Anda di halaman 1dari 2

A.

MANIFESTASI KLINIS

ARDS biasanya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada
paru. Setelah 72 jam 80% pasien menunjukkan gejala klinis ARDS yang jelas. Awalnya
pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat
dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS
ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada
auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing (Farid, 2006).
Analisa gas darah pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat rendah,
PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan
infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung,
namun siluet jantung biasanya normal (Ware et al,2000).
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi oksigen
yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas paru
kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi.
Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini,
bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat (Farid, 2006)

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Selain hipoksemia, gas darah arteri sering awalnya menunjukkan alkalosis pernapasan.
Namun, jika ARDS terjadi dalam konteks sepsis, asidosis metabolik yang dengan atau
tanpa kompensasi respirasi dapat terjadi (Harman, 2011).
Bersamaan dengan penyakit yang berlangsung dan pernapasan meningkat, tekanan parsial
karbon dioksida (PCO2) mulai meningkat. Pasien dengan ventilasi mekanik untuk ARDS
dapat dikondisikan untuk tetap hiperkapnia (hiperkapnia permisif) untuk mencapai tujuan
volume tidal yang rendah yang bertujuan menghindari cedera paru-paru terkait ventilator
(Harman, 2011).
Kelainan lain yang diamati pada ARDS tergantung pada penyebab yang mendasarinya
atau komplikasi yang terkait dan mungkin termasuk yang berikut (Harman, 2011).
a. Hematologi. Pada pasien sepsis, leukopenia atau leukositosis dapat dicatat.
Trombositopenia dapat diamati pada pasien sepsis dengan adanya koagulasi
intravaskular diseminata (DIC). Faktor von Willebrand (vWF) dapat meningkat pada
pasien beresiko untuk ARDS dan dapat menjadi penanda cedera endotel.
b. Ginjal. Nekrosis tubular akut (ATN) sering terjadi kemudian dalam perjalanan
ARDS, mungkin dari iskemia ke ginjal. Fungsi ginjal harus diawasi secara ketat.
c. Hepatik. Kelainan fungsi hati dapat dicatat baik dalam pola cedera hepatoseluler atau
kolestasis.
d. Sitokin. Beberapa sitokin, seperti interleukin (IL) -1, IL-6, dan IL-8, yang meningkat
dalam serum pasien pada risiko ARDS.

2. Radiologi

Pada pasien dengan onset pada paru langsung, perubahan fokal dapat terlihat sejak dini
pada radiograf dada. Pada paien dengan onset tidak langsung pada paru, radiograf awal
mungkin tidak spesifik atau mirip dengan gagal jantung kongestif dengan efusi ringan.
Setelah itu, edema paru interstisial berkembang dengan infiltrat difus. Seiring dengan
perjalanan penyakit, karakteristik kalsifikasi alveolar dan retikuler bilateral difus menjadi
jelas.Komplikasi seperti pneumotoraks dan pneumomediastinum mungkin tidak jelas dan
sulit ditemuakn, terutama pada radiografi portabel dan dalam menghadapi kalsifikasi paru
difus. Gambaran klinis pasien mungkin tidak parallel dengan temuan radiografi. Dengan
resolusi penyakit, gambaran radiografi akhirnya kembali normal (udobi et al, 2003)

3. Bronkoskopi

Bronkoskopi dapat dipertimbangkan untuk mengevaluasi kemungkinan infeksi pada


pasien akut dengan infiltrat paru bilateral. sampel dapat diperoleh dengan bronkoskop
bronkus subsegmental dalam dan mengumpulkan cairan yang dihisap setelah meberikan
cairan garam nonbacteriostatic (bronchoalveolar lavage; UUPA). Cairan dianalisis untuk
diferensial sel, sitologi, perak noda, dan Gram stain dan pemeriksaan kuantitatif (Harman,
2011).

Anda mungkin juga menyukai