakah terjadi retensi urin. Retensi dapat
disebabkan oleh posisi berkemih tidak alamiah, pembesaran prostat, dan adanya infeksi
saluran kemih.
7. Observasi tanda infeksi ( infeksi luka terjadi 5-9 hari, flebitis biasanya timbul selama
minggu kedua), dan tanda vital.
8. Kaji komplikasi tromboembolik: kaji tungkai untuk tandai nyeri tekan, panas, kemerahan,
dan edema pada betis.
9. Kaji komplikasi embolik lemak: perubahan pola panas, tingkah laku dan perubahan
kesadaran.

Sedangkan menurut Doenges (2000:761), data dasar pengkajian pada pasien dengan post op
fraktur femur berhubungan dengan intervensi bedah umum yang mengacu pada pengkajian
fraktur, yaitu:
1. Aktivitas/istirahat:keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
2. Sirkulasi: hipertensi, hipotensi, takikardia, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian
yang tekena, pembengkakan jaringan.
3. Neurosensori: hilang gerakan/sensasi, spasme otot, kebas, deformitas local.
4. Nyeri/kenyamanan: nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera, spasme/keram otot.
5. Keamanan: laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna, pembengkakan
local.
Pemeriksaan penunjang fraktur femur.
1. Foto Rontgen.
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b. Mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah
dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik.
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple)
5. Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma
6. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau
cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).

H. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Ds : Cedera pada jaringan Nyeri Akut
 Klien mengatakan nyeri bagian kaki
atas, paha
 Klien mengatakan tidak bisa
menggerakkan kakinya
 Klien mengatakan bekas terjadi
benturan pada kakinya
Do :
 Posisi klien menahan nyeri
 Tingkah laku klien berhati-hati
 Tingkah laku ekspresif : gelisah,
merintih, menangis, waspada, dll
 Perubahan anatomic pada tubuh klien
 Perubahan nadi, nafas dan tekanan
darah
2. Ds :
 Melaporkan secara verbal adanya
kelelahan atau kelemahan
 Adanya dsypneu atau
ketidaknyamanan saat beraktifitas
Do :
 Respon abnormal dari tekanan darah
atau nadi terhadap aktivitas
 Perubahan ECG: aritmia, iskemia
Ds : Trauma jaringan Risiko infeksi
 Klien menyatakan merasakan sakit
pada kaki
 klien mengatakan sering demam
 klien mengatakan kakinya terasa
bengkak
Do :
 Tekanan darah, suhu, nadi dan nafas
klien meningkat
 Kaki klien tampak bengkak
danmemerah
 Klien tampak gelisah

I. Diagnosa yang munculpadaFraktur.

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema
dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea, kelemahan/keletihan, ketidak
edekuatan oksigenasi, ansietas, dan gangguan pola tidur.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan,
prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
J. NCP

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri berhubungan Setelah melakukan tindakan P A I N M A N A G E M E N T
dengan terputusnya keperawatan selama ... x24 jam  lakukan pengkajian nyeri secara
jaringan tulang, diharapkan nyeri teratasi konprehensif termasuk lokasi,
gerakan fragmen kriteria hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
tulang, edema dan  melaporkan adanya nyeri kualitas dan faktorpresipitasi
cedera pada jaringan,  luas bagian tubuh yang  observasi reaksi nonverbal dari
alat terpengaruhi ketidak nyamanan
traksi/immobilisasi,  frekuensi nyeri  gunakan teknik komunikasi
stress, ansietas  panjang episode nyeri teraupetik untuk mengetahui
 pernyataan nyeri pengalaman nyeri pasien
 ekspresi nyeri pada wajah  kaji kultur yang mempengaruhi
 posisi tubuh protektif respon nyeri
 kurangnya istirahat  evaluasi pengalaman nyeri masa
 ketegngan otot lampau
 perubahan pada frekuensi  evaluasi bersama pasien dan tim
pernafasan kesehatan lain tentang ketidak
 perubahan nadi efektifan kontrol nyeri masa
 perubahan tekanan darah lampau
 perubahan ukuran pupil  bantu pasien dan keluarga untuk
 keringat berlebih mencari dan menemukan
 kehilangan selera makan dukungan
 kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti
suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
 kurangi faktor presifitasi nyeri
 pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
 kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
 ajarkan tentng tekhnik nnon
farmakologi
 berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 evaluasi keefektifan kontrol
 kolaborasi dengan dokter jika
ada keluhandan tindakan nyeri
tidakberhasil
 monitor penerimaan pasien
tentang management nyeri
2 Intoleransi aktivitas setelah dilakukan tindakan ACTIVITY THERAPY
 tentukan penyebab toleransi
berhubungan dengan keperawatan selama ...x 24 jam,
aktivitas( fisik, psikologi, atau
dispnea, diharapkan aktivitas klien
motivasional)
kelemahan/keletihan, meningkat
 berikan periode istirahat selama
ketidak edekuatan kriteria hasil :
beraktivitas
oksigenasi, ansietas,  saturasi oksigen dalam rentang
 pantau respon kardio polmunal
dan gangguan pola yang diharapkan saat
sebelum dan setelah melakukan
tidur. beraktivitas
aktivitas
 HR dalam rentang yang
 minimalkan kerja
diharapkan saat beraktivitas
kardiovaskular dengan
 RR dalam rentang yang
memberikan posisi dari tidur
diharapkan saat beraktivitas
keposisi saetengah duduk
 tekanan darah sistol dalam
 jika memungkinkan tingkatan
rentang yang diharapkan saat
aktivitas secara bertahap (dari
beraktivitas
duduk, jalan, aktivitas
 tekanan darah diastole dalam
maksimal)
rentang yang diharapkan saat
 pastikan perubahan posisi klien
beraktivitaas
secara perlahan dan monitor
 EKG dalambatas normal
gejala dari intoleransi aktivitas
 warna kulit
 kolaborasi dengan diberikan
 upaya pernafasan pada respon
terapi fisik
terhadap aktivitas
untukmembantupeningkatan
 langkah berjalan
level aktivitas dari kekakuan
 jarak berjalan
 monitor dan catat kemampuan
 saat menaiki tangga toleran
untuk mentoleransi aktivitas
 kuat
 monitor intake nutrisi untuk
 laporan ADL
memastikan kecukupan sumber
 kemampuan bicara saat latihan
energi
 ajarkan klien bagaimana
menggunakan teknik
mengontrol pernafasan ketika
beraktivitas
Energi Management
 observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
 dorong klien untuk
mengungkapkan perasaan
terhadap keterbatasan
 kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
 monitornutrisi dan sumber
energi yang adekuat
 monitor klien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
 monitor respon kardiovaskular
terhadap aktivitas
 monitor pola tidur dan lamanya
tidur atau istirahat pasien
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan I N F E C T I O N C O N T R O L
 bersihkan lingkungan saetelah
berhubungan dengan keperawatan selama ... x24 jam,
dipakaipasien lain
stasis cairan tubuh, diharapkan infeksi tidak terjadi
 pertahankan tekhnik isolasi
respons inflamasi kriteria hasil:
 batasi pengunjung bila perlu
tertekan, prosedur  pengetahuan tentang resiko
 instruksikan pada pengunjung
invasif dan jalur  monitor faktor resiko dari
untuk mencuci tangan saat
penusukkan, lingkungan
berkunjung dan setelah
luka/kerusakan kulit,  memonitor faktor resiko dari
berkunjung meninggalkan
insisi pembedahan. perilaku personal
pasien
 mengembangkan strategi
 gunakan sabun anti mikroba
kontrol resiko efektif
untuk cuci tangan
 mengatur strategi pengontrolan
 cuci tangan setiap sebelum dan
resiko seperti yang dibutuhkan
sesudah tindakan keperawatan
 berkomitmen dengan strategi
 gunakan baju, sarung tangan
kontrol resiko yang
sebagai alat perlindungan
direncanakan
 pertahankan lingkungan aseptik
 melaksanakan strategi kontrol
resiko yang dipilih selama pemasangan alat
 memodifikasi gaya hidup untuk  ganti letak IV periper dan line
mengurangi resiko central dan dressing sesuai
 menghindari paparan yang bisa dengan petunjuk umum
mengancam kesehatan  gunakan kateter intermiten
 berpartisipasi dalam skrining untuk menurunkan infeksi
resiko yang teridentifikasi kandung kencing
 berpartisipasi dalam skrining  tingkatkan intake nutrisi
masalah kesehatan  berikan terapi ntibiotik bila
 memperoleh imunisasi yang perlu
sesuai
 menggunakan fasilitas
kesehatan sesuai kebutuhan
 menggunakan dukungan
personal untuk mengontrol
resiko
 menggunakan dukungan sosial
untuk mengontrol resiko
 mengenali perubahan status
kesehatan
 memonitor perubahan status
kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
Black ,Jjoyce M. 2011. Medical surgical nursing. W .B Sainders Company :philadelpia

Boedidartono, 2010, proses keperawatan dirumah sakit, EGC : Jakarta.

Brunner dan suddarth, 2002, keperawatan medical bedah, edisi 3, EGC ,Jakarta

Brooker,cristine.2001. kamus saku keperawatan, EGC : Jakarta

Doenges ,Marilyn E. 2011 rencana asuhan keperawatan, edisi 3. EGC :Jakarta.

E.oerswari 2011, bedah dan perawatannya, PT gramedia, Jakarta

Nasrul,effendi . 2010. Pengantar proses keperawatan. EGC, Jakarta

Wilkinson,Judith M. 2006. Buku saku diagnosis keperawatan edisi 7. EGC : jakarta.

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.

E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi
8. EGC : Jakarta.
Carpenito (2000),DiagnosaKeperawatan-AplikasipadaPraktik Klinis , E d . 6 , EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai